Naruto not mine.
Protectorship by Aloe Fera
.
.
"Hidup Sakura berubah drastis! Tak sengaja bertemu dengan buron Interpol nomer wahid—dan tiba-tiba saja semua orang menuduhnya sebagai kaki tangan Itachi. Gara-gara itu Sakura jadi jungkir balik menghindari tembakan, ngebut gila-gilaan, melompat dari pesawat yang nyaris meledak, terkepung di gudang dan nyaris mati karena ratusan tembakan. Walaupun semua yang ia lakukan sangat berbahaya, Sakura tidak ingin jauh dari Itachi."
A/N:
DLDR. Typo's etc.
perhatian: nama tokoh yang di bold adalah kondisi pergolakan batin mereka. apa yang dialami dan dipikirkan. cuma ada di chap 1, btw.
mengharap komentar yang membangun dari pembaca sekalian. trims.
.
.
.
Bandar Udara Internasional San Francisco.
. Sakura .
Sakura selalu meremehkan telenovela maupun drama yang menayangkan adegan pria dan wanita yang tanpa sengaja bertabrakan kemudian jatuh cinta. Itu sangat klasik dan membosankan. Namun saat ini ia berubah pikiran. Tabrakan kecil ini benar-benar membawa berkah.
"Kau tidak apa-apa?" suara berat nan seksi itu menyadarkan Sakura dari lamunan liar. Ia buru-buru mengangguk dan membantu pria itu memungut tiketnya yang jatuh. Sakura tidak bisa menahan diri untuk terus melirik wajah pria menawan itu.
Postur tubuhnya sangat gagah, tinggi dengan dada bidang yang bisa menjadi sandarannya berkeluh kesah sepanjang malam. Ia memiliki alis hitam tebal dan mata yang tajam. Tampilan machonya itu di dukung oleh garis rahang yang tegas dan senyuman memikat. Benar-benar tampan dan berkarisma. Dan macho. Dan keren. Dan baik. Sakura terus menambahkan kalimat pujian di kepalanya.
"Maaf aku terlalu sibuk dengan ponselku hingga tidak melihatmu." Pria itu memberikan tatapan menyesal yang terlihat tulus. Sakura bertanya-tanya apakah dia orang lokal atau sama sepertinya sebagai turis. Pasalnya, wajahnya masih tampak seperti orang timur.
"Tidak apa-apa. Aku bisa memakluminya. Semua orang sibuk di sini." Sakura bersyukur suaranya terdengar normal dan tidak tergagap malu seperti kebiasaan Hinata, sahabatnya saat bertemu pria asing.
"Ke Konoha?"
Sakura mengangguk. "Ya. benar."
Pria itu memberikan senyum terbaiknya sebelum berjalan pergi menjauh. "Gerbang dua puluh."
Sakura masih menatap kepergian pria itu dengan senyum kecil di wajahnya sebelum ia kembali tersadar bahwa ia harus mengejar pesawatnya sendiri. Ino—Sahabatnya selain Hinata—pasti akan merengek dua hari dua malam jika ia terlambat di acara fitting gaun esok hari. Sakura dipercaya sebagai bridesmaid bersama dengan Hinata dan Tenten.
Sambil tetap berada dalam antrian, Sakura terus menggerutu sebal.
Harusnya saat ini ia berada di Los Angeles, bersama dengan mentornya Tsunade Senju. Berjemur dengan bikini barunya di Malibu dan mungkin sedikit tebar pesona pada beberapa turis maupun warga lokal yang tampan. Bukannya berada dalam antrian untuk segera pulang ke Konoha.
Gerutuannya makin panjang saat petugas yang mengecek tiketnya mengatakan bahwa ia tidak berada dalam list penerbangan.
"Aku baru saja check in sepuluh menit yang lalu. Pasti ada kesalahan." Katanya dengan nada ketus.
"Maaf. Tapi data di komputer menyatakan kau tidak terdaftar."
Sudah cukup ramah tamahnya. Sakura mendesah kesal dan menatap tajam pada si petugas. "Dengar, Sheery." Suara Sakura mendesis berbahaya saat melihat pin namanya. "Sahabatku akan menikah dan aku harus mendampinginya. Kalau kedatanganku ke Konoha terlambat satu detik saja, dia akan mengamuk dan mengutukku tidak akan pernah menikah. Sekarang, cek kembali komputer bodoh itu atau kau akan menyesal membuatku menunggu."
"Maaf tapi aku benar-benar—"
"Apa?! Kau ingin menjawab tidak bisa? Orang yang baru saja masuk ke dalam pesawat bahkan berada di antrian belakang saat check in!"
"Sekali lagi maaf atas keteledoran kami miss Haruno. Kami akan mengganti penerbangan Anda hari ini pukul sebelas lima puluh." Sherry menanggapi Sakura dengan tenang. Tak peduli pelototan garang yang dilemparkan gadis aneh berambut merah muda di hadapannya. Ia tersenyum pada penumpang di belakang Sakura dan mulai mengecek boarding passnya.
Sakura merasa terabaikan. Dia nyaris mengamuk pada Sheery saat wajah si tampan itu ada di hadapannya. Astaga! jadi saat aku marah-marah tadi dia ada dibelakangku?
Pria itu memberikan senyum penyesalan pada Sakura. "Sometimes everything happens for a reason."
Sakura bengong. Apa-apaan tadi?
...
. Itachi .
Sempurna!
Mata hitam Itachi tak bisa melepas sosok gadis berambut nyentrik—merah muda—yang sibuk bicara dengan ponselnya. Tas milik gadis itu memiliki sebuah kantung kecil di depan. Tempat sempurna untuk menitipkan benda berharganya.
Itachi melangkah keluar dari restoran. Membuntuti gadis itu secara diam-diam. Tangannya yang berada di dalam kantung jaket memegang mainan ksatria erat-erat. Di dalam mainan itu terdapat Zephyr, sebuah baterai kecil berdaya tinggi yang tidak akan pernah habis. Singkatnya, benda ini adalah energi abadi. Sesuatu yang membuat orang-orang tertarik untuk memilikinya.
Tepat pada perhitungannya, Itachi menubrukkan dirinya sendiri kehadapan gadis yang diincarnya. Tidak banyak orang yang memiliki rambut merah muda. Hal itu akan memudahkannya mengambil Zephyr yang sengaja ia masukkan ke dalam tas gadis itu. Itachi harus steril saat melewati pemeriksaan petugas. Tentu saja Zephyr harus dititipkan sementara.
"Kau tidak apa-apa?" ia bertanya basa-basi. Menatap wajah gadis yang ia tabrak—yang kemudian ia sesali. Gadis itu memiliki mata hijau yang indah. Saat menatapnya semua kecemasan dan ketegangan yang selalu memeluk hidupnya hilang. Mata itu memberikan kesejukan yang nyaman dan terasa nyata.
Keterpukauan Itachi akan gadis itu terputus saat mengingat tujuan awalnya. Ia merutuki pertahanan dirinya yang lemah. Dengan segera ia memutus kontak matanya dengan gadis itu, membantunya mengambil tiket dan buku terjatuh. Meminta maaf untuk meninggalkan kesan sopan dan mengarahkan gadis itu ke gerbang dua puluh, tempat dimana mereka berjumpa dan ia akan mengambil kembali Zephyr dalam tasnya.
Semuanya berjalan dengan lancar. Ia berada tepat di belakang gadis itu dalam antrian masuk. Diam-diam mengambil Zephyr dalam tasnya saat gadis yang ia ketahui bernama Haruno itu berselisih dengan petugas. Tentu saja orang sipil sepertinya dilarang naik ke dalam pesawat yang telah dipersiapkan khusus untuk meringkusnya. Akan sangat berbahaya jika gadis mungil itu terlibat di dalamnya.
Itachi sengaja meninggalkan nasehat lama kepada nona Haruno yang jelita. "Sometimes everything happens for a reason."
...
. Kabuto .
Mendengar Orochimaru—bosnya—mengomel adalah sesuatu yang memuakkan. Ia dan timnya sedang berada dalam mobil menuju bandara. Bersiap-siap menangkat Itachi yang membawa kabur Zephyr dan menyembunyikan keberadaan Nara Shikamaru—pemuda yang menciptakan benda luar biasa itu—penghianatannya itu membuat semua organisasi baik di pihak hitam maupun putih mengincarnya.
Meski ia sibuk menjawab pertanyaan Orochimaru, matanya tetap terpasang pada layar di hadapan. Rekaman cctv di bandara menunjukkan keberadaan Itachi dengan seorang gadis. Kabuto menutup ponselnya sejenak dan memerintahkan anak buahnya untuk mencari tahu identitas gadis itu.
"Apakah kita harus membawanya ke markas?"
"Tidak." Kabuto menyeringai. "Aku punya ide yang lebih baik."
...
. Sakura .
Ini benar-benar pengalaman paling memuakkan. Baru kali ini ia ada maskapai yang menolak penumpang bisnis. Meskipun mereka mengganti jadwal penerbangan dengan jam keberangkatan yang berbeda, ia tetap akan terlambat untuk fitting baju. Dan apa yang harus ia katakana pada Ino nantinya?
Gerutuan di kepala Sakura terhenti saat Sheery, si petugas menyebalkan tadi menemuinya dengan senyum minta maaf. "Kami menemukan kursi untukmu."
Segera saja Sakura bangkit. "Nah. Begini lebih baik!" ia dituntun Sheery menuju ke dalam pesawatnya.
...
. Itachi .
"Sial. Apa yang dia lakukan?!"
Melihat kehadiran nona Haruno yang tadinya ditolak masuk, saat ini justru seperti mendapatkan pelayanan ekstra dari maskapai membuat Itachi merasa tidak nyaman. Kabuto pasti sudah gila. Membuat orang sipil sepertinya masuk ke dalam ambang kematian.
"Hai. Kita bertemu lagi." Ia menyapa gadis itu lebih dulu. "Kau bisa duduk di sebelahku. Banyak sekali kursi kosong di sini." Itachi menunjuk kursi kosong di sebelahnya. Ia harus memastikan gadis ini aman sampai tempat tujuan saat seluruh penumpang dalam pesawat ini adalah agen lapangan yang sudah siap membunuhnya.
"Oke." Gadis itu meletakkan tas ranselnya di kursi sebelum memperkenalkan diri. "Ngomong-ngomong, aku Sakura Haruno."
"Itachi."
000000
Sakura menunggu kelanjutan namanya. Alisnya masih berkerut saat ia menanyakan, "Hanya Itachi?"
"Ya. Hanya itu."
Sakura mengangguk kecil sebagai respon. Akan terlalu kurang ajar kalau ia memaksakan diri mengetahui marga pria dihadapannya. Lagipula ini masih pertemuan pertama—baiklah, kedua jika tabrakan tadi dihitung. Tak nyaman berada dalam keheningan, Sakura kembali bertanya. "Apa kau orang Jepang juga?"
"Ya."
Singkat dan dingin. Benar-benar menyebalkan. Persis seperti seseorang.
Uchiha Sasuke, teman masa kecilnya di Konoha. Ia sempat kehilangan kontak beberapa tahun dengan cinta pertamanya itu. Namun beberapa bulan ini Naruto berhasil mengumpulkan mereka semua dalam sebuah reuni kecil-kecilan. Sasuke kini menjadi seorang polisi, Naruto yang heroik sejak kecil menjadi seorang pengacara dan dirinya berhasil membuat cita-cita masa kecil sebagai seorang dokter tercapai.
Ngomong-ngomong soal Sasuke, pria disampingnya memiliki ciri khas yang sama sepertinya. Mulai dari rambut, garis rahang, bibir, dan cara mereka bicara. Sakura diserang rasa penasarang untuk menanyakan hubungan mereka berdua.
"Apa kau mengenal Uchiha Sasuke?"
"Maaf?" Itachi mencondongkan tubuhnya kearah Sakura. Membuat gadis itu sulit bernafas selama beberapa detik. "Aku tidak begitu mendengarmu tadi. Suaramu pelan sekali. Bisa ulangi?"
Gerakan itu sebuah kamuflase dari Itachi. Tentu saja ia mengenal baik siapa itu Uchiha Sasuke. Adik kecilnya yang kini berprofesi sebagai kepala divisi kriminal di kepolisian Konoha. Sudah sekian lama ia tidak membicarakan masalah Uchiha dengan orang lain. Dan gadis ini, baru saja membicarakan salah satu anggota keluarganya. Membuatnya bertanya-tanya apa hubungan mereka berdua.
"I-itu, Teman kecilku. Uchiha Sasuke. Aku bertanya karena kalian tampak begitu mirip."
"Aku tidak mengenalnya."
"Ah, begitu." Sakura nyengir. Merasa aneh karena menanyakan hal yang membuat mereka berdua canggung. Tiba-tiba terjadi turbulensi yang cukup kencang hingga membuat bagasi terbuka dan sebuah tas—entah milik siapa hampir jatuh dikepala Sakura kalau saja Itachi tidak sigap menangkapnya.
Sakura terkejut akan kecepatan dan kesigapan pria disebelahnya. "Wow. Terimakasih."
"Kau harus ke toilet. Bajumu terkena sesuatu." Itachi menunjuk bercak berwarna cokelat di kaus putih Sakura. "Kurasa dari dalam tas ini." ia membuka tas dan menemukan kaleng soda yang remuk.
"Kau benar. Noda seperti ini sulit dihilangkan." Gadis mungil itu lekas berdiri dari kursinya. Lagi-lagi turbulensi melanda badan pesawat. Sakura langsung berpegangan pada lengan Itachi.
"Biar kubantu." Itachi bergeser ke samping. Membiarkan Sakura berjalan mendahuluinya sementara ia melihat penumpang yang lain. Mereka nampak santai. Terlihat biasa dalam penyamaran orang asing. Namun Itachi tahu mereka telah membuat perhitungan untuk menyerangnya begitu Sakura berada di dalam toilet.
Dan benar saja. Lelaki berambut pirang dengan tubuh kekar yang duduk tak jauh dari toilet langsung berdiri dan memberikannya sebuah suntikan bius. Namun Itachi yang sigap lebih dulu berhasil menahan serangannya dan menusuk suntikan itu pada penyerangnya.
Seorang yang lain datang, dan Itachi langsung menarik lengannya dan membenturkan kepalanya ke arah bagasi. Dasar amatir. Desahnya dalam hati. Empat orang datang kemudian. Mengeroyoknya dalam pukulan dan beberapa bius lagi. Itachi tetap berhasil menghindar dan menjatuhkan mereka semua dengan mudah hingga sebuah pisau menyerempet kepalanya. Ia berbalik dan mendapati dua orang musuh yang cukup tangguh. Keduanya pernah di lihat Itachi dalam misi lapangan dan ia tahu mereka tidak bisa dianggap remeh.
Bergerak cepat, Itachi mencabut pisau yang menancap di kabin tepat di belakangnya, kemudian melemparkan pisau itu untuk menjatuhkan seorang pria yang menodongnya dengan senjata. Lemparannya tepat mengenai dada dan membuat pria itu ambruk seketika. Rekannya yang tak terima langsung menendang Itachi hingga terjungkal ke bagian ruang pramugari. Sebuah pukulan lain yang membuat tirai berlubang. Itachi dengan gesit menangkap tangan pria itu, memitingnya hingga terdengar bunyi krak cukup keras, kemudian menubrukkan tempurung kepala lawannya ke lemari besi terdekat.
"Sudah berakhir, Itachi."
Itachi menoleh ke belakang dan mendapati co-pilot pesawat menodongnya dengan pistol.
"Benarkah?" tanpa rasa takut Itachi mendekatinya.
"Dimana Zephyrnya?" Co-pilot itu bertanya dengan nada memaksa.
Itachi tak akan menjawab pertanyaan yang tidak ingin dia jawab. Turbulensi yang lagi-lagi terjadi, dimanfaatkannya untuk menjatuhkan senjata yang di pegang lawan. Saat pistol tidak ada di gengamannya, ia tampak seperti seorang pengecut. Itachi memukul perutnya dengan kekuatan penuh. Membuatnya co-pilot itu terduduk dengan lemas.
"Mengapa gadis itu ada di dalam pesawat? Katakan!" Itachi mencengkeram kerah co-pilot, hampir mencekiknya. Membuatnya mengerang dalam penderitaan. "Apa yang kau lakukan? Cepat katakan!" tuntutnya tak sabaran
Mulut si co-pilot hampir terbuka. Namun bukannya memberi tahu, ia justru berteriak kesakitan karena sebuah peluru dari pistol kedap suara mengenai perutnya. Melihat itu Itachi langsung menunduk. Bersembunyi sambil memikirkan langkah apa yang harus ia ambil. Ia tidak membawa senjata. Namun seorang musuh yang tergeletak tak jauh darinya masih mengenggam senjata di tangan.
Itachi langsung mengambil pistol itu dan menembaknya ke arah musuh yang lain. Kabar baiknya adalah ia tepat sasaran, seperti biasa. Kabar buruknya, ia baru saja menembak seorang pilot. Lalu siapa yang memegang kendali pesawat?
Oh, sial! Itachi mendesis kesal. Semuanya menjadi berantakan.
000
Saat Sakura keluar dari toilet, ia menyadari sesuatu yang janggal.
Kemana perginya penumpang lain?
Alisnya berkerut saat melihat Itachi duduk santai di kursi koridor. Memegang dua tequila—Sakura hanya menebaknya dan menyodorkan satu gelas padanya sebelum ia bertanya kemana semua orang.
"Sesuatu telah terjadi." Kata pria itu dengan nada yang datar. Tampaknya kode dari Itachi tidak bisa ditangkap oleh Sakura, jadi ia mulai bicara dengan mode normalnya. "Kau boleh minum dulu."
Untungnya, Sakura patuh. Ia meneguk minuman yang disodorkan Itachi. "Apa yang terjadi? Kemana semua orang?"
"Dengar. Kau jangan panik. Situasinya terkendali."
"Situasi?" Sakura mengerutkan alis tak mengerti.
"Kita kehilangan semua orang."
"Memangnya mereka pergi kemana?"
"Maksudku, mereka mati."
"Mati?" Sakura masih belum sadar akan situasi. Bagaimana mungkin seseorang menjelaskan ada orang yang mati dengan menawarkan tequila dan dengan wajah yang super tenang.
"Ya, mereka tertembak."
"Oleh siapa?" Gadis itu berbisik takut. Ia mendekati Itachi dengan ragu-ragu. "Apa maksudmu ada teroris disini?"
Saat Sakura mendekat, Itachi bisa mencium aroma lilac yang menguar dari tubuh gadis itu. "Olehku." Itachi menjawab dengan sedikit keraguan. Takut jika gadis disebelahnya menjerit panik.
"Ha?" Mata hijau itu mengedip cepat. Mencerna pengakuan Itachi yang ia anggap tak masuk akal.
Tak ingin pertahanan dirinya kembali hancur karena tatapan mata yang menghipnotis, Itachi memilih masuk ke ruangan pilot. "Aku akan mendaratkan pesawat. Maukah kau duduk tenang dan menggunakan sabuk pengaman?"
Sakura masih dalam posisi semula, duduk di sandaran kursi, masih berusaha mencerna apa yang terjadi saat ia merasakan posisi pesawat yang tiba-tiba membelok tajam. Membuatnya secara otomatis duduk sambil mencengkeram sabuk pengaman. Masker Oksigen keluar secara otomatis. Sakura berniat memakainya saat mendengar suara orang jatuh. Ia langsung berdiri dengan pikiran horor. Apa itu?
Seseorang—bukan, tapi banyak orang jatuh akibat posisi pesawat yang tidak stabil. Yang membuat Sakura membuka mulutnya lebar-lebar adalah fakta bahwa mereka semua tidak sadar. Jadi, yang dikatakan Itachi itu benar-benar terjadi? Mereka semua mati?!
"AAAAAAAA!" Sakura berlari memasuki ruangan yang dimasuki Itachi. Ia tidak ingin berada di tempat yang sama dengan orang mati. "Apa yang sedang terjadi?! Kenapa semua orang mati disini?" ia makin panik dan histeris saat melihat mayat pilot yang ada di sebelah Itachi.
"Oh Tuhan! Kita akan jatuh! Kita akan mati!"
"Tenanglah. Aku akan menanganinya. Duduklah." Perintah Itachi
Sakura membeliak. "Dimana aku harus duduk?! Aku tidak mau duduk di dekat orang mati!"
Itachi menunjuk kursi cadangan di belakangnya. Sakura buru-buru duduk dan berusaha keras memasang sabuk pengamanya dengan cara yang benar. "Apa kau bisa mengontrol pesawat? Kita akan mendarat di bandara terdekat kan?!"
"Tidak. Mereka sengaja menunggu disana."
"Siapa mereka? Kenapa mereka menunggu? Apa mau mereka? Apa mereka akan membunuh kita?"
"Semakin sedikit kau tahu, maka akan semakin baik." Jawab Itachi dengan singkat. Ia sibuk mengirim sinyal mayday dan mencoba mengontrol lajur pesawat agar tidak menukik turun dengan kecepatan menggila.
Sakura hampir berseru protes. Sebagian dirinya yang keras kepala menuntut penjelasan. Sebagian yang lain, tampak pasrah akan takdir yang dituliskan Tuhan padanya. Kalau mati ya mati saja.
Langit gelap membuat semuanya kelihatan memburuk. Saat Itachi berhasil mengendalikan pesawat dan membawanya turun perlahan menuju sebuah jalan kecil pedewasaan, Sakura berteriak memperingati saat sebuah truk ada di jalur pintasan mereka. "Ada truk disana! Awas!" ia berteriak ngeri.
Itachi menurunkan roda pesawat. Menjalankanya dengan mulus tepat di belakang truk seolah ukuran kendaraan yang ia kenakan tak beda jauh dari ukuran truk. Untunglah truk itu berbelok ke kanan saat moncong pesawat hampir menabrak bagian belakang truk. Pesawat yang mereka tumpangi menabrak pagar kayu perkebunan jagung. Sakura terus berteriak histeris. Terlebih saat goncangan keras di pesawat dan terdengar bunyi patahan keras. Lalu tiba-tiba saja pesawat mereka berhenti.
"Ayo keluar." Itachi membantu Sakura melepas sabuk pengamannya. Tubuh gadis itu gemetar dengan hebat. "Masih belum aman. Kita harus lekas keluar. Masih ada sisa bahan bakar disini, bisa saja terjadi konslet listrik yang memercik api kemudian membuat pesawat meledak."
Sakura mengangguk patuh. Mengikuti setiap langkah yang diambil Itachi dan keluar dari pesawat melalui pintu darurat. Ia memaksa kakinya berjalan meski semua tubuhnya bergetar karena rasa syok, panik dan takut yang belum juga surut.
"Kita harus mendiskusikan sesuatu." Lamat-lamat Sakura mendengar Itachi bicara. Pria itu melepas kemejanya, memperlihatkan tubuh atletis yang terluka.
"Kau tertembak?" Sakura tidak bisa mencegah matanya melihat luka Itachi. Jelas itu luka tembakan. Kabar baiknya, tidak ada peluru yang bersarang disana. Mungkin hanya terserempet. Tidak benar-benar parah, dan Sakura merasa lega akan hal itu. "Kau harus pergi ke rumah sakit. Dan mungkin penjara."
Itachi hanya menatapnya dalam diam. Tak banyak bicara, ia memberikan sebotol kecil cairan pada Sakura.
"Apa ini?"
"Hal yang bisa membuatmu tenang dan menghilangkan rasa panik."
Tanpa ragu Sakura meminumnya. Ia benar-benar membutuhkan ketenangan setelah kejadian yang baru saja menimpanya. "Kenapa aku merasa aneh setelah meminumnya?"
"Ya. itu akan membuatmu tidur. Tapi tenanglah kau akan bangun dalam beberapa jam." Setelah membungkus lukanya, Itachi memakai kaus dengan cepat. "Dengarkan aku, Sakura—"
"Kau membiusku?!" Sakura mendesis berbahaya. Ia berusaha menjaga jarak dari Itachi, namun pria itu justru makin mendekatinya.
"Ya. Ini untuk kebaikanmu. Jadi dengarkan aku baik-baik. Akan ada beberapa orang jahat yang menanyaimu tentang aku. Kau harus mengatakan pada mereka bahwa kau tidak tahu apa-apa. Jangan mengingat apapun yang terjadi hari ini dan jangan sampai kau terbujuk untuk naik kendaraan mereka."
"Siapa mereka yang kau maksud?"
"Mereka orang jahat, Sakura. Mereka akan mengatakan bahwa mereka adalah agen federal, dan kau akan di-DIP."
"Apa itu DIP?"
"Disinformation Protokol. Mereka akan menceritakan sebuah kisah tentang aku, menjelek-jelekkan aku, mengatakan mentalku tidak stabil, aku berbahaya, dan gila. Semua yang diucapkan mereka akan terdengar meyakinkan. Dan jika mereka akan sering mengatakan: stabil, keamanan, keselamatan, itu artinya mereka akan membunuhmu atau paling tidak kau akan dipenjara dalam waktu yang sangat lama."
Sakura panik. "Lalu aku harus bagaimana?!"
"Lari. Dan aku akan melindungimu."
Hanya itu yang Sakura dengar sebelum ia jatuh ke dalam pelukan Itachi karena efek obat yang ia berikan.
TBC
edit:
Aku lupa nyantuimin pemberitahuan ini: jadi, cerita ini terinspirasi sepenuhnya dari film Kinght and Day (2010) film yang dimainkan oleh papi aku, Tom Cruise (duh bapak satu ini pesonanya banyak banget.) dan Cameron Diaz.
Tapi di protectorship yang aku buat, ceritanya akan sedikit berbeda karna aku memasukkan karakter Sasuke sebagai adik Itachi, sedangkan di Knight and Day, Roy Miller (Tom Cruise) adalah anak tunggal. Sasuke juga akan memiliki peran di sini.
Ada yang bilang, tidak ada orisinilitas pada seorang penulis. pasti selalu ada tema yang sama, meski dengan plot yang berbeda.
Aku harap kalian gak keberatan dengan ide cerita yang aku buat, kalaupun iya, maka aku nggak akan melanjutkan cerita ini. terimakasih :)
