Festival is Never Complete Without Fireworks, Right?

(c) Chara by : Sorachi Hideaki

(c) Fanfic by : darktea13

Anime/manga : Gintama

Pairing : Gintoki x Hijikata

.

Angin musim panas berhembus pelan melewati jendela yang terdapat di kediaman Yorozuya. Gintoki sedari tadi sedang membaca JUMP sambil mengeluh tak henti-henti tentang cuaca hari ini yang cukup membuat tubuhnya bercucuran keringat dengan banyak. Shinpachi yang biasanya terlihat sedang membersihkan Yorozuya kini hanya sedang duduk di atas sofa sambil mengipaskan kipas tangannya. Kagura yang biasanya menikmati sukonbunya kini hanya duduk di depan senpuki atau yang dapat disebut kipas angin yang keadaannya sekarang sedikit rusak, yang mengakibatkan angin yang dihasilkan senpuki tersebut tidak kencang seperti senpuki lainnya.

"Oi, Kagura! Jangan menghabiskan waktumu hanya di depan senpuki, aku tidak kedapatan anginnya, tahu!" Gintoki melemparkan JUMPnya ke punggung Kagura yang tepat sasaran.

Kagura yang mendapat lemparan JUMPdi punggungnya hanya menatap mata sang pelempar tersebut sambil memasang tatapan kesalnya,"Baiklah, Gin-chan," lanjutnya lalu mundur beberapa langkah.

Tidak seperti biasanya yang jika Kagura disuruh Gintoki, ia mencari berbagai alasan yang tidak logisnya untuk keuntungan pribadi. Kini Kagura menuruti ucapan Gintoki karena ia tak memiliki mood untuk berkelahi dengan pria yang umurnya sudah tergolong tua itu.

Shinpachi yang sedari tadi melihat aktivitas mereka yang tanpa semangat dan hanya bermalas-malasan merasa tidak nyaman, tetapi ia pun juga malas untuk menegur mereka akibat cuaca yang sangat tidak bersahabat ini.

"Hei, malam ini kan ada festival musim panas di dekat kuil, bagaimana kalau kita pergi ke sana? Mungkin juga dapat mengubah mood kalian," usulnya mencairkan suasana.

Mata ikan mati milik Gintoki dan mata malas milik gadis Yato itu langsung berubah menjadi sangat antusias ketika mendengar ajakan Shinpachi yang nampaknya langsung merubah mood mereka.

"Waah! Festival! Ayo, ayo! Aku sangat ingin ke sana-aru!" teriak Kagura sambil berjingkrak-jingkrak.

"Oi, tapi jangan terlalu membeli sesuatu yang tidak berguna oke? Uangku bahkan tak sanggup untuk membayar sewa rumah untuk bulan ini," Gintoki mengingatkan Kagura yang sudah kegirangan dan si kacamata itu.

"Berisik-aru! Pokoknya kita akan menikmati festival-aru! Oh iya, aku nanti akan menggunakan yukata yang beberapa minggu lalu dibelikan anego!" tolak Kagura dengan wajah senangnya. Wajahnya berseri-seri ketika ia membayangkan makanan-makanan yang dijual yang rasanya enak itu, dengan hiasan-hiasan festival dan yukatanya.

Shinpachi yang melihat respon kedua orang itu, langsung tersenyum tipis. "Gin-san benar, Kagura-chan.Kita jangan terlalu membuang uang hanya untuk festival musim panas. Jika itu terjadi, bisa-bisa besok kita bertiga tak dapat makan untuk sarapan,"

.

.

Langit malam yang begitu cerah dan menyegarkan mata bila di lihat, suara tawa dan obrolan orang-orang asing, dan suasana hangat menyelimuti malam itu bersamaan dengan alunan lagu festival terdengar dengan jelas.

Kagura dan Shinpachi mengunyah permen apel sambil melihat Gintoki yang tengah sibuk dengan barang bawaannya. Mata kesal mereka berdua tertuju kepada Gintoki yang sedang merangkul tiga permen kapas yang baru saja ia beli dari stand yang tak jauh dari tempatnya sekarang, topeng serigala putih yang ia sengajakan miring agar tak mengganggu pengelihatannya, dan permen apel yang sedari tadi ada dimulutnya. Wajahnya nampak sedikit memerah akibat alkohol yang tadi ia minum, tetapi ia masih sadar karena jumlahnya yang tidak terlalu banyak ia konsumsi.

"KENAPA MALAH KAU YANG MALAH MENGHAMBUR-HAMBURKAN UANG?!" teriak Shinpachi dengan nada tsukkominya yang khas. Jengkel ia dibuatnya, siapa yang pertama menyuruh mereka untuk tidak memberi hal yang tidak perlu? Tetapi yang pertama menyuruh mereka pun yang malahan menghamburkan uang.

"Tenang saja, festival memang ada untuk dinikmati!" jawab Gintoki dengan wajah senangnya, melupakan beban-bebannya.

Kagura yang mengalihkan pandangannya ke sebuah stand yang lumayan jauh langsung menangkap stand yang sedari tadi ia incar. "Ah, itu dia! Gin-chan, aku mau bermain menangkap ikan emas-aru!" rengek Kagura sambil memasang wajah inginnya.

"Baiklah, baiklah! Ah, susah sekali untuk mengambil uang yang ada di sakuku, Pattsuan, tolong ambilkan uang 1000 yen di sak—" ucapan Gintoki langsung terpotong ketika Kagura dengan cepat mengambil seluruh uang Gintoki yang ada di sakunya.

Kagura langsung menarik tangan Shinpachi memasuki kerumunan-kerumunan orang yanga ada di festival tersebut. Gintoki yang melihat kelakuan mereka pun berusaha untuk mengejar mereka dengan tangannya yang penuh akan permen kapas. Akibat tertabrak orang, salah satu permen kapas Gintoki jatuh dan tak sengaja terinjak oleh orang lain.

"Aah! Permen kapasku!" teriak Gintoki kewalahan dan kecewa ketika melihat salah satu permen kapasnya terinjak di tanah.

"Maaf, aku tak sengaja," ujar seseorang tersebut sambil memungut permen kapas tersebut. "Apa aku harus menggant—" ucapan seseorang tersebut terpotong ketika kedua orang tersebut saling menatap wajah satu sama lain.

"Kau.." Gintoki langsung memasang wajah kesalnya ketika melihat lawan bicaranya.

Hijikata Toshirou yang sekarang menggunakan yukatahijaunya kini nampak sedang menyerahkan permen kapas ke pria bersurai perak itu. Rasa bersalah pada dirinya yang telah tak sengaja menginjak permen kapas milik orang lain, kini langsung hilang begitu ia melihat pemilik permen kapas tersebut.

"A-apa yang telah kau lakukan, hah?!" gertak Gintoki sambil menarik kain yukata milik Hijikata di bawah lehernya.

"Kau sendiri untuk apa membeli permen kapas sebanyak itu?! Mau segera menjemput ajal karena kebanyakan makan makanan manis hingga diabetes, hah?!" teriak Hijikata tak mau kalah. Adu mulut antara kedua pria tersebut pun terjadi.

Gintoki yang makin kesal akibat ucapan Hijikata pun membalasnya,"Polisi macam apa yang membiarkan keamanan rakyatnya lalu menikmati festival dengan santainya menggunakan yukata? Dan juga, untuk ap—" ejekan Gintoki langsung terputus ketika menyadari suatu hal, ia pun langsung berlari dan membaur dengan kerumunan.

Gerakan Gintoki yang hendak berlari dengan cepat itu tertahan akibat kimono putihnya ditarik oleh sang penggila mayones itu. "Apa yang kau lakukan?! Aku harus kembali ke Shinpachi dan Kagura untuk mengambil uangku!"

Hijikata yang tadi menarik kimono Gintoki pun langsung melepaskan tangannya dengan cepat,"Ah, maaf. Aku hanya refleks," kedua pipinya merona tipis akibat malu. Gintoki yang begitu melihat pemandangan manis dari lawannya itu langsung mengembangkan senyum liciknya.

"Hei, Hijikata-kun. Kau ke sini dengan siapa?" tanya Gintoki sambil mendekati Hijikata.

Hijikata mengernyitkan kedua alisnya sejenak, lalu menjawabnya,"Kondo-san dan Sougo. Tetapi kami tak sengaja berpisah sejam yang lalu,"

Senyum licik itu kembali ia kembangkan sambil meraih tangan kanan Hijikata.

"Jadi kau sedang sendiri, hm?"

"Eh?"

Gintoki langsung menarik tangan kanan Hijikata sambil berlari kecil menerobos kerumunan tersebut, menuju ke pinggir festival. Senyumnya ia kembangkan akibat ia memiliki rencana, yaitu bagaimana cara menikmati festival tanpa perlu mengeluarkan sepeser uang lagi dari dirinya, tetapi dari lawannya.

"Hah, pinjam uang dariku? Tidak. Kau pasti takkan mengembalikannya," jawab Hijikata ketika Gintoki dengan manis memintanya untuk meminjamkan uang untuk bermain di festival.

Gintoki yang mendengar jawaban dari Hijikata langsung memasang raut wajah kesalnya, beberapa detik kemudian memasang senyumnya kembali. "Hm? Kau tak mau meminjamkan uangmu?" tangan kanannya ia raih untuk memegang dagu Hijikata sambil mendekatkan wajahnya.

Mata Hijikata terbelalak begitu melihat tindakan Gintoki. Wajahnya memerah panas hingga ke telinganya. Tangannya yang dapat ia gunakan untuk menonjok wajah sang pengangguran itu tiba-tiba saja terasa tak dapat ia gerakkan, diam membatu.

Gintoki yang mengalihkan pandangannya sejenak melihat sesuatu yang menarik di balik yukata milik Hijikata. Mulutnya yang sebelumnya berniat nakal kepada pria yang memiliki gelar wakil komandan Shinsengumi itu kini ia bungkamkan.

Dengan cepat Gintoki meraih benda itu. Bunyi besi yang saling bertabrakan terdengar di telingan mereka berdua. Sebuah borgol dengan kuncinya nampak saling bergantung. Gintoki segera melepas kunci tersebut dari borgol yang terkait lalu memasangkannya ke tangan kanan Hijikata dan tangan kiri Gintoki.

Hijikata yang tadi hendak kembali merampas borgol yang ia bawa itu langsung memarahinya,"APA YANG KAU LAKUKAN, KERITING SIALAN?" makin emosi ia dibuatnya karena kunci borgol tersebut disimpan oleh si surai perak itu.

"Hm? Habis, kau tak mau meminjamkanku uang, jadi ya sudah. Ini lebih menarik," jawab Gintoki dengan ringan.

Ekspresi muak langsung terukir di wajah milik Hijikata, tangan kirinya berusaha meraih kunci yang telah Gintoki simpan di dalam kimononya. Gintoki yang menyadari gerakan Hijikata langsung mencegah uluran tangan Hijikata dengan mengambil kunci tersebut, lalu mengangkatnya ke atas.

"Kau mau aku melemparkan kunci ini ke selokan? Jika tidak, turuti saja kemauanku," satu kalimat yang cukup memuakkan keluar dari mulut sang mantan Joui itu. Hijikata yang mendengar kalimat tersebut pun hanya dapat menghela napas sejenak, lalu mengiyakan.

Senyuman jahat ia kembangkan dari mulut yang baru saja selesai memakan permen apel itu, matanya ia sipitkan sejenak.

Hijikata-kun, selamat! Kau telah memilih pilihan yang sangat jauh dari kata tepat.

.

.

Hijikata terduduk di atas lantai di pinggir atap gedung sepi bersama Gintoki akibat alkohol yang telah ia konsumsi dengan jumlah yang tak dapat dibilang sedikit, tetapi ia masih sadarkan diri. Tangan kanannya masih terhubung dengan tangan kiri Gintoki dengan borgol tersebut. Kini mereka berdua sedang duduk di atas gedung yang tak jauh dari festival, hanya ada mereka berdua di sana. Menikmati kembang api dengan sake dan juga makanan-makanan yang telah mereka beli dari festival. Hijikata yang awalnya terpaksa pun kini sedikit menikmati festival karena sosok yang sedang terhubung dengan borgol miliknya. Dengan isi dompetnya yang kini hanya kurang dari 500 yen.

"Hijikata-kun~ terima kasih atas hari ini, dengan ini hik besok pagi aku masih dapat sarapan dengan nasi dan telur,"Gintoki merekahkan senyum tipisnya yang manis sambil membuka bungkus plastik permen kapas terakhirnya yang tadi telah ia beli dengan uangnya sendiri.

Hijikata ingin menebas kepala lawan bicara karena ulahnya tersebut yang telah menguras uang miliknya. Tetapi niat tersebut ia kurungkan karena melihat pemandangan yang luar biasa manis di depannya. Hijikata membelalakkan matanya.

Sial.. mengapa sekarang ia nampak manis? Kau akan membayarnya nanti!

Degupan jantung yang tiba-tiba memompa dengan cepat membuat Hijikata makin bingung dengan dirinya.

Hei, sadar! Ia hanyalah seorang pengangguran payah yang dengan piciknya menguras uangmu! Sad—ah sial.. senyumnya itu membuatku muak.

Batinnya sambil memalingkan pandangan agar Gintoki tak melihat wajahnya.

Sambil menikmati kembang api yang nampak indah dari atas sini, Hijikata kembali memandangi wajah sang surai perak itu. Untunglah si perak itu sedang tak menatap wajahnya lagi yang kini sudah memerah, melainkan menatap langit, masih dengan senyum manisnya itu.

Ingin memecah suasana, Hijikata mencari topik,"Hei, apa lidahmu tidak kelu sedari tadi memakan permen kapas dan makanan manis lainnya? Aku yang sedari tadi memerhatikannya saja merasa bosan dengan rasa manis yang sedari tadi masuk ke mulutmu,"

Gintoki yang mendengarnya pun langsung menolehkan kepalanya,"Kau mau mencobanya?" ia menyodorkan permen kapas tersebut di dekat tangan kanan Hijikata.

"Tidak usah. Aku yang melihatnya saja sudah ingin munt—" Hijikata tak sempat melanjutkan kalimatnya karena kembang api besar nan indah tengah bergejolak di langit sana.

Ah, bukan. Bukan karena kembang api yang menakjubkan itu ternyata. Ada yang lebih menarik perhatian Hijikata, karena sekarang mulutnya terasa manis. Bukan, bukan karena ia mencoba permen kapas itu. Rasa manis yang sungguh berbeda, karena kini sang pemilik kimono putih itu tengah mencium bibir dengan manja.

Yang awalnya hanya sebuah kecupan hangat, sekarang semakin manja karena mengisyaratkan untuk melanjutkan ketahap yang lebih panas dengan menjilati bibir Hijikata. Degupan jantung yang kian cepat terasa di dada kedua pria itu. Hijikata pasrah dengan tindakan yang baru saja dilakukan oleh lawannya, dengan pelan dan sedikit ragu ia pun membuka mulutnya yang langsung disambut dengan lidah manis Gintoki.

Gintoki yang merasa sudah diijinkan pun memutar lidahnya dengan pelan di dalam mulut Hijikata. Tangan kanan si penyuka manisan itu ia eluskan di pipi hingga ke rambut Hijikata dengan lembut. Hijikata nampak menikmati ciuman panas itu dengan napas yang ia tahan. Sejenak ia silangkan lidahnya dengan milik lawannya, lalu lawannya melanjutkannya kembali memutar lidahnya dengan abstrak di dalam mulut Hijikata.

Napas kedua lelaki tersebut makin lama makin menipis. Akhirnya, Gintoki melepaskan ciuman yang membuat akal sehat mereka memuai tersebut dengan pelan. Degupan kencang tetap terpompa di dada kedua lelaki itu. Dengan napas yang terengah-engah, Gintoki kembali mengembangkan senyumnya yang manis dengan wajahnya yang memerah.

Hijikata yang sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan dengan rivalnya itu pun, langsung kembali menatap langit, menyembunyikan wajah merah padamnya akibat ciuman gila itu. Yang tentu saja masih dapat dilihat oleh si perak.

"Sudah menggelinding di tanah pasti kepalamu jika kau lakukan hal gila tadi kepadaku," Hijikata melirik sedikit ke arah Gintoki,"Tapi kali ini, aku biarkan kau,"

Gintoki yang mendengarnya pun tak kunjung mengubah ekspresinya, masih dengan senyum tipisnya yang manis. Membuat Hijikata makin salah tingkah.

Sebuah festival musim panas yang tak terduga, membawa kenangan manis di hati mereka.

.

.

Dua minggu berlalu sejak festival musim panas itu. Gintoki tak pernah bertemu lagi dengan Hijikata yang biasanya tengah berpatroli di jalanan. Gintoki berusaha tak peduli, tetapi entah mengapa, ia sedikit khawatir dengan Hijikata. Sedikit merasa bersalah juga karena telah menciumnya. Eh? Tapi Hijikata juga menikmatinya... kan?

Gintoki yang tak kuat dengan ganjalan hati itu berjalan pulang bersama Shinpachi dan Kagura setelah menerima bayaran dari kliennya. Entah karena takdir atau apa, arah jalan pulangnya pun searah dengan markas Shinsengumi.

Ingin rasanya Gintoki melihat sosok maniak mayones itu tengah keluar dari markas, lalu mengejeknya seperti biasa. Tetapi hasilnya pun nihil, hanya ada beberapa anggota Shinsengumi yang tengah menjaga gerbang Shinsengumi sambil mengobrol.

Sejenak Gintoki menghela napas, lalu menghampiri salah satu anggota Shinsengumi. Shinpachi dan Kagura yang sedang mengobrol pun langsung terdiam sambil memasang wajah bingung ketika Gintoki menghampiri anggota Shinsengumi.

"Hei, wakil komandan kalian ada di mana? Aku ingin menemuinya,"

Anggota Shinsengumi yang mendengarnya pun langsung menoleh ke sumber suara.

"Ah, Sakata-san. Fukuchou dan anggota divisi empat dan beberapa anggota divisi lima sedang pergi ke Hokkaido untuk tugas selama kurang lebih enam bulan," jelas salah satu dari mereka.

"Hah? Mengapa ia tak bil—ah maksudku, untuk apa ia bertugas selama itu?" Gintoki cukup heran dengan tugas Shinsengumi yang begitu padat.

"Kalau soal itu termasuk salah satu rahasia kami. Oh iya, wakil komandan menitipkan ini kepada Anda," salah satu anggota memberikan surat yang beramplop coklat kepada Gintoki.

"Surat? Untuk apa si bodoh itu menulis surat?" gumam Gintoki sambil membuka surat itu. Dirinya cukup heran ketika melihat isinya, lalu tersenyum kecil sesaat sebelum ia menyimpan surat itu ke dalam kimononya.

"Baiklah kalau begitu. Bilangkan kepada wakil komandan yang kurang ajar itu bahwa aku tak paham dengan isi suratnya. Tulisannya terlalu abstrak untuk mataku," Gintoki melambaikan tangan sambil berjalan pulang diiringi dengan Shinpachi dan Kagura.

Kini, mau tak mau pun Gintoki harus menunggu kurang lebih enam bulan agar dapat bertemu dengan seseorang yang telah menarik hatinya itu terlalu dalam. Tapi mau bagaimana lagi? Yang dapat ia lakukan hanyalah menjalankan harinya sambil menunggu sosok bersurai hitam itu kembali dengan rokok yang menggantung di bibirnya.

.

.

Satu bulan berlalu dengan lambat. Hijikata menatap langit yang cerah dengan rembulan yang cukup terang di langit Hokkaido dengan dokumen-dokumen yang masih menumpuk di meja kamar yang ia huni sambil menghisap sepuntung rokoknya.

Masih lima bulan lagi... ya?

-To be Continue~

Note from darktea13 :

HIHI Demi apa aku nggak bisa berhenti bikin fanfic mereka, mumpung sedang liburan sekolah /) walau deadline lain makin hari makin datang *jangan ditiru* Oh iya, jangan lupa follow, favorit, review, atau pun share agar menambah semangatku untuk melanjutkan cerita mereka~

jujur sebenarnya aku ingin membuat cerita ini menjadi oneshot. Tetapi apa daya sebelum tidur otakku nggak bisa berhenti untuk memikirkan scene apa saja yang akan muncul di fanfic ini :"( indah banget ngebayanginnya *malah curhat. Nantikan chapter berikutnya, yaa~

-darktea13