Title : Loony? So why?

Disclaimer : Udah pasti punya aunt Rowling

Rated : T

Summary : Muda, tampan, kaya, otak cemerlang dan dikelilingi wanita cantik.
Hah, apa ada kata lain untuk mengatakan seorang Draco Malfoy selain kata, Sempurna?

:: ::

Tek tek tek..

Suara langkah kaki menggema di sepanjang koridor gelap dan sepi itu. Semilir angin malam berbisik pada dinginnya dinding dinding batu.

"Lumos" cahaya kecil cukup untuk menerangi beberapa langkah ke depan muncul dari tongkat hawthorn.

Ketukan sepatunya semakin menggema seiring dengan mata kelabunya yang menyipit waspada.
Sebagai prefek, dia memang sudah sering berpatroli sendirian, tapi biasanya tak pernah merasa begini gugup. Diliriknya arloji di pergelangan tangan kirinya, 'Ah masih jam 11' pikirnya.

Kreeek...bugh!

Mata kelabunya tersentak mendengar suara pintu tertutup keras.

"Siapa anak bodoh yang ingin dapat detensi, huh. Malam malam begini berkeliaran seenaknya." desisnya seraya berjalan menuju asal suara.

"Heh, ada siapa di sana! Cepat keluar!" serunya. Dalam hati sebenarnya ada rasa sedikit takut, tapi seorang Malfoy takkan menunjukkan ketakutan apapun. Lupakan kejadian Hutan Terlarang beberapa tahun silam. 'Dulu kan masih kecil, sekarang sudah dewasa' belanya dalam hati.

Langkahnya terus menyusuri koridor gelap, memeriksa ruangan ruangan yang dilewati. Sudah tiga pintu dibukanya, ia tak menemukan apapun. Bulu kuduknya menegak.

'Oke, Draco. Kau merinding, pasti karena kedinginan, bukan? Pasti, bukan karena takut. Benar.' hatinya meyakinkan, membela diri bahwa dia tak takut atmosfer ini. Tidak, tentu saja tidak. Tapi...entahlah.

"Mungkin aku terlalu lelah, sebaiknya aku kembali ke asrama." gumamnya, lalu mengarahkan kaki menuju lahan Slytherin di bawah danau.

Sadar atau tidak sadar, langkah kakinya makin lebar dan cepat.

'Weasel gila. Apa maunya sih, meninggalkan tugas patroli. Kan aku sendirian berkeliling kastil. Tunggu saja pembalasanku, Redhead.' rutuknya dalam hati. Kini langkahnya berubah sedikit berlari.

"Mr. Malfoy.."

Seketika pemuda bersurai pirang ini menghentikan larinya dan menolehkan kepalanya. Huft, dia menghembuskan napas lega, yang tentunya tidak kentara di wajah datarnya.

"Ya, Mr. Filch?" tanyanya sedatar mungkin.

"Ada apa kau berlari seperti tadi? Ada sesuatu?" suara serak menggerutunya bertanya dengan nada senang. Oh, tentu saja. Tak ada kebahagiaan bagi Filch kecuali menghukum murid murid pelanggar aturan.

"Tak ada apa apa. Aku hanya -eh, ingin segera sampai asrama." jawab Draco. Wajahnya yang sempat memucat -walau memang sudah pucat dari asalnya- sudah kembali ke ekspresi biasa.
"Bisa kulanjutkan perjalananku, Mr. Filch?" lanjutnya.

"Oh, tentu saja." jawabnya seraya berbalik. Terdengar gerutuan seperti "Sayang sekali" "Murid murid nakal" "Otak pembangkang" yang tentu saja diabaikan oleh Draco.

:: ::

"Come on, Blaise! Fokus! Nott, perhatikan laju sapumu! Warrington! Kalau kau hanya menguntit chaser, Derrick, siapa yang menghalau bludger!..." sang kapten Quidditch Slytherin, yang tak lain adalah si tampan Draco Malfoy, sedang memimpin latihan terakhir timnya untuk bertanding melawan Gryffindor Kamis depan.

Seperti biasa, tribun penonton selalu dipadati kaum hawa yang mayoritas -bahkan mungkin semua- melihat aksi sang cassanova. Siapa sih yang tak terpikat pada sang Pangeran Slytherin? Kulit pucatnya, wajah expressionlessnya yang menawan, iris kelabu yang memandang dingin, surai pirang platinanya yang selalu nampak lembut, membuat sebagian besar siswi Hogwarts meleleh hanya dengan melihat senyumannya. Well, seringai lebih tepatnya.

Draco terus mengawasi jalannya latihan sambil tetap memberikan instruksi instruksi pada anggota timnya. Dia sendiri adalah seekernya. Paham bahwa menjadi seeker melawan Harry Potter adalah hal yang perlu diperjuangkan, dengan giat Draco melatih kecepatan dan ketepatannya untuk mencari dan menggapai snitch.

"Oke, kita istirahat 10 menit. Nanti lanjut lagi," ucapnya lalu menukik turun ke bangku penonton paling bawah. Disambarnya botol air yang tergeletak disana -tentu saja miliknya sendiri, Malfoy tak mau meminum dari botol orang lain- dan habis dalam sekali teguk. Beberapa tetes mengalir melalui celah ujung bibirnya. Peluh bercucuran di kening dan pelipis. Membuat para penonton ber-Ooh ria memandangnya.

"Oh, dia seksi sekali." kata seorang siswi dari Hufflepuff.

"Merlin, andai aku bisa mengusap keringatnya." ucap seorang siswi lagi.

Draco hanya menyeringai saja mendengar semua komentar mereka. 'Pesona Malfoy' ujarnya dalam hati.
Sambil mengistirahatkan tangan dan kakinya, Draco mengedarkan pandangan ke arah para siswi itu -yang langsung senyum senyum gaje- dan terhenti pada satu satunya orang yang sepertinya tak terlalu tertarik pada pesonanya yang sedang menguar hebat ini. Rambutnya perak tergerai panjang, namun wajahnya tak terlihat karena tertutup majalah yang..tunggu, apa mata Draco salah? Orang itu membaca majalah terbalik? Oh sudahlah, bukan urusanmu, Malfoy.

Tiba tiba pandangannya terhalang oleh seorang gadis berambut hitam.

"Kau lelah, Drakkie?" tanyanya dengan suara manja. Lengannya bergelayut di lengan kekar Draco.

"Ck, kau tak lihat apa yang baru kulakukan? Tentu saja lelah." jawab Draco ketus. Dia sudah lelah dan capek meminta gadis ini berhenti memanggilnya dengan panggilan konyol itu.

"Kuusap keringatmu ya, Sweatheart?" katanya lagi sambil mengedarkan pandangan -apa-kau-iri-melihatku-menggandengnya- pada semua penonton.

'Ck, apalagi ini. Sweaeheart? Sweenting kali.'

"Kurasa tak perlu. Umm, Pans? Kau taht siapa orang itu?" tanya Draco mengedikan dagunya ke arah gadis bersurai perak itu.

"Oh, dia Loony Lovegood. Hah, orang aneh dia. Sudahlah tak perlu kau pikirkan, sayang." sapu tangannya membelai belai wajah pucat Draco.

"Kurasa aku harus latihan lagi. Bye, Pans." ujarnya seraya berdiri. Mengabaikan tatapan tak percaya di mata Pansy dan kikik geli gadis gadis lain.

"Oke, guys. Kita lanjut." teriak Draco. Latihan berlanjut hingga matahari terbenam.

:: ::

Sore itu udara sangat dingin. Maklum saja, sudah hampir akhir Oktober. Setelah pelajaran Transfigurasinya berakhir, Draco melangkahkan kakinya menuju pohon beech di tepi danau.

Tanpa melihat sekitar lagi, direbahkannya tubuhnya di rerumputan hijau. Menikmati semilir angin yang dingin itu, namun menenangkan pikirannya. 'Sungguh tak ada yang lebih nyaman dari keheningan' pikirnya dalam hati.

Limabelas menit tak terusik apapun, tiba tiba sebuah suara gemerisik mengagetkannya. Seketika ia duduk dari posisi tidurnya.

Kresskkreskk..

'Apa itu?'

"Hihihi..."

'Siapa yang sedang tertawa?' pikir Draco mulai gelisah. Dilihatnya kanan kiri tak ada seorang pun. Draco merinding lagi.

'Tak mungkin ada hantu jam segini, kan?'

"Hahaha.." suara perempuan tertawa kecil.

Draco semakin pucat, kemudian berdiri hendak memeriksa sekitarnya.
Dilihatnya ke arah semak semak, tak ada apapun. Mengecek ke arah danau, juga tak ada apapun. Dia berbalik ke tempatnya semula.

Kresskressk..

Dan Draco kali ini yakin, suara itu berasal dari balik pohon. Tongkatnya teracung siaga. Perlahan didekatinya pohon beech tua itu.

Draco hanya bisa mendesah lega ketika dia menemukan seorang gadis berambut perak duduk bersender pada pohon sambil bermain dengan kelinci putih hitam di dekatnya.
Sepertinya dia tak menyadari kehadiran Draco disana.

"Ha-" ucapannya tersendat oleh lidahnya sendiri. 'Sejak kapan Malfoy menyapa orang terlebih dahulu' pikirnya.

Antara ya dan tidak, dengan ragu ia berjalan perlahan mendekati gadis itu.

"Rasanya aneh sekali mendengar orang tertawa mengingat tak ada apapun di sini untuk ditertawakan." katanya tiba tiba, tanpa menoleh pada gadis yang tengah terkejut atas kehadiran tamu tak terduga.

"Aku tak pernah heran mendengarnya dari orang yang berpikiran pendek."

Suaranya kecil, terdengar datar seperti orang melamun. Draco berbalik menatap gadis yang menjawab kata katanya barusan. Dia tertegun melihat wajah mungil di depannya. Matanya besar. Rambut perak berponinya tergerai sedikit berantakan.

"Sepertinya nargle nargle yang sedang tumbuh mempengaruhi sel sel otak sebagian orang." Draco mengernyit mendengar ucapan yang tak sedikitpun dimengertinya.

Gadis itu berdiri seraya mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dan Draco baru sadar, gadis ini bertelanjang kaki di cuaca dingin seperti sekarang. 'Untuk apa kau pikirkan, bukan urusanmu, Draco' katanya dalam hati.

"Simpan ini. Sisir bekas berpotensi menjadi jimat. Kau akan terlindungi dari serangan mistis. Atau kau bisa menggunakan gabus sumbat butterbear. Sepertinya kau memang harus menyimpannya, sebelum arwah jahat bisa merasukimu."

Sungguh Draco tak mengerti apapun. Apa sih yang dikatakan gadis aneh ini? Jimat, mistis, arwah? Dia hanya bisa tertegun tak berkedip. Sampai dia mendapatkan kesadarannya kembali.

"Kau aneh sekali." katanya lalu beranjak meninggalkan gadis tadi.
Selama kembali menuju kastil, pikirannya kembali pada kejadian barusan.

'Dia aneh sekali sih? Anak mana dia? Tadi aku tak sempat memperhatikan jubahnya. Hufflepuff? Sepertinya bukan. Ravenclaw? Mungkin. Sudahlah. Tak penting juga kan?'

:: ::

Hari Senin dan Rabu adalah jadwal patrolinya. Seharusnya kemarin dia berpatroli bersama Weasel -kampret- Rambut Merah itu, dan hari ini bersama dengan Michael Corner, prefek Ravenclaw.

Entahlah, toh Draco tak peduli siapapun partner patrolinya.

Dengan santai, dilangkahkan kaki jenjangnya menuju Aula Besar. Suasananya sungguh ramai, keliatan sekali muka muka kelaparan mereka.

"Hey, honey. Kau baru datang?" tanya seorang gadis berambut coklat ikal.
Draco hanya menoleh sekilas dan memberikan senyuman mautnya. Tanpa dijawab pun si gadis klepek klepek menatapnya.

'Heh, gadis gadis bodoh' pikirnya.

"Hohoo, tak bisakah sedetik saja kau tak tebar pesona, mate?" canda Theo dari bangku seberang.

"Tak perlu ditebar pun pesona Malfoy sudah berceceran dimana mana." jawabnya enteng. Ketika hendak mengisi piringnya dengan kentang tumbuk dan sosis, seorang pemuda berjubah biru menghampirinya.

"Err, Dr-Malfoy?" ucapnya tergagap. Wajahnya pucat seperti ketakutan.

"Eh? Apa?" jawab Draco singkat, menyipit heran padanya.

"Em, aku hanya mau menyampaikan sesuatu. Katanya nanti malam Mike tugas patroli bersamamu?" tanyanya yang hanya dijawab anggukan singkat Draco. "Mike sedang di rumah sakit, malam ini harus bermalam di sana. Jadi, tak bisa patroli denganmu. Katanya maaf," lanjutnya lagi.

"Well, informasimu diterima." ujar Draco. Tak bisakah berucap 'terimakasih', oh tidak. Malfoy takkan pernah mengatakan terimakasih ataupun maaf.
Dan anak Ravenclaw itu segera berpamitan dengan wajah super lega. Memangnya kenapa dia takut takut, dia pikir aku akan memakannya apa.

Sesampainya si anak elang di bangkunya, dalam sekejap dia dikerubungi para gadis. Kalian tahu sendiri apa yang ditanyakan mereka.
Draco hanya memandangnya tanpa ekspresi. Kemudian matanya bergeser ke arah kiri, masih di antara jejeran panji panji biru. Seorang gadis yang seakan tak peduli melihat kehebohan kawanannya.

Rambut perak, mata besar, kulit pucat, majalah terbalik, dan...apa lagi itu? Anting gabus? Merlin, anak itu benar benar aneh. Pantas saja tak ada teman bersamanya.

"Mate? Woy! Mister Draco Malfoy? Are you still here?" teriak Blaise menyadarkan lamunan sahabat dekatnya ini.

"Heh! Bisa tidak, tak usah berteriak. Kau pikir aku tuli." sungut Draco.

"Memang tuli. Kau tak dengar kan tadi aku berkata apa?"

"Apa?"

"Hah, benar kan. Apa sih yang kau lihat. Tunggu, tunggu. Kau tak sedang memperhatikan si nerd Lovegood kan?" ujar Blaise curiga, mengikuti arah pandang Draco saat melamun tadi.

"Si- Kau bilang siapa tadi?" Draco seakan tak melihat kecurigaan Blaise.

"Loony- ah bukan, Luna Lovegood. Aneh, nerd, weird, dan... Entahlah. Semua orang berkata kalau dia agak.. Sinting." jelas Blaise panjang lebar.

'Luna Lovegood? Nama yang cantik, tapi kenapa orangnya seperti itu? Sinting? Mungkinkah? Bisa saja sih, bahkan kata kata yang diucapkannya tak ada yang kupahami.' ujar Draco dalam hati.

"Woy! Kau tak sedang melamunkannya kan? Ayolah, mate. Banyak gadis cantik lain yang bisa kau pikirkan. Jangan kau sia siakan waktumu." desis Blaise memperingatkan Draco. Benar kan? Masih banyak gadis lain yang bisa dipikirkannya selain makhluk aneh itu?

"Ya, ya, ya. Aku kembali ke asrama. Bye." tanpa seucap kata lagi Draco langsung beranjak dari bangkunya.

Selama perjalanan pikirannya masih tertuju pada gadis itu. Loony? Benarkah? Aku penasaran. Ah, kenapa kau jadi begini Draco. Jangan bertingkah seperti Gryffindor, selalu penasaran dan ingin tahu segala hal. Itu bukan urusanmu, dan kau juga seharusnya tak peduli siapa Lovegood itu. Oke, fine. Tutup pikiranmu.

:: ::

Malam ini kembali Draco melangkahkan kakinya menyusuri koridor kastil. Dinding batu terasa bagai es saat tersentuh tangannya. Jadi dia menggumamkan mantra penghangat untuk menyelimuti tubuhnya.

Hingga hampir pukul 11, entah keinginan darimana tiba tiba Draco ingin ke Menara Astronomi, salah satu tempat tertinggi di kastil Hogwarts.

'Menenangkan diri sesaat mungkin tak buruk' pikirnya.

Sesampainya di Menara Astronomi, tanpa ragu Draco melangkahkan kaki ke dalam ruangan dan tertegun melihat seorang gadis... Dia lagi? Oh, Merlin!

"Melanggar jam malam, eh? Kau ingin dapat detensi ya?" ucapnya tiba tiba. Si Loony itu hanya menoleh sebentar dan kembali pada pandangannya semula. Dia duduk meringkuk memeluk lututnya di depan jendela besar, tepat menghadap bulan yang bersinar terang.

"Setiap malam aku ke sini, tapi Filch pun tak pernah menemukanku. Aku yakin itu karena kalung lobak dari Dad yang melindungiku." dan sekali lagi, Draco hanya menatap bingung. Namun tanpa sadar kakinya melangkah mendekatinya.

"Dan kali ini aku lupa. Oh, sungguh bodoh Luna. Pasti kumbang ekor kerut yang sedang bermain itu sedang menertawaiku."

"Heh. Kau ini bicara apa sih. Dengar, sejak kemarin kita bertemu tak ada satu kata pun darimu yang kumengerti. Kau bisa bahasa manusia normal, kan?" Draco tersentak mendengar kata katanya sendiri. 'Untuk apa kau susah payah memahaminya, bodoh' rutuknya dalam hati.

"Aku tak heran padamu. Bahkan teman, ah bukan, mereka bukan teman. Bahkan mereka juga tak ada yang mengerti. Kupikir mereka cerdas, tapi memahami deskripsi kata saja tak bisa. Dad pernah bilang kalau sebagian orang memang selalu berpikir pendek. Hanya melihat apa yang bisa dilihat, tanpa mau mencari apa yang belum terlihat. Orang or..."

"Stop, stop, stop. Kau ini.." Draco hanya geleng geleng kepala dibuatnya.

Dan secara mengejutkan -bagi Draco- ada rona merah yang muncul di pipi pucatnya. Draco terdiam memandangnya.

'Kenapa anak aneh ini jadi manis sekali kalau sedang merona begini?' pikirannya mulai melantur.

"Selama 5 tahun di sini, belum ada yang tak pergi saat aku bicara panjang seperti tadi." ucapan Luna sekali lagi membuat Draco terdiam. Kemudian tertunduk, dan tersenyum tulus. Sekarang gantian Draco yang merona.

'Aduh, kenapa jadi dag dig dug begini sih?'

Mata bulat besarnya mendongak menatap langsung iris kelabu Draco.

"Kau anak Slytherin yang suka dikerubungi lalat itu ya?" tanyanya.

"Ap-apa? Tak pernah ada lalat yang menempelku. Sembarang saja kau bicara." entah mengapa Draco tak bisa membentaknya. Grrr, Draco. Ayolah, kembalikan Malfoy-mu.

"Gadis gadis itu seperti lalat kalau sedang mengerubungimu," jawabnya sambil tertawa kecil.

"Kenapa kau tak ikut jadi lalatnya juga?" tanya Draco spontan. Dan kembali mengutuk dirinya karena berbicara tak terkendali.

"Aku tak tertarik menjadi lalat. Kau tahu sendiri kan, lalat selalu menyukai bau yang tidak enak.." Draco melotot dan seketika Luna tertawa melihatnya. Tawanya... Tanpa sadar Draco juga ikut tertawa bersamanya.

Suasana canggung menyelimuti tatkala tawa mereka terhenti.

"Kau harus segera kembali, sebelum Filch memergokimu." ucap Draco mengisi kealpaan suara.

"Kau tak menghukumku karena melewati jam malam?"

"Baiklah, karena aku sedang berbaik hati kali ini. Aku hanya akan memotong poin asramamu." jawabnya.

"Trims," ucapnya tersenyum, membuat Draco dag dig dug lagi.

"Potong 20 poin Ravenclaw karena melanggar jam malam. Dan..."

"Kau bilang hanya potong poin?"

Draco menyeringai,
"..detensi denganku akhir pekan nanti." lanjutnya lalu melenggang meninggalkan Luna yang masih terdiam.

:: ::

Priiittt...

Peluit Madam Hooch berseru menandakan pertandingan Quidditch telah dimulai. Warna merah dan hijau berseliweran di atas udara.

"Katie, hati hati. Sebisanya kau hindari Warrington. Dan kalian, fokus. Jaga jarak dengan Zabini." untuk sesaat Harry Potter yang merangkap sebagai Seeker sekaligus Kapten mengingatkan anggota timnya. Sedangkan Tim Ular nampak siap dan mulai menaikturunkan sapu terbang mereka.

"Oke, hari ini pertandingan Quidditch Gryffindor melawan Slytherin,.."

Wait, Draco seperti tak asing dengan suara melamun yang terdengar tadi. Dia menoleh ke arah tribun komentator, dan. Merlin! Apa McGonagall tak salah orang? Bisa bisanya dia memilih Lovegood sebagai komentator.

Bukan urusanku. Pertandingan ini yang lebih penting.

Menghalau bludger, melempar quaffle, mencetak gol. Riuh suara penonton meramaikan pertandingan. Kedua seeker berkeliling lapangan, menyipit mencari bola emas.

"Oh, ya. Tak berperasaan. Slytherin yang entah bernama siapa itu menabrak dengan kejamnya chaser Gryffindor.." suara Luna kembali terdengar, berhenti sejenak ketika ditegur Proffesor McGonagall.

"Jangan memihak, Luna. Kau katakan saja jalannya pertandingan," tegurnya.

"..tindakan bodoh dari Slytherin. Oh maaf Proffesor. Quaffle dikuasai Gryffindor, namun gagal oleh beater botak Slytherin (Luna!). Oh nampaknya seeker mulai melihat keberban golden snitch.."

Draco sedikit hilang konsentrasi saat mendengar Luna mulai memperhatikan posisi seeker, namun segera kembali fokus pada tujuannya. Golden snitch sudah di depan mata dan Harry masih tertinggal di belakangnya.

Sedikit berguling ke samping,
"Yes!" pekiknya ketika merasakan rontaan sayap snitch di genggamannya. Suara penonton makin riuh dengan peluit Madam Hooch. Pertandingan berakhir dengan kemenangan Slytherin.

-TBC-

A/N Kyaaaa! ga rela ngepair Draco Luna, tapi aku pengen soething new, sebenernya pengen bgt Drarry. Tapi tak apalah. RnR?