Judul : Listen to Me, Baby

Chapter : 1

Genre : Romance, humor, fluffy, OOC dan absurd readers

Disclaimer : Kuroko no Basket hanya milik Fujimaki Tadatoshi, Saya hanya pinjam Chara untuk dipasangkan dengan readers sekalian njay :v

Rating : T mungkin, tergantung suasana hati Kyuu.

A/N :

Mungkin fict ini akan sering berganti sudut pandang setiap chapternya :v

Selamat menikmati! ;)

.

.

.

.

.

Aku berjalan menuju bangunan apartemen, menahan kantuk pada mataku yang kantungnya kian menghitam karena tidak tertidur untuk beberapa hari. Untungnya mataku tertutupi oleh kacamata berbingkai hitam sehingga mata pandaku tak begitu terlihat. Ini bukan salah siapapun, sudah menjadi konsenkuensi dari pekerjaanku.

Ah, mungkin kalian bertanya-tanya siapa aku ini?

Namaku Mayuzumi Chihiro, saat ini umurku sudah 25 tahun, dan bekerja di perusahaan penerbitan ternama Madokawa Shoten sebagai editor Shoujo Manga. Awalnya, aku melamar untuk bagian Light Novel karena itu yang aku idam-idamkan. Tapi kenyataannya mereka malah menempatkanku di bagian Shoujo Manga. Sungguh menjengkelkan.

Mengingatnya membuatku kesal, ditambah sekarang ini aku harus mengurus Mangaka yang super bodoh. Omong-omong, saat ini aku sedang menuju apartemen Mangaka super bodoh itu membawa beberapa bahan masakan yang kubeli di Super Market.

Setelah aku menyerahkan naskah ke bagian percetakan yang mengomel karena melewati tanggal deadline, aku tahu Mangaka super bodoh ini pasti sudah sekarat di dalam sana.

Walaupun itu salahnya yang terus-terusan mengulur waktu dalam bekerja.

Di depan terdapat bangunan yang langsung aku masuki, melewati beberapa kotak surat di bagian pintu depan. Lalu aku masuk ke dalam lift menuju lantai lima. Tidak butuh waktu lama untuk lift terbuka membawaku ke lantai lima.

Aku berjalan menuju ruangan bertuliskan 205. Jariku terulur menekan beberapa tombol membentuk password code apartemennya. Terdengar bunyi bip saat aku berhasil memasukan password dengan benar, disusul suara klik saat aku menekan ke bawah gagang pintu.

Aku menyiapkan hati dengan keadaan apartemennya yang kacau balau, membuka mataku untuk melihat keadaan di dalam. Ah, kondisi di lorong apartementnya masih terlihat normal. Langkahku maju menuju ruangan yang lebih dalam yaitu ruang tamu, sudah kuduga banyak kertas berserakan beserta sampah-sampah makanan ringan, belum lagi keadaan TV yang masih menyala menayangkan acara ramalan cuaca.

Aku mengabaikannya. Lalu aku berjalan menuju dapur karena saat ini aku harus menyiapkan makanan penuh gizi untuk Mangaka super bodoh itu. Dan apa yang aku lihat di dapur, seorang perempuan bodoh yang tengkurap tak berdaya di lantai.

Ya, dia adalah Mangaka super bodoh yang harus aku urus saat ini. [Last Name] [First Name]-sensei.

Aku melangkahinya yang terbaring di lantai itu, "Sensei, jangan tidur di lantai. Kalau kau sakit, kau hanya akan menyusahkanku saja. Jika itu terjadi, aku harus membuat alasan tak masuk akal untuk para pembaca setiamu"

Aku membuka bungkus plastik yang berisi makanan dan mengeluarkannya untuk dicuci, Sensei bodoh itu masih saja terbaring di sana mengabaikan nasehat yang aku berikan. Masa bodohlah, dia tak akan mendengarkanku. Hanya saja, kalau dia sakit itu artinya aku harus merawatnya dan itu lebih menyusahkan.

Aku mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk, memberikan sedikit garam—aku tidak memakai Soyu karena [f/n] tidak menyukai Tamagoyaki yang manis.

Sambil mengocok aku jadi teringat beberapa waktu lalu saat istirahat makan siang di kantor, seorang Ibu paruh baya menelponku—Ibu itu tak lain adalah Ibu dari Mangaka super bodoh yang sekarang terbaring dilantai dengan mengenaskan.

Seorang Ibu yang khawatir pada anak perempuannya karena tak pernah memberikan kabar atau pulang ke rumah menjenguk keluarga, akhirnya Ibu itu menelpon teman anaknya untuk menitipkan pesan pada anaknya yang tidak tahu diri itu.

"Ibumu tadi menelponku, dia bilang kau tidak mengangkat telponnya. Apa sesuatu terjadi padanya? Itu yang dia katakan. Jadi karena kau memang sibuk untuk deadline, kubilang saja begitu. Lalu yang dia katakan Apa sebenarnya tujuan dia jadi Mangaka jika hidupnya terpontang-panting! Lebih baik dia berhenti saja! Dan begitulah.."

Perempuan itu terlihat menggeliat di bawah sana, dengan masih tengkurap kepalanya menengok ke arahku. Wajahnya yang terlihat sangat lelah dengan poni yang dijepit ke atas, kantung matanya juga menghitam pertanda dia juga sudah bekerja keras untuk deadline hari ini.

"Aku malas menjawab telponnya.."

Aku mulai memanaskan minyak di penggorengan, "Jangan begitu, menjenguk Ibumu sesekali itu juga hal yang penting. Anak macam apa yang tidak pernah pulang ke rumahnya.."

[f/n] terlihat tak suka dengan omonganku mengalihkan wajahnya ke arah lain, "Kau tidak tahu betapa menyebalkannya Ibuku! Kalau dia mulai menelpon dia akan membahas soal kapan kau akan menikah?, dan jika ku bilang aku tak punya pacar, dia akan mengirimku banyak foto laki-laki untuk mengikuti Omiai. Tapi jika kubilang iya aku akan cari pacar, dia malah tidak percaya padaku! Dan ujung-ujungnya dia akan menjodohkanku~ itu sangat menyebalkan!"

Mendengar keluhannya yang panjang akhirnya aku selesai membuat Tamagoyaki lalu memotongnya dan meletakkannya di piring. Aku menaruh telur yang sudah matang itu di meja makan, lalu lanjut membuat salad kentang.

Mangaka bodoh itu yang kelihatan seperti anjing kelaparan terbangun dengan mata berbinar-binar langsung menyamber Tamagoyaki yang baru matang itu dengan tangannya yang kotor. Hey, setidaknya cuci tanganmu dulu!

"Menikah itu penting, kau pikir berapa umurmu sekarang? Semua orangtua pasti khawatir pada anak perempuannya yang berusia 24 tahun, tapi belum ada tanda-tanda gandengan"

"Waaah~ seperti biasa, Tamagoyaki buatan Chi-chan memang paling enak!" pujinya mengabaikan kata-kataku tadi. "Terus, apa bedanya dengan Hiro-chan? Kau juga belum punya gandengan, padahal kau lebih tua setahun dariku.."

"Aku itu cowok, jadi beda. Apa kau tahu peluang baik wanita untuk bereproduksi? Itu berada di usia 20-an, di usia selebihnya itu akan beresiko.."

"Kalau itu masalahnya, aku tinggal buat anak tanpa menikah.." katanya enteng dengan mulut yang masih mengunyah Tamagoyaki.

"Itu malah membuat kondisimu terlihat semakin buruk, baka.." komentarku yang kemudian mulai mengaduk salad kentang, "Tapi untuk perempuan sepertimu, memang sedikit susah untuk dapat pacar. Kau bahkan tidak pernah keluar rumah, kurasa akan banyak cowok yang kabur begitu tahu kau Fujoshi"

"Soalnya sehabis deadline aku sangat lelah jadi malas keluar.."

"Kalau begitu kenapa tidak coba cari cowok Otaku saja? Hanya cowok seperti itu yang mengerti tentang dirimu, 'bukan?" tanyaku menatap dirinya yang sekarang sedang meminum segelas air mineral.

"Kalau ngomong sih mudah, tapi aku itu gak mau sama cowok Otaku. Mereka itu bukan tipeku!"

Aku meletakkan salad kentang yang kubuat di meja makan, lalu mengambil dua mangkuk nasi di penanak. Aku menyiapkan dua buah pasang sumpit dan meletakkannya di meja. Kami duduk berbarengan bersiap menyantap makanan yang sudah kubuat, lalu mengucapkan Itadakimasu berbarengan.

"Kalau begitu tipe cowokmu itu yang bagaimana?"

"Hmm.. yang seperti tokoh ikemen di Shoujo Manga.."

"Kamu mimpi kalau pengen dapat yang kayak gitu.."

"Apa kau bilang?!"

"Memang apa jeleknya cowok Otaku sampai kau segitu bencinya?"

[f/n] mulai berlagak berpikir, "Soalnya penampilan mereka terlihat bodoh, obsesi mereka pada waifu terlihat menjijikan, kebanyakan dari mereka juga selalu bermimpi jadi tokoh utama yang harem. Kebanyakan dari mereka juga ansos, tapi sok di sosmed. Terutama mereka yang suka ngidol girlband berseifuku lebih terlihat menjijikan! Pokoknya mereka itu menjijikan!"

Jadi itu yang kau pikirkan tentang mereka? Hey, jangan seenaknya bicara hal sejelek itu tentang cowok Otaku. Kau tidak tahu betapa banyak pengorbanan mereka untuk hobinya itu, lagian cowok yang ada di depanmu ini juga termasuk kategori Otaku, 'kau tahu?

Minta maaflah pada seluruh cowok Otaku di dunia ini!

"Cowok Otaku tidak semuanya begitu, 'kok. Ada beberapa diantara mereka yang masih menjalani aktivitas sosial, meskipun itu membuat mereka tersiksa.."

"Contohnya?"

"Contohnya orang yang ada di depanmu ini.."

Perempuan yang ada di depanku ini bangun dari kursinya, lalu membungkuk ke arahku untuk melepaskan kacamata yang bertengger di wajahku—dia menatapku lekat-lekat dengan pandangan intimidasi.

"Kamu memang ganteng sih, aku tahu kamu juga lumayan populer di kalangan Mangaka cewek, hmm.." dia menaruh kacamataku di meja dan kembali duduk di kursinya, "..tapi kau tetap bukan tipeku"

"Aku heran, kenapa kamu yang seorang Mangaka percintaan malah tak pernah memiliki kisah cinta?"

"Justru yang lebih heran itu aku, kenapa kau tiba-tiba menawarkanku menikah dengan cowok Otaku dan menjadikan dirimu sebagai contoh. Aku curiga, jangan-jangan kau menyukaiku.."

Sumpitku terhenti ketika mengambil salad kentang, menatap cewek di depanku dengan tangan yang memangku wajahku.

"Kalau memang iya, apa yang akan kau lakukan?"

Tiba-tiba hening.

Perempuan yang ada di depanku ini menatapku dalam diam, begitupula denganku yang masih mempertahankan wajah datarku menatapnya lekat-lekat seperti akan menguliti [f/n] dalam sekejap.

"Bo'ong.." itu yang dikatakannya sambil tertawa nista.

Cewek yang ada di depanku ini memang tidak pernah bisa serius dari dulu, entah takdir macam apa yang membuatku terus-terusan mengurusi orang ini.

Saat umurku 7 tahun, keluarga teman ayahku pindah di perkomplekan tempatku tinggal. Saat itulah aku pertama kali bertemu cewek ini. Sialnya lagi, dia masuk di SD yang sama denganku.

Sebagai penyendiri elit aku sama sekali tak suka diganggu atau mengakrabkan diri dengan orang lain, kehidupan idealku itu kemudian di ganggu oleh cewek berisik ini.

Untungnya, saat SMP kami beda sekolah membuatku tak harus mendengar ocehan menyebalkannya. Meskipun dia menggangguku di rumah, sih. Kemudian alangkah menyebalkannya karena dia masuk SMA yang sama denganku, bahkan saat-saat kuliah dia juga mengikuti tujuanku.

Dan apa yang dikatakannya?

Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan selain menggambar Manga, jadi aku mengikuti Hiro-chan~

Menyebalkan.

Meskipun dia itu sangat menyebalkan, ada sisi kenapa aku dekat dengannya. Kemungkinan karena dia memiliki hobi yang sama denganku. Yah, setidaknya dia cukup mengerti soal Light Novel. Dan beberapa kali aku meminjam LN miliknya.

Dia sering bilang apa yang aku ucapkan tadi adalah kebohongan, namun dia sampai sekarang tak tahu bahwa apa yang aku ucapkan adalah benar adanya.

Aku menyukainya.

Yah, sudah sering kali aku mengelak perasaan menyebalkan itu.

Saat masa remaja aku juga berpacaran dengan beberapa cewek untuk menghindarinya, aku tidak tahu kalau semua itu malah membuat perasaanku semakin rumit.

Tentu saja aku frustasi, memangnya cowok aneh mana yang bisa menyukai cewek aneh sepertinya? Aku jauh lebih suka dengan cewek yang sikapnya lebih kalem dan tenang. Memikirkannya membuatku kesal saja.

Tanpa sadar memikirkan itu semua membuatku tak sadar aku sudah menghabiskan sarapanku, begitupula dengannya.

"Biarkan, aku yang mencuci piringnya.." ucapnya yang mengambil piring kosong yang ada di depanku.

Untuk alasan tak masuk akal, aku cukup menyukai sifatnya yang tak peka. Hanya saja, semakin dibiarkan ternyata cukup menyebalkan.

Kau kira kenapa aku sampai melajang hingga sekarang?

Namun, atensiku cukup tinggi untuk menyatakan perasaanku padanya. Sepertinya dia juga tak memiliki perasaan padaku, dia juga selalu menganggapku seperti sahabatnya. Yah, aku tahu dia cukup bodoh. Kemungkinan dia tidak menyadari perasaanku, itulah yang menjadi penghalang kami sampai saat ini.

Terkadang aku penasaran, bagaimana reaksinya jika tahu aku menyukainya?

"Oh iya, Hiro-chan. Kalau kupikir-pikir kenapa kau juga tidak menikah saja?"

"Hah?"

"Yah, kamu kan cukup populer, di kantormu juga banyak cewek yang menyukaimu, 'kan?"

Aku terdiam sesaat, agak kesal dengan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya itu.

"Kalau aku menikah, lalu siapa yang akan mengurusmu?"

"Aku bisa mengurus diriku sendiri!" ucapnya penuh keyakinan.

Rumahnya saja berantakan, masak juga gak bisa, apanya yang mengurus diri sendiri?

"Kau bahkan gak bisa masak.."

"Kalau itu akan aku atasi dengan membeli sedus cup ramen, atau makanan cepat saji!"

Aku tahu sejak dulu. Meski sudah berumur 24 tahun, dia cewek dewasa yang cukup buruk. Kapan dia akan belajar soal kehidupan?

"Tidak bisa, jangan buat aku ingat kejadian dua tahun lalu saat kau keracunan sushi di dalam kamar yang terkunci. Membuat para asistantmu panik, mengacaukan pihak percetakan, karena itu juga pihak perusahaan sampai datang ke rumahmu dan meminta staf apartemen meminjamkan kunci cadangan karena kau mengunci pintu kamarmu"

"Saat itu aku sedang tidak beruntung saja~" jawabnya enteng lalu tertawa renyah, sial, dia membuatku makin kesal saja.

"Jangan main-main, jika aku tak sadar saat itu kau pasti sudah mati"

"Tenang saja, hal itu tak akan terjadi lagi~"

Setelah itu hening, aku ataupun dia tak berbicara sekalipun. Dan aku tenggelam dalam pikiranku, sebenarnya aku bisa saja mencari cewek yang lebih baik darinya.

Lalu untuk apa aku menunggunya sampai 18 tahun lamanya?

Okay, hal itu membuatku terlihat menjijikan.

Banyak cewek yang menyukaiku, bisa saja aku cari pacar saat ini dan menikah. Bahkan, aku bisa saja menyatakan perasaanku dan memaksa cewek yang ada di hadapanku ini untuk menikah. Beruntung sekali, karena aku cowok yang masih memikirkan perasaan orang lain ketimbang diriku sendiri.

Selain itu, ada orang yang menjadi penghalang yang lebih kuat. Yah, sebenarnya aku tidak tahu bagaimana perasaan [f/n] padanya. Tapi, jika memang ada kemungkinan mereka saling suka, itu berarti aku harus menyerah bukan?

Ting Tong Ting Tong

Ah, dia datang.

"Iya sebentar, aku akan buka pintunya.." ucap [f/n] yang meninggalkan dapur menuju pintu depan apartemennya.

Setelah menduga siapa yang akan datang itu, membuatku kembali memakai jas kantor yang tadi aku lepas beserta tas tenteng yang aku bawa. Sampai aku mendengar keributan di depan sana.

"Kyaaaaaaaaaaa! Manga Patalliro seri 77 sudah terbit!"

"Aku membelinya khusus untukmu.."

"Huh? Beneran? Makasih banyak, Kotarou!"

Aku yang sudah bersiap pulang menuju ke depan pintu masuk, melihat mantan teman setim basketku waktu SMA. Namanya Hayama Kotarou. Aku tidak begitu akrab dengannya, dia dan [f/n] juga sangat akrab karena mereka teman sekelas waktu SMA. Karena alasan tertentu, dia bekerja sebagai asistant [f/n], padahal dia sudah memiliki pekerjaan yang lebih layak.

Tentu saja pekerjaan sebagai Arsitek itu pekerjaan yang cukup mapan bukan?

Tapi pria ini bersikeras ingin bekerja menjadi Asistant Mangaka dengan alasan menghabiskan waktu senggang yang bermanfaat dengan membantu [f/n], tentu saja orang yang berpengalaman menggambar bangunan pasti akan sangat membantu pekerjaan Mangaka.

Modusnya ketahuan banget..

Menyebalkan.

Pandanganku dan pria itu bertemu, dia tersenyum yang kuyakini senyuman itu sama sekali bukan senyuman ramah. Kami memang tidak akrab dan kurasa hubungan kami juga tidak terlalu baik.

"Ah, Mayuzumi-san! Kau ada di sini rupanya?" tanyanya.

[f/n] mendelik padaku yang berjalan melewatinya, aku turun dari tatami ruangan mengenakan sepatuku.

"Heh? Sudah mau pulang? Kau bilang kita akan rapat soal namenya.." tanya [f/n].

"Kau bisa mengirimnya lewat fax.." balasku tanpa melihat wajahnya, aku tidak ingin dia melihat wajahku yang sedang kesal. Terutama di depan pemuda ini.

Aku membuka pintu yang menghubungkan apartemen dengan koridor gedung, langsung keluar dari ruangan apartemen menuju lift yang ada di ujung koridor. Tidak butuh waktu lama, aku sudah sampai di dalam lift. Tanganku menekan tombol ke lantai dasar, pintu lift mulai tertutup. Sayangnya, tangan seseorang menahan pintu lift yang akhirnya terbuka kembali.

"Maaf, aku juga masuk.."

Mendengar suara yang aku kenal membuatku terjengit jadi aku mengabaikannya. Orang itu Hayama Kotarou, yang sekarang berdiri di sampingku. Dia tersenyum menyebalkan seperti kebanyakan orang idiot lainnya. Cih, membuatku ingin menghajarnya saja.

"Mayuzumi-san, segitu bencinya kau padaku sampai langsung pulang begitu saja?"

"Apa maksudmu? Aku hanya sedang banyak pekerjaan.."

Itu benar, kok. Pekerjaanku itu banyak mulai dari memeriksa name para Mangaka, membuat proposal, dan terkadang aku juga harus membantu Mangaka yang sama merepotkan seperti [f/n].

"Pembohong! Seandainya aku tidak datang, kau pasti masih di sana. Dan lagi, kelakuanmu itu terlihat sekali kau tidak menyukaiku. Yah, kau tidak perlu khawatir, karena [f/n] tidak menyadarinya sih. Meski dia mengeluh, apa yang salah sampai membuatmu terlihat kesal?"

Perkataannya membuatku mendengus, "Kalau begitu, kenapa tidak kau saja yang menemaninya?"

"Tentu saja aku ingin sekali, memang siapa yang akan menolak untuk menghabiskan waktu dengan cewek yang kau sukai? Tapi aku harus menyelesaikan pekerjaanku.." Pria di sampingku ini menatapku dengan seringaian idiotnya, "..Yah, kalau aku lakukan itu—kau sudah pasti akan marah besar, 'bukan?"

Aku menatapnya tajam dalam diam, melampiaskan kekesalan dengan mengepalkan erat tanganku yang memegang tas tenteng. Setelah itu, pintu lift terbuka membuat pria di sampingku ini keluar lebih dulu.

"Senang bisa bicara denganmu, Mayuzumi-san. Waktu SMA sepertinya kita tidak terlalu banyak bicara. Lain waktu mungkin kita bisa ngobrol sambil minum kopi?" tanyanya yang menatapku yang masih berada di lift.

Aku keluar dari lift dengan menatap punggung pria yang merupakan kouhaiku itu dengan penuh dendam. Sedari dulu, aku tahu dia tipe orang yang berisik—ternyata firasatku benar orang yang berisik itu selalu menyebalkan. Dia bersikap ramah dan menyenangkan terhadap orang lain. Tapi, begitu tak ada siapapun dia menunjuk taring beracunnya. Rasanya ingin ku cabut saja gigi taring yang mencuat dari bibirnya itu.

Alasan kenapa hubungan kami begitu buruk, mungkin karena kami menyukai cewek yang sama.

Aku menyadari perasaan Hayama Kotarou pada [f/n] sewaktu SMA, dari bagaimana dia bertindak jika hal itu menyangkut [f/n] atau tatapannya pada [f/n]. Beberapa kali dia berkunjung ke rumah [f/n], aku yakin dia hanya ingin mencari perhatian keluarga [f/n] saja.

Ditambah dia mendapat banyak perhatian positif saat itu. Aku akui dia memiliki semacam aura dimana dia bisa sangat mudah dekat dengan banyak orang.

Sesuatu yang tidak mungkin kumiliki..

Aku juga berpikir mungkin orang seperti dialah yang [f/n] idamkan..

Aku berjalan di trotoar mendapati diriku yang terpantul pada cermin toko baju membuatku terhenti sejenak, menatap pantulan diriku sendiri.

Cowok ikemen seperti di Manga, huh? Seleranya ketinggian, pantas dia belum menikah..

.

.

.

.

.

TBC vote and comment ;)

Dasar Kyuu sialan! Fict lain belum slesai malah bikin yang baru :v

Mayuzumi itu salah satu husbuh Kyuu juga, meski Kyuu lebih memilih Kuroko..

Hanya saja sifat cuek Mazz Mayu melelehkan hati Kyuu, membuat Kyuu jadi ngeship dia dengan Akashi :v /plakplak/

Cuma perasaan Kyuu ajha? Atau Kyuu lebih berbakat membuat cerita dari sudut pandang orang pertama dari pada ketiga?! :'v