PERFECTLY IMPERFECT.

by: byunchips

Byun Baekhyun x Park Chanyeol

and other.

CHANBAEK

BOYS LOVE / YAOI / RATE-M


CHAPTER 01

.

.

.


Chanyeol membuka lokernya untuk mengambil baju yang seharusnya berada di loker ruang ganti basket. Dirinya lupa bahwa seragam sekolahnya berada di loker umum. Maka dari itu ia menuju ke loker umum untuk mengambil seragam sekolahnya. Asal kalian tahu, bahwa Chanyeol adalah ketua tim basket.

"Sayang?" Chanyeol menoleh ke kanan dimana gadis menyebalkan yang selalu mengikutinya; namun Chanyeol akui bertubuh seksi seperti gitar spanyol, sedang berdiri dengan posisi menggoda. Oke. Gadis ini memang sering mendekati Chanyeol.

Ia memegang bisep Chanyeol yang basah akan keringat dengan gerakan menggoda. Chanyeol adalah laki-laki biasa yang bisa terangsang akan hal itu, apalagi gadis ini cukup sering untuk bersetubuh dengan Chanyeol.

Gadis itu berjinjit dan mencium daun telinga Chanyeol, "Chan, malam ini di apartementku, oke?" Chanyeol mengangguk kemudian gadis ini mendorong Chanyeol hingga Chanyeol menabrak loker.

Gadis itu langsung agresif mencium Chanyeol, dan Chanyeol dengan cepat membalik posisinya hingga kini Chanyeol yang menghimpit gadis seksi dihadapannya—namanya Haneul.

Chanyeol mengangkat pinggang Haneul dan melingkarkan kaki Haneul pada pinggangnya. Dirinya menyingkap rok cheers yang dikenakannya dan mengelus paha putihnya yang mulus yang membuat Haneul meremas rambut merah Chanyeol dengan nafsu.

"Ehem," Sebuah deheman yang membuat Chanyeol dan Haneul menoleh ke arah laki-laki berambut putih tanpa berpindah posisi sedikitpun.

Laki-laki yang memakai baju basket seperti Chanyeol berdehem canggung. Ia tahu bahwa Chanyeol tidak suka di interupsi jika sedang melakukan hal gila seperti ini. Terlebih dengan Haneul, seorang gadis yang sering bersama Chanyeol.

"Maaf menganggu kalian, namun kita harus mengadakan rapat mendadak, Yeol." Chanyeol memutar bola matanya mengingat bahwa hari ini Team Basket mengadakan rapat mendadak. Ia mencoba menurunkan Haneul namun Haneul memeluk erat leher Chanyeol dan mengerucutkan bibirnya.

"Nanti aku akan ke apartementmu, oke?" Haneul mengangguk dan mencium sekilas bibir Chanyeol sebelum turun dari posisinya. Chanyeol menampar pantat Haneul sebelum ia pergi.


.


Chanyeol membuka earphone-nya dan mendengus kesal. Sejak kapan pria ini pulang ke rumah? Ia bahkan tidak memberitahu Chanyeol mengenai kepulangannya dan bahkan kepergiannya. Tiba-tiba saja ia menghilang di hadapan Chanyeol kemudian tiba-tiba muncul di hadapan Chanyeol.

"Ada apa dengan wajahmu?" Katanya sembari membuka lembaran baru majalah yang dibacanya.

Chanyeol menghela nafas kemudian menuju kamarnya. Ia sungguh malas harus berbicara dengan pria itu. Dia tidak pernah di rumah dan hanya mengurusi pekerjaannya. Apakah ia pernah khawatir pada Chanyeol? Apakah ia tidak bertanya bagaimana kabar Chanyeol? Sejujurnya Chanyeol lebih menyukai Ayahnya tidak berada di rumah daripada ia berada di rumah karena ia akan dilontarkan beberapa pertanyaan yang membuat Chanyeol muak, bahkan ia hanya bisa melihat Ayahnya saat bangun pagi saja karena Ayahnya bekerja; setelah ditinggalkan oleh Ibu Chanyeol.

"Yeol, kemarin sebentar," Panggil Ayahnya yang membuat Chanyeol menegang.

Sialan. Awas saja pertanyaan yang sama.

"Kenapa?" Langkah Chanyeol terhenti, ia sudah menyiapkan jawaban atas pertanyaan Ayahnya; bahwa ia sudah mempunyai kekasih (tentu saja bohong) dan memperkuat alasan untuk tidak terlibat dalam perjodohan bodoh lagi. Chanyeol sudah trauma mengikuti ajang jodoh yang dilakukan oleh Ayahnya. Chanyeol berniat menggoda jodohnya karena ia pikir jodohnya akan merasa ketakutan karena calonnya mesum seperti itu. Namun justru berbalik, wanita itu malah membalas perlakuan Chanyeol dengan lebih agresif.

Bukannya Chanyeol tidak bisa mendapatkan kekasih, banyak wanita yang mengejar dirinya. Bahkan dulu, Chanyeol sendiri bisa dikatakan playboy karena mengencani banyak wanita. Chanyeol hanya malas saja mempunyai kekasih karena harus menjemputnya, mengantarnya, membelikannya barang yang menurut Chanyeol tidak penting. Maka Chanyeol memutuskan untuk tidak mempunyai kekasih. Ayahnya saja yang tidak tahu bahwa sebenarnya Chanyeol adalah pecinta wanita; tentu saja tanpa ikatan apapun. Ayahnya bahkan tidak pernah peduli pada Chanyeol.

"Kau bosan dirumah sendirian?"

Chanyeol mengernyit, pertanyaan yang asing untuknya. Namun tertawa dalam hati. Sejak kapan Ayahnya menjadi peduli pada dirinya sampai menanyakan hal yang menjijikan seperti itu.

"Sejak kapan kau peduli?" Chanyeol menjawabnya dengan santai yang membuat Ayahnya menutup majalah dengan bantingan keras.

"Jaga perkataanmu! Aku tidak pernah mengajarkanmu berbicara seperti itu."

Chanyeol terkekeh, "Memang kau pernah mengajarkanku apa?"

"Aku berniat membicarakan ini baik-baik dan kau melawanku,"

"Aku hanya menjawabmu dan tidak melawanmu. Aku bahkan tidak memukulmu, Ayah," Kata Chanyeol dengan penuh penekanan pada kata; Ayah. Ayahnya menghela nafas karena Chanyeol sama sekali tidak mendengarnya.

"Terserah apa yang akan kau lakukan. Hari ini kau akan kedatangan tamu baru, dan dia adalah calon Ibumu,"

Chanyeol membanting tas sekolahnya di depan Ayahnya. "Brengsek," Chanyeol pergi meninggalkan Ayahnya dan menuju ke kamarnya. Ia cukup membanting dengan keras pintu kamarnya. Ia tidak terima dengan semua ini. Ayahnya terlalu mendadak untuk memberi tahu bahwa ia akan mempunyai calon Ibu. Apakah ia tidak memikirkan perasaan Chanyeol? Memang, Ayahnya yang memilih, namun bukankah harus berdiskusi pada anaknya terlebih dahulu?

Biarlah. Chanyeol tidak peduli dengan calon Ibunya. Kemungkinan, calon Ibunya sama-sama brengsek seperti Ayahnya sehingga mereka cocok satu sama lain. Intinya, Chanyeol harus memberitahu padanya siapa yang berkuasa dirumah ini. Dia yang hanya orang baru di rumah ini tidak berhak melakukan apa saja di rumah ini.

Chanyeol segera mengganti baju dan bergegas ke apartement Haneul. Ia sudah muak berada di rumah ini. Lagipula jika Chanyeol tidak dirumah kemungkinan calon Ibunya berpikir yang tidak-tidak mengenai Chanyeol. Ya, jika calon Ibunya sama-sama brengsek seperti Ayahnya, ia mungkin tidak peduli dengan tingkah Chanyeol. Lagipula ia sudah berhasil mendapatkan Ayahnya dan juga uangnya.

Suara bel rumahnya berbunyi membuat Chanyeol mengernyit, siapa yang berkunjung ke rumahnya pada jam 8 malam? Tidak mungkin teman-temannya karena Chanyeol sudah memberitahu mereka bahwa ia akan ke apartement Haneul. Apa mungkin Haneul?

Chanyeol membuka pintu rumahnya dan betapa terkejutnya ia melihat seorang gadis yang begitu cantik dan seksi dengan balutan dress pendek dengan paha mulusnya seperti milik Haneul dan memperlihatkan belahan dadanya. Ia tersenyum menggoda dan membungkuk pada Chanyeol yang dapat memperlihatkan dadanya begitu jelas. Chanyeol bahkan tidak berkedip hanya dengan melihatnya.

"Halo, apa ini rumah Paman Park Jaehwa?" Chanyeol mengangguk canggung dan menggaruk tengkuknya. Sialan. Awas saja sampai gadis ini adalah calon Ibunya. Chanyeol akan menerimanya dengan senang hati, walaupun ini sungguh terlihat sangat gila. Dengan Ibunya yang seumuran dengan dirinya.

"Permisi, apa ini rumah Park Jaehwa?" Chanyeol kembali mengernyit ketika seorang wanita seumuran Ayahnya datang ke hadapannya. Sialan. Ada dua wanita yang kini berkunjung kerumahnya. Jadi siapa yang sebenarnya calon Ibunya? Tidak apa-apa. Chanyeol tidak peduli, intinya mereka berdua sungguh seksi. Chanyeol akan memeluk Ayahnya dan memberinya dua jempol karena sungguh, pria brengsek itu pintar mencari calon.

Chanyeol menggeleng. Tidak. Ia harus fokus untuk memberitahukan pada mereka siapa pemilik rumah ini sehingga mereka tidak akan nyaman.

"Anda siapa?"

"Saya Byun Hayoon. Kutebak kau adalah Chanyeol?"

"Oh Hayoon-ah, kau sudah datang?" Ayahya tiba-tiba datang dan memeluk wanita yang seumuran dengan Ayahnya. Kemudian mengusap rambut gadis yang lebih muda. Akhirnya Chanyeol mengerti siapa wanita dan gadis dihadapannya. Mereka adalah calon Ibu Chanyeol dan saudara perempuan Chanyeol.

"Paman, rambutku jadi berantakan, huh,"

Ayahnya terkekeh dan Chanyeol tersenyum kecut. Sejak kapan pria brengsek ini bisa tersenyum? Ah ya, mungkin saja di awal-awal pria ini menjadi baik untuk menarik perhatian calon Ibunya. Kemudian, setelah mereka menikah siap-siap saja untuk menerima beberapa perlakuan brengseknya. Chanyeol tertawa dalam hati dan tinggal menunggu waktu saja.

Kini Chanyeol mulai merasa senang ketika melihat gadis dihadapannya, gadis ini cantik dan seksi. Kemudian Chanyeol mulai berpikir bahwa gadis ini sangat mudah ditaklukkan. Siapa yang bisa menolak pesona dari Chanyeol? Apalagi jika dilihat-lihat gadis ini seperti gadis gadis yang berada di sekolahnya.

"Mom, can you help me?" Suara lembut ini tidak berasal dari empat orang yang kini terdiam di depan pintu rumahnya. Suara lembut ini berasal dari pria mungil yang sedang kesusahan karena beberapa koper. Chanyeol menoleh ke arah mobil di depannya, tepatnya pria mungil sedang kesusahan membawa beberapa koper untuk masuk ke dalam rumah.

Chanyeol mengernyit. Apa-apaan ini? Jadi ia akan mempunyai dua saudara, begitu? Satu saudara perempuan dan satu saudara laki-laki. Tunggu sebentar, jika laki-laki kenapa wajahnya seperti perempuan? Chanyeol tersenyum senang karena laki-laki dihadapannya jauh lebih mungil dari dirinya. Chanyeol yakin, ia tidak akan bisa melawan Chanyeol. Sungguh indah jika calon Ibunya dan saudaranya sesuai harapan Chanyeol. Hingga ia bisa menendang keluarga mereka keluar dari rumahnya.

"Chan, bantu dia," Chanyeol tidak mengerti kenapa kakinya malah menuju pria yang terlihat kesusahan dengan beberapa koper. Seharusnya ia tidak mendengarkan perkataan Ayahnya dan pergi begitu saja menuju apartement Haneul. Namun, kakinya sama sekali tidak betindak seperti itu. Seperti ada yang salah dengan dirinya, magnet besar yang ada di dalam tubuh pria mungil itu menarik tubuh Chanyeol untuk mendekat. Sementara Ayahnya mengantar saudara perempuannya dan Ibunya masuk ke dalam rumah.

Chanyeol pikir saudara gadis tadi adalah sosok pria yang tampan yang mampu membuat semua wanita bertekuk lutut seperti dirinya. Namun ternyata harapannya tidak sesuai ekspetasi. Pria ini bahkan lebih mungil dari gadis tadi dan rambutnya sungguh bersinar ketika beberapa angin menerbangkannya. Wajahnya yang seperti bayi membuat Chanyeol berpikir bahwa sebenarnya pria dihadapannya lebih cocok menjadi wanita daripada menjadi pria.

Pria itu melirik Chanyeol canggung. Ia membungkuk pada Chanyeol dan mulai memperkenalkan diri, "Halo, namaku Ethan Byun. Nama Koreaku adalah Byun Baekhyun. Senang berkenalan denganmu Park Chanyeol," Ia memberikan tangannya pada Chanyeol dan Chanyeol menerimanya dengan menjabat tangannya. Oh Tuhan! Kulitnya sungguh mulus seperti bayi.

"Paman Park sudah menceritakan banyak tentangmu pada kami, kuharap kita bisa menjadi saudara yang baik," Ia tersenyum seperti seorang perempuan.

Ini gila. Sungguh gila. Ayahnya bukan hanya memberikannya dua saudara saja, namun kedua saudaranya sungguh gila. Yang satu gadis seksi dan yang satu pria cantik. Chanyeol pasti akan betah untuk tinggal dirumah karena kedua calon saudara tirinya. Ya, betah karena harus membuat mereka pergi dari rumahnya secepatnya. Dilihat-lihat kedua saudaranya sangat bisa ditaklukkan.

"Hurry up, stupid." Katanya pada Baekhyun yang membuat Baekhyun menjadi lebih panik mengangkat beberapa koper. Kemudian gadis itu menatap Chanyeol, "Chanyeol-ah, ayo masuk. Paman Park sudah menunggumu," Gadis itu tersenyum pada Chanyeol kemudian kembali masuk ke dalam rumah. Sungguh sikap yang berbeda ketika berbicara pada Baekhyun dengan Chanyeol.

"Maafkan kakakku ya, dia memang sedikit kasar. Namun ia sungguh peduli pada orang lain," Ia tersenyum lagi. Chanyeol mengangguk. Kenapa juga ia harus membantu pria bodoh ini?

"Dia kakakmu?"

Baekhyun mengangguk kecil, "Dia lahir terlebih dahulu. Lima menit kemudian disusul olehku. Namanya Evelyn Byun. Nama Koreanya adalah Byun Baekhee. Dia sungguh pintar bergaul, jadi kemungkinan kau dan kakakku akan cepat akrab," Matanya berbinar ketika menceritakan tentang Baekhee, "Kakakku sungguh cantik dan pintar jadi banyak orang yang akan menyukainya," Katanya dengan begitu semangat.

"Kalian kembar?" Chanyeol terkejut. Sungguh, ia kira Baekhyun lebih muda beberapa tahun darinya karena tubuh pria itu mungil sekali, kepalanya hanya sampai di atas bibir Chanyeol—tidak terlalu mungil, namun jika berdiri dengan dengan Chanyeol maka Baekhyun akan terlihat mungil—Apalagi dengan wajah Baekhyun dan Baekhee sungguh berbeda. Wajah Baekhee lebih memperlihatkan ketegasan sementara wajah Baekhyun lebih halus.

Baekhyun tertawa kecil, "Kami tidak mirip sama sekali ya? Iya, bahkan dari segi wajah dan sikap. Banyak orang yang terkejut ketika mengetahui fakta bahwa aku dan kakakku kembar. Sama seperti Paman Park," Memang, Baekhyun sama sekali tidak mirip dengan Baekhee. Bahkan Baekhyun jauh lebih kecil dibandingkan Baekhee. Dan juga, Baekhee memiliki rambut pirang sedangkan Baekhyun memiliki rambut coklat. Dan hanya dengan sikapnya, Baekhyun jauh lebih pemalu dibandingkan Baekhee. Pintar sekali Chanyeol sudah tahu perbedaan mereka.

Baekhyun menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Karena kakakku sangat cantik, jadi kau harus berteman baik padanya!" Baekhyun berseru gembira seperti anak kecil. Ya. Aku akan membuat kakakmu menyukaiku kemudian membawanya ke ranjang, bagaimana? Apa kau bersedia kakakmu membuka kakinya untukku di ranjang?

"Lalu bagaimana denganmu? Tidak ada yang ingin kau ceritakan?"

Baekhyun menggeleng kecil, "Tidak ada yang spesial dariku," Chanyeol terdiam karena ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika dirinya sudah membuka pintu rumah dan melihat Ayahnya, calon Ibunya, dan calon saudarinya sedang duduk di ruang tamu dan terlihat seperti membicarakan sesuatu.

"Hayoon-ah, kamar tamu hanya ada satu. Sebenarnya ada dua kamar kosong, kamar tamu dan kamar pekerja kami, namun ia sudah tidak tinggal disini lagi. Jadi bagaimana? Kau bisa tinggal di kamarku,"

Chanyeol yang baru membuka pintu mendengus mendengar perkataan Ayahnya tentang bagaimana calon Ibunya akan seranjang dengan dirinya.

"Baekhee saja untuk tidur di kamar tamu, sementara Baekhyun akan tidur di kamar pekerja. Jadi bagaimana, Baekhyun-ah?"

Baekhyun yang sedang masuk membawa koper-kopernya menjadi terkejut ketika semua orang melihat ke arahnya, "A—ah, baiklah, Mom," Chanyeol tersenyum kecut bagaimana bisa orang ini pura-pura setuju? Bisa saja 'kan Baekhyun harusnya tidur di kamar yang sama dengan Baekhee karena mereka adalah saudara kembar yang bahkan lahir bersama dari Ibunya. Tidak peduli mereka berbeda jenis kelamin, namun mereka 'kan saudara kembar. Chanyeol pikir mungkin Baekhyun sudah terlatih untuk menuruti apa saja perkataan Ibunya di depan Ayahnya agar Ayahnya menjadi menyukai keluarga mereka karena mereka menuruti perkataan Ibunya dan menjadi anak yang baik.

Tanpa Chanyeol tahu, sebenarnya Ibunya menatap tajam kepada Baekhyun yang membuat Baekhyun harus menjawab; iya.

"Tapi karena kamar pekerja belum selesai di bersihkan, untuk hari ini Baekhyun akan tidur di kamar Chanyeol,"

"Apa? Kau gila? Aku tidak menerima orang seperti dia berada di kamarku," Chanyeol yang berteriak membuat semua orang begitu terkejut tak terkecuali Baekhyun yang berada di sampingnya. Ayahnya sudah mengepalkan tangannya marah dengan sikap Chanyeol di depan calon keluarganya.

Ayahnya beranjak, "Chanyeol, bisa kau ikut, Ayah?" Chanyeol menghela nafasnya marah dan berjalan mengikuti langkah Ayahnya.

Baekhyun perlahan-lahan dan dengan ragu berjalan ke sofa yang ditempati oleh Ibunya dan kakak kembarnya. Baekhyun terus menunduk dan meremas celananya melihat Ibunya yang terlihat seperti menahan nafas dan ingin marah.

"Hebat Baekhyun, kau membuat Chanyeol dan Ayahnya bertengkar. Sudah Ibu bilang kau harus menjadi baik disini. Apa kau tidak bisa membersihkan kamar itu sendirian? Jangan menjadi anak yang manja." Ibunya menatap tajam ke arah Baekhyun dan Baekhyun menunduk sembari mengangguk. Dadanya tercekat ketika Ibunya membentak dirinya, ia bahkan tidak pernah menyentuh Baekhee sedikitpun. "Ngomong-ngomong aku tidak berbicara dengan patung,"

"Baik Mom. Baekhyun akan menjadi anak yang baik,"

"Sudah kubilang Mom, harusnya ia tetap dibiarkan di Amerika, dia itu memang pembuat masalah." Baekhee merangkul lengan Ibunya dan Ibunya membalasnya dengan mengelus kepala Baekhee. Baekhyun melihatnya dan rasanya saat itu hatinya pecah berkeping keping. "Awas saja kau membuat masalah disini,"

"Mom," Panggil Baekhee yang membuat Ibunya berhenti mengelus kepala Baekhee. Baekhyun hanya diam mendengarkan apa yang mereka bicarakan. "Aku tidak mau sekolah besok. Biarkan Baekhyun saja, nanti semua orang akan tahu bahwa aku adalah saudaranya. Aku akan sekolah dua hari lagi, bagaimana, Mom?" Ibunya mengangguk setuju.

Sudah sangat biasa, Ibunya akan selalu menuruti permintaan Baekhee. Baekhyun hanya bisa menghela nafas mengetahui fakta bahwa Baekhee tidak menyukai Baekhyun, atau dirinya memang tidak menganggap Baekhyun adalah saudaranya. Seolah-olah Baekhyun adalah virus yang akan merusak hidup Baekhee jika anak-anak sekolahnya tahu bahwa sang diva Baekhee mempunyai kembaran seperti Baekhyun.

Setelah lama menjadi hening, tiba-tiba Ayah Chanyeol datang (tanpa Chanyeol) mendekati keluarga Baekhyun yang sedang duduk di sofa.

Ia berdehem sebentar, "Maafkan Chanyeol atas kejadian tadi. Kalian pasti lelah, bagaimana kalau besok saja lanjutkan perbincangan kita?" Ayah Chanyeol mulai menuntun Baekhyun, Baekhee, dan Ibunya untuk berdiri dan pergi ke kamar masing-masing, "Ah, Baekhee kamarmu ada di sebelah Chanyeol di lantai dua,"

"Baik, Paman," Baekhee tersenyum riang dan membungkuk pada Paman Park. Paman Park tersenyum kemudian berjalan bersama Ibu Baekhyun ke kamarnya. Hanya kamar Baekhee dan Chanyeol saja di lantai dua, sementara calon kamar Baekhyun dan kamar Paman Park berada di lantai satu. Untuk sementara, Baekhyun akan tidur di kamar Chanyeol walaupun itu sangat canggung sekali mengingat Chanyeol tidak ingin tidur satu kamar dengan dirinya. Baekhyun tidak mungkin mengetuk pintu kamar Baekhee, karena Baekhyun sudah tahu jawabannya; kakaknya tidak akan menginginkannya.

"Baekhyun," Baekhyun mendongak melihat kakaknya. Jujur saja, kakaknya itu sungguh cantik dan kadang-kadang Baekhyun tidak mengerti kenapa wajahnya tidak tampan—karena kakaknya cantik—apalagi wajahnya yang tidak mirip dengan Baekhee. Apa mungkin karena mereka kembar laki-laki dan perempuan, jadi wajahnya tidak telalu mirip? "Kau tahu apa yang harus kau lakukan?" Kemudian kakaknya berjalan meninggalkannya.

Baekhyun menatap Baekhee yang berjalan menuju tangga, dengan menghela nafas Baekhyun segera mengambil koper Baekhee dan koper dirinya. Kemudian menyusul kakaknya yang berjalan lebih dulu sambil membawa koper.

Baekhyun mengetuk pintu kamar Baekhee namun tidak ada jawaban sama sekali dan kemudian Baekhyun memutuskan membuka kamar Baekhee dan melihat Baekhee yang hanya memakai bra dan celana dalam sedang tidur-tiduran di atas tempat tidur, apalagi pintunya yang tidak dikunci. Baekhyun meletakkan koper Baekhee di sebelah pintu, "Baekhee-ya, jangan hanya memakai bra dan celana dalam, kau tahu 'kan kita mempunyai saudara baru dan laki-laki jadi—"

"Shut up your mouth, and go away!" Baekhee membentak Baekhyun membuat Baekhyun tersentak.

"Eve, I'm just trying to—"

"I don't want to hear you and see your oh—so innocent face. Fuck it, just get out of here!"

Baekhyun dengan cepat pergi dari kamar Baekhee, karena sungguh Baekhee berteriak terlalu keras dan ia takut Ibunya akan datang dan tiba-tiba memarahinya di depan Ayahnya. Baekhyun hanya tidak ingin membuat Ibunya semakin kecewa pada dirinya. Baekhyun pikir dirinya sudah terlalu banyak mengecewakan Ibunya dan kakaknya.

Baekhyun tiba di depan kamar Chanyeol dan sedikit canggung untuk mengetuk pintunya. Dengan berani, Baekhyun mengetuk pintu kamar Chanyeol. Sekali, dua kali, namun tetap tidak ada jawaban. Dengan pelan, Baekhyun memutuskan untuk masuk ke kamar Chanyeol.

Aroma maskulin dari kamar itu langsung masuk ke indra penciuman Baekhyun dengan cepat. Dirinya merinding karena mencium aroma yang berada di kamar Chanyeol sangat kuat dan maskulin. Kamar Chanyeol memiliki fiture yang elegan dan mempunyai aura yang kuat namun terkesan simple. Baekhyun sungguh menyukai kamar Chanyeol karena di desain sangat baik.

Baekhyun selalu berharap mempunyai kamar seperti kamar Chanyeol. Ditambah dengan gitar yang seakan-akan terlihat seperti merengek untuk dimainkan, kemudian beberapa piala yang di letakkan dengan rapi dan disebelahnya terdapat bola basket dan dari dulu Baekhyun ingin sekali memainkan bola basket. Baekhyun jatuh cinta dengan desain kamar Chanyeol.

Perlahan-lahan Baekhyun mencari sudut di dekat pintu dan meletakkan kopernya dengan hati-hati karena takut merusak desain indah yang ada di kamar Chanyeol. Baekhyun membuka kopernya dan mencari berkas-berkas untuk di sekolah barunya. Setelah menemukannya, Baekhyun meletakkannya di atas.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan sangat keras di susul dengan bantingan yang cukup keras. Baekhyun terdiam, dirinya sama sekali tidak bisa bergerak seperti ada sesuatu yang menyuruhnya untuk diam. Suara helaan nafas yang begitu frustasi keluar begitu saja dari orang yang baru saja masuk ke dalam kamar Chanyeol. Chanyeol kemudian berjalan menuju tempat tidurnya dan membanting tubuhnya dengan keras kemudian memukul tempat tidurnya menggunakan tangan.

Baekhyun cepat tanggap, ia mengerti bahwa Chanyeol kesal karena dirinya berada disini. Tanpa suara, Baekhyun menutup kopernya dengan pelan seolah-olah jika ia mengeluarkan suara sedikitpun bahkan jejak kaki maka dirinya akan mati. Dengan perlahan Baekhyun bangkit dan mengangkat kopernya berjalan menuju pintu. Biarlah malam ini ia harus membersihkan kamar pekerja dan mempunyai waktu tidur yang sedikit.

"Mau kemana?" Suara Chanyeol yang berat terdengar menusuk ke telinga Baekhyun. Baekhyun menurunkan kopernya dan berbalik menatap Chanyeol.

"A—aku pikir, aku harus tidur di kamarku. Aku akan bilang pada Paman kemaren malam aku tidur bersamamu, jadi kau tenang saja." Baekhyun tersenyum tipis kemudian kembali mengangkat kopernya.

"Jika kau melangkahkan kakimu sekali saja maka akan kupastikan kau akan ditendang dari rumah ini," Chanyeol terdengar datar dan bahkan terdapat selipan frustasi di nadanya itu. Baekhyun menggaruk pipinya yang tidak gatal kemudian kembali meletakkan kopernya di sudut ruangan.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, pria brengsek itu yang memaksaku," Baekhyun tahu, bahwa Chanyeol tidak mungkin menyuruhnya untuk tinggal di kamar yang sama. Pasti ada campur tangan Paman Park. Entah apa yang dikatakan oleh Paman Park, intinya Chanyeol hanya mampu menurutinya.

Baekhyun berdiri dan menatap Chanyeol. "Aku akan tidur di lantai, dan aku tidak akan menganggumu Chan," Baekhyun kembali membuka kopernya dan mengambil jaket, kemudian menutupnya. Baekhyun meringkuk di dekat kopernya dengan jaketnya yang menutupi kakinya.

Baekhyun bergumam, namun telinga Chanyeol dapat mendengarnya. Sebuah nada lembut seperti pengantar tidur yang diucapkan oleh pria mungil yang tengah meringkuk memeluk tubuhnya di sudut; "Sleep well, Baekhyunee," dengan sebuah senyuman sebelum menutup matanya.

Baekhyun selalu mengatakan hal itu sebelum tidur, karena Baekhyun merasa seperti Ayahnya yang mengatakan hal tersebut padanya.


.


Baekhyun sudah berganti dengan pakaian sekolah barunya, sekarang ia sedang berjalan-jalan di lorong sekolah sembari melihat-lihat. Baekhyun pagi-pagi sekali berangkat karena takut terlambat. Ibunya mengatakan bahwa Baekhyun harus mandiri dan tidak boleh merepotkan orang lain, makanya Baekhyun pagi-pagi menaiki bus dan mencari sekolah ini sendirian. Karena sungguh, ini ketiga kalinya Baekhyun pergi ke Korea. Apalagi yang pertama dan kedua tidak menetap terlalu lama.

Langkah Baekhyun terhenti ketika melihat laki-laki tinggi sedang menempelkan sesuatu di mading sekolah. Baekhyun ingin tahu apa yang ditempelkan oleh laki-laki itu. Ia akan membacanya setelah laki-laki itu pergi.

Benar saja, laki-laki itu pergi setelah ia selesai menempelkan selembaran kertas. Baekhyun berlari kecil dan tidak bersuara mendekati mading. Selembaran kertas yang ditempelkan laki-laki tadi adalah sebuah ajakan untuk bergabung dalam klub basket. Baekhyun membulatkan matanya, tentu saja ia ingin bergabung dalam klub basket. Baekhyun sungguh memimpikan ini. Ia memang pernah bergabung dalam klub basket sebelumnya, namun tidak pernah sampai bertanding, karena teman-temannya mempunyai badan yang lebih tinggi dari Baekhyun. Baekhyun harus berpikir positif. Siapa tahu, kali ini ia akan ikut bertanding.

Baekhyun melihat sekeliling untuk mencari laki-laki tadi. Ia menemukannya! Laki-laki itu baru saja berbelok ke arah kanan. Baekhyun mengejarnya.

"Hei, tunggu sebentar!" Laki-laki itu berhenti karena mendengar langkah kaki seseorang yang mendekat. Laki-laki itu merasa bahwa seseorang memang memanggilnya karena lorong sekolah yang ia lewati hanya ada dirinya. Ia membalikkan badannya menatap Baekhyun yang sedikit membungkuk dan mengatur nafasnya sedang terengah-engah. Baekhyun mendongak menatap laki-laki itu.

Kini Baekhyun sudah kembali pada posisi berdirinya. Ia menatap laki-laki itu sambil tersenyum. Nafasnya tidak lagi terengah-engah seperti tadi. "Apa kau yang menempel selembaran kertas itu?"

Laki-laki itu menaikkan alisnya, "Apa?"

"Selembaran kertas untuk bergabung dalam klub basket?" Baekhyun bertanya tidak yakin padanya. Apa mungkin Baekhyun salah orang? Tapi tidak mungkin. Baekhyun ingat bagaimana bentuk tubuh orang itu. Apalagi rambutnya berwarna putih. Karena hanya dia saja yang berambut putih; selama Baekhyun berjalan-jalan pagi di lorong sekolah.

"Ah itu, kenapa?"

"Apa kau menempelkan selembaran itu berarti kau adalah anggota klub basket?" Laki-laki itu mengangguk sebagai tanda jawaban. "Apa aku bisa bertemu dengan Oh Sehun?" Laki-laki itu tertawa keras karena melihat wajah polos orang dihadapannya ini ketika menanyakan; dimana Oh Sehun. Baekhyun menaikkan alisnya bingung, "Kenapa—kau tertawa?"

Laki-laki itu menutup mulutnya dan berdehem mencoba menghentikan tawanya, "Untuk apa kau mencari Sehun? Ingin menggodanya?"

Baekhyun menggeleng dan menempelkan tangannya di depan dada dengan tanda silang; yang artinya ia tidak menggoda Sehun, "Tadi aku membaca selembaran itu dan yang ingin mendaftar ke klub basket harus mendaftar di Oh Sehun,"

Baekhyun mengerjapkan matanya karena tiba-tiba laki-laki itu mendekat dan mensejajarkan wajahnya di depan wajah di depan Baekhyun. Baekhyun sedikit mundur karena wajah laki-laki itu terlalu dekat dengannya.

"Kau? Ingin bergabung dalam klub basket?" Laki-laki itu tersenyum remeh seperti tidak percaya bahwa pria semacam Baekhyun dapat mengikuti kegiatan olahraga seperti ini, seharusnya dilihat dari luar Baekhyun cocoknya mengikuti klub seperti matematika, fisika, dan yang sejenis dengan itu. "Tubuhmu begitu pendek dibandingkan denganku. Tubuhmu terlihat lemah. Bagaimana kau begitu yakin?"

"Bocah sepertimu akan mati bahkan sebelum peperangan dimulai," Laki-laki itu semakin menyudutkan Baekhyun dengan beberapa sindiran yang begitu menusuk hati Baekhyun membuat Baekhyun kembali menjadi lemah karena sindiran yang begitu tajam.

Laki-laki itu menegakkan tubuhnya dan meletakkan kedua tangannya di saku celana, "Pikirkan baik-baik. Klub basket di sekolah ini tidak akan main-main dalam pemilihan. Kau harus bisa bertahan apapun yang terjadi. Aku yakin, bocah sepertimu tidak akan masuk ke dalam klub. Tapi kalau kau bersikeras untuk masuk, terserah. Ketua tim basket di sekolah ini sangat tidak bersahabat,"

Laki-laki itu berbalik, memunggungi Baekhyun, "Ngomong-ngomong, aku adalah Oh Sehun," Kemudian meninggalkan Baekhyun yang masih mengerjapkan matanya.

"Apa aku bisa masuk? Tidak apa-apa kalau tidak bisa bergabung. Dad pasti mengerti. Aku ingin sekali mengikuti basket karena Dad sangat menyukainya dan berharap melihatku di pertandingan basket," Baekhyun berbicara pada dirinya sendiri dan mengangguk. Ia harus mencobanya. Tidak ada salahnya untuk mencoba, bukan? Tidak apa-apa jika Baekhyun tidak bergabung dalam klub basket. Mungkin, skillnya kurang bagus dibandingkan dengan beberapa orang yang mengikuti basket. Intinya Baekhyun harus mencobanya terlebih dahulu. Pada saat bel istirahat berbunyi, Baekhyun akan mencari Sehun untuk mendaftar.

Di lain tempat, Sehun mengambil ponselnya yang bergetar karena sebuah telpon yang masuk ke ponselnya. Setelah melihat nama yang terlihat di layar ponselnya, Sehun mengangkatnya dengan malas.

"Apa?"

"Berapa orang yang mendaftar?"

"Brengsek. Ini masih pagi dan bahkan aku baru saja menempelnya. Fuck you, Chanyeol.

"Orang yang mendaftar akan menjadi urusanmu."

Sehun menggeram jengkel, mau apa dia? Mau bersenang-senang dengan gadis lain begitu? Sehun kadang berpikir kenapa tidak dirinya saja yang menjadi ketua tim, karena Chanyeol selalu melimpahkan urusan basket padanya. Oke. Sehun akui, ia memang kalah karena skill basket Chanyeol sungguh menakjubkan dan dirinya mempunyai banyak syarat kenapa ia bisa menjadi ketua tim. Walaupun kadang-kadang Chanyeol sangat menjengkelkan, "Kenapa? Kau ingin bersenang-senang dengan siapa?"

Chanyeol terkekeh diseberang sana, "Tidak ada. Aku hanya malas, oke? Aku sedang banyak pikiran,"

"Memang sejak kapan kau tidak banyak pikiran?"

"Aish sudahlah. Aku harus bersiap-siap untuk sekolah. Pendaftaran ditutup hari ini dan mereka yang mengikuti harus berkumpul sepulang sekolah."

"Baik. Jika aku melakukannya dengan baik, kau harus membayarku one night stand,"

"Brengsek kau!"

Telepon dimatikan sepihak oleh Sehun dan Sehun terkekeh karena ia dapat memperbudak Chanyeol. Chanyeol itu keras kepala dan bahkan tidak ada yang berani menantangnya. Chanyeol sangat susah dibujuk dan ia merupakan orang yang egois. Sehun sebenarnya agak ketakutan ketika berbicara dengan Chanyeol. Ia harus mencari waktu yang tepat untuk memperbudak Chanyeol. Dan situasi inilah yang cocok. Walaupun Sehun adalah sahabat Chanyeol, Chanyeol tidak segan-segan akan memukul Sehun. Karena memang begitulah sifat Chanyeol.

.

.

.

.

.


TO BE CONTINUE.

Hihii, gimana fanficnya? Bagus ga hehe, kalau responnya bagus aku bakalan lanjutin, kalo ngga ya yaudah deh sampai sini aja hoho. Aku belum sempet ngecek ada typo atau ngga, jadi maaf ya kalo ada typo, tinggalkan jejak ya, xoxo.