20160823 – Chapter 1 ini sudah direvisi. Perbaikan yang dilakukan adalah typo, broken English, wrong terms dan bahasa alay AWA... Nama "Aeris" tidak akan diganti menjadi "Aerith" karena beberapa alasan yang saya malas jelaskan.

-00-00-00-00-

Okie dokie, ini bisa dibilang cerita FF 7 yang saya copy dari skenarionya. Ada yang saya potong, tambahkan dan… Silakan lihat sendiri deh, lol. Maaf, tapi cerita ini khusus untuk cewek XD.

Disclaimer : Final Fantasy VII, karakternya, cerita, dan lokasi by SquareSoft || Square Enix.

-00-00-00-

Ini karakter "kamu".

Nama: Shaffira (Diambil dari Sephiroth dan Sapphire)

Umur: sama seperti Sephiroth, tapi kelihatan seperti 18 tahun.

Senjata: rantai

Gender: cewek pastinya.

Looks: Rambut perak dengan panjang yang sama seperti punya Yazoo di Advent Childern hanya saja dikuncir kuda (mengikuti jalan cerita nanti rambutmu digerai). Tinggimu 168cm. Matamu hijau sama seperti Sephiroth.

Clothes: Atasan sama seperti Rikku FFX, tapi berwarna biru langit. Bawahannya seperti celana hitam Tifa di Advent Childern tapi tanpa jubahnya dan berwarna biru laut dalam. Memakai sepatu yang sama dengan Tifa Advent Childern. Atau.. silakan imajinasikan sendiri pakaianmu.

Personality: sikapmu dingin tapi tidak terlalu dingin seperti Cloud, dan masih bisa untuk cerewet. Kamu membenci segala yang berbau Shinra. Kamu suka berbohong untuk menutupi jati diri dan tujuanmu yang mencari Sephiroth.

Past: Kamu adik kembar Sephiroth, Hojo tidak mengetahuinya karena Lucrecia (Ibu kandung Sephiroth dan kamu) menyembunyikan kamu karena tidak ingin kamu juga menjadi objek percobaan Hojo. Tidak seperti Sephiroth yang terkena Jenova Cell penuh, kamu hanya terkena sedikit. (jadi efeknya kayak Cloud pas lagi mimpi, dia kan dengar suara orang bicara gitu), walaupun begitu itu, kamu juga seperti Vincent, yaitu memiliki tubuh abadi yang tidak bisa mati setelah berumur 7 tahun. Dan pertumbuhan berhenti ketika umur 18 tahun. (tampangmu tidak berubah, tetap seperti anak 18 tahun). Jadi kamu sudah lupa berapa umurmu yang sebenarnya. Kamu mengetahui segala cerita tentang Ibumu, Sephiroth, juga segala tentang Jenova dari orang yang mengasuhmu yang diperintahkan Lucrecia menceritakan segalanya padamu saat berumur 7 tahun, dan setelah itu kamu mulai mencari Sephiroth. Kamu juga mengenal prof. Gast dan Ifalna (ayah dan ibu Aeris), dan mengetahui lebih banyak tentang Jenova juga Sephiroth, tapi kamu tidak tahu kalau Aeris anak mereka karena Aeris belum lahir ketika kamu bertemu mereka, dan meninggalkan mereka 2 bulan sebelum Aeris lahir. Dan kamu juga tidak tahu kalau Hojo adalah ayahmu, karena pengasuhmu tidak memberitahumu atas perintah Lucrecia.

-000-00-00-00- Story Start -00-00-00-000-

Kamu melihat kobaran api di kota Nibelheim, kamu berlari ke sana, kota itu dilalap api.

"Hei, kamu! Kamu masih sadar kan? Cepat ke sini dan bantu aku!" Kamu mendengar suara seorang pria yang berteriak, kamu menoleh, pria itu setengah baya dan memakai mantel merah, sepertinya ia seorang petarung tangan kosong, dan seorang pemuda berambut jabrik hitam dan menggendong pedang besar di punggung menghampirinya.

"Aku akan memeriksa rumah ini. Kau periksa yang sana!" Lalu pria setengah baya itu memasuki rumah yang di depannya.

Pemuda itu lalu memeriksa seorang prajurit Shinra yang terkapar lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu ia memasuki rumah di dekat prajurit Shinra itu. Tapi tidak sampai lima detik ia keluar lagi. Mungkin ia tidak bisa masuk karena kobaran api yang begitu besar.

Pemuda itu tidak sengaja menoleh ke arahmu. "Hei! Kamu tidak apa-apa?" Teriaknya sambil menghampirimu.

"Tentu, aku baru saja datang dari luar." Katamu.

"Kau bukan penduduk sini?"

"Arrrgh!"

"Waah!"

Kalian berdua mendengar suara teriakan. Terlihat seorang pria berambut perak menebas beberapa penduduk dengan pedang panjangnya di dekat sebuah mansion di tengah kobaran api.

"Astaga! Sephiroth!" Pemuda yang menghampirimu memandang dengan tidak percaya.

Sephiroth berdiri di tengah kobaran api. Ia mengangkat wajahnya, bibirnya menyunggingkan senyum kecil tapi matanya bersinar tajam dan wajahnya begitu dingin. Perlahan ia membalikkan badannya dan berjalan memasuki kobaran api, seakan tidak tersentuh api-api yang menyala.

"Aku akan mengejarnya!" Ujar pemuda tadi.

"Nii-san..." Gumammu.

"Apa?" Pemuda tadi terhenti.

Kamu menggeleng. "Tidak... Siapa namamu?"

"Kau bisa panggil aku, Zack," jawabnya. "Aku akan mengejar Sephiroth. Kurasa dia akan ke Mt. Nibel. Nona, lebih baik kau selamatkan penduduk yang masih hidup," lanjut Zack lalu ia pergi ke arah Sephiroth pergi.

"Menolong? Apa ada yang masih hidup?" Kamu bertanya-tanya.

"U...uh..." Kamu menoleh ke arah suara itu. Ternyata prajurit Shinra yang terkapar terbangun. Ia memandang rumah yang tadi Zack masuki. "Astaga! Ibu!" Teriaknya, lalu bangkit dan akan menerjang masuk ke rumah itu.

Kamu menahannya. "Hentikan itu! Rumah ini sudah terbakar sepenuhnya."

"Tapi... Ibuku!" Dia meronta kuat.

"Sudahlah! Kau prajurit Shinra kan? Jangan cengeng!" Gertakmu.

Dia berhenti meronta dan menundukkan kepala. "Kau yakin dia sudah tewas?"

"Ya... Tadi Zack sudah memeriksa rumahmu ini."

"Oh begitu... Tunggu... Zack! Ke mana dia?" Tanyanya dengan tiba-tiba.

"Katanya mau mengejar orang bernama Sephiroth, ia ke Mt. Nibel," jawabmu.

Prajurit itu gemetar. "Sephiroth... Dia telah melakukan semua ini! Akan kubalas!" Lalu ia berlari ke arah yang sama dengan Zack. Kamu tidak begitu jelas melihat wajahnya karena tertutup oleh helm prajuritnya.

"Nii-san melakukan semua ini?" Kamu bingung memandang sekeliling. "Apa prof Gast benar dan sel Jenova benar-benar menjangkitinya? Jangan-jangan Nii-san juga sudah berpikir kalau Jenova adalah ibunya!" Kamu tersentak dan segera mengejar prajurit tadi. 'Aku belum memberi tahu Nii-san kalau ia punya adik yaitu aku! Padahal aku baru bisa bertemu dengannya!'

Kamu akhirnya sampai di sebuah Reactor Mako dan masuk ke dalamnya.

"Sephiroth!" Kau mendengar suara teriakan, itu suara prajurit Shinra yang tadi kau temui. Kau melongok ke bawah. Kau melihat prajurit itu memburu Sephiroth yang ada di jembatan, bersiap membunuh. Namun dengan tangkas Sephiroth menghunus pedangnya dan menikam dada sang prajurit. Dia mengangkat pedangnya itu sampai prajurit itu terangkat dari permukaan tanah, bergelantungan di ujung pedang.

Kau memekik tertahan tak terdengar, kau dapat melihat prajurit itu berambut pirang, ia sudah melepas helmnya.

"Jangan melunjak..." Sehiroth menggeram.

Prajurit itu terbelak, ia meronta hingga bisa menurunkan badannya kembali. Ia mengangkat dan menggenggam sisi tajam pedang Sephiroth. Sephiroth terbelak tidak percaya. "Tidak mungkin!"

Sang prajurit mengerahkan segenap tenaganya dan mengayunkan pedang Sephiroth. Pedang itu merobek tubuhnya dan melontarkan Sephiroth jatuh dari jembatan, ke kolam Mako.

"Nii-san!" Kamu tersentak dan terbangun. 'Mimpi kejadian itu lagi...' Gumammu dalam hati. Kamu memandang sekeliling. Kamu berada di sebuah stasiun kereta di Midgar.

Kamu mendengar suara kereta dan sebuah kereta datang.

"Arrghh!" Duakk! Bletak!

Kamu mendengar suara orang bertarung dan mengintip lewat celah kereta. Kebetulan kamu berada di sisi stasiun yang berbeda dari sisi stasiun pintu masuk Reactor Mako yang di jaga prajurit Shinra.

"Yo, anak baru! Ikuti aku!" Kamu dapat melihat pria berkulit hitam yang berbadan besar. Ia beranjak pergi.

Seorang pemuda berambut pirang meloncat turun. Sesaat kamu merasa ia seperti prajurit Shinra yang dulu pernah kamu temui di Nibelheim tapi juga seperti sosok Zack. Ia juga membawa pedang besar yang sama.

'Zack kah? Bukan!'

Dua prajurit menghadang pemuda itu tapi pemuda itu menghabisi mereka dengan mudah. Lalu pemuda itu berlari ke arah pria berkulit hitam tadi yang sudah pergi.

Dengan diam-diam kamu menyebrang melewati sisi kereta dan mengikutinya. Kamu melihat tiga orang, dua pemuda dan seorang gadis berusaha membuka pintu masuk dengan memprogramnya.

"Hey, Biggs, dia datang," kata pemuda bertubuh tambun pada pemuda berikat kepala di sebelahnya.

"Tenang saja, Wedge. Aku akan menyapanya!" Ujar Biggs.

Pemuda berambut pirang menghampiri mereka.

"Wow! Kamu memang pernah jadi SOLDIER, ya! Tidak setiap saat kamu menemukan orang seperti itu pada kelompok AVALANCHE," ujar Biggs.

Gadis yang sedang memprogram pintu menoleh. "SOLDIER? Bukannya mereka musuh kita? Apa yang dia lakukan bersama kita di AVALANCHE?"

"Tenang Jessie. Dia PERNAH di SOLDIER. Dia keluar dan sekarang membantu kita. Oh iya, aku nggak mendengar namamu," kata Biggs menatap pemuda berambut pirang. Kau juga penasaran dengan namanya.

"Cloud..." Jawab pemuda itu.

"Cloud ya? Aku..." Biggs menggaruk kepalanya.

"Aku tidak peduli siapa namamu. Setelah pekerjaan ini selesai, aku akan pergi dari sini," potong Cloud dengan dingin.

Kamu terus menatap mereka. 'AVALANCHE. Itu adalah nama kelompok pemberontak di Midgar ini,' pikirmu.

Pria berkulit hitam yang tadinya bersama Cloud datang, kini kau bisa melihat jelas kalau tangan kanannya berupa senjata jenis senapan.

"Barret datang!" Kau dapat mendengar Wedge berbisik pada Biggs.

"Sedang apa kalian? Aku sudah bilang, jangan bergerak secara berkelompok! Target kita adalah Mako Reactor. Kita bertemu di depan Reactor!" Omelnya.

Pintu akhirnya terbuka dan semuanya melewati gerbang. Barret berhenti dan menoleh ke arah Cloud.

"Ex-SOLDIER, huh? Aku tidak percaya sama kamu!" Omelnya lagi, lalu menyusul yang lainnya begitu juga dengan Cloud.

Kamu ingin mengikuti mereka tapi dua orang prajurit Shinra telah ada di belakangmu. "Hei, nona! Sedang apa kau?"

"Tsk... Pengganggu!" Keluhmu.

"Apa? Kau tidak tahu siapa kami ya?" Marah prajurit itu ia menodongkan senjatanya padamu.

Kamu tersenyum simpul, lalu mengeluarkan senjatamu yang berupa rantai panjang dengan pisau-pisau kecil di ujung dan sekitarnya. Lalu kamu menerjang menyerang dan mengalahkan mereka dengan mudahnya.

"Huh..." Kamu meninggalkan mereka, ingin mengikuti Cloud dan yang lainnya. Tapi langkahmu terhenti karena menyadari kalau mereka pasti sudah jauh. Kamu mengurungkan niatmu dan berbalik menuju kereta.

Kereta melengkingkan suaranya, tanda akan jalan, ketika kereta sudah jalan, kamu langsung melompat ke gerbong akhir kereta dan memasukinya.

Di dalam kereta kamu duduk dengan tenang dan memandang keluar. Terlihat kota besar Midgar yang gelap dan terang benderang karena cahaya lampu gedung-gedung. Kamu menghela napas lelah.

"Uhhhh... Apa kali ini AVALANCHE melakukan kekacauan lagi...? Aku bisa kena getahnya!" Gerutu Manager Shinra yang kebetulan ada di sana. Ia memegangi kepalanya bingung.

Kamu tidak begitu peduli, akhirnya kamu melanjutkan tidurmu yang tadi terganggu akibat mimpi buruk.

"ZZZZ... Jangan sok berlagak, Barret! ZZZZZZ."

Kamu terbangun karena mendengar seseorang mendengkur keras. Kamu menoleh ke arah dengkuran itu, ternyata Wedge. Kamu langsung menoleh kiri kanan, ada Jessie, Biggs, Barret juga Cloud! Ia sedang berbincang dengan Barret.

"Jadi kenapa semuanya tidak pindah ke lempengan?" Tanya Cloud pada Barret.

Barret menggerutu, "mana aku tahu. Mungkin karena mereka tidak punya uang. Atau mungkin... Karena mereka mencintai tanah mereka, tidak peduli betapa terpolusinya tanah itu."

Cloud memandang ke arah luar. "Aku tahu... Tidak ada orang yang hidup di daerah kumuh karena mereka menginginkannya. Seperti kereta ini. Tidak bisa pergi ke mana-mana kecuali ke mana relnya menuju." Lalu mereka berdua terdiam. Cloud berjalan ke arahmu dan duduk dengan jarak dua kursi darimu.

Kamu dapat mendengar Cloud menggumam kecil, kamu memandanginya tapi kemudian memalingkan wajah karena Jessie melihatmu, dan kamu memandang ke arah lain.

Kereta api melesat ke sektor 7 dan akhitnya berhenti di stasiun. Cloud dan yang lainnya turun, kamu mengikuti mereka.

"Yo! Kumpul di sini semuanya!" Teriak Barret dan yang lainnya segera berkumpul di sekeliling Barret. "Misi ini memang sukses. Tapi jangan jadi malas sekarang. Bagian yang sulit masih harus dilewati! Kalian semua jangan gentar oleh ledakan itu! Ledakan berikutnya akan lebih besar! Kita bertemu lagi di tempat persembunyian! Ayo!" Lalu semuanya bubar dan pergi.

Cloud berjalan paling belakang, ia terlihat yang paling tenang.

Di dekat menara Reactor, Cloud berhenti dan berbincang sebentar dengan pria yang berada di dekat situ. "Tadi ada bom ldi lempengan atas. Jika pilar ini runtuh, semua orang di daerah kumuh akan tamat riwayatnya..." Kata pria itu. "Hei, lihat! Besar sekali, bukan?" Lanjutnya.

Cloud melihat ke atas, ke arah menara besi yang besar. Kau juga melihatnya, memang besar dan sangat tinggi. Orang yang membangunnya benar-benar kurang kerjaan karena tidak menyediakan elevator untuk menara itu, yang ada hanya tangga.

"Yo, Cloud! Ke sini, sekarang!" Barret berteriak dan Cloud segera ke arahnya. Kamu juga mengikutinya dengan jarak dua puluh meter di belakangnya.

Barret berlari ke arah sebuah bar yang berpapan nama 7th Heaven, memasukinya, kemudian orang-orang berlarian dari dalam bar itu, Barret juga keluar lagi sambil menembakkan senjatanya ke atas langit, tampaknya ia mengusir semua pengunjung. Seorang gadis keluar dan membungkuk minta maaf pada pengunjung dan masuk lagi ke bar itu.

Cloud menghampiri Barret yang ada di depan tangga bar itu. "Ok! Masuklah!" Kata Barret. Cloud memasuki 7th Heaven dan tak lama kemudian Barret menyusulnya.

"Ya ampun! Aku sedang enak-enak minum, mereka datang!" Keluh seorang pengunjung yang terusir. Kamu menghampirinya. "Hei, nona! Aku tidak pernah melihat wanita berambut perak sepertimu di sekitar sini. Kau orang baru? Hati-hati dengan Barret, dia sangat galak!"

"Kau tahu mereka AVALANCHE?" Tanyamu.

"Semua orang di sini tahu. Tapi siapa yang peduli. Masakan Tifa sangat enak!" Jawabnya.

"Tifa?"

"Dia gadis yang keluar minta maaf tadi. Dia koki yang hebat, baik hati, juga cantik! Beruntung yang bisa mendapatkannya," ujar orang itu dengan mata berbinar.

Kamu tidak begitu peduli, yang kamu pedulikan saat ini hanya Cloud. Tidak mungkin kamu masuk ke 7th Heaven. Akhirnya kamu ke toko senjata.

"Oh, nona! Ini toko senjata!" Ujar pria yang ada di konter sebelah kiri.

"Hei jangan merusak bisnisku, orang tua! Aku mengelola penginapan!" Teriak anak kecil yang ada di sana.

"Kukira kau tidak serius membuka penginapan dengan kamar lusuh itu! Oh, tapi benar juga, kau tidak bisa pergi sebelum membeli sesuatu dariku, nona," balas pria tadi.

"Kau menjual apa, pak?" Tanyamu.

"Kau mau membeli senjata, eh? Ya tentu saja, tapi ini hebat, aku tidak pernah melayani pembeli wanita kecuali Tifa!" Kagetnya.

"Tifa?"

"YA! Dia pengelola 7th Heaven. Dia seorang petarung tangan kosong. Nah, kau mau beli apa?"

'Waow, gadis yang tadi seorang petarung tangan kosong? Sulit dipercaya dengan tampangnya itu.' "Aku butuh beberapa mata pisau, kau punya?"

"Ya." Pria itu mengeluarkan pesananmu, kamu mengambilnya dan membayarnya. Setelah itu kamu menghampiri anak kecil yang berkata kalau ia mengelola penginapan.

"Hei, nak! Kau punya penginapan?" Tanyamu.

"Tentu saja, nona. Berapa uang yang akan kau berikan padaku? Nanti aku akan meminjamkan kamar itu."

Kamu merogoh sakumu. "50 gil. Cukup?" Tanyamu sambil meletakkan uang itu di tangan anak kecil itu.

Mata anak kecil itu berbinar. "Lebih dari cukup! Pakailah kamar itu! Ada di lantai tiga," katanya sambil melonjak riang.

"Terima kasih." Kamu menaiki tangga sampai lantai tiga dan sampai pada kamar lusuh yang cukup berantakkan. "Aku tidak pernah tahu akan tidur di tempat seperti ini," keluhmu lalu naik ke atas tempat tidur dan tertidur lagi. Sepertinya kamu benar-benar tukang tidur hari ini.

-00-00-00-00-

"Cepat cari!"

"Apa? Apa yang harus kucari?"

"Jangan diam saja! Dia pergi!"

"Siapa?"

"Akan kuberi tahu! Cepatlah!"

"Baiklah..."

"Kalau begitu, bangun!"

"!?" Kamu tersentak bangun dan memandang sekeliling. Kamu memegangi kepalamu. 'Apa?'

Pintu terbuka dan anak kecil pengelola penginapan dadakan itu masuk. "Hei, nona! Ini sudah siang, walaupun terlihat malam." Katanya.

Kau langsung teringat Cloud. "Lalu Cloud!? Dia pergi!?" Tanyamu dengan spontan.

"Cloud? Oh, pemuda yang hanya memberiku 1 gil itu? Benar-benar menyebalkan. Tadi dia memang ke sini bersama Tifa dan Barret, tapi sudah pergi. Mereka hanya mampir di tempat kumpul para orang kurang kerjaan.

Kamu langsung bangkit dan keluar. Kamu dapat mendengar anak kecil itu memanggilmu, tapi kamu tidak peduli dan langsung ke 7th Heaven. Di sana ada seorang anak perempuan di belakang konter. "Selamat datang! Papa dan Tifa sedang pergi dengan yang lainnya, jadi aku yang melayani di sini," ujarnya dengan suara renyah.

"Papamu siapa?" Tanyamu dengan bingung. "Cloud?"

Anak itu tertawa. "Bukan! Papaku, Barret. Dia orang yang kuat lho. Oh, iya. Aku belum pernah melihatmu, aku akan memperkenalkan diriku, Marlene. Dan kamu?"

"Kau bisa memanggilku, Shaffira," ujarmu, "kau tahu ke mana mereka semua?"

"Aku tidak begitu mengerti. Tapi kemarin aku mendengar Jessie bicara soal Reactor 5."

'Reactor 5?' "Ok. Marlene. Terima kasih, aku akan membeli sebotol air mineral. Ada?"

"Ada." Marlene langsung mengambilkan pesananmu. Kamu membayarnya. "Ini terlalu banyak, Shaffira!" Pekiknya ketika kau memberi 100 gil untuk air mineral.

"Ambil saja!" Katamu menyambar botol air mineral dan langsung keluar. Kau langsung ke stasiun.

-00-00-00-00-00-

"Kereta sudah berangkat sepuluh menit yang lalu. Kereta yang akan datang menuju Sector 5 Slum langsung tanpa mampir kemanapun," kata petugas yang ada di sana ketika kau sampai di stasiun.

"Sial!" Umpatmu. "Apa dari Sector 5 Slum ada kereta menuju Reactor 5?"

"Mungkin ada. Lebih baik kau coba ke sana. Aku baru seminggu kerja begini," ujarnya.

Kamu mengangguk, lalu duduk di atas tangga menunggu kereta selanjutnya datang sambil menghabiskan air mineral yang tadi kau beli.

Sepuluh menit kemudian, kereta datang. Kau masuk ke dalamnya. Kereta cukup ramai, rawan pencopet. Kamu memilih duduk di ujung. Kamu memperhatikan orang-orang disekitarmu. Kebanyakan orang tidak mampu yang memakai baju tambalan sana sini. Ada juga berandalan dengan gaya metal tapi norak menghampirimu.

"Hei, nona! Cantik juga kamu! Sepertinya juga punya uang banyak. Benar kan, teman-teman?" Katanya sambil mengangkat dagu ke teman-temannya.

"Ya, ya benar!" Jawab dua orang temannya.

"Lalu? Mau apa?" Tanyamu.

"Tolong berikan uangmu, nona. Kalau tidak mau celaka," ia mengeluarkan sebilah pisau dan mengacung-ngacungkannya di depan hidungmu.

Kamu melirik penumpang lain, tampaknya mereka ingin membelamu tapi takut celaka. Yah, penumpang di sini hanyalah orang miskin yang cukup bodoh. "Maaf aku tidak ada waktu meladeni kalian," ujarmu sambil menyingkirkan pisau itu dengan punggung tanganmu.

Berandalan itu tampak marah. "Kau bilang apa?"

Mata hijaumu berkilat tajam, kamu mencabut rantaimu, berdiri dan menjatuhkan pisau berandalan itu dengan rantaimu dan mengacungkan ujung rantaimu yang penuh mata pisau ke hadapannya. "Aku tidak punya waktu meladeni kalian. Jelas?"

Keringat sebesar biji jagung mengalir di pelipis berandalan itu. Ia ketakutan. "Cu...cukup jelas nona. Kami tidak akan mengganggu anda..." Lalu mereka pergi dengan kocar-kacir.

"Bodoh!" Umpatmu dan duduk lagi. Penumpang lain memandang kagum kepadamu, tapi kamu tidak begitu peduli, kamu duduk menopang dagu.

"Sector 5 Stasiun. Sebentar lagi kita akan tiba di Sector 5 Stasiun. Harap anda bersiap-siap." Suara interkom. Kamu menatap speaker lalu bangkit menuju pintu keluar.

Kereta berhenti, kamu keluar dari dalamnya. 'Sekarang ke mana?' Bingungmu. Lalu kamu menghampiri petugas stasiun. "Apa ada kereta ke Reactor 5?"

"Mau apa ke kau sana?" Tanya petugas itu.

Kamu memikirkan kata-kata. "Kakakku bertugas di sana, aku harus menemuinya, ibu kami sakit," jawabmu berbohong.

"Wah, sayang sekali, kereta itu tadi berangkat lebih cepat dari jadwal. Baru saja 5 menit yang lalu berangkat," katanya sambil geleng-geleng kepala.

"Kalau begitu... Terima kasih," katamu. 'Bagus! Ketinggalan kereta lagi!' Kamu pergi meninggalkan petugas itu.

"Akan kudoakan ibumu sembuh!" Teriak petugas stasiun itu sebelum kau benar-benar pergi.

Kamu hanya menoleh dan tersenyum. 'Mana mungkin... Ibuku sudah mati.'

"Hei, kau tahu caranya pergi ke Wall Market?"

"Kalau dari sini, lompati saja atap rumah penduduk kumuh. Mereka tidak pernah keberatan."

"Begitukah?"

Kau mendengar dua pemuda berbicara dan menghampiri mereka. Kamu memang pernah mendengar Wall Market. Di sana ada pria tua yang menjual berbagai benda rongsokan berguna dari barang bekas. "Kau tahu ke mana Wall Market?" Tanyamu.

"Seperti yang kubilang, lompati saja atap rumah penduduk kumuh di bawah jembatan itu, pasti kau langsung bisa ke sana. Atap itu memang satu arah ke Sektor 6," kata pemuda berambut hitam.

"Kau mau apa ke sana nona? Di sana tempat berbahaya untuk seorang gadis!" Kata temannya.

"Hmm..." Kau tidak mendengarkan mereka dan segera menuju jembatan. Kamu dapat mendengar kalau mereka menggerutu.

Kamu melompati atap-atap rumah dan dalam beberapa menit kamu sampai di sebuah tempat yang terang benderang seperti ada festival. Kamu turun ke bawah dan menuju gerbang masuk.

"Selamat datang! Silakan mampir ke penginapan kami!" Teriak orang yang di depan penginapan.

Kamu berjalan, dan menemukan banyak toko dan kamu memasuki toko yang penuh dengan barang rongsokan. "Di sini ada yang menjual..."

"Barang rongsokan? Aku orangnya!" Potong seseorang di kiri konter.

"Apa yang kau punya pak tua?" Tanyamu.

"Beberapa baterai dan sesuatu yang rahasia seharga 5000 gil. Mau coba?" Jawabnya.

"5000 gil? Harga yang cukup menarik untuk saat ini. Benda seperti apa itu?"

"Benda yang membuatmu dapat memakai Magic... Ah, bukan rahasia lagi kalau aku menceritakannya! Mau atau tidak? Atau kau mengambil baterai?"

"5000 gil. Aku ambil," ujarmu sambil meletakkan uang yang kau ambil dari tas kecil yang menggantung pada pinggangmu.

"Terima kasih. Ini, Wizard Earrings, benda yang membuatmu dapat memakai Magic pada semua musuh sebanyak 10 kali," katanya sambil menyerahkan anting-anting kepadamu.

"Apa?" Kau memandang takjub pada anting-anting itu dan segera memakainya.

"Terlihat bagus dan cocok untukmu," komentar pak tua tadi.

"Terima kasih, ini juga sangat berguna!" Kau keluar.

Lalu menjelajahi Wall Market lagi. Sampailah kamu pada toko materia.

"Maaf, aku sedang malas menjual, jadi lain kali saja deh," kata penjaga toko tersebut.

"Ya ampun..." Kamu keluar dari toko itu dan berjalan menuju salah satu sudut kota. Tibalah kamu di tempat terang benderang bertuliskan Honey Bee Inn.

"Nona! Apa kau cewek baru di sini?"

"Wah! Cantik!"

"Juga manis!"

"Penampilannya pun mempesona!"

Semua pria yang ada di sana langsung mengerubungimu.

Kamu bingung. "Apa maksudnya 'cewek baru'?"

"Hei, kau ini bercanda apa bagaimana. Ini kan Honey Bee Inn. Tempat untuk... Yah... Begitu deh!" Kata seorang pria di kananmu.

Kamu langsung mengerti. "Huh. Maaf deh," dan kamu langsung pergi.

"Hei, tunggu nona!"

"Yah, dia pergi!"

"Mungkin bukan cewek di sini."

"Mungkin kau membuatnya kesal sehingga pergi!"

Mereka ribut, kamu hanya mengangkat bahu. Kau menjelajahi lagi dan akhirnya kamu lelah dan memutuskan untuk beristirahat di penginapan. Kamu istirahat dan tertidur.

-00-00-00-00-00-

"Apa yang kau inginkan darinya?"

"Siapa? Cloud?"

"Tentu saja!"

"Entahlah, aku merasa tertarik untuk menyelidikinya."

"Dia bukan urusanmu kan?"

"Dia mirip Zack, juga prajurit lima tahun yang lalu di Nibelheim."

"Kau ingin memastikan?"

"Benar."

"Kalau begitu, bangun!"

Kamu terbangun. "Cloud?" Lalu tersadar. 'Oh, iya aku mencarinya.' Lalu turun dari tempat tidur dan keluar dari penginapan.

"Terima kasih! Lain kali datang lagi!" Ujar pemuda yang di depan penginapan.

Kamu berjalan menuju arah tempat Pak tua yang menjual barang aneh. Ketika kamu sampai di depan toko baju kamu mendapati dua orang gadis... Keluar dari sana.

"Pakaian yang bagus, Nona Cloud!" Seru gadis yang bergaun merah pada gadis bergaun ungu di sebelahnya dengan tertawa.

"Jangan mengejekku lagi deh, Aeris," katanya dengan muka masam yang cukup ketus lalu berjalan dengan pelan dan terlihat sulit dan risih.

"Ah, kamu memang tidak asyik!" Kata Aeris mengejar Nona Cloud yang sudah berjalan duluan.

Kamu terhenti dan terbengong-bengong. 'Cloud? Dengan pakaian tadi?' Sejenak kamu masih bengong, kemudian tertawa kecil tertahan. 'Apa-apaan itu?' Lalu mengejar dan menghampiri mereka. "Maaf! Nona-nona!"

Mereka terhenti. Aeris menoleh padamu ia menunjukkan jari ke dirinya, "kami?"

Kamu mengangguk, "ya." Kamu melihat, Cloud hanya menunduk dan diam seribu bahasa.

"Apa yang kalian akan lakukan? Aku penasaran dengan pemuda di sebelahmu, Cloud kan?" Ujarmu tanpa basa-basi.

Mata Aeris terkejut. Cloud juga, ia sampai mamandangmu bingung. "Dari mana kau tahu?" Tanya Cloud.

"Sudah tahu sejak penyerbuan Mako Reactor 7."

Cloud tambah kaget. "Bagaimana kau! Tunggu... Sepertinya aku mengenalmu. Ah! Kau gadis yang memandangiku di kereta! Jessie bilang padaku!"

'Astaganaga...' "Yah... Sebenarnya aku mata-mata. Aku punya banyak informasi, termasuk masalah Shinra," ujarmu berbohong. "Aku bisa membantumu."

"Benarkah?"

"Tentu saja. Aku juga tahu masalah Sephiroth."

Mata Cloud langsung menyala tajam. Kamu sampai tersentak melihatnya. Matanya terlihat sangat menyeramkan walau ia sedang dalam dandanan wanita. "Sephiroth! Sephiroth benar-benar masih hidup?"

Kau memandangnya sayu. 'Hidup... itu mungkin saja... Selama ada sel Jenova.' "Ya. Ia muncul beberapa waktu di Shinra HQ. Beberapa orang melihatnya. Sephiroth, The Great Sephiroth."

"Mustahil..."

"Aku belum begitu memastikan. Nah, boleh aku tahu posisi kalian? Satu lagi, aku juga bisa bertarung kok." Tanyamu. Tapi, Cloud hanya diam.

"Kami mau ke Don Corneo Mansion. Teman kami di sana dan ingin menolongnya. Tapi, kami harus berpura-pura menjadi wanita yang..." Aeris tidak melanjutkan kata-katanya.

"Bisa kumengerti. Lagi pula tempat ini berbahaya untuk seorang gadis," ujarmu cepat.

"Kau bisa saja ikut dengan kami. Tapi..." Aeris memandangimu dari atas sampai bawah. "Dengan pakaian begitu apa kamu boleh masuk?"

Kamu bingung. "Tidak tahu..."

"Lebih baik kita kembali ke toko pakaian dan membeli gaun untukmu... Siapa namamu?" Tanya Aeris.

"Shaffira."

"Aku Aeris." Lalu ia menarikmu ke toko pakaian dan memaksamu memilih gaun yang ada di sana, tapi kamu tidak bisa.

"Bagaimana?" Tanya Aeris.

"Aku tidak pernah memakai gaun, memilihnya pun belum pernah..."

"Apa? Kau bisa gagal menjadi wanita!" Pekik Aeris.

"Itu..." Cloud membuka suara sambil menunjuk salah satu gaun.

"Ini?" Tanyamu sambil mengambil gaun berwarna hijau muda. Memang gaun yang bagus. Kamu terdiam.

"Bagus juga! Cloud, kau pintar juga!" Puji Aeris sambil tersenyum.

Ia memalingkan wajah dengan cepat dan wajah memerah. "Jangan bercanda, aku hanya ingin cepat," bantah Cloud.

"Ayo, Shaffira!" Seru Aeris mendorongmu ke ruang ganti.

"Tapi..."

"Sudahlah!"

Akhirnya kamu masuk dan mengganti pakaianmu dengan melapisinya. Setelah itu kamu keluar.

Aeris memandangimu. "Duduk ke sini. Akan kulakukan sesuatu pada rambutmu."

Kamu menurutinya, Aeris melepas ikatan rambutmu yang kamu kuncir satu ke belakang menjadi digerai dan menguncir dua di rambut sampingmu dengan kunciran setengah yang jatuh.

"Bagus kan?" Tanyanya. Kamu hanya mengangkat bahu. "Ah, kamu seperti Cloud saja." Lanjutnya.

Kalian keluar dari toko dan langsung ke Don Corneo Mansion dan menemui penjaga pintu. "Sial! Teman-temanmu hot juga! Masuk, masuk! 3 wanita datang!" Ia membuka pintu.

Kalian memasuki aula yang berkilauan karena polesan emas di sana sini.

"Hei, nona-nona. Aku akan pergi lapor pada Don. Tunggu di sini. Jangan keluyuran," kata Resepsionis lalu pergi.

"Ini kesempatan kita, ayo cari Tifa," kata Aeris.

'Jadi... Tifa, teman yang mereka maksud.'

Kalian naik ke atas, membuka sebuah pintu, menuruni tangga dan akhirnya bertemu Tifa yang berpakaian minim sekali. Tifa menoleh, Cloud terkejut dan menjauh. Kau tersenyum kecil melihatnya.

"...Tifa? Senang berkenalan denganmu. Aku Aeris. Cloud telah banyak bercerita tentangmu," Aeris menghampiri Tifa.

Tifa memandang Aeris dengan mata menyipit. "...Dan anda adalah...? Oh, anda yang bersama Cloud di taman bermain."

"Benar, dengan Cloud." Aeris mengangguk.

"Oh..." Tifa bernada kecewa.

Aeris tersenyum jahil, "jangan khawatir. Kami baru bertemu, tidak berarti apa-apa."

Wajah Tifa memerah, ia mengalihkan pandangan malu. "Apa maksudmu? Jangan, jangan salah paham. Cloud dan aku teman masa kecil. Tidak lebih."

Aeris tertawa tertahan, "Cloud yang malang, harus berdiri di sini dan mendengarkan kita menyebutnya 'bukan apa-apa'," lalu berpaling pada Cloud, "ya, kan, Cloud?"

"Cloud?" Kening Tifa merengut ketika Cloud dengan gaun ungunya menghampiri Tifa dengan wajah menunduk menahan malu. Tifa memperhatikan lebuh seksama. Tiba-tiba ia melompat kaget. "...? Cloud!? Kenapa kamu berpakaian begitu? Lagi pula, apa yang kamu lakukan di sini? Lupakan itu, apa yang terjadi padamu setelah jatuh? Apakah kamu terluka?" Tanyanya bertubi-tubi.

"Hei, biarkan aku jelaskan satu per satu. Aku berpakaian begini karena ini satu-satunya jalan untuk masuk ke sini. Lalu, aku baik-baik saja. Aeris menolongku."

Tifa menyentuhkan jarinya ke atas bibirnya, "oh, Aeris menolongmu..." Lalu ia berpaling padamu, "lalu, dia...?"

Kamu menghampiri mereka bertiga.

"Ini Shaffira. Dia mungkin akan bergabung di AVALANCHE. Dia punya informasi tentang Shinra," kata Cloud.

"Oh, kamu yang di belakang Cloud waktu itu ya?" Ujar Tifa. Sepertinya ia telah melihatmu waktu di Sector 7.

"Wah, ketahuan ya? Aku mengikuti Cloud karena penasaran dengan AVALANCHE," jawabmu sambil tersenyum.

"Ohh..." Tifa menggumam.

"Sampingkan masalah itu nanti. Tifa, jelaskan. Sedang apa kamu di tempat seperti ini?" Tanya Cloud.

"Yeah, ummmm..." Tifa memandangmu dan Aeris ragu.

"Kalau aku mendengar, tidak apa-apa kan? Kalau-kalau bisa membantu," katamu.

"Ehem! Aku akan menutup telingaku." Aeris berjalan ke sisi seberang ruangan dan menutup telinganya.

"Syukurlah, kau baik-baik saja..." Kata Tifa pada Cloud.

"Terima kasih. Lalu, apa yang terjadi?"

Tifa menarik nafas sejenak. "Ketika kami kembali dari Reactor Number 5 ada seorang lelaki aneh. Barret menangkapnya dan memeras informasi darinya."

"Dan muncul lah nama Don di sini," tebak Cloud cepat.

"Tepat, Don Corneo. Barret menyuruhku jangan mengusik ular ini... Tapi rasanya ada yang tidak beres."

Cloud mengangguk, "aku mengerti. Jadi kamu ingin mendengar ceritanya langsung dari mulut Corneo."

"Ya, aku berhasil masuk tapi sekarang terperangkap. Corneo sedang mencari calon pengantin. Setiap hari, ia mendapatkan antara empat gadis baru, memilih salah satu diantaranya, dan lalu...dan... yah... Pokoknya, aku harus terpilih... atau dikeluarkan malam ini," lanjut Tifa, suaranya terdengar cemas.

"Don Corneo ya..." Gumammu.

"Kau tahu sesuatu?" Tanya Cloud.

"Yang pernah kutahu, dia adalah orang yang menyelidiki AVALANCHE untuk menghancurkannya. Kemungkinan dia salah satu suruhan Shinra," jawabmu. Kamu memang pernah mendengar itu dari obrolan para prajurit Shinra.

"Tapi, sekarang bagaimana?" Tanya Tifa.

Aeris berpaling, ia membuka tangannya dan menghampiri kalian. "Maaf... Tapi aku mendengar pembicaraan kalian... Begini, kalau kamu tahu keempat gadis itu, tidak masalah kan?"

"Kurasa... Tapi..." Tifa ragu.

"Sekarang ada tambahan kita bertiga kan?" Kata Aeris.

Cloud langsung memotong, "tidak, Aeris! Aku tidak bisa membiarkanmu terlibat."

Aeris memandang Cloud. "Oh? Jadi kalau Tifa dan Shaffira yang dalam bahaya tidak apa-apa?"

Cloud menggeleng, "tidak! Aku tidak mau mereka dalam..."

Tifa menghampiri Aeris, "benar tidak apa-apa?"

"Aku besar di daerah kumuh... terbiasa menghadapi bahaya," jawab Aeris. "Apa kau percaya padaku?"

"Ya," Tifa mengangguk. "Terima kasih nona Aeris."

"Panggil aku Aeris."

Melihat mereka, Cloud mengangkat bahu pasrah. Lau tersenyum melihatnya. "Wanita, sulit dimengerti? Itu yang dipikiranmu ya, Cloud?"

Cloud memandangmu. "Yah... Apa saja lah..."

"Kau percaya padaku?" Tanyamu.

Cloud memandangmu lagi. "Sesaat... Kau mengingatkanku pada Sephiroth... Rambut perakmu, mata hijaumu... Mirip sekali. Tapi, sepertinya aku harus mempercayaimu."

'Tentu saja. Sephiroth kan Nii-sanku.' "Yah, itu harus."

"Sudah waktunya, nona-nona. Don sedang menunggu." Suara panggilan dari atas. Dia menggerutu, sepertinya adalah resepsionis. "Sudah kubilang jangan ke mana-mana. Dasar, wanita jaman sekarang. Cepatlah!"

Cloud melangkah ke tangga, "sepertinya tidak perlu bertanya lagi. Gadis yang keempat itu... maksudnya pasti... aku... kan?"

"Benar," jawab Tifa.

"Tidak perlu..." Kata Aeris.

"Bertanya lagi..." Sambungmu.

Kalian semua naik tangga dan memasuki ruangan di sebelah ruangan yang tadi kalian tempati. Kalian masuk ke ruang kerja Don yang mewah. Di sana ada tiga orang, sebelah kanan adalah orang berambut cokelat, yang kiri adalah Kotch, kamu tahu karena kamu sempat mendengar namanya ketika si rambut cokelat padanya ketika kalian masuh dan di tengah, pria tua gendut duduk di belakang meja kerjanya dengan posisi terkesan malas.

"Baiklah, nona-nona. Ayo baris di depan Don!" Kata Kotch.

Kalian berbaris di hadapan Don, Don melompat dari tempat duduknya. "Hmmm! Bagus, mantap!" Lalu ia ke depan Aeris dan menatapnya. "Coba lihat... pilih yang mana, ya? Hm... Hm...!"

Don ke depan Cloud dan mengamatinya, tapi Cloud memalingkan wajah karena risih. Don berpaling pada Tifa. "Yang ini?" Lalu berpaling padamu, kamu juga melakukan hal yang sama seperti Cloud. "Atau yang ini?" Ia kembali lagi ke Cloud dan berusaha memandang wajah Cloud, tapi karena Cloud terus memalingkan wajahnya, Don berhenti.

'Huh... Orang tua gendut yang mesum... Seperti ini kah pesuruh Shinra? Terlalu buruk.' Pikirmu sambil menatap Don dengan jijik.

Don mengacungkan tangannya. "Wuhuui, aku sudah memutuskan! Pilihanku malam ini adalah..." Ia mengacungkan tangannya. "Si manis mata indah ini!" Katanya sambil menghampirimu.

Kau terkejut. "Apa? Maksudku... Pi... Pilihan bagus," katamu tergagap.

"Wuuhuu! Aku sangat suka gadis yang malu-malu!" Don berpaling pada Kotch dan resepsionis. "Sisanya buat kalian!"

"Ya, pak! Terima kasih, pak!" Kata mereka memberi hormat.

Don menghampirimu. "Ayo pergi, manisku." Lalu ia pergi ke ruangan di belakang meja kerjanya.

Kamu menatap yang lainnya cemas. Begitu juga yang lainnya menatapmu. Kemudian mereka menganggukan kepala, yang berarti 'Hati-hati dan laksanakan rencana'. Kau juga mengangguk. Setelah yang lainnya keluar kamu berjalan pelan ke ruangan di belakang meja kerja. Ruangan itu lebih baik dibut dengan kamar mewah glamour yang norak dan mesum.

Don sudah berada di atas tempat tidur. "Kemarilah sayang! Jangan malu-malu!" Kamu menghampirinya dengan enggan dan duduk di tepi tempat tidur. "Kamu, cantik dan sangat manis! Tidak bosan untuk melihat wajahmu."

"Tentu... Tapi, Don... Ada yang harus kau jelaskan dulu padaku," ujarmu dengan enggan.

"Wuuuhui! Pasti! Aku akan menjelaskannya sambil perjalanan!" Don berdiri dan menggoyang-goyangkan perutnya.

Kamu terkejut dan mengibaskan tangan di depan wajahmu. "Bukan itu! Hei, tunggu dulu!"

"Mari, mari! Aooooh! Aku tidak bisa menunggu lagi! Here comes papa!" Don menggoyangkan perutnya lagi.

Brak! Suara pintu didobrak. Cloud, Tifa dan Aeris masuk ke dalam. "Cloud!" Panggilmu lalu kamu berpaling pada Don. Ia melompat hendak memelukmu, tapi kamu melompat ke samping tepat pada waktunya dan Don mendarat di atas kasur dengan tengkurap.

"A... Apa-apaan ini! Siapa kalian?" Tanya Don geram.

"Dasar payah..." Kamu melepas gaunmu dan dibalik itu kamu memakai baju biasa.

Don tersentak mundur. "Ya ampun!"

Kalian mengelilingi Don yang terduduk di tempat tidur, ia terlihat takut. "Kalian..."

"Tutup mulut!" Bentak Tifa, lalu ia menatap Cloud, Cloud mengangguk dan Tifa berpaling pada Don. "Kami akan mengajukan pertanyaan. Info apa yang diperoleh orang-orangmu? Sekarang bicara! Kalau tidak..." Tifa tidak melanjutkan kata-katanya.

"Aku potong..." Sambung Cloud, ia mengangkat kakinya ke atas tempat tidur.

Don terlonjak. "Jangan! Jangan! Aku akan bicara! Aku akan katakan semuanya!"

"Ayo, mulai!" Perintah Tifa.

"Aku menyuruh mereka mencari di mana lelaki bersenapan itu berada. Aku mendapat perintah begitu," kata Don.

"Siapa yang memberimu perintah?" Tanya Tifa

Don menggeleng. "Tidaaaaak! Kalau aku bilang, aku bisa dibunuh!"

"Bicara! Kalau tidak..." Tifa mengulang.

"... Aku tarik sampai putus!" Aeris mengangkat kakinya ke atas tempat tidur.

"Waaaaaakh! Heidegger dari Shinra! Heidegger, kepala kemasyarakatan Shinra!" Teriak Don kemudian.

"Kepala keselamatan masyarakat?" Cloud mengerutkan dahinya.

"Shinra, katamu? Apa rencana mereka? Jawab! Kalau tidak..."

"Aku cincang..." Katamu sambil mengangkat kakimu ke atas tempat tidur.

"Kau serius ya... Oh, ampun, ampun, ampun... Aku juga nggak main-main. Shinra hendak menghancurkan sekelompok kecil pemberontak yang di sebut AVALANCHE dan ingin menyerbu persembunyian mereka... menghancurkan mereka... secara harafiah," kata Don.

"Secara harafiah bagaimana? Jawab! Kalau tidak..." Tifa melakukan hal yang sama seperti kamu dan yang lain. "Aku bikin remuk." Lanjutnya.

Don terlonjak. "Akan kukatakan! Akan kukatakan! Mereka akan menghancurkan pilar penyokong di atasnya."

Tifa terhentak mundur, "pilar penyokong!?"

"Kau tahu kan, apa yang akan terjadi? Pelataran itu akan ambruk. BLAAMM! Dan semuanya akan hancur. Aku dengar persembunyian mereka ada di Sektor 7 Slum... Aku sih lega saja, untung bukan di Sektor 6," kata Don Corneo.

"Mereka akan meruntuhkan seluruh Sector 7 Slum!" Tifa berpaling pada Cloud, "Cloud, kamu mau kan menemaniku ke Sector 7?"

"Tentu Tifa," jawab Cloud lalu kalian semua akan berjalan keluar.

"Tunggu dulu!" Don berteriak ketika kalian berada di ujung tempat tidur.

"Diam kau!" Bentak Cloud.

"Tunggu dulu, hanya sebentar. Coba pikir, kenapa seorang bajingan seperti aku memberi informasi dengan jujur?" Tanyanya.

Cloud tidak begitu peduli, "mereka sudah putus asa."

"Teeeeet! Salah!" Don menarik sebuah alat kontrol. Lantai yang di bawah kalian terbuka dan kalian jatuh.

"Whoaaaa!" Kalian serentak berteriak.

Kalian mendarat di saluran pembuangan sampah. Cloud berdiri dan menghampirimu. "Kau tidak apa-apa?"

"Uh, menyebalkan.."

Cloud menghampiri Tifa, "kau tidak apa-apa?"

"Aduh! Kacau!" Keluh Tifa.

Cloud menghampiri Aeris, "kau tidak apa-apa?"

"Yeah..." Kata Aeris sambil merapikan pakaiannya. "Yah, yang paling parah sudah berlalu..."

"Gruuuuuu!" Kalian mendengar suara getaran keras. Cloud memandang sekitar.

"Jangan-jangan..." Aeris menutup mulutnya dengan tangannya.

Matamu berkilat tajam. "Dia datang!"

Monster besar datang, ia menggeram keras menggetarkan yang ada di sekitarnya.

"Apa itu?" Aeris panik.

"Kemungkinan besar dia adalah Aps! Monster pengendali air di saluran pembuangan bawah tanah! Aku pernah mendengarnya. Tidak kusangka besar begini," katamu sambil mengeluarkan rantaimu.

"Tidak penting... Habisi dan kita keluar dari sini..." Ujar Cloud mencabut pedangnya dan bersiap menyerang.

"Yeah... Kita lempar keluar!" Tifa memasang kuda-kuda.

"Aku akan bantu dengan Magic!" Kata Aeris, ia mengangkat tongkatnya.

"MAAJUU!"

Kamu, Tifa dan Cloud serentak menyerangnya. Kamu menyerang tangan kanannya, Tifa menyerang badannya, Cloud menyerang kepalanya, dan Aeris dengan Magic Lightningnya. Tiba-tiba muncul Tsunami dari air yang kotor dari belakang Aps.

"Whooaaa!" Kamu menghindari dengan melompat, kamu melihat yang lainnya melakukan hal yang sama. Ketika kamu mendarat kamu langsung berteriak. "Ada yang punya Materia Fire?"

"Tangkap ini!" Tifa melempar Materia yang tadinya ada di braceletnya.

"Thanks!" Kamu langsung memasangnya di rantaimu. Kamu melakukan ancang-ancang dan sesaat kemudian aura merah keluar dari tubuhmu terutama senjatamu. "FIRE!" Kamu berteriak dan api menyambar tubuh Aps sebanyak sepuluh kali.

Aps mengaum kencang membuat telingamu sakit, dan sesaat kemudian Aps roboh karena Tifa menghajarnya dengan Beat Rush.

"Wow! Kau keren, Tifa," pujimu menghampirinya.

"Terima kasih," balas Tifa.

"Bagaimana kau melakukan Magic Fire sebanyak 10 kali berturut-turut tanpa berhenti seperti tadi?" Tanya Cloud sambil menyimpan kembali pedangnya.

"Ini," katamu sambil menunjuk ke antingmu.

"Anting?"

"Benar, Aeris. Ini Wizard Earrings yang bisa membuat pemakainya memakai Magic sebanyak 10 kali," katamu.

"Hebat..." Tifa berdecak kagum.

"Kita lanjutkan perjalanan? Kita harus keluar dari sini," katamu cepat.

Tifa menunduk. "Sudah terlambat... Marlene... Barret... para penduduk di daerah kumuh."

"Jangan menyerah!" Ujar Aeris. "Jangan pernah menyerah. Tidak mudah menghancurkan sebuah pilar kan?"

Tifa mengangkat wajahnya. "... Yeah... kau benar! Kita masih punya waktu."

Kalian segera melanjutkan perjalanan keluar dari saluran itu dan keluar di Train Graveyard.

"Aeris, aku jadi melibatkanmu," kata Cloud.

Aeris memandang Cloud dengan muka masam. "Jangan coba-coba menyuruhku pulang."

Tifa melihat sekitar. "Coba lihat... Jika kita bisa melewati kereta-kereta ini, seharusnya kita bisa keluar dari sini."

Kalian meneruskan perjalanan. Di tengah perjalanan ketika Aeris dan Tifa berjalan di depan, Cloud berjalan di sebelahmu.

"Jangan berbohong lagi... Apa yang kau inginkan dariku?" Ujarnya dan membuatmu sedikit terkejut. "Kau bukan ingin bergabung dengan AVALANCHE ataupun mata-mata seperti yang kau bilang kan?" Kamu memandangnya tidak percaya ketika ia melanjutkan kata-katanya itu.

Tapi akhirnya kau tersenyum. "Ketahuan ya... Yeah... Sebenarnya selain Sephiroth, ada yang ingin kupastikan lagi."

"Apa itu?"

"Kau dan..."

"Lihat! Stasiun ada di sana! Kita hampir sampai! Kita harus cepat!" Teriak Aeris dan ia berlari bersama Tifa.

"Kalau begitu, ayo Cloud!" Ujarmu dan segera menyusul mereka. Kamu melihat Cloud yang tidak puas, tapi ia segera mengikuti kalian.

Kalian bergegas ke menara Reaktor. Beberapa orang berkumpul di sekitarnya.

Tifa mendongak ke atas. "Kita berhasil! Pilarnya masih tegak!" Pekiknya senang.

"Tunggu! Kau dengar sesuatu... di atas kita?" Cloud mendongak ke arah atas menara.

"Suara tembakan?" Aeris bertanya-tanya. Terlihat pertempuran di atas sana

"Di atas... Ah! Seseorang jatuh!" Pekikmu.

Tiba-tiba Wedge terjatuh dari menara. Cloud bergegas menghampirinya. "Wedge! Kamu tidak apa-apa?"

Wedge tampak lemah dan sekarat. "...Cloud... Kau ingat...namaku. Barret ada di atas... Tolong dia... Dan Cloud... Maaf, aku tidak bisa membantu."

"Bertahanlah!" Lalu Cloud berdiri. "Aku akan naik ke atas! Shaffira! Tolong rawat Wedge." Kau mengangguk.

Tifa menghampiri Aeris. "Aeris, aku ingin mohon bantuan. Aku memiliki bar yang bernama Seventh Heaven sekitar sini. Ada anak perempuan yang bernama Marlene di sana.."

Aeris mengangguk. "Jangan cemas. Aku akan membawanya ke tempat yang aman."

"Di sini berbahaya! Semuanya menyingkir dari pilar, cepat! Semuanya keluar dari Sektor 7!" Teriak Tifa pada orang-orang sekitar. Orang-orang berpencaran.

Kamu menarik nafas panjang. "Dia... tewas..." Ujarmu dengan berat.

"Apa?" Cloud tidak percaya.

"Maaf... Tapi..."

Tifa menunduk, kemudian ia mengangguk. "Walau begitu, kita harus ke atas! Demi permintaan Wedge juga!"

"Kau benar..." Kata Cloud sayu.

"Lebih baik aku menyusul Aeris. Firasatku buruk," ujarmu.

Cloud dan Tifa mengangguk, "baiklah." Mereka pun mulai menaiki tangga menara dan kamu segera menyusul Aeris.

Kamu berlari dengan sangat-sangat tergesa ke bar 7th heaven, di sana kamu menemukan Aeris bersama Marlene dihadang prajurit Shinra.

"Aeris! Marlene!" Teriakmu. "Mau apa kalian para prajurit?"

Pemimpin para prajurit memandangmu. "Tampaknya dia juga AVALANCHE, tangkap dia!"

"Ya, pak!" Semua prajurit Shinra mengepungmu.

"Ukh..." Kau memandang mereka dengan sikap siaga.

"Shaffira!" Aeris berteriak cemas.

'Kalau begini terpaksa...' "Limit 2-2, Wind Dance!" Kamu mengayunkan rantaimu dengan gerakan berputar dan angin puyuh terbentuk dari putaranmu, rantaimu menyerang para prajurit hingga semuanya terlempar.

"Aeris! Marlene! Kita harus lari!" Perintahmu.

Aeris mengangguk. "Ya! Ayo, Marlene."

Kalian terus berlari sampai akhirnya tiba di gerbang ke Sektor 6. Nafas kalian sudah terengah-engah, apa lagi Marlene yang masih kecil.

"Lebih baik kita ke rumahku, di sana kita akan aman," ujar Aeris di tengah nafasnya yang payah.

"Ide bagus. Di mana rumahmu?"

"Akan kutunjukkan," kata Aeris dengan tersenyum.

"Kau tidak apa-apa, Marlene?" Tanyamu, memandang wajah Marlene yang berpeluh dan kelelahan.

"Aku tidak apa-apa," jawabnya.

Kamu lega mendengarnya, akhirnya kalian melanjutkan perjalanan dengan setengah berlari.

"Kuharap Cloud dan yang lainnya baik-baik saja..."

"Eh?" Kau menoleh ke Aeris.

Mata gadis yang memakai baju pink itu terlihat sangat cemas. Kamu terdiam sesaat. "Mereka pasti baik-baik saja," ujarmu kemudian. Kamu melihat Aeris yang mengangguk dan tersenyum setuju.

"Bisakah, kita istirahat? Aku sudah tidak kuat..." Keluh Marlene.

Kamu dan Aeris terhenti dan saling berpandangan lalu saling mengangguk. "Ya, aku juga cukup lelah..." Ujarmu.

Aeris memandang sekitar. "Kita bisa istirahat di sana." Ia menunjuk sebuah gudang tua.

Kamu mengangguk setuju. Kalian beristirahat di gudang itu, gudang yang penuh barang bekas dan debu juga banyak sarang laba-laba yang menempel di sana-sini. Kamu memilih duduk di sebuah meja usang berwarna hitam.

"Hei... Marlene... Boleh kutanya sesuatu?" Aeris bertanya pada Marlene.

"Apa?"

"Kamu tahu, Cloud itu orangnya seperti apa?" Tanya Aeris.

Kamu menahan tawa, tapi juga penasaran, maka kamu tidak mengganggu mereka dan hanya mendengarkan.

Marlene memutar bola matanya. "Bagaimana ya... Cloud itu terkadang menyebalkan, ia sering bertengkar dengan papa. Ia dingin dan acuh tak acuh, tidak mau bicara kalau tidak ditanya," ujarnya dengan muka masam. Lalu ia menaikkan alisnya, "ah, iya, tapi Cloud terkadang juga baik hati."

Aeris tertawa kecil. "Baik hati?"

"Ya. Waktu mereka pulang kemarin, ia memberikan sekuntum bunga pada Tifa," ujar Marlene dengan polosnya. Kamu melihat Wajah Aeris yang agak terkejut. "Aku tidak pernah tahu kalau ia bisa sebaik itu, ia juga pernah membantu membelikan obat untuk orang tua yang diujung jalan," lanjutnya.

Aeris hanya terdiam, lalu bertanya lagi. "Lalu apa yang ia sukai dan ia benci?"

Marlene memutar bola matanya lagi. "Yang ia sukai aku tidak tahu, tapi ia tampaknya menyukai minuman buatan Tifa." Seketika itu kamu menangkap sorot mata sedih pada Aeris. "Dan yang ia benci sepertinya banyak, terutama sesuatu yang berisik," Marlene tertawa kecil.

Kamu tersenyum kecil melihatnya dan beranjak dari tempatmu.

"Mau ke mana?" Tanya Aeris.

"Lihat keadaan," jawabmu sambil melongok keluar, dan kamu terkejut melihat para prajurit Shinra yang akan menuju tempat kalian. Kamu langsung masuk lagi. "Prajurit Shinra menuju ke sini. Kita harus pergi secepatnya!" Ujarmu.

"Apa?" Aeris terkejut dan segera bangkit. "Sekarang kita harus secepatnya ke rumahku. Kita bergegas. Rumahku tidak jauh, setelah lubang tembok kita hanya harus belok kiri. Dirumahku ada ibuku yang bisa menjaga Marlene jadi kita bisa menyusul Cloud dan yang lainnya."

"Ya."

Kalian keluar dan menuju rumah Aeris tapi, ketika melewati lubang tembok kalian dihadang prajurit Shinra. Kalian langsung terhenti dan Marlene bersembunyi di balik badan kalian.

"Aeris... Kalian harus ikut dengan kami..."

Kalian menoleh dan di depan seorang pira berjalan menghampiri kalian. Ia memakai jas hitam, berambut panjang dan bermata cukup tajam. Kamu tahu, siapa dia.

Ia memandangmu tajam. "Ah, kamu..."

"Kenapa anggota Turks ada di sini?" Potongmu.

Ia menghela nafas dan sesaat terdiam. "Kami berniat mengambil Ancient di sebelahmu. Ia harus ikut bersama kami demi masa depan Shinra dan dunia," katanya tanpa ekspresi.

"Apa katamu...?" Kamu geram.

"Lightning!" Petir-petir menyambar prajurit di depanmu. Kamu melihat Aeris mengayunkan tongkatnya. "Cepat bawa Marlene lari!" Perintah Aeris.

"Apa maksudmu?" Kamu bertanya cemas.

"Fire!" Aeris meng-cast fire dan api menyambar prajurit Shinra. "Aku akan menghentikan mereka! Cepat pergi!"

"Tapi..."

"Tidak ada waktu!" Teriak Aeris. Seorang prajurit berusaha menyerangnya tapi keburu tersambar petir. "Cepat!"

Kamu tidak punya pilihan lain tapi menarik Marlene pergi bersamamu. Kamu berlari sekuat tenaga. "Rumahku tidak jauh, setelah lubang tembok kita hanya harus belok kiri." Kamu teringat kata-kata Aeris, ketika menemukan jalan ke kiri kamu langsung memasukinya dan tiba pada sebuah pemukiman. Kamu langsung menghampiri seorang ibu berbaju merah.

"Maaf, tapi apa anda tahu di mana rumah Aeris?" Tanyamu dengan terengah-engah.

"Oh, rumah Flower Girl ya? Mudah saja, tinggal ke arah sana dan kau akan menemukan kebun bunga, ada satu-satunya rumah di sana, itulah rumahnya." Ibu itu menunjuk ke arah jalan yang bercahaya.

Kamu memandang ke arah jalan itu. "Terima kasih," ujarmu dan langsung pergi menuju ke sana.

Sesampainya di sana kamu terkejut melihat kebun bunga yang luas, kamu tidak menyangka kebunnya akan seluas itu, tapi matamu langsung tertuju pada satu-satunya rumah yang ada di sana, dan ada seorang wanita berambut cokelat akan masuk ke dalam rumah sambil membawa penyiram bunga, tampaknya ia habis menyiram bunga.

Kamu menghampirinya. "Permisi, apakah anda Ibunya Aeris?" Tanyamu.

Wanita itu terhenti di depan pintu. "Ya, aku ibunya Aeris, namaku Elmyra, ada yang bisa kubantu?" Ia memandangmu.

"Syukurlah... Aku ingin minta tolong. Aku ingin menitipkan anak ini," ujarmu sambil memandang Marlene dengan wajah cemas.

Wajah Elmyra berubah. "Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanyanya.

"Maaf, tapi aku akan menolong Aeris, ia tertangkap oleh Turks dan..." Kamu tidak meneruskan kata-katamu dan merasakan rasa lelah yang amat sangat, kamu pun hampir terjatuh.

Elmyra terkejut, "kau tidak apa-apa?"

'Sial, ini gara-gara aku memakai limit yang tadi.' Kamu menggeleng dan tersenyum. "Tidak... Aku tidak apa-apa..."

"Benarkah?" Tanya Elmyra dengan wajah cemas.

"Ternyata kau berada di sini, Shaffira. Kita bertemu lagi..."

Kamu terkejut dan menoleh ke belakangmu dan melihat beberapa orang prajurit Shinra beserta seorang Turks lain, seorang pria berkepala botak dan memakai kaca mata hitam.

"More trouble, huh?" Kamu memandang mereka dengan tatapan kesal dan cemas lalu berpaling pada Elmyra. "Elmyra, masuk ke dalam rumah! Bawa Marlene juga, cepat!"

Elmyra mengangguk, tampaknya ia mengerti akan situasi dan segera menggandeng Marlene masuk ke dalam rumah. Kamu pun sempat mendengar suara cemas Marlene yang memanggil namamu.

"Mau apa Turks ke sini?" Tanyamu yang sudah memasang kuda-kuda, juga dengan nafas yang terengah-engah.

"Kami tidak berniat bertarung, kami juga tidak ada urusan dengan wanita yang masuk ke dalam rumah atau pun anak kecil yang ikut bersamanya, kami hanya mau menjemputmu," ujar Turks itu.

"Menjemput? Apa maksudmu?" Tanyamu lagi.

"Ini hanya perintah."

"Perintah siapa? Apa dia?"

"Maaf, tapi lebih baik kau ikut dengan kami," katanya lagi.

"Bagaimana kalau aku tidak mau?" Kamu memandangnya dengan tatapan elang.

"Tampaknya harus pakai kekerasan," ia memasang kuda-kuda. "Serang dia!" Perintahnya pada prajurit yang di belakangnya.

Secara serentak para prajurit menyerangmu, kamu yang memang sudah lelah hanya bisa menghindar dan menyerang semampunya, tapi kau sudah sampai pada batasnya, kamu pun terjatuh. Nafasmu bertambah berat.

"Lebih baik kau ikut dengan kami," ujar anggota Turks itu.

"Jangan... bercanda...!" Kamu melemparkan rantaimu ke arah Turks itu, ia melompat cepat dan langsung berada di belakangmu.

"Maaf, tapi aku harus melakukan ini," ia memukul tengkukmu dan selanjutnya yang ada hanyalah gelap...

-00-00-00-00-

"Siapa yang ingin menemuimu?"

"Itu pertanyaanku..."

"Kau pikir dia siapa?"

"Entah..."

"Aku berharap kau tidak tahu apa-apa..."

"Apa maksudmu?"

"Cloud dan..."

Kamu membuka mata dan merasakan sinar yang menyilaukan menerpamu. 'Di mana aku?' Pikirmu. Kamu bangkit dan terduduk di tempat tidur yang kamu tempati, seluruh ruangan berwana putih. Matamu memandang sekeliling dan menangkap sebuah tulisan Shinra. Kamu langsung menunduk dan tanganmu menggenggam kuat. 'Sial, aku tertangkap dan sekarang ada di Shinra Building!'

Kamu mendengar pintu terbuka, seorang pemuda berambut pirang dengan pakaian putih masuk ke dalam ruangan sendirian. "Ternyata kau sudah sadar, Shaffira..."

Kamu langsung membuang muka, kamu mengenal orang itu. Dia adalah Rufus Shinra, anak presiden Shinra yang menjabat sebagai wakil presiden. "Apa maumu, Rufus?"

Rufus tersenyum, senyum yang menurutmu sangat menyebalkan. "Begitukah caramu menyapa orang yang menolongmu lima tahun yang lalu?"

Tanpa memandangnya kamu menjawab, "itu masa lalu!"

Flashback

"Nii-san!" Kamu berteriak melihat Sephiroth tercebur dalam kolam Mako. Air matamu keluar dan kamu menahan tangis dengan menutup mulutmu, kamu pun jatuh terduduk.

"Se...phi...roth... Ugh..." Kamu mendengar suara prajurit Shinra itu, ia roboh. Kamu memandangnya dari atas dengan tidak percaya, kamu tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Tapi kamu tidak peduli, yang kamu pikirkan hanyalah Sephiroth.

Kamu tidak tahan lagi dan akhirnya kamu keluar dan ke Nibelheim lagi. Di sana kobaran api sudah tidak tampak, yang ada hanya puing rumah yang hitam juga berasap.

"Wow... Ini memang gila... Satu desa habis semua kecuali Shinra Mansion."

"Kita harus ke Mako Reactor..."

Kamu mendengar suara orang-orang di dekat Shinra Mansion, di sana beberapa orang berpakaian jas resmi hitam berkumpul.

Kamu tertegun. "Kenapa Turks ada di sini?" Kamu mengetahui mereka dari surat kabar dan mereka memang terkenal sebagai pasukan khusus Shinra yang paling unggul.

Gumamanmu terlalu keras sehingga semua menoleh ke arahmu.

"Hei, ada yang selamat rupanya. Bagaimana ini, Tseng? Maksudku, ketua?" Ujar Turks yang berambut merah.

Tseng, orang yang ditanya memandangmu. "Siapa kau? Kau penduduk di sini?"

Kamu menggeleng dan mundur beberapa langkah. 'Mereka kenapa di sini? Dan kenapa aku takut?'

"Ada apa denganmu?" Tanya si rambut merah sambil berjalan ke arahmu.

"Khu...khu...khu... Ia bisa jadi bahan percobaanku, dan kita bisa jadikan ia SOLDIER." Suara yang aneh dan mengerikan datang bersama seorang ilmuwan aneh yang bekaca mata.

"Hei, pak tua, maksudku, Profesor Hojo, dia itu wanita." Si rambut merah berpaling padanya. "Eh...?" Ia berpaling lagi kepadamu ketika melihat Prof. Hojo menunjukkan tangannya ke arah senjata di pinggangmu. "Rantai?"

"Ya, ia seorang petarung. Lagi pula Turks juga ada yang wanita kan?" Kata Prof. Hojo sambil memandang dengan senyuman aneh ke arah Turks wanita berambut pirang (bukan Elena).

'a... prof. Hojo... dia... yang membuat Nii-san jadi...' Kamu tersentak dan mundur beberapa langkah lagi dengan keringat dingin yang mengucur, mendadak kamu tidak ingat bagaimana untuk bertarung dengan menggunakan rantaimu.

"Tangkap dia!" Perintah Prof. Hojo.

"Aku tidak menuruti perintah darimu, Prof. Hojo," ujar si rambut merah.

"Reno..." Panggil Tseng.

Si rambut merah berpaling pada Tseng. "Apa?"

"Kita juga diperintahkan untuk menuruti kata-kata Prof. Hojo, ini perintah dari presiden," ujar Tseng.

Reno terkejut. "Apa? Aku tidak pernah dengar!"

"Apa kau tidak membaca pesan yang ada di meja?" Tanya Turks berkepala botak.

Turks yang berambut jabrik merah tua tersenyum, "tampaknya tidak, iya kan, Cecill?"

Turks yang wanita mengangguk. "Ya, karena aku sudah membuangnya... " Katanya dengan santai. "Kau kan yang menyuruhku untuk mengerjainya, Heiren?"

(a.n. Cecill dan Heiren adalah salah dua karakter utama dari Before Crisis. Mereka tidak memiliki official names. Jadi nama yang ada di sini hanyalah karangan. Cecill di sini pun bukan kakak Elena)

Heiren tertawa kecil. "Yeah..."

"APA!?" Reno berteriak.

"Itu tidak penting sekarang," potong Cecill, "kita harus menangkapnya, benar kan? Prof. Hojo?"

Prof. Hojo mengangguk. Seketika itu Heiren menghampirimu. Kamu memejamkan mata berusaha mengingat cara menggunakan rantaimu. Ketika Heiren akan meraih tanganmu kamu langsung mencabut rantaimu.

"Heiren! Awas!" Teriak Cecill.

Kamu mengayunkan rantaimu dan menyentakkannya, Heiren terkejut dan menghindar. "Wah, tampaknya ia petarung tangguh."

"Menjauh!" Teriakmu.

Kamu mengayunkan rantaimu lagi ke arah Heiren, Heiren melompat dan rantaimu menghantam keras tanah dan membuatnya retak.

"Geez..." Reno memandangmu takjub. "Benar-benar kuat. Tampaknya kita harus bekerja sama Heiren."

Heiren mengangguk. "Memang..." Ia terdiam sesaat, namun dengan cepat ia menerjangmu sambil mengayunkan tongkatnya. Kamu melompat mundur dan menyentakkan rantaimu ke arahnya.

"Hyaaah!" Reno sudah ada dibelakangmu sambil memukulkan tongkatnya. Kamu menunduk, memutar badanmu dan menendang Reno telak sehingga ia terlempar.

Belum sempat kamu mengambil nafas kamu harus melompat menghindari tembakkan handgun dari Cecill diikuti serangan bertubi-tubi dari Heiren. Kamu menghindarinya dengan kualahan.

"Rude, sekarang!" Teriak Cecill.

Si botak mengangkat tangannya, dan megumamkan mantra. "Quake!" Teriaknya.

Tanah dibawahmu berguncang dan batu-batu berterbangan menerjang tubuhmu. Kamu tidak sempat menghindar, batu-batu itu melukai tubuhmu cukup parah. (Anggap levelmu rendah...)

Rantaimu terlepas dari tanganmu. Setelah tanah berhenti beguncang dan batu-batu berhenti menyerang, kamu jatuh terduduk dengan nafas terengah.

"Harusnya kau menyerah dari tadi," gerutu Reno sambil bangkit dan memegangi perutnya yang terkena tendanganmu.

'Mana mau aku begitu.' Setelah itu kamu roboh.

(Flash)

Matamu terbuka tapi pandanganmu samar dan kamu melihat seperti lampu operasi di atasmu. Kamu tidak bisa bergerak.

"Khu...khu...khu... Ia bisa menjadi SOLDIER yang tangguh." Kamu mendengar suara Hojo.

(Flash)

"Lepaskan dia dari sana." Suara seseorang.

"Apa yang kau bilang, dia itu spesimen berharga!" Hojo memprotes.

"Tidak ada gunanya SOLDIER wanita dadakan seperti itu. Dia akan jadi bawahanku. Shinra tidak memakai SOLDIER yang dibuat asal-asalan," ujar orang itu.

Kamu menoleh dan melihat Rufus yang di depan Prof. Hojo.

(Flash)

"Terima kasih..." Ujarmu, ketika ikatanmu dilepas para prajurit.

Prajurit itu mengangguk dan pergi. Rufus menghampirimu, "bagaimana keadaanmu?"

Kamu mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menolongku. Boleh aku tahu siapa kamu?"

"Rufus Shinra..."

"Aku Shaffira..."

(Flash)

"Hei Shaffira, waktu itu kenapa kamu ada di Nibelheim?" Tanya Cecill suatu waktu.

Kamu menoleh. "Aku mencari seseorang," jawabmu.

"Siapa?"

"Kakakku."

Mata Cecill berbinar. "Waah... Senang sekali..." Lalu ia menunduk.

"Kenapa?" Tanyamu.

Dia menghela napas, "aku hanya anak tunggal, dan ayahku memaksaku jadi prajurit seperti ini..."

"Hoi, Cecill, kita ada tugas." Reno menghampiri kalian. "Oh, ada kamu juga, Shaffira."

"Tugas apa?" Tanya Cecill.

"Kita harus menyerang AVALANCHE sampai jam 6 sore." (Bukan AVALANCHE yang dipimpin Barret)

"Baiklah..." Cecill berdiri dan mengikuti Reno.

"Sampai nanti, Shaffira." Mereka meninggalkanmu.

(Flash)

"Shaffira..." Rufus memanggilmu.

"Ya?"

"Apa dokumen yang waktu itu sudah kau pindahkan?"

Kamu mengangguk. "Ya. Sesuai perintahmu."

Rufus tersenyum. "Bagus kalau begitu." Ia menghampirimu, "jadi kau bisa menemaniku mengikuti rapat membosankan ayahku."

"Tentu, aku akan menemanimu," kamu membalas senyumannya.

(Flash)

Kamu membawa delapan buku tebal dan akan menuruni tangga, tapi kamu terpeleset dan menimpa seseorang yang ada di bawah. Buku-buku pun berserakan.

"Adududuh..." Orang itu meringis.

"Maaf! Maaf! Kau tidak apa-apa?" Kamu mengangkat wajahmu dan melihat Heiren di depanmu.

"Oh, Shaffira," ia tertegun, "sedang apa kamu membawa buku sebanyak ini?" Gerutunya sambil memandangi buku yang berserakan.

"Aku harus belajar masalah ekonomi negara ini," jawabmu sambil memunguti buku-bukumu.

"Biar kubantu."

(Flash)

"Hei, bukankah itu buronan Shinra?" Tanyamu pada Rude sambil memandang seorang pria bertubuh gempal ketika kamu dan para Turks kecuali Tseng sedang berkumpul di sebuah restoran.

"Memangnya kenapa?" Tanya Rude.

"Kalau kau berpikir kami akan menangkapnya kau salah besar," ujar Reno.

"Karena ini hari liburan kami," sambung Cecill.

"Yeah..." Heiren meminum minumannya.

"Kami belum mendapat perintah untuk menangkapnya. Jadi tidak perlu repot. Lagi pula kami tidak mau hari libur kami dirusak," lanjut Rude.

"Ooh..."

(Flash)

"Apa maksudmu menjadikan mereka berdua umpan?" Teriakmu pada Rufus. "Cecill dan Heiren bisa tewas!"

"Ini untuk kejayaan Shinra." Ujar Rufus dengan tenang.

"Tapi!"

"Heiren dan Cecill sudah diperintahkan untuk itu dan mereka tidak keberatan," ujar Tseng.

"Tidak mungkin..." Kamu memandang mereka tidak percaya.

(Flash)

"Reno! Rude! Bagaimana Cecill dan Heiren?" Tanyamu cemas setelah mereka pulang.

Reno memandangmu sedih dan Rude hanya memalingkan wajah dan Reno akhirnya menggelengkan kepalanya.

Kamu memandang mereka tidak percaya. "Jadi...?"

(Flash)

"Apa? Kau akan meninggalkan Shinra?" Reno terkejut mendengar pernyataanmu yang akan pergi dari Shinra.

Kamu mengangguk, "bisa dibilang kabur."

"Kami bisa saja diperintahkan untuk menangkapmu sekarang ini," ujar Rude.

"Aku tahu, dan Rufus mengetahui aku kabur. Ok, aku pergi!" Kamu mengangkat tasmu dan handphone Rude berbunyi.

Rude tidak mengangkatnya. "Aku tahu ini pasti perintah untuk menangkapmu. Karena itu, sebelum aku mengangkatnya, pergilah..."

Kamu tersenyum, "terima kasih, Rude."

"Ingat, kalau kau bertemu dengan kami, lebih baik kau kabur!" Ujar Reno sambil tersenyum.

"Ok! Akan kuingat!" Kamu berlari meninggalkan mereka. "Thanks, Reno!"

End Flashback.

"Walaupun kau telah menyelamatkanku dari percobaan gila Hojo, kau juga telah membuat Heiren dan Cecill tewas!" Teriakmu pada Rufus.

"Itu kesalahan mereka yang tidak melaksanakan tugas dengan baik," Rufus menjawab dengan tenangnya.

"Apa katamu!"

"Aku ke sini hanya untuk menawarimu menjadi anggota Shinra lagi. Menurutku demi Heiren dan Cecill yang melawan teroris kau harus menyetujui tawaranku. Demi membalaskan dendam mereka yang terbunuh akibat teroris," ujar Rufus.

"..." Kamu terdiam.

"Pikirkanlah..." Lalu Rufus keluar.

"Heiren... Cecill..." Kamu memikirkan mereka. Cecill sudah menjadi sahabat dekatmu dan Heiren sudah menjadi seperti kakakmu sendiri, walaupun sebenarnya kamu menyukainya.

Memikirkan mereka seperti menyiksa dirimu. Air matamu bergulir, kamu tidak tahu harus berbuat apa. Mengikuti Rufus atau kabur saat ini juga. Kamu hanya menangis tanpa suara.

'Seseorang... Tolong aku...'

-00- 1 jam kemudian -00-

Pintu terbuka dan tiga orang masuk ke dalam ruanganmu. "Shaffira!" Kamu mengenal suara itu.

Kamu mengangkat kepalamu. "Tifa?" Memandang mereka memastikan mereka adalah Tifa, Cloud dan Barret. "Tifa! Cloud!" Kamu bangkit dan memeluk Tifa, "kukira kalian tidak akan menemukanku!" Dan melepas pelukanmu.

"Kami menemukan senjatamu diruangan sebelah dan mengetahui kau ada di sini dari seseorang di lantai 60," ujar Tifa sambil menyerahkan senjatamu.

"Jadi kau Shaffira?" Barret memandangmu.

"Ya," kamu mengangguk.

Barret menggaruk kepalanya. "Aku ingin mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkan Marlene."

"Tidak apa-apa," katamu sambil tersenyum. "Kenapa kalian di sini?"

"Kami ingin menyelamatkanmu juga Aeris. Ia juga tertangkap," kata Tifa.

"Lalu sekarang di mana Aeris?" Tanyamu.

"Entah, tapi Hojo sedang ke lantai 67," jawab Cloud.

"Kalau begitu kita harus cepat kan?" Tanyamu.

Semuanya mengangguk. Kalian langsung keluar dan segera menuju lantai 67. Kalian tiba di semacam gudang dan melihat Hojo sedang memandang ke dalam sebuah tabung yang berisi makhluk merah seberti serigala yang duduk pasif.

Kalian segera bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu yang ada di sana. Dan seorang karyawan muncul.

"Apakah itu spesimen hari ini?" Tanya karyawan itu.

Hojo mengelus-ngelus kaca tabung. "Spesimen berhargaku..." Komentarnya.

Hojo dan karyawan itu pergi dan kalian keluar dari persembunyian.

Tifa menghampiri tabung dan memandang makhluk merah di dalamnya. "Spesimen berharga...? Apakah ia akan digunakan untuk eksperimen biologis?" Ia menoleh ke arahmu dan kamu hanya mengangkat bahu.

Cloud berbalik dan melihat ke samping, ada kotak penyimpanan yang memancarkan cahaya ungu dari lubang intip. "Jenova..." Gumamnya. Ia mengintip ke dalam. Tampak sososk wanita aneh tanpa kepala. Cloud terhuyung mundur dan memegangi kepalanya.

Kamu, Tifa, dan Barret segera menghampirinya.

"Jenova... Sephiroth... Jadi... Mereka membawanya ke sini..." Gumam Cloud.

"Cloud! Bertahanlah!" Pekik Tifa.

Kamu menoleh ke arah kotak penyimpanan yang bertuliskan Jenova dan kamu mengintip ke dalamnya dan melihat sosok yang sama seperti yang dilihat Cloud.

"Ini adalah permulaan..."

"!?" Kamu terkejut dan terhuyung mundur. Keringat dingin membasahi pelipismu. "Jeno...va..."

"Apa kau melihatnya?" Cloud bertanya.

Kamu tidak mampu berkata-kata. Kamu hanya terdiam dengan wajah ketakutan.

"Melihat apa?" Barret tidak sabar, ia memandangmu dan Cloud.

"Dia bergerak..." Kata Cloud.

"Masih hidupkah?" Lanjutmu.

Barret menghela nafas dan melakukan hal yang sama denganmu dan Cloud. "Di mana $#&&## kepalanya?" Gerutunya dan menghampiri kalian. "Semua ini konyol. Kita terus saja!"

Kamu dan Cloud bangkit dan kalian meneruskan perjalanan ke lantai 68 menaiki elevator yang ada di sana.

Sesampainya di sana kalian melihat tabung besar dan Aeris di dalamnya. Hojo berada di depan tabung.

"Aeris!" Cloud menghampiri tabung itu dan kalian mengikutinya.

Hojo memandang kalian. "Aeris? Oh, itu namanya? Apa mau kalian?"

"Kami akan membawa Aerith kembali bersama kami!" Jawab Cloud dengan geram.

"Orang luar ya... Oh, kamu..." Hojo memandangmu dengan tatapan licik.

"Aeris pasti akan kami bebaskan!" Ujarmu.

"Kau seharusnya menyadari lebih cepat, kau..."

Hojo memotong ucapan Barret, "terdapat banyak hal yang remeh temeh di dunia ini."

Kamu, Cloud dan Barret melangkah maju.

"Apa kalian akan membunuhku?" Hojo tertawa kecil. "Aku rasa sebaiknya jangan. Perlengkapan di sini sangat rapuh. Tanpa aku, siapa yang bisa mengoprasikannya? Hmm?"

Cloud terhenti, "ugh."

Hojo tertawa. "Benar sekali. Aku sarankan kalian berpikir logis sebelum melakukan tindakan yang ceroboh. Sekarang, masukan spesimennya!" Hojo memberikan kode pada seseorang di dalam pengontrol mesin. Orang itu menekan tombol dan makhluk merah di lantai 67 muncul. Ia menggoyangkan ekornya ganas dan memandang Aeris.

Kalian menghampiri tabung itu cemas. "Aeris!" Teriakmu.

"Cloud! Tolong!" Aeris menjerit dari dalam tabung.

Cloud berpaling pada Hojo, "kau mau apa?"

Hojo tersenyum licik. "Memebantu spesies langka... Keduanya terancam kepunahan... Jika aku tidak membantunya, semua hewan ini akan menghilang."

Tifa terkejut. "...Hewan? Keterlaluan! Aeris itu manusia!"

"Kau akan mendapat ganjarannya!" Marah Barret.

"Cloud lakukan sesuatu pada tabung ini! Tidak bisa dibuka!" Katamu dengan panik.

Cloud menghampirimu dan ikut mencoba membuka pintu. Tapi sia-sia. "Barret! Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu?"

Barret membidik tabung itu. "Baiklah! Mundur!"

Hojo terkejut. "Berhenti!" Teriaknya.

Barret menembaki tabung itu dan tabung itu bersinar terang. Hojo bergegas menghampirinya. "Ap... Apa yang kau laku... Oh! Spesimen berhargaku..."

Pintu terbuka da makhluk merah langsung menerjang Hojo.

"Sekarang kesempatan kita menolong Aeris!" Ujarmu pada Cloud.

Cloud mengangguk dan langsung masuk ke dalam tabung dan membantu Aeris berdiri.

"Terima kasih Cloud," Aeris berlari keluar.

Ketika Cloud akan menyusulnya ia terhenti karena mendengar suara elevator dalam tabung.

"Cloud... ada apa?" Tanya Tifa.

"..." Cloud mundur beberapa langkah. "Elevatornya bergerak."

Hojo berusaha melepaskan diri dari makhluk merah. Ia tetap saja berceloteh, "ini bukan spesimen biasa. Ini adalah spesimen yang sangat ganas."

Makhluk merah itu berbalik. "Dia cukup kuat. Aku akan membantu kalian keluar," ujarnya.

Kamu terkejut dan tidak mampu berkata-kata, Barret melongo dengan mulut menganga, Aeris memandang tidak percaya, Cloud terdiam dengan pandangan heran.

"Dia bisa bicara?" Pekik Tifa kemudian.

Makhluk itu berpaling pada Tifa. "Aku bisa bicara sebanyak yang kamu mau nanti, nona."

Cloud berlari keluar dan menghampiri makhluk itu. "Kita akan tangani monster itu. Salah satu dari kalian tolong bawa Aeris ke tempat yang aman!"

"Biar aku saja," ujarmu.

"Baiklah, aku mengandalkanmu, Shaffira," kata Cloud. "Siapa namamu?" Tanya Cloud pada makhluk merah itu.

"Hojo menamaiku, Red XIII. Nama yang tidak berarti untukku. Panggil aku sesukamu," katanya sambil menggoyangkan ekor.

Kamu dan Aeris berlari ke arah pojok dan melihat yang lainnya bertarung.

"Kau yakin yang lain tidak akan apa-apa?" Tanya Aeris cemas.

Kamu tersenyum ringan. "Tenang saja, aku tahu Cloud orang yang tangguh, lagi pula, lihat monster merah itu, maksudku Red XIII. Ia memiliki materia Fire."

Aeris menghela nafas lega. Tangannya menggenggam berharap. Kalian terus memandang mereka yang bertarung.

"Tampaknya selesai." Ujarmu setelah tidak mendengar suara apa-apa. "Kita keluar."

Kalian berdua berlari menuju tabung dan menghampiri yang lainnya.

"Aeris, kau tidak apa-apa?" Tanya Cloud.

Tifa menarik nafas lega, "ia tampaknya selamat... Dalam banyak hal..."

Red XIII menoleh ke arah Tifa. "Aku juga punya hak untuk memilih pasangan. Aku tidak suka makhluk yang berkaki dua."

"Kau ini apa?" Tanya Barret pada Red dengan kening yang berkerut.

"Pertanyaan bagus," komentar Red, "tapi sulit dijawab. Aku adalah apa yang kau lihat. Kau pasti punya banyak pertanyaan, tapi sekarang kita harus keluar dari sini. Aku akan memimpin jalan," ujarnya

Aeris menghampiri Cloud. "Cloud... Jadi kau memang datang untukku."

Red melompat melewati Aeris. "Aku minta maaf atas kejadian tadi. Aku hanya bersandiwara untuk membuat Hojo lengah..."

Barret menggoyangkan lengannya. "Sekarang kita sudah menyelamatkan Aeris. Tidak ada gunanya kita di bangunan ini. Jadi ayo kita pergi!"

"Kalau kita pergi berlima secara bersamaan, kita akan ketahuan. Kita berpencar menjadi dua kelompok," kata Cloud. "Barret, kau bergerak bersama Red XIII dan Aeris, sedangkan aku bersama Tifa dan Shaffira. Kita bertemu di elevator lantai 66."

Barret mengangguk, ia segera pergi dengan Aeris dan Red. Kamu beserta Cloud dan Tifa, melihat ke arah ruang mesin, ada seorang karyawan di sana.

"Tampaknya ia menyimpan keycard 68... Aku akan mengambilnya," katamu sambil beranjak ke sana.

"Jangan! Tolong jangan bunuh aku!" Teriak karyawan itu, "aku hanya menjalankan perintah Hojo!"

"Aku tidak akan membunuhmu jika kamu menyerahkan keycard yang kamu punya," katamu dengan mata tajam menakut-nakuti.

"Ba...baik... Ini keycard untuk lantai 68." Ia menyerahkan keycard itu dan langsung lari.

Kamu menghampiri yang lainnya dan menyerahkan keycard pada Cloud. "Kita ke lantai 66," ujar Cloud.

Kalian segera menuju lantai 66, namun ketika masuk ke dalam elevator, Rude muncul dari belakang.

Cloud terkejut. "H, hei! Apa-apaan ini?"

Rude mengangkat tangannya dan menunjuk-nunjuk ke arah atas. "Bisakah kau menekan tombol naik?"

"Dia..." Kamu memandangnya tajam.

"Turks," sambung Cloud, "ini pasti perangkap..."

Tseng melangkah masuk, ia menyunggingkan senyum kemenangan. "Semua ini pasti sangat menegangkan bagi kalian... Kalian menikmatinya?"

"Ugh..." Cloud tidak bisa berbuat apa-apa.

Mereka mengikat tangan kalian bertiga. Kamu hanya terdiam tanpa menatap mereka, terutama Rude yang dulunya adalah teman akrabmu. Mereka membawa kalian ke lantai paling atas menuju kantor presiden.

"Kalian semua juga tertangkap?" Kaget Cloud ketika melihat Barret dan Red XIII. Tapi ia tidak melihat Aeris. "Di mana Aeris?" Ia menoleh pada presiden.

"Di tempat yang aman," Presiden Shinra beranjak dari tempatnya. "Ia adalah Ancient yang terakhir... Apa kamu tidak tahu? Mereka menyebut diri mereka Cetra, dan mereka hidup ratusan tahun yang lalu. Sekarang mereka hanya merupakan sejarah."

Red menggoyangkan ekornya dengan malas. "Cetra... gadis itu, apakah Cetra yang tersisa?"

"Cetra atau Ancient akan menunjukkan jalan ke "Promised Land". Aku berharap banyak darinya," jawab Presiden Shinra.

"The Promised Land? Bukankah itu hanya legenda?" Tanya Red.

Presiden menatap Red. "Walaupun demikian, terlalu menarik untuk tidak dikejar. Dikatakan bahwa Promised Land sangat subur. Jika tanahnya subur..."

"Maka pasti ada Mako!" Potong Barret dengan marah.

"Tepat sekali!" Presiden tersenyum. "Karena itu reaktor Mako kami menjadi suatu kebutuhan. Mako yang berlimpah akan keluar dengan sendirinya. Di sanalah Neo-Midgar akan dibangun. Kejayaan baru Shinra..."

Barret mencoba memberontak dari ikatannya. "#$%^#$$! Jangan mimpi!"

"Oh, apa kamu tidak tahu? Saat ini satu-satunya yang diperlukan untuk mewujudkan mimpimu adalah uang dan ilmu pengetahuan. Baiklah, sudah cukup pertemuan kita," kata Presiden.

Rude masuk. "Ayo! Ke arah luar ke sini!"

Kamu, Cloud, Tifa dan Red beranjak.

"Tunggu..." Kata Presiden, "biarkan gadis berbaju biru itu di sini."

"Kau tetap di sini," kata Rude padamu.

Kamu berhenti melangkah dan terdiam ditempatmu.

"Shaffira?"

Kamu menoleh ke arah Cloud, "tenang saja... Tidak akan apa-apa..."

Cloud hanya terdiam dengan wajah cemas namun ia segera pergi bersama Tifa dan Red.

"Tunggu sebentar! Ada banyak yan ingin kukatakan padamu!" Teriak Barret dan Rude menariknya keluar.

"Kalau kau membutuhkan hal lain... Bicarakan dengan seketarisku..." Komentar presiden. "Nah," ia berpaling padamu. "Bagaimana dengan penghianat Shinra yang satu ini? Mantan Ketua Departemen Ekonomi Masyarakat Shinra?" Ia memandangmu dengan pandangan tajam.

Kamu membuang muka, "aku sudah tidak ada urusan lagi dengan masalah kedepartemenan Shinra."

"Aku heran, kenapa Rufus begitu menyukaimu sampai memintamu untuk bergabung dengan Shinra lagi," katanya.

"Mana kutahu," katamu dengan dingin.

Presiden menghela nafas, "tampaknya, tidak ada yang harus kukatakan lagi. Kau memang sangat merepotkan."

"Aku tidak memintamu untuk mengurusiku," katamu.

Rude masuk ke dalam dan membawamu pergi, kalian menuju lantai 67.

"Reno sudah bilang kalau kau bertemu dengan kami kau harus kabur," Rude membuka suaranya.

Kamu berhenti melangkah dan memandangnya, tersenyum lalu berjalan lagi. "Kau tahu... Aku sudah lelah sekali waktu itu... Berdiri saja rasanya tidak sanggup," katamu.

"Aku dan Reno sangat mencemaskanmu, terutama Reno, ketika ia tahu aku diperintahkan untuk menangkapmu, ia berharap aku tidak menemukanmu. Tapi harapan tidak terkabul, karena aku menemukanmu." Rude menyunggingkan senyum tipis.

"Aku tahu, karena Turks tidak mungkin melalaikan tugas. Tenang saja... Aku baik-baik saja," kamu tersenyum pada Rude yang memandang cemas dirimu.

Kalian menuju ruang tahanan lantai 67.

"Jangan tempatkan ia di tempat yang sama dengan gadis berbaju pink," kata Rude pada penjaga di sana.

"Baik," kawab penjaga itu.

Rude meninggalkan kalian. Penjaga itu melepas tali ikatanmu dan menggiringmu ke sel tengah. Kamu masuk ke sel itu dan penjaga mengunci pintunya.

"Benar-benar deh..." Gerutumu dan menoleh ke arah tempat tidur, ada Tifa di sana.

"Shaffira! Syukurlah kau selamat!" Ujar Cloud menghampirimu.

Mendengar namamu disebut Tifa langsung bangun. "Shaffira? Ah, Syukurlah aku sangat mencemaskanmu."

Kamu tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Rude bersamaku."

Cloud mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?"

"Oh, maksudku rudder bersamaku. Aku tahu bagaimana menjalankan kapalku agar aku selamat pada interogasi, begitu maksudku." Sangkalmu asal-asalan. "Bagaimana dengan yang lainnya?" Tanyamu kemudian.

"Barret dan Red XIII ada diruangan sebelah kanan dan Aeris di sebelah kiri. Kami sempat berbincang tadi," jawab Cloud.

"Begitu?" Kamu memastikan.

Tifa mengangguk. "Ya. Tapi sebaiknya kita beristirahat."

Kamu dan Tifa tidur di tempat tidur yang ada di sana, sedangkan Cloud tertidur duduk bersandarkan dinding.

Writer's POV

Cloud terbangun dan melihat pintu sel terbuka.

'Pintunya terbuka... Kapan terbukanya?' Ia bertanya-tanya dalam hati dan segera bangkit menuju keluar. Di luar ia menemukan seorang prajurit yang terbaring di lantai, tewas...

Cloud memeriksa prajurit itu. "Apa yang terjadi?" Ia bertanya-tanya, lalu kembali ke selnya membangunkan Tifa dan Shaffira.

Your POV

"Tifa... Shaffira... Bangun!"

Kamu mendengar suara Cloud dan terbangun, begitu juga dengan Tifa.

"Ada apa?" Tanya Tifa.

"Ada yang tidak beres," ujar Cloud dengan wajah cemas, "lihatlah keluar."

Kalian berdua mengikuti Cloud dan melihat mayat prajurit yang terbaring di lantai.

Tifa mengamati prajurit itu. "Kira-kira apa yang terjadi?"

"Kurasa kunci dipegang olehnya," kata Cloud.

Kamu memeriksa kantong baju prajurit itu dan menemukan dua buah keycard. "Kau benar... Ini keycardnya," katamu sambil memberikannya pada Cloud.

"Tifa, tolong jemput Aeris," pinta Cloud sambil memberikan sebuah keycard. "Aku akan menjemput Barret dan yang lainnya."

Tifa mengangguk dan segera menuju sel Aeris. Dan Cloud, ia menuju sel Barret dan Red.

Kamu tetap memeriksa prajurit itu dan melihat luka cabikan yang aneh. 'Ini agak aneh... Tidak ada menusia yang bisa melakukan ini kecuali...' Kamu tidak melanjutkan pikiranmu karena Barret dan Red datang.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Barret.

Red memandang luka prajurit itu. "Tidak ada manusia yang bisa melakukan ini. Aku pergi." Red berlari.

"Tunggu! Aku akan ikut bersamamu!" Kamu mengejar Red.

Kalian berlari menuju lab tempat Red sebelumnya terkurung. Kalian melihat lubang besar pada kotak penyimpanan Jenova, mayat seorang pegawai dan jejak darah yang besar pada lantai.

"Ya Tuhan... Dia terlepas?" Kamu memandang kotak itu tidak percaya.

Cloud dan yang lainnya datang.

"...Apakah dia melarikan diri? Jenova...?" Tanya Cloud.

"Spesimen Jenova..." Gumam Red, "sepertinya ia menggunakan elevator untuk spesimen."

"Kita kejar dia," ujarmu.

Kalian semua naik elevator ke lantai 68 dan mengikuti jejak darah yang ada di lantai menuju lantai 69 dan lantai teratas... Lantai 70.

"Astaga!" Pekikmu ketika melihat Presiden Shinra yang tewas di mja kerjanya dengan sebuah pedang panjang menikam punggungnya.

"Dia mati... Pemimpin Shinra Inc mati..." Barret memandang tidak percaya.

Tifa terkejut melihat pedang itu. "Jadi pedang itu adalah... ?"

"Milik Sephiroth!" Lanjut Cloud tidak kalah terkejutnya.

"Ternyata... benar..." Gumammu.

"...Sephiroth masih hidup? The Great Sephiroth?" Tifa bertanya-tanya.

Cloud masih memandangi pedang itu. "...Sepertinya demikian. Hanya Sephiroth yang bisa menggunakan pedang itu."

Kamu mengangguk. "Masamune... Itu pedang kesayangan yang selalu dipakainya."

"Oh, kau tahu rupanya," Cloud berpaling padamu, "pelakunya pasti benar-benar Sephiroth."

Barret menggerutu tidak sabar, "siapa peduli siapa pelakunya? Ini adalah akhir dari Shinra!"

"Uh!"

Kalian mendengar suara dan menoleh ke arah suara itu. Seorang pria gendut sedang bersembunyi di balik pilar dan mencoba melarikan diri, namun Cloud dan Barret menangkapnya.

'Dia Palmer, Ketua Departemen Ruang Angkasa. Ternyata dia selamat... Kalau saja Nii-san melihatnya, dia pasti sudah terbunuh..' Pikirmu.

"T...t...t...tolong jangan bunuh aku!" Teriak Palmer.

"Apa yang terjadi?" Tanya Cloud.

Palmer gemetaran. "Se...Sephiroth. Sephiroth datang."

Mata Cloud berkilat tajam. "Apa kau melihatnya? Apa kau melihat Sephiroth?"

"Yeah, aku melihatnya! Aku melihatnya dengan kepalaku sendiri," jawab Palmer dengan ketakutan.

"Kau benar-benar melihatnya?" Tanya Cloud sekali lagi.

"Uh! Untuk apa aku berbohong di saat seperti ini? Dan aku mendengar suaranya juga! Um, dia mengatakan sesuatu mengenai bahwa ia tidak akan membiarkan kita mendapatkan Promised Land," kata Palmer.

Tifa memandang bingung. "Lalu apa? Apa ini artinya Promised Land benar-benar ada dan Sephiroth ada di sini untuk menyelamatkannya dari Shinra?"

"Jadi dia orang baik?" Tanya Barret pada Cloud.

Mata Cloud berkilat tajam dan marah. "Menyelamatkan Promised Land? Orang baik? Mana mungkin! Tidak semudah itu! Aku mengenalnya! Misi Sephiroth berbeda!"

Kamu memandang Cloud bingung. 'Siapa itu Cloud? Aku tidak mengerti! Kenapa ia kenal Nii-san? Dia seperti Zack... Tapi... Dia bukan Zack... Apa dia prajurit yang waktu itu? Tapi... Kurasa bukan... prajurit yang waktu itu bukan SOLDIER melainkan hanya prajurit kelas rendah biasa.' Pikiranmu bercampur aduk antara bingung dan tidak percaya dan buyar setelah mendengar suara helikopter.

Palmer melarikan diri keluar balkon.

"Rufus! #$#$%&%^%$! Aku melupakannya!" Maki Barret.

"Siapa itu?" Tanya Tifa.

"Wakil presiden Rufus. Anak laki-laki presiden," jawab Barret.

Cloud mengejar Palmer dan disusul kamu dan yang lainnya. Di balkon, Rufus sudah berdiri dan Palmer berbicara padanya.

"Jadi... Jadi Sephiroth memang di sini..." Ujar Rufus lalu berpaling pada kalian. "Ngomong-ngomong..." Ia memandang kalian semua dan Palmer segera melarikan diri ke helikopter. "Siapa kalian?" Tanyanya.

"Aku Cloud, mantan SOLDIER First Class!"

"Aku dari AVALANCHE!" Ujar Barret.

"Aku juga!" Sahut Tifa.

"...Gadis penjual bunga dari daerah kumuh," sambung Aeris.

"Spesimen penelitian," Red menggoyangkan ekornya.

"...Seorang pengelana..." Kamu memalingkan wajah dengan malas.

Rufus memandangmu sejenak lalu mengangkat bahu. "Kelompok aneh..." Komentarnya. Dia mengusap rambutnya. "Yah, Aku Rufus. Presiden dari Shinra, Inc."

"Kau jadi presiden hanya karena ayahmu tewas!" Maki Barret.

"Itu benar. Sekaligus aku akan membiarkanmu mendengar pidato pengangkatanku..." Ia memandang Cloud lalu melewati Tifa. "Ehm... Orang tua mencoba mengontrol dunia dengan uang. Sepertinya berhasil. Masyarakat berpikir bahwa Shinra akan melindungi mereka." Ia berjalan melewati Aeris. "Bekerja di Shinra, dapatkan uang. Jika teroris menyerang, pasukan Shinra akan menolong kalian. Dari luar keliahatannya sempurna."

Kamu melihat ia berjalan menghampirimu dan terhenti di depanmu. "Tapi caraku berbeda. Aku akan mengontrol dunia dengan rasa takut. Aku tidak akan melakukannya seperti ayahku."

Rufus tersenyum tipis dan memandangmu tajam, lalu berjalan kembali lagi ke depan kalian. "Sedikit rasa takut akan mengontrol pikiran orang awam. Tidak perlu buang-buang uang untuk orang-orang seperti mereka," ujarnya.

Suasana sunyi sesaat.

"Dia suka berpidato sama seperti ayahnya." Keluh Tifa.

Cloud berbalik. "Cepat lari dari bangunan ini bersama Aeris!"

"Apa?" Bingung Barret.

"Aku jelaskan nanti! Barret! Ini krisis yang sebenarnya bagi planet!"

"Apa maksudmu?" Tanya Barret.

"Ceritanya nanti saja! Percayalah padaku! Aku akan menyusul setelah membereskan Rufus!" Cloud mendesak.

Kamu mengangguk mengerti. "Barret! Lebih baik kita pergi sekarang!"

"Baiklah!" Kata Barret akhirnya. "Cloud!"

Kalian melarikan diri dan ketika sampai di lantai 69, Aeris terhenti sesaat di depan pintu. "Cloud... Aku baru teringat sesuatu."

Kamu berpikiran macam-macam lalu berlari menaiki tangga ke lantai 70. "Aku akan memastikan Cloud! Kalian cepat lari! Nanti aku akan menyusul!" Teriakmu.

"Tunggu dulu!" Cegah Tifa.

"Aku akan baik-baik saja! Semuanya cepat lari! Aku ada sedikit urusan dengan Rufus!" Kamu segera berlari naik. Dan yang lainnya tidak mengejarmu.

Kamu berlari kencang ke balkon dan melihat Rufus dan Cloud berbincang.

"Mm? Apa kau tahu kalau Sephiroth adalah Ancient?" Tanya Rufus.

"...Banyak hal yang telah terjadi. Pokoknya aku tidak bisa membiarkan kau atau Sephiroth memiliki Promised Land!" Cloud mencabut pedangnya.

Rufus tersenyum tipis. "Begitu...?" Ia mengeluarkan senjatanya dan seekor Dark Nation melompat keluar dari helikopter. "Berarti kita tidak bisa jadi teman."

Kamu berjalan menghampiri mereka dan Rufus melihatmu, ia tersenyum. "Begitu juga denganmu, kan? Shaffira?"

Cloud terkejut dan berbalik. "Shaffira! Kenapa kau di sini?"

Kamu mengeluarkan rantaimu dan memasang kuda-kuda. "Tentu saja... Rufus... Aku tidak mau menjadi temanmu... Dan Cloud, aku ke sini karena ingin membantumu... Dua lawan satu itu curang... Makanya aku ada di sini."

"Huh..." Cloud tersenyum dan juga memasang kuda-kuda. "Kau cukup mengurusi anjing itu."

Tanpa dikomando kalian berdua menerjang maju. Kamu menyerang Dark Nation dan Cloud menyerang Rufus.

Kamu menyentakkan rantaimu ke lantai sehingga anjing itu mundur, ia melolong dan menciptakan Barrier pada Rufus.

"Sial!" Umpatmu. "Maaf, Cloud! Aku tidak sempat mencegah!" Teriakmu.

Kamu menerjang anjing itu dan melemparkan rantaimu sehingga melilit di leher anjing itu. Anjing itu melolong lagi da menciptakan Barrier pada dirinya sendiri.

'Hanya Barrier dan bukan Magic Barrier... Kalau begitu...' Kamu menarik rantaimu dan mengendalikan agar Dark Nation tidak ke mana-mana. Kamu mengucapkan sebuah mantra, aura merah keluar dari tubuhmu. "FIRE!" Api menyambar tubuh Dark Nation. Karena efek dari Wizard Earring-mu, api menyambar sebanyak 10 kali sehingga anjing itu langsung roboh.

"Heh... Cukup untuk hari ini." Rufus melompat ke helikopter dan melarikan diri.

"Ah! Jangan lari!" Teriakmu mengejarnya begitu juga dengan Cloud, tapi terlambat ia sudah jauh.

"Sekarang kita harus menyusul yang lainnya!" Ujar Cloud. Ia menarik tanganmu. "Ayo, Shaffira! Kita bergegas!"

Kalian berlari turun ke lantai 69 dan bertemu dengan Tifa di pintu.

"Mana Rufus?" Tanya Tifa.

"Kami tidak bisa menghabisinya. Sepertinya semua semakin rumit," jawab Cloud dengan suara yang terburu-buru.

"Kalau begitu bagaimana sekarang?" Tanya Tifa lagi.

Cloud mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai. "Tifa, apa kau ingat kendaraan yang ada di lantai dua?"

Tifa mengangguk. "Ya, kenapa?"

"Baiklah! Kita pakai kendaraan itu untuk kabur. Sekarang kita harus ke lantai dua!" Ujar Cloud.

Kalian langsung berlari ke elevator dan menuju ke lantai dua.

"Kuharap yang lainnya baik-baik saja," ujar Tifa sambil menyentuhkan jarinya ke bibirnya.

Kamu menepuk bahunya. "Tenang saja... Semua akan baik-baik saja. Aeris pernah bilang untuk jangan menyerah!"

Tifa mengangguk dan tersenyum. "Kau benar..."

Elevator berdenting dan berhenti. "Kita sampai..." Cloud keluar dan kalian berdua menyusulnya.

Di aula lantai itu kalian melihat satu motor dan satu mobil. Cloud menghampiri kedua kendaraan itu. "Kira-kira di mana kuncinya?"

"Aku akan cari." Kamu menghampiri sebuah meja dan mengaduk-aduk lacinya. Kamu menemukan 2 buah kunci. "Ketemu!"

"Baiklah, Tifa, tolong jemput yang lainnya. Kemungkinan mereka ada di bawah," ujar Cloud.

"Ah, biar aku saja," katamu sambil menyerahkan kedua kunci itu pada Cloud.

Cloud menggeleng, "tidak. Lebih baik Tifa." Ia mengambil kunci dan menyalakan motor, lalu menyerahkan kunci yang satunya pada Tifa. "Tifa, kau bisa mengendarai mobil kan? Panggil yang lainnya dan langsung naik mobil."

Tifa memandang bingung. Tapi ia langsung mengangguk. "Baiklah." Ia menyambar kuncinya lalu segera turun ke bawah.

Kamu berbalik pada Cloud. "Apa maksud..."

"Dengar..." Cloud menaiki motornya. "Pasukan bermotor Shinra pasti mengejar kita. Kita berdua bisa menghalau mereka. Kau menggunakan rantai dan aku dengan pedangku."

Kamu diam dan membiarkan Cloud melanjutkan kata-katanya. "Kita melindungi yang lainnya dari serangan pasukan bermotor Shinra, jangan sampai mereka merusak mobil sehingga yang lainnya tidak bisa kabur. Ketika mereka akan menyerang, kita harus lebih dulu menghajar mereka..." Ia berpaling padamu. "Kau mengerti?"

Kamu mengangkat bahu. "Entah... Tapi kalau dalam pertarungan sesungguhnya mungkin aku akan mengerti."

Cloud tersenyum. "Kalau begitu, ayo!"

"Ya!" Kamu naik ke motor.

Cloud melajukan motornya. Terlihat yang lainnya datang. Tifa langsung naik ke dalam mobil bersama Aeris dan Barret di belakang. Red segera naik ketika mobil sudah melaju.

Mobil menerobos kaca Shinra. Berhenti ketika menemukan kamu dan Cloud di depan mereka. Cloud melajukan motornya lagi dan mendarat di sebuah jalan, begitu juga dengan mobil yang lainnya. Kalian menerobos jalan layang, dan pasukan Shinra mengejar.

Ketika salah satu motor Shinra melewati sebelah kalian, Cloud mengayunkan pedangnya ke ban motor itu, motor pasukan itu pecah dan motor oleng hingga terjatuh.

"Yang seperti itu!" Teriak Cloud.

Kamu mangangguk mengerti. "Ok!"

Sebuah motor menyerang mobil rekanmu dan kamu mengayunkan rantaimu, rantai tersangkut di stang motor, kamu menariknya hingga motor itu jatuh. Kalian melewatinya.

"Yang begitu?" Tanyamu keras.

"Yeah!"

Kondisi seperti itu terjadi berulang kali, kalian berdua menghalau dan menyerang. Sampai akhirnya sebuah robot besar mengejar kalian.

"Apa itu?" Teriakmu.

"Sepertinya masalah baru..." Keluh Cloud.

Cloud melajukan motornya lebih kencang dan pada ujung jalan ia mengerem dan motor berhenti menyamping dengan bunyi decitan keras. Begitu juga dengan mobil yang lainnya.

Kamu dan Cloud turun dari motor. Tifa dan Aeris turun dari dalam mobil. Red dan Barret juga turun.

"Kau tahu... Kalau kau menyuruhku memakai kemampuan Wizard Earrings, jujur saja, MP-ku habis..." Ujarmu sambil menatap cemas robot yang berlabel besi Motor Ball di depannya.

"Huh..." Desah Cloud. "Kalau kau berpikir aku akan meminjam anting itu, kau salah besar, karena MP-ku juga habis gara-gara melawan Rufus."

"Bagaimana dengan limit?" Tanyamu.

"Entah!" Ledakan keras dari Motor Ball membuat kalian berdua melompat, robot itu melontarkan misil-misil ke arah kalian. Misil-misil itu menghantam aspal.

"Minggir semua!" Ketika kalian berdua mendarat, Barret maju dan membidik senapannya. "Big Shot!" Energi berkumpul di depan senapannya, membuat bola api besar. Bola api itu terlontar dan menghantam Motor Ball.

Cloud maju dan menebaskan pedangnya pada kabel-kabel robot itu. Motor Ball mengamuk, dan menabrakkan tubuhnya pada Cloud yang segera menghindar.

"Lightning!" Aeris mengangkat tongkatnya dan petir menyambar Motor Ball.

"Ice!" Tifa meng-cast Ice, Motor Ball sedikit terhenti karena persendiannya ada yang membeku.

Kamu melompat dan melilitkan rantaimu, sehingga robot itu benar-benar tidak bisa bergerak. Red melompat ke atas Motor Ball, seperti mencari-cari lalu ia menggigit dan memutuskan sebuah kabel.

"Semua! Lari!" Teriaknya.

Kalian semua langsung lari, cahaya keluar dari robot itu dan robot itu akhirnya meledak.

"Selesai?" Kamu bertanya memastikan.

"Tampaknya begitu," ujar Tifa.

Barret berbalik. "Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Sephiroth masih hidup. Aku... aku harus menyelesaikan semuanya," kata Cloud.

"Dan itu akan menyelamatkan planet?" Tanya Barret.

"...Sepertinya begitu," Cloud terlihat agak tidak yakin.

"Baiklah, aku ikut," kata Barret.

Aeris maju beberapa langkah mendekati Cloud. "Aku ikut juga... Ada sesuatu yang ingin kuketahui."

Cloud berbalik, "mengenai Ancient?"

"...Mengenai banyak hal," jawab Aeris.

"Aku juga harus pergi dari Midgar... Urusanku sudah tidak ada di kota ini..." Ujarmu.

Tifa tersenyum tidak pasti. "Aku rasa ini berarti perpisahan dengan Midgar."

Kalian semua turun dari jalan dan tiba di luar kota Midgar dengan menggunakan tali pengait pengangkut besi.

Cloud berjalan keluar. "Jadi..." Ia berbalik. "Ayo, berangkat!"

"Kita butuh pemimpin kelompok untuk perjalanan kita. Karena akulah yang bisa menjadi pemimpin," kata Barret.

Tifa memiringkan pandangannya. "Kau pikir begitu?"

Aeris menghampiri Cloud. "Aku rasa orang itu haruslah Cloud."

Barret langsung terhenti dan melihat ke arah Aeris.

"Aku tidak mau komentar deh... Siapa pun boleh," katamu.

"$^&#$%^... Baiklah. Pergilah ke timur laut, ke kota bernama Kalm. Jika ada sesuatu kita bertemu di sana." Barret duduk, "lagi pula, kita tidak bisa membawa 6 orang berjalan bersama-sama. Bagilah menjadi dua kelompok.

Cloud mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai. "Barret, kau bersama Tifa dan Aeris. Aku bersama Shaffira dan Red."

"Baiklah. Sampai jumpa di Kalm," kata Aeris.

"Kalian berhati-hatilah," lanjut Tifa.

"Kita bertemu di penginapan," kata Barret.

Mereka bertiga mulai berjalan dan pergi meninggalkan Midgar. Kamu berbalik pada Cloud. "Sekarang, bagaimana?"

"Apanya?" Cloud balik bertanya.

"Memangnya kau tahu di mana Kalm?"

"Tinggal ke arah timur laut kan?"

"...Timur lautnya di mana?" Tanyamu.

Kalian berdua terdiam bingung. Red menggerakkan ekornya dengan malas. "Kenapa tidak tanya orang lewat saja?"

"...Orang lewat bagaimana?"

Cloud melangkah, "sudahlah, kita jalan saja. Mudah-mudahan ada petunjuk."

Kamu menghela nafas khawatir dan mulai mengikuti cloud bersama Red.

"..."

"..."

"..."

Kalian bertiga hanya diam sepanjang perjalanan. Cloud memang pendiam, kamu tidak mau bicara kalau tidak ada keperluan, dan Red makhluk yang tidak bisa dimengerti.

"Ada apa, Cloud?" Tanyamu ketika Cloud terhenti dan menghampiri sebuah papan.

"Petunjuk jalan..." Red mengikutinya.

Cloud mengamati papan berwarna hijau itu. "Kalm tinggal melewati jalan yang itu..." Katanya sambil menunjukkan sebuah jalan. Ia melangkah lagi.

"Yea,yea..." Kamu mengikutinya dengan malas.

Kalian berjalan lagi tanpa berbicara apa pun. Matamu terkadang melirik ke kanan kiri, mengamati sekitar dengan agak bosan.

"Hei..." Cloud membuka suaranya. Kamu menoleh padanya. Ia terhenti dan terdiam di tempatnya. Ia memandangmu dengan pandangan agak tajam dan curiga.

"Apa?" Tanyamu yang juga ikut terhenti.

"Kalau kalian ingin bicara, silakan saja, aku ingin istirahat di bawah pohon. Aku tidak peduli dengan pembicaraan kalian," Red berjalan malas ke arah sebuah pohon rindang.

Kamu dan Cloud memandangi Red, makhluk itu bermalas-malasan di bawah pohon.

Cloud melangkah mengikuti Red. "Kurasa, kita harus istirahat. Kita bicarakan ini sambil santai, ok?"

Kamu mengangkat bahu, "terseraaaah," dan mengikutinya.

Cloud duduk di atas sebuah batu, kamu duduk bersender pada pohon, Red bermalas-malasan dengan tidur sambil menggoyangkan ekornya sesekali tidak jauh di sebelahmu.

"Jadi... Apa yang ingin kau katakan?" Tanyamu sambil memainkan jarimu.

Cloud menatapmu. "Waktu itu, kau belum menjelaskan... Kau bukan ingin bergabung dengan AVALANCHE ataupun mata-mata seperti yang kau bilang... Dan kau juga mengatakan kalau selain Sephiroth ada lagi yang kau ingin pastikan yaitu aku dan..." Ia terdiam sejenak, "siapa orang selain aku yang ingin kau pastikan?"

"Jangan berbohong lagi... Apa yang kau inginkan dariku?" Ujarnya dan membuatmu sedikit terkejut. "Kau bukan ingin bergabung dengan AVALANCHE ataupun mata-mata seperti yang kau bilang kan?" Kamu memandangnya tidak percaya ketika ia melanjutkan kata-katanya itu.

Tapi akhirnya kau tersenyum. "Ketahuan ya... Yeah... Sebenarnya selain Sephiroth, ada yang ingin kupastikan lagi."

"Apa itu?"

"Kau dan..."

Kamu tersenyum simpul. "Yeah... Kau dan seorang lagi..."

"Siapa?" Tanyanya cepat.

'Zack? Diakah yang harus kupastikan? Mungkin... Tapi seorang lagi yang lebih penting.' "Seorang prajurit yang telah membunuh Sephiroth sebelumnya..."

"Membunuh?" Cloud tersentak kaget.

"Entah, mungkin saat itu Sephiroth tidak terbunuh. Lagi pula ia muncul di Shinra HQ."

"Bagaimana kau bisa tahu?" Tanya Cloud cepat, "kalau Sephiroth sebelumnya dibunuh?"

'Inilah yang harus kupastikan!' "Akan kuceritakan...Waktu itu aku di Reactor Mako Mt. Nibel..."

Writer's Pov

"Wow, inikah Kalm?" Aeris memandang sekitar dengan kagum.

"Biru dan terlihat tenang seperti namanya yang terdengar seperti kata calm (tenang)." Komentar Tifa.

Barret menggerutu keras, "siapa yang peduli, sekarang kita harus ke penginapan menunggu yang lainnya."

Tampaknya kedua gadis di depan Barret tidak memperdulikannya.

"Heei, Tifa... Kau kira kenapa Cloud memilih Shaffira ikut bersamanya?" Tanya Aeris.

Tifa menggeleng pelan. "Entah... Kurasa karena Cloud tidak begitu percaya padanya... Barang kali..."

"Apa karena Cloud menyukainya?" Aeris bergumam sendiri.

"Siapa yang peduli dengan mereka $$%#$^#! Mereka lamban! Kita bergegas ke penginapan!" Gerutu Barret keras.

Mereka bertiga segera masuk ke penginapan.

Your Pov

"Begitulah..." Kamu mengakhiri ceritamu yang dimulai dari ketika kau berada di dalam Reactor Mako Mt. Nibel dan melihat seorang prajurit menusuk Sephiroth.

"Lalu? Apa yang kau lakukan setelah melihat Sephiroth jatuh?" Tanya Cloud dengan antusias.

"Aku keluar... Dan lupa..." 'Mana mungkin aku bilang kalau ketemu Turks.'

Cloud memincingkan matanya, "sama..."

"Apa?"

"Tidak..." Elaknya lalu ia berdiri. "Akan kuceritakan sesuatu yang penting nanti. Sekarang kita lanjutkan perjalanan." Ia mulai melangkah, tapi langusng terhenti lagi dan berbalik padamu.

"Apa?" Tanyamu.

"Aku teringat sesuatu... Bagaimana Rufus mengetahui namamu? Padahal kau hanya mengatakan padanya kalau kau seorang pengelana... Kalian sudah saling kenal?" Cloud memandangmu curiga.

Entah kenapa kamu teringat dengan Heiren dan Cecill juga anggota Turks lainnya. "Entahlah..."

"Aku benci jawabanmu..." Komentar Cloud, ia tidak bertanya lagi dan mulai berjalan.

Setelah lama berjalan kalian tiba di kota yang serba biru tenang.

"Jadi ini Kalm?" Kamu memandang sekitar. "Yang lain pasti sudah tiba, ayo kita ke penginapan."

Kalian masuk ke penginapan dan langsung menuju lantai atas di mana yang lainnya berada.

"Cloud, kau terlambat!" Ujar Aeris ketika melihat cloud.

"Hei, kalian terlambat," gerutu Barret.

"Maaf membuat kalian menunggu..." Kalian bertiga menghampiri yang lainnya.

"Kurasa semuanya sudah di sini sekarang," kata Aeris sambil memandang semuanya.

Barret beralih pada Cloud. "Ayo, kami mau mendengar ceritamu... Itu, tentang Sephiroth dan krisis yang dialami planet. Ayo, ceritakan semuanya."

Cloud menatap lantai... Kemudian ke Barret. "...Dulu aku ingin seperti Sephiroth, karena itu aku bergabung dalam SOLDIER. Setelah bekerja sama dengan Sephiroth pada beberapa misi, kami menjadi teman."

Barret mengangkat tangannya ragu. "Kau bilang teman?"

"Apa tidak seperti rekan kerja saja?" Komentarmu.

"Yah, bagaimana ya... Dia lebih tua dariku dan dia jarang membicarakan dirinya sendiri."

"..." Tifa terdiam.

"Jadi kurasa kau bisa sebut dia teman seperjuangan... Yah atau rekan kerja seperti yang dikatakan Shaffira. Kami mempercayai satu sama lain. Sampai suatu hari..."

"...suatu hari?" Aeris memandang Cloud ingin tahu.

"Setelah perang, SOLDIER memiliki tugas untuk memadamkan segala bentuk perlawanan terhadap Shinra... Itu sekitar 4 tahun yang lalu. Aku berusia 16 tahun..." Cloud mengangkat kepalanya ke atas. "Kami mengendarai truk militer dalam perjalanan berbatu-batu sepanjang jalan tua, yang nyaris terlupakan..."

Writer's Pov

Wiper kendaraan hanya membantu sedikit dalam melawan hujan yang turun deras. Cloud berdiri dekat ujung truk. Dua pasukan Shinra duduk di atas kotak kayu. Sephiroth duduk di kotak lainnya.

Cloud melongok keluar. "Hujannya luar biasa..." Ia berjalan menghampiri prajurit yang duduk di kotak kayu dekat pintu, prajurit itu terlihat pucat dan mual.

"Hei, bagaimana keadaanmu?" Tanya Cloud.

Prajurit itu mengibaskan tangannya pelan, kemudian duduk lebih merosot. "Aku baik-baik saja."

Cloud mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai. "Seperti apa ya rasanya...? Aku tidak pernah mabuk kendaraan." Dia menghampiri prajurit lainnya. "Baik-baik saja?" Dia berjalan lagi ke tengah truk dan mengusap keningnya.

Sephiroth mengangkat kepalanya. "Hei..."

Cloud menoleh.

"Tenanglah sedikit," ujar Sephiroth.

Cloud melakukan squat thrusts. "Mereka memberiku materia baru. Aku tidak sabar untuk mencobanya."

"Seperti anak kecil saja..." Komentar Sephiroth.

Cloud berhenti dari squat thrustsnya. "Kau akan memberikan pengarahan mengenai misi ini kan?"

"...Ini bukan misi biasa..." Nada bicara Sephiroth terdengar sedikit malas.

"Bagus!"

"Kenapa bilang begitu?" Kali ini ia bingung dengan SOLDIER di hadapannya ini.

"Aku bergabung dengan SOLDIER agar bisa seperti dirimu. Tapi saat aku mencapai First Class, perang telah usai. Harapan besarku untuk menjadi pahlawan seperti dirimu berakhir bersamaan dengan perang. Karena itulah aku selalu mendaftarkan diri setiap ada misi besar. Semacam cara untuk membuktikan kemampuan diriku," Cloud berkata panjang lebar tanpa ada rasa lelah.

Ia berbalik. "Lalu, bagaimana perasaanmu, TUAN Sephiroth?"

"... Aku pikir kau yang minta pengarahan misi..." Sephiroth terdengar lelah sambil menggerakkan jari-jarinya.

Cloud mengusap rambutnya dan melangkah ke arah Sephiroth. Sephiroth menghela nafas dan mulai menjelaskan. "Misi kita adalah menyalidiki Reactor Mako yang sudah tua. Ada sejumlah laporan tentang reaktor yang rusak dan menghasilkan makhluk-makhluk buas. Pertama-tama, kita harus menghabisi makhluk-makhluk itu, kemudian mencari dan menemukan masalahnya untuk diselesaikan."

Cloud mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai. "Makhluk buas? Di mana?" Tanyanya.

"Reaktor Mako Nibelheim..."

"Nibelheim... Aku berasal dari sana," kata Cloud dengan sedikit senyum.

Sephiroth menganggukkan kepalanya. "Hm... Kampung halaman..."

Bruak! Benturan keras mengguncangkan seisi truk. Pengemudi menoleh ke belakang. "Pak... a...ada sesuatu yang aneh menabrak truk kita!"

Sephiroth berdiri. "Itu monster kita..."

Your Pov

"Ternyata seekor naga besar yang menghambat perjalanan kami. Sephiroth mengalahkan naga itu hanya dengan dua kali tebas saja. Kekuatan Sephiroth seperti khayalan. Dia jauh lebih kuat dibandingkan semua dalam semua cerita yang pernah kalian dengar mengenai dirinya," Cloud menghentikan penjelasannya.

"Jadi... Di mana kau berada?" Tanya Aeris.

Cloud menunjuk dirinya sendiri. "Aku?" Ia seperti ingin tertawa. "Aku terpesona melihat Sephiroth yang bertarung."

"..." Tifa hanya diam. Kamu memandang gadis berambut cokelat tua itu. Ia memegang dagunya dan seperti terlihat bingung.

"Hei... Tifa..." Kamu berbisik dan perlahan mendekatinya.

"Hm?"

"Ada yang salah?" Tanyamu.

Tifa tersenyum dan menggeleng. "Tidak," jawabnya, tapi terdengar ragu.

Kamu hanya diam dan tidak ingin bertanya lagi. Mungkin kamu akan bertanya lagi setelah cerita Cloud selesai. Itu yang ada di pikiranmu.

"...kemudian kami mencapai Nibelheim," Cloud melanjutkan ceritanya.

Writer's Pov

Cloud dan kawan-kawan tiba di gerbang Nibelheim, kampung halaman Cloud. Sephiroth menghampiri gerbang, kemudian berhenti dan berbalik.

"Bagaimana rasanya?" Sephiroth memandang sekitar. "Ini pertama kalinya kau kembali ke kampung halamanmu setelah sekian lama, kan? Jadi bagaimana rasanya? Aku tidak akan tahu karena kau tidak punya kampung halaman..."

Cloud memandang ragu. "Um... Bagaimana dengan kedua orang tuamu?"

"Ibuku adalah Jenova. Dia meninggal setelah melahirkanku. Ayahku..." Ia mulai tertawa, terhenti lalu menggelengkan kepalanya pelan, wajahnya terlihat sayu. "Apa pengaruhnya...? Baiklah, ayo jalan!"

Sephiroth memasuki Nibelheim. Cloud dan kedua prajurit lainnya mengikuti. Mereka terhenti sejenak.

"Membosankan, berjaga terus," gerutu salah satu prajurit pelan.

Cloud mendekatinya, "kau ingin melakukan apa yang seirng kita lakukan? Bagaimana jika berlatih?"

Prajurit itu menoleh. "Berlatih... oh, maksudku melatih gayaku. Apakah anggota SOLDIER harus selalu memperhatikan pendapat orang lain?" Dia mulai bergaya. "Apakah seperti ini?"

"Bagus!" Cloud menepuk ringan bahu prajurit itu.

"Aku sebenarnya tidak ingin berada di dalam SOLDIER," prajurit itu terlihat lebih rileks.

Cloud menghampiri Sephiroth yang sedang menatap tajam langit yang agak gelap. "Aroma Mako di sini lumayan kental..."

Your Pov

"Yo! Tunggu sebentar!" Barret memotong cerita cloud. Semuanya menoleh ke arah Barret. "Tadi itu, um... nama ibunya Sephiroth..." Ia terhenti dan memandang ragu. "Aku ingat Jenova. Itu kan makhluk aneh tanpa kepala yang hidup di dalam gedung Shinra."

Cloud mengangguk, "memang."

"Barret, bisakah kau membiarkan kami mendengar apa yang Cloud ceritakan? Kau bisa mengajukan pertanyaan nanti," potong Tifa cepat.

"Tifa, aku hanya..." Lalu Barret terdiam.

Tifa menganggukan kepalanya pada Cloud, "oke, Cloud, lanjutkan."

"Ini reuni teman masa kecil," gumam Aeris.

"...Aku sangat terkejut melihat Tifa," ia melanjutkan. Kamu memperhatikan dengan seksama. "... Kotanya sangat sepi. Semuanya pasti tetap di dalam rumah, takut keluar karena adanya monster. Bukan, mungkin mereka takut pada kami..."

Writer's Pov

Cloud dan kelompoknya berada di depan penginapan. Sephiroth berjalan ke arah pintu penginapan. Seprang prajurit melangkah maju.

Sephiroth berbalik. "Oh, iya, benar... Kau bisa menjenguk keluarga dan teman-temanmu." Lalu ia memasuki penginapan.

Cloud berjalan ke sebuah rumah. Ia memandang rumah itu ragu lalu memasukinya.

Your Pov

"Itu adalah... rumahku. Ini tidak ada hubungannya dengan peristiwa lima tahun yang lalu," kata Cloud.

"Yo, tunggu, aku ingin mendengarnya," cegah Barret.

"Aku juga!" Kata Aeris. "Sudah lama sekali bukan?"

"Ceritakan lebih banyak pada kami! Kau bertemu dengan keluargamu kan?" Lanjut Barret.

Kamu tersenyum pada Cloud, "tidak ada salahnya diceritakan."

Cloud menarik nafas panjang sampai ia berkata, "baiklah..."

Semua menyimaknya dengan tertarik.

"Aku tidak tahu apakah kau bisa menyebutnya sebagai "keluarga". Ayahku... meninggal saat aku masih kecil. Karena itulah ibuku... tinggal sendirian di rumah itu. Yah, aku bertemu ibuku. Ibuku... ia adalah wanita yang bersemangat. Tidak berubah sama sekali. Tapi beberapa hari setelah itu, ia meninggal... Tapi ketika aku melihatnya, dia terlihat sehat."

Writer's Pov

Cloud mengambil beberapa langkah ke dalam rumahnya. Seorang wanita berambut pirang yang sama dengan Cloud berdiri di dalam, sedang bekerja di dapur. Wanita itu berbalik dan melihat Cloud yang sedang salah tingkah.

"Uh..."

"Ya...?" Wanita terkejut melihat wajah Cloud, anak yang sangat dirindukannya. Ia berlari menghampiri Cloud. "Cloud?" Ia memandangi Cloud dengan setengah tidak percaya lalu menganggukan kepalanya. "Selamat pulang kembali, Cloud."

Cloud menggaruk kepalanya yang tidak gatal, masih salah tingkah. "Hai, ma..." Sapanya singkat.

(Flash)

Cloud berdiri di tangga yang menuju ke kursi-kursi. Ibunya berdiri tidak jauh darinya.

"Kemarilah... Biarkan aku melihatmu lebih dekat." Ibunya memperhatikan Cloud dari sisi ke sisi. "Hmmm... Kau terlihat begitu tampan. Jadi ini seragam SOLDIER?"

Cloud memandangnya ragu. "...Ma, aku..."

(Flash)

Cloud berbaring di tempat tidur yang berwarna kebiruan, tidak jauh dari dapur.

"Wah, kau sudah begitu tinggi. Aku yakin gadis-gadis mengerubungimu terus," ujar Ibu Cloud sambil setengah tertawa.

"...Tidak juga," Cloud menatap langit-langit dengan pandangan sayu.

"...Aku menghawatirkan dirimu," ibunya melangkah beberapa tapak. "Kota penuh godaan... Aku akan merasa jauh lebih tengan jika kau menetap dan memiliki kekasih yang baik," katanya dengan senyuman keibuannya.

"...Aku baik-baik saja."

"Seharusnya kau memiliki...kekasih yang lebih tua, seseorang yang bisa merawatmu. Aku rasa kekasih yang seperti itu merupakan kekasih yang sempurna bagi dirimu."

"...Aku tidak tertarik."

(Flash)

Cloud dan Ibunya berdiri di dapur.

"Kau sudah cukup makan?" Tanya ibu Cloud.

Cloud tersenyum. "Aku baik-baik saja. Perusahaan mengurusku."

Ibunya memandangnya ragu. "Apa benar begitu? Kau tidak bisa masak kan? Aku sangat khawatir dengan keadaanmu..."

(Flash)

Ibunya Cloud berbalik untuk menatap Cloud. "Cloud...?" Panggilnya dengan suara lembut.

(Flash)

"Kau tahu, Cloud..."

(Flash)

"...Bukankah demikian, Cloud?"

(Flash)

"Aku akan selalu menjadi ibumu..."

Your Pov

"Lalu..." Kening Cloud berkerut tajam, ia menatap lantai bingung. Memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali.

"Kau tidak apa-apa, Cloud?" Tanyamu cemas.

"Tidak... dan sebaiknya kita hentikan ini... hentikan hal mengenai keluargaku..."

Kau memandangnya ragu dan Cloud mulai bercerita lagi.

Writer's Pov

Cloud memasuki sebuah rumah yang berpintu dua. Ia memandang sekitar.

Your Pov

"Cloud...? Kau memasuki rumahku?" Tanya Tifa.

Cloud mengangguk. "Yeah... Aku pikir kau ada di rumah. Aku memandang sekitar tapi tidak ada siapa-siapa."

"Cloud...? Apa kau memasuki kamarku?" Tanya Tifa lagi.

"Yeah... Aku naik ke lantai atas dan masuk ke kamarmu. Kamar itu masih sama seperti dulu. Masih ada piano dan boneka beruang itu." ujar Cloud.

"Apakah kau memainkan pianoku?"

Cloud mengangguk. "Yeah, sedikit, tapi karena tidak begitu lancar dan kau tidak kunjung datang aku langsung keluar dan kembali ke penginapan, di sana aku bertemu seseorang benama Zangan..."

Writer's Pov

Cloud terlihat sedang bercakap-cakap dengan Zangan.

"...Hmmmmm. Jadi Shinra berada di sini untuk menumpas monster?" Tanya Zangan pada Cloud.

"Dan siapa kau?" Cloud balik bertanya.

"Aku Zangan. Aku berkeliling dunia untuk mengajarkan bela diri tangan kosong pada anak-anak." Dia melompat melewati Cloud. "Aku memiliki 128 murid di seluruh dunia. Di kota ini, seorang gadis bernama Tifa adalah muridku," ujarnya sambil mengacungkan tinjunya.

Cloud sedikit terkejut, "barusan kau bilang Tifa?"

"Tifa memiliki indera yang bagus. Dia akan menjadi petarung yang kuat," kata Zangan dengan sedikit tertawa bangga.

Cloud menganggukkan kepalanya dan menyudahi pembicaraan. Ia menuju lantai dua penginapan. Sephiroth terlihat sedang berdiri di depan jendela, menatap keluar.

"Apa yang kau lihat?" Tanya Cloud menghampirinya.

Seorang prajurit menaiki tangga sambil bergumam kecil bahwa ia sangat lelah dan memasuki kamar tidur. Cloud memandang prajurit itu sejenak lalu berpaling pada Sephiroth lagi, menunggu jawaban.

Sephiroth sedikit menghela nafas. "...Pemandangan ini...Aku merasa aku mengenal tempat ini... Kita akan berangkat pagi-pagi sekali. Sebaiknya kau beristirahat."

"Yeah, sebaiknya kita beristirahat," angguk Cloud.

Sephiroth berbalik. "Aku menyewa seorang pemandu ke reaktor Mako. Kudengar ia masih muda. Semoga bisa diandalkan..."

Mereka berdua masuk ke dalam kamar dan beristirahat.

Keesokan paginya, Cloud bergabung dengan Sephiroth di luar, dekat Shinra mansion. Cloud berbicara pada Sephiroth.

"Begitu pemandunya datang, kita berangkat," ujar Sephiroth.

Seorang gadis dengan topi koboi muncul, ia bersama seorang pria setengah baya yang mirip dengannya. Tampaknya dia adalah ayahnya.

Pria itu melangkah maju, "dengarkan aku, Sephiroth. Bila terjadi sesuatu..."

"...Percayalah padaku..." Potong Sephiroth cepat.

Gadis itu bertolak pinggang pada ayahnya dan sedikit mengomel. "Aku akan baik-baik saja, Yah! Aku bersama dengan dua laki-laki dari SOLDIER." Ia berbalik pada Sephiroth. "Aku Tifa. Senang berkenalan dengamu!"

Cloud terlihat terkejut dan melangkah maju. "Tifa! Kau pemandunya?"

Tifa tersenyum manis. "Benar. Kebetulan aku memang pemandu nomor satu di kota ini."

"Ini terlalu berbahaya! Aku tidak bisa melibatkanmu dalam hal seperti ini!" Protes Cloud.

Sephiroth melangkah maju ke pintu keluar kota menuju Mt. Nibel, kemudian terhenti dan menoleh ke Cloud. "Jadi tidak ada masalah kalau kau tidak melindunginya. ... Ayo berangkat." Ia melangkah lagi.

Seorang penduduk yang membawa kamera melangkah maju. "Ummm..."

Sephiroth berbalik.

"Tuan Sephiroth! Mohon izinkan aku mengambil satu foto dirimu sebagai kenang-kenangan. Tifa, dapatkah kau memintanya untuk itu...?"

Cloud mengangkat bahu dan berdiri di pagar shinra mansion. Tifa berdiri di sebelahnya. Sephiroth, perlahan-lahan mendekat dan berdiri di samping Tifa.

"Cheeeeeese!" Penduduk itu memotret sekali. Setelah bunyi kamera dan blitz menghilang, Sephiroth langusng berjalan kembali ke arah pintu keluar.

"Hebat! Terima kasih! Aku akan berikan salinannya pada kalian setelah aku mencetaknya," kata penduduk itu dengan senyum lebar.

Kelompok Cloud mulai melakukan perjalanan. Mereka berjalan di jalan pegunungan, sampai akhirnya mereka bertemu jembatan yang sudah tua dan mulai rusak. Tifa berjalan ke tengah jembatan itu dan berhenti sejenak. Cloud menghampirinya, Tifa bejalan lagi dan kedua prajurit Shinra menyusul.

"Mulai dari sini agak sulit! Ikuti aku!" Ujar Tifa.

Tifa mulai melintasi jembatan, Cloud mengikutinya. Dia bertemu Tifa dan Sephiroth dekat sisi seberang dan jembatan itu mulai bergetar.

"Uh... jembatannya!" Tifa terlihat panik.

Tengah jembatan terputus. Semua tersentak dan memegang tali jembatan yang menggantung. Cloud meraih tangan Tifa, menariknya, kemudian terjatuh, diikuti yang lainnya.

Jembatan yang sudah kosong, berayun dan membentur sisi jurang.

Cloud dan Tifa tersadar di dasar jurang, kemudian Sephiroth muncul diikuti salah satu prajurit.

Sephiroth memandang semua. "Semuanya seperntinya baik-baik saja. Bisakah kita kembali ke tempat sebelumnya?"

Tifa menoleh kiri kanan. "Gua-gua ini tersambung satu sama lain sama seperti peternakan semut." Ia memandang sekitar dan tersadar kalau jumlah mereka kurang satu orang. "Sephiroth... Sepertinya ada satu orang yang hilang..."

"Memang terdengar kejam, tapi kita tidak punya waktu untuk mencarinya. Kita tidak bisa kembali sekarang, jadi kita harus terus. Kita berjalan bersama dari sini," kata Sephiroth.

Cloud, Tifa, Sephiroth dan prajurit yang tersisa mulai melanjutkan perjalanan, tiba di gua yang diterangi oleh dinding bercahaya.

"Apa ini?" Bingung Cloud sambil memandang sekitar.

"Gua misterius yang berwarna..." Tifa memandang takjub.

"Ini pasti karena energi Mako," kata Sephiroth, "pegunungan ini sepertinya berlimpah Mako. Pantas reaktor Mako dibangun di sini."

Mereka melanjutkan perjalanan menjelajahi gua lalu tiba di sebuah air mancur yang bercahaya indah.

Cloud memandangi air mancur itu. "... Dan apakah itu?"

"Air mancur Mako. Ini suatu keajaiban alam," jawab Sephiroth.

"Sungguh indah," Tifa berjalan menghampiri air mancur. Ia memandanginya takjub. "Jika reaktor Mako terus menerus menghisap energi, maka air mancur ini akan mengering juga..."

Sephiroth menghampiri air mancur. "Materia," ia memandangi air mancur itu. "Ketika kau mengentalkan energi Mako, materia terbentuk. Dapat melihat materia dalam bentuk alaminya sungguh suatu kesempatan yang langka."

Cloud berjalan ke air mancur. "Ngomong-ngomong... Kenapa ketika kita menggunakan materia, kita juga bisa menggunakan Magic?"

"Kau berada di SOLDIER dan tidak tahu mengenai itu?" Sephiroth menghela nafas yang terdengar kecewa. "... Pengetahuan dan kebijakan dari Ancients disimpan di dalam materia. Siapapun yang memiliki pengetahuan ini dapat menggunakan kekuatan alam dan planet dengan bebas. Pengetahuan tersebut berinteraksi antara diri kita dengan planet untuk kemudian memanggil magic... Atau paling tidak itu istilah yang mereka pakai..." Ujarnya panjang lebar.

"Magic... Kekuatan yang misterius..." Gumam Cloud. Tifa melihat sekitar, kemudian membungkuk memandangi materia itu.

"Hahaha!" Tiba-tiba Sephiroth tertawa.

Cloud berpaling padanya. "Apakah aku mengatakan sesuatu yang lucu?"

Sephiroth menghentikan tawanya. "Seseorang pernah memberitahuku untuk jangan pernah menggunakan kata-kata non-ilmiah seperti "kekuatan misterus"! Bahkan istilah magic juga seharusnya tidak dipakai! Aku masih mengingat betapa marahnya dia saat itu," ia sedikit tertawa.

"Siapa orang itu?" Tanya cloud.

"Hojo dari Shinra, Inc... Pria tidak berpengalaman yang ditugaskan mengambil alih tugas seorang ilmuwan hebat. Hojo itu gumpalan massa kompleks yang berjalan," Sephiroth tertawa kecil tanpa suara.

Tifa mengangkat kepalanya, "air mancur Mako... Jadi di sinilah tempat adanya pengetahuan dari para Ancients."

Mereka melanjutkan perjalanan dan tiba di Reaktor Mako di Mt. Nibel. Sephiroth dan yang lainnya menghampiri tangga di jalan masuk.

Sephiroth baru akan memasuki reaktor ketika dia melirik Tifa. "Hanya orang berwenang yang boleh masuk," katanya, "tempat ini penuh rahasia industri Shinra."

"Tapi aku ingin melihat ke dalam," protes Tifa.

"Maaf, Tifa tapi sebaiknya kau menunggu di luar," kata Cloud.

Cloud dan Sephiroth memasuki reaktor. Prajurit Shinra merentangkan tangan menghalangi Tifa ketika ia mencoba masuk.

"Hmmh! Sebal!" Gerutunya sambil berbalik dan bertolak pinggang.

Cloud mengikuti Sephiroth ke dalam reaktor dan tiba di ruangan inti yang terdapat pod-pod besar. Terdapat bilik di atas tangga dengan tulisan JENOVA. Cloud mengikuti Sephiroth turun dan berhenti. Sephiroth memeriksa salah satu pod.

"Inilah penyebab kerusakannya. Bagian ini rusak. Cloud, tolong tutup katupnya," ujarnya, ia berjalan ke pod lainnya.

Cloud melaksanakan perintah Sephiroth lalu menghampirinya.

"Kenapa rusak ya...?" Gumam Sephiroth, ia melompat dan melihat ke dalam pod. Terdiam, lalu turun dan mulai berbicara sendiri. "...Sekarang aku mengerti, Hojo. Tapi bahkan dengan melakukan hal ini kau belum selevel dengan Profesor Gast." Ia berbalik pada Cloud. "Ini adalah sistem yang mengentalkan dan membekukan enegi Mako... Maksudanya, kalau semua berfungsi dengan benar. Sekarang, jika energi Mako terus dikentalkan apa yang terjadi?"

Cloud merasa bingung. "Uh, umm... Oh, yeah! Dia akan menjadi Materia."

"Tepat, normalnya. Tapi Hojo meletakkan benda lain di sana." Ia menunjuk pod. "... Lihatlah sendiri. Lihat melalui jendela."

Cloud mengangguk. Ia melompat naik dan mengintip ke dalam pod dan melihat monster yang mengerikan. Dia terkejut dan langsung melepaskan pegangannya dan terjatuh. "Ap... Apa itu?" Ia memandang Sephiroth dengan wajah takut.

"Anggota SOLDIER yang normal adalah manusia yang disiram Mako. Kau jadi berbeda, tapi tetap manusia. Tapi apa mereka? Mereka telah diekspos secara luar biasa Mako, jauh melebihimu," kata Sephiroth.

Cloud berdiri. "Kau bilang anggota normal SOLDIER? Maksudmu kau berbeda?"

Tiba-tiba Sephiroth memegangi kepalanya.

"H...hei Sephiroth!" Cloud memanggil cemas.

"T... tidak... Masa!" Sephiroth menurunkan tangannya. Dia menghunuskan pedangnya dan mulai mengayunkannya dengan membabi buta ke pod di depannya. Cloud meloncat mundur.

"Apakah aku diciptakan dengan cara ini juga? Apakah aku sama dengan semua monster ini...?" Sephiroth terus menebas pod.

"Sephiroth..."

Sephiroth menebas udara kosong dan berhenti. Ia berbalik pada Cloud. "Kau melihatnnya kan? Mereka semuanya... dulu manusia..."

"Manusia? Tidak mungkin!" Bantah Cloud.

Sephiroth memandang Cloud. Pedangnya yang tajam dan panjang masih terhunus, ia menggenggamnya erat. "Sejak kecil aku selalu merasa... bahwa aku berbeda dengan orang lain. Spesial, entah kenapa. Tapi... bukan seperti ini..." Dia menunduk sambil menggelengkan kepalanya.

Duarrr! Salah satu pod meledak. Monster di dalamnya merayap keluar. Cloud dan Sephiroth segera memasang kuda-kuda.

Your Pov

Cloud menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya. "Apakah aku... manusia? Aku tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan Sephiroth saat itu. Aku masih syok dengan kenyataan bahwa Shinra itu memproduksi monster."

"...Siapa yang mengira reaktor Mako menyimpan rahasia seperti itu," kata Tifa.

Red mengibaskan ekornya dengan malas. "Pantas ada peningkatan jumlah monster akhir-akhir ini."

"Tifa... Jadi saat itu kau berada di luar?" Tanya Aeris.

Tifa mengangguk pelan. "...ya."

"Lalu sesudah itu bagaimana?" Tanyamu pada Cloud.

"Kami kembali ke Nibelheim, Sephiroth mengurung dirinya sendiri di penginapan. Dia bahkan tidak mau bicara denganku," jawabnya.

Tifa menggoyangkan tangannya pelan, "kemudian dia tiba-tiba menghilang, kan?"

"Kami menemukan dia di dalam bangunan terbesar di Nibelheim."

"Para penduduk menyebutnya Shinra Mansion," sambung Tifa.

Cloud melanjutkan ceritanya. "Dulu, orang-orang dari Shinra tinggal di dalam gedung itu..."

Writer's Pov

Nibelheim... Cloud berlari keluar dari penginapan, kemudian memasuki Shinra Mansion. Ia menghampiri seorang prajurit di salah satu kamar di lantai 2.

"Tidak ada tanda-tanda Sephiroth," kata prajurit itu ketika ditanya di mana Sephiroth. "Tapi aku yakin, aku melihatnya dia masuk ke kamar ini."

Cloud memandang sekeliling dengan curiga. Ia mendekati tembok yang tidak terlapisi cat... Seperti tembok menara. Ia menekan salah satu bata dan tembok itu terbuka.

"Waow! Aku tidak tahu di situ ada pintu rahasia!" Pekik prajurit yang dari tadi hanya melihat Cloud memeriksa tembok. "Mungkinkah Sephiroth ke dalam sana?"

Cloud tidak berkomentar apa-apa. Ia masuk dan menuju ruang bawah tanah. Menemukan dua buah pintu. Satu pintu terkunci dan satu pintu lagi tidak. Cloud memasuki pintu yang tidak terkunci lalu memasuki ruang yang seperti laboratorium juga perpustakaan. Ia berjalan menuju lorong rak buku dan menemukan Sephiroth.

"...Organisme yang sepertinya mati, ditemukan di dalam gua yang berusia 2000 tahun," Sephiroth membaca buku yang ia pegang, "Profesor Gast menamakan organisme itu, Jenova."

Cloud memandangnya dengan terdiam tidak berkata sepatah kata pun, ia hanya iangin mendengarkan.

"Tahun X, Bulan X, Hari X. Jenova dipastikan merupakan Ancient... TahunX, bulan X, Hari X. Proyek Jenova disetujui. Penggunakaan Reaktor Mako 1 disetujui." Sephiroth berhenti sesaat dan menatap langit. "Nama ibuku adalah Jenova... Proyek Jenova... Apakah ini hanya kebetulan?" Dia menunduk. "Profesor Gast... Kenapa kau tidak mengatakan apa pun padaku?... Kenapa kau meninggal?"

Cloud menghampiri Sephiroth dengan cemas. Tapi Sephiroth mengatakan kalau ia hanya ingin sendiri. Cloud menurutinya, dan ia pergi.

Sephiroth terus menerus membaca. Ia sama sekali tidak keluar dari sana. Ia terus membaca seperti orang kerasukan. Dan lampu bawah tanah tidak pernah padam sampai pagi...

Esoknya Cloud terbangun, ia tertidur di salah satu kamar Shinra Mansion, ia bangkit dan menuju ke perpustakaan bawah tanah. Ia berpapasan dengan prajurit.

"Sephiroth terlihat aneh," ujar prajurit ketika Cloud melewatinya. Cloud hanya diam dan tetap melanjutkan ke perpustakaan. Ketika ia membuka pintu, ia mendengar suara tawa... Sephiroth...

"Ha,ha,ha..." Tawa mengerikan yang ganjil. Cloud langsung bergegas ke bagian belakang ruangan. Terlihat Sephiroth yang sedang menenteng sebuah buku.

Sephirtoh berbalik. "Siapa di sana?" Ketika matanya menemukan Cloud ia langsung tersenyum aneh. "Hmph... penghianat."

"Penghianat?" Cloud tidak mengerti.

"Kau penghianat yang tidak tahu apa-apa. Akan kuceritakan padamu. Planet ini sebetulnya milik Cetra. Cetra adalah ras yang berpindah-pindah. Mereka akan berimigrasi, mengembangkan sebuah planet, lalu berimigrasi lagi.. Di akhir perjalanan mereka yang sangat sulit, mereka menemukan Promised Land dan kebahagiaan yang terindah." Ia berbalik pada Cloud.

"Tapi, muncul orang-orang yang tidak menyukai perjalanan ini. Mereka berhenti berimigrasi dan membangun tempat tinggal serta memilih ntuk menjalani kehidupan yang lebih mudah. Mereka melakukan semua itu tanpa memberikan balasan apa pun pada Cetra dan planet." Sephiroth menunduk. "Mereka adalah leluhurmu."

Cloud memandang Sephiroth. Tetap dalam keadaan bingung. "Sephiroth..."

"Dulu sekali, sebuah bencana menerpa planet ini. Leluhurmu melarikan diri... Mereka selamat karena mereka bersembunyi. Para Cetra mengorbankan diri mereka untuk menyelamatkan planet dari bencana itu. Planet terselamatkan dengan mengorbankan Cetra. Setelah itu, leluhurmu semakin berkembang biak, keturunannya semakin dominan." Ia menatap Cloud. "Sekarang yang tertinggal dari Cetra hanyalah laporan ini."

"Apa hubungannya semua ini denganmu?" Tanya Cloud.

Mata tajam Sephiroth menyipit marah. "Apa kau tidak mengerti? Ancient bernama Jenova ditemukan di gua tua yang berusia 2000 tahun. Proyek Jenova. Proyek Jenova bertujuan memproduksi orang dengan kekuatan dari Ancients...bukan, Cetra... Dan akulah produk yang dihasilkan."

Cloud tersentak mundur. "Pro... Produk?"

"Ya. Profesor Gast, pemimpin Proyek Jenova dan ilmuwan yang jenius, memproduksi aku." Sephiroth berjalan ke lorong dan berhenti.

Cloud terpaku. "Ba... Bagaimana dia...?" Lalu tersadar dan mengejar Sephiroth. "Se... Sephiroth?"

"Jangan menghalangi jalanku. Aku akan menemui Ibuku!" Bentak Sephiroth dengan mata menyala dan meninggalkan perpustakaan.

Cloud menatap tubuh yang semakin menjauh itu cemas. Pikirannya kacau balau, ia terdiam dengan khawatir akan semua keaadaan yang akan terjadi sampai akhirnya ia memutuskan untuk keluar secepatnya dari Shinra Mansion, berniat menyusul Sephiroth.

"Ada apa? Sephiroth terlihat sangat aneh!" Ujar prajurit yang ada di ruangan pintu bawah tanah. "Telah terjadi sesuatu?" Tanyanya.

Cloud mengangguk. Ia menceritakan semuanya, juga perasaan khawatirnya. Raut wajah prajurit itu segera berubah, tanpa berkata apa pun lagi, prajurit itu berlari meninggalkan Cloud menuju keluar.

Cloud menatap prajurit itu bingung, lalu mengangkat bahu. Tiba-tiba ia merasakan perasaan aneh dalam hatinya, bukan rasa khawatir namun perasaan buruk. Ia langsung bergegas keluar.

Setibanya di luar, Cloud kembali terpaku. Ia melihat seisi kota terbakar. Ia bergegas menuju alun-alun dan berpapasan dengan Zangan.

"Hei, kamu! Kamu masih sadar kan? Cepat ke sini dan bantu aku!" Panggil Zangan. Cloud menghampiri Zangan. "Aku akan memeriksa rumah ini. Kau periksa yang sana!" Perintah Zangan, lalu ia berlari ke rumah sebelah penginapan.

Cloud memandang sekitar, matanya menangkap sesosok tubuh yang dikenalnya, prajurit yang bersamanya di Shinra Mansion tergeletak tidak berdaya. Cloud menggelengkan kepalanya pasrah, mengira prajurit itu tidak akan selamat. Ia menoleh ke samping, melihat sebuah rumah yang terbakar hebat... Rumahnya... Teringat akan ibunya, ia segera menuju rumahnya dan menerobos masuk rumahnya. Tidak sampai lima detik ia keluar lagi. Ia tidak bisa masuk karena dasyatnya kobaran api. Cloud menatap rumah itu sayu. Memikirkan Ibunya.

Your Pov

"Tunggu!" Cegahmu ketika Cloud akan melanjutkan ceritanya. Semuanya menoleh padamu.

"Ada apa?" Tanya Tifa.

"Apakah..." Kamu terdiam ragu. 'Ceritanya... Seperti ketika aku melihat Zack pertama kali di Nibelheim. Percakapannya dengan Zangan, atau ketika ia memeriksa prajurit Shinra... Kenapa sama? Dia... Cloud...? Apa Zack itu Cloud?'

"Kenapa?" Aeris penasaran.

"Cepatlah, aku ingin mendengar cerita Cloud lagi." Protes Barret.

'Apa Zack itu Cloud?' Pikiranmu bercampur aduk antara bingung, ingin tahu, dan marah... Marah, entah karena apa... "Tidak..." Kamu menunduk. "Lebih baik kau lanjutkan Cloud."

"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" Tanya Cloud.

"Nanti saja... Lebih baik sekarang kau lanjutkan, nanti akan kuberitahu," ujarmu.

Cloud memandangmu curiga tapi ia segera melanjutkan ceritanya. "Aku berpikir tentang ibuku. Tapi langsung beralih pada Sephiroth yang pasti telah melakukan semua itu..."

Writer's Pov

Cloud mencari-cari sosok Sephiroth, namun ia tidak menemukannya, yang ia temukan malah fotografer yang sedang sekarat. "Mengerikan..." Gumam Cloud. "Sephiroth... Kau terlalu kejam..."

"Arrrgh!"

"Waah!"

SOLDIER 1st Class yang sedang bergumam itu mendengar suara teriakan. Terlihat seorang pria berambut perak menebas beberapa penduduk dengan pedang panjangnya di dekat sebuah mansion di tengah kobaran api. Dia... Sephiroth...

Cloud sangat terkejut, ia terpaku melihat Sephiroth berdiri di tengah kobaran api yang mengangkat wajahnya, bibirnya menyunggingkan senyum kecil tapi matanya bersinar tajam dan wajahnya begitu dingin. Perlahan ia membalikkan badannya dan berjalan memasuki kobaran api, seakan tidak tersentuh api-api yang menyala.

Mata Cloud menyala geram, ia tahu Sephiroth aka pergi ke mana. Pastilah Reaktor Mako Mt. Nibel. Ia segera berlari menyusul Sephiroth.

Setibanya di Reaktor, Cloud bergegas masuk. Ketika ia menoleh ke bawah, ia terkejut melihat Tifa yang sedang menangis, berlutut di samping ayahnya yang tergeletak. Pedang Sephiroth juga ada di sana, berlumuran darah.

Cloud langsung bergegas turun dan ketika di tengah jembatan ia terhenti mendengar suara pilu Tifa.

"Papa..." Tifa memanggil pelan sambil menggoyangkan tubuh ayahnya. "Sephiroth!" Ia menegakkan tubuhnya. "Sephiroth yang melakukannya bukan?" Ia menunduk.

Badan Tifa gemetar, air matanya mengalir deras, ia menggigit bibir bawahnya. "Sephiroth... SOLDIER... Reaktor Mako... Shinra... SEMUANYA!"

Cloud menatap gadis itu sayu.

"Aku benci mereka semua!" Teriak Tifa pada langit. IA memungut pedang Sephiroth yang tergeletak di sampingnya, dan masuk ke pintu di dekatnya.

Cloud segera menyusul masuk. Terlihat Sephiroth berdiri di depan ruangan Jenova.

"Ibu, aku di sini untuk melihatmu. Kumohon, bukalah pintu ini," ujar Sephiroth sambil menggedor pintu yang di atasnya tertulis JENOVA. Terdengar seperti rajukan anak kecil.

Tifa berdiri di bawah tangga sambil membawa pedang Sephiroth. Ia menatap Sephiroth marah. "Teganya kau lakukan itu pada papa dan semua penduduk kota!" Ia berlari menaiki tangga dan mencoba menebas Sephiroth namun dengan mudah Sephiroth merebut pedangnya dan berbalik menebas Tifa. Tifa terpelanting dan terjatuh.

Sephiroth tidak memperdulikannya, dan memasuki ruangan Jenova. Cloud segera menghampiri Tifa.

Tifa memandang Cloud sayu dengan senyumnya yang sedih. "...Kau berjanji... Kau berjanji kau akan datang... saat aku dalam bahaya..."

Cloud membalas senyumnya dengan lembut lalu mengangkat tubuh Tifa dan dengan hati-hati membaringkannya di samping pod pojok. Cloud menatap ruang Jenova dengan geram, lalu berlali ke dalam sana.

Ruangan Jenova. Terlihat Sephiroth sedang berdiri di depan sebuah tabung inti yang terlapisi tameng dan sebuah topeng besi berwajah wanita dalam ruangan, ia mengangkat tangannya. "Ibu mari kita ambil planet ini bersama-sama. Aku punya ide bagus. Ayo kita pergi ke Promised Land."

Cloud memasuki ruangan, ia menatap Sephiroth geram dan sudah bersiap mengacungkan pedangnya. "Sephiroth... Keluargaku! Kampung halamanku! Teganya kau lakukan ini ke mereka!"

Perlahan Sephiroth menurunkan tangannya dan mulai terdengar suara tawanya. "Ha, ha, ha... Mereka datang lagi, Ibu. Dengan tenaga, pengetahuan dan magic yang superior, ibu ditakdirkan untuk menjadi penguasa planet ini."

Sephiroth mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke tameng pelindung tabung. "Tapi mereka... Makhluk-makhluk yang tidak berguna itu telah mencuri palnet ini dari ibu. Tapi sekarang aku berada bersamamu jadi jangan khawatir..." Ia menarik paksa tameng. Topeng yang ada ikut tertarik, juga kabel kabel yang menghubungkan tameng dan topeng.

Seketika itu, terlihat sosok yang tidak manusiawi dari dalam tabung. Seperti sosok wanita yang seluruh tubuhnya berwarna biru pucat, rambutnya yang perak kebiru abu-abuan, mata kanannya tertutup rambutnya dan mata kirinya menyala redup, warna merah yang ganjil. Sosok itu memakai sebuah penutup kepala besi bertuliskan JENOVA.

Cloud menghunuskan pedangnya, ia tidak peduli dengan Jenova. "Bagaimana dengan KESEDIHANKU? Keluargaku... teman-temanku... Kesedihan karena direngut dari kampung halamanku? Itu sama dengan kesedihanmu!" Teriaknya dengan marah.

"Ha...ha...ha..." Sephiroth tertawa, ia mengangkat tangannya. "Kesedihanku? Apa yang harus kusedihkan? Aku adalah yang terpilih. Aku telah dipilih menjadi pemimpin planet ini. Aku mendapat titah untuk mengambil planet ini dari orang bodoh seperti kalian untuk Cetra. Apa yang harus kusedihkan?"

Buster Sword, pedang yang dibawa Cloud itu teracung. "Tidak, kau bukan Sephiroth yang dulu kukenal!

Aura dan udara di antara mereka seketika berubah menjadi seratus kali lipat lebih tegang dan mereka saling tatap dengan tatapan amarah.

Your Pov

"... Dan itulah akhir ceritaku," ujar cloud menyudahi ceritanya.

Barret tidak terlihat puas, ia mengacungkan tangannya yang sudah jadi senapan. "Hei, tunggu dulu! Seterusnya bagaimana?"

"Tidak ingat..." Jawab Cloud santai.

"Apa yang terjadi pada Sephiroth?"

Cloud menoleh ke Aeris yang mengajukan pertanyaan. "Dilihat dari kemampuanku, tidak mungkin aku sudah membunuhnya." Lalu ia menoleh ke arahmu. "Sepertinya, Shaffira bisa menjelakan semua ini..."

"Aku?" Kau terkejut. "Apa maksudmu?"

"Kau bilang melihat Sephiroth dilempar ke kolam Mako oleh seorang prajurit kan?" Desaknya.

Semua menatap ke arahmu dengan tatapan ingin tahu.

"Kau tahu sesuatu? Beri tahu kami." Pinta Tifa.

"Aku ingin mendengarnya." Kata Aeris.

"Aku tidak tahu kalau kau juga akan terlibat, karena kau sudah terlibat, lebih baik ceritakan sesuatu yang kau tahu," timpal Barret.

Kau menghela nafas, merasa tidak punya pilihan lain selain bercerita. "Dengar... Dulu aku ke Nibelheim hanya untuk melakukan perjalanan sebagai seorang pengelana biasa, ketika itu aku melihat Nibelheim yang sudah kacau balau dengan kobaran api di mana-mana. Penasaran dengan apa yang terjadi aku ke Mt. Nibel atas saran seseorang martial arts bernama Zangan. Aku sampai di Reaktor Mako dan memasukinya setelah berpikir ratusan kali dalam otakku. Sesampainya di sana, aku mendengar suara teriakan yang menyerukan nama Sephiroth. Aku mencari ke arah suara yang berasal dari bawah, di jembatan, suara seorang prajurit Shinra. Aku melihat prajurit itu memburu Sephiroth yang ada di jembatan, bersiap membunuh. Namun dengan tangkas Sephiroth menghunus pedangnya dan menikam dada sang prajurit. Dia mengangkat pedangnya itu sampai prajurit itu terangkat dari permukaan tanah, bergelantungan di ujung pedang."

"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Tifa ketika kau menghentikan kata-katamu

Kau mengambil nafas sejenak. "Prajurit itu terbelak, ia meronta hingga bisa menurunkan badannya kembali. Ia mengangkat dan menggenggam sisi tajam pedang Sephiroth. Sephiroth terbelak tidak percaya. Sang prajurit terlihat mengerahkan segenap tenaganya dan mengayunkan pedang Sephiroth. Pedang itu merobek tubuhnya dan melontarkan Sephiroth jatuh dari jembatan, ke kolam Mako. Aku hanya terpana melihat kejadian itu. Dan prajurit itu roboh di jembatan."

"Lalu?" Tanya Tifa lagi.

"Tidak ingat," jawabmu santai, sesantai Cloud.

Barret terlihat kesal. "Lagi-lagi cerita menggantung! Benar-benar menyebalkan. Lalu bagaimana sebenarnya Sephiroth, ia hidup atau mati?"

"Pernyataan resmi mengatakan Sephiroth telah tewas. Aku baca di koran," kata Tifa

"Shinra, Inc, menguasai koran-koran, jadi informasi itu tidak bisa dipercaya," timpal Aeris seperti tidak menyetujui pernyataan Tifa.

"Aku ingin tahu yang sebenarnya," kata Cloud, "aku ingin tahu apa yang terjadi kemudian. Aku telah menantang Sephiroth namun masih hidup. Siapa prajurit Shinra yang telah melempar Sephiroth ke kolam Mako, mungkinkah dia prajurit yang bersamaku ketika di Shinra Mansion. Tapi, kenapa dia juga menantang Sephiroth, apa ia masih hidup? Dan kenapa Sephiroth tidak membunuhku?"

"Aku juga selamat," sambung Tifa.

Aeris menyentuhkan jarinya ke dagunya. "Banyak bagian yang membingungkan. Bagaimana dengan Jenova? Tadi itu aad di bangunan Shinra kan?"

"Pasti Shinra membawanya dari Nibelheim ke Midgar," jawab Cloud cepat.

"Tapi dia menghilang kan?" Tanyamu.

"Apakah orang lain membawanya keluar setelah itu? Dia menghilang dari gedung Shinra," kata Aeris lagi.

"Sephiroth...?" Tifa memastikan.

"Tapi bagaimana ia bisa tahu? Berarti ia hidup selama ini?" Kau memandang semuanya.

Suasana menjadi sunyi. Sampai Barret memecahkan kesunyian itu dengan suaranya yang besar dan bernada kesal.

"Sialan! Aku tidak mengerti sama sekali! Aku mau pergi, pergi! Kalian saja yang memikirkan!" Barret melangkah ke arah tangga dan berhenti sebelum menuruninya. Ia berseru pada Cloud. "Yo, Cloud! Ayo kita pergi!"

Cloud mengangguk. "Ya."

"Yo, ayo kita pergi," kata Barret lagi, ia tampak sangat bersemangat. Lalu menuruni tangga.

"Ya ampun..." Keluh Cloud.

Tifa memandang Cloud. "...Cloud...?" Ia menghampirinya. "Seberapa parah lukaku ketika Sephiroth melukaiku?"

"Aku pikir kau akan tewas. Aku sangat sedih," jawab Cloud sambil memandang Tifa dengan senyum tidak terlihatnya. Tifa hanya membisu mendengarnya.

Kau menoleh ke arah Aeris. Terlihat ia sedang bergumam sendiri. "Aku... Ancients... Cetra... Jenova... Sephiroth dan diriku sendiri..."

'Ya Tuhan...' Keluhmu. 'Semuanya jadi kacau begini. Aku yang mengetahui semuanya... Tidak, tapi sebagian besar, tidak bisa menjelaskan apa pun. Bahkan untuk menyangkal cerita Cloud. Sephirtoh dan Jenova bukanlah Cetra... Sephiroth hanya manusia yang terinjeksi sel Jenova dan Jenova hanya makhluk penyebar virus yang tidak berguna dan sangat berbahaya.' Kamu memandang ke arah Cloud dan Tifa. 'Apa yang harus kulakukan?'

"Ayo pergi," kata Tifa kemudian, "Barret menunggu."

Kalian semua kecuali Red melangkah dan segera ke lantai bawah. Red terlihat duduk merenung, ekoranya mengibas-ngibas dan terlihat malas. "Cerita yang menarik..." Komentarnya.

Semuanya telah berada di lantai bawah penginapan. Barret memberikan sesuatu pada Cloud.

"Yo, Cloud. Ini," ia memberikan sebuah PHS hitam.

"Dengan PHS ini aku bisa melihatmu kapan saja," kata Aeris.

"Tunggu. Bisakah aku mengganti anggota kelompokku?" Tanya Cloud pada Barret.

"Siapa?" Tanyanya.

'Sial, tampaknya ia ingin menggantiku karena aku terlihat mencurigakan di depannya.' Pikirmu. 'Atau karena ia tidak ingin mencari informasi Sephirtoh dariku?'

"Aku ingin mengganti Red dengan Tifa."

"Eh, denganku?" Tifa seperti kalang kabut.

"Yeah... Aku harap kau bisa berkomunikasi dengan Shaffira, mungkin ia akan menunjukkan sesuatu yang kau ingat tentang ingatan kita di Nibelheim 5 tahun yang lalu."

Tifa terlihat kecewa, namun langsung terlihat bersemangat dan tertarik. "Kuharap aku juga bisa akrab denganmu, Shaffira."

Kamu mengangguk. "Ya." Sesaat kau melirik ke arah Aeris, ia terlihat kecewa.

"Baiklah, Red sekarang kau ikut aku."

Red berjalan malas ke arah Barret.

"Baiklah kami berangkat." Barret dan yang lainnya pergi.

"Lalu... Ke mana sekarang?" Tanya Tifa.

"Tampaknya kita harus ke Junon, aku rasa hanya itu kota besar Shinra yang kedua setelah Midgar."

Cloud mengangguk. "Shaffira benar... Mungkin kita harus ke sana."

"Baiklah... Ayo berangkat!" Tifa terlihat bersemangat.

Kalian bertiga keluar dan tanpa sengaja mendengar dua orang berbicara dengan suara yang cukup keras.

"Dengar! Barusan, seseorang memakai jubah hitam pergi ke timur ke arah padang rumput. Dia membawa pedang yang mengagumkan, dan orangnya sangat menakutkan!"

"Jubah hitam? Sephiroth?" Kamu bertanya-tanya.

"Kita dengarkan dulu mereka bicara," kata Cloud.

"Ya, ia laki-laki yang mencurigakan dalam jubah hitam. Menurutku pedangnya mengerikan."

Cloud mengangguk. "Pasti benar-benar Sephiroth. Mungkinkah dia ke Junon?"

Tifa mengetuk-ngetukkan sepatunya ke tanah. "Siapa tahu. Lebih baik hubungi yang lainnya agar kita bertemu di Junon." Perkataan Tifa langsung terhenti ketika Cloud sudah menghubungi yang lainnya. "Kau itu..."

"Aku sudah memberi tahu yang lainnya," kata Cloud sambil menyimpan kembali PHS, "lebih baik kita segera berangkat."

Kau dan Tifa mengangguk, kalian langsung menuju gerbang kota dan keluar dari kota biru tersebut.

Kalian menuju ke timur, ke sebuah padang rumput yang sangat luas. Kau terpana melihatnya. 'Bisakah aku bertemu dengan Chocobo?' Pikirmu dengan mata berbinar memandang sekeliling.

"Kita bisa mampir ke sebuah peternakan Chocobo," ujar Cloud sambil melihat-lihat papan petunjuk. "Kurasa tidak ada salahnya untuk mampir."

"Kau tidak ada alasan lain?" Tanya Tifa. "Kau memang lucu."

Cloud memandang Tifa dengan kerutan di dahinya. "Apa maksudnya dengan 'lucu'?"

Tifa tersenyum dan tertawa, "tidak."

"Tapi, Tifa, tidak apa kan kita mampir sebentar?" Tanyamu tanpa memalingkan pandangan dari padang rumput. "Aku sudah lama tidak ke sana. Di sana peternakan Chocobonya bisa dibilang bagus."

"Aku tidak keberatan. Kau tampaknya menyukai Chocobo, juga padang rumput ini. Sedari tadi kau hanya memandanginya tanpa rasa bosan."

Akhirnya kau menoleh ke gadis berambut panjang itu. "Begitukah...? Tapi kurasa kau benar! Aku menyukai alam Chocobo yang bebas!"

"Kita lanjutkan perjalanan kita," Cloud mulai melangkah dan diikuti kalian berdua.

Kalian sampai di sebuah peternakan Chocobo. Terlihat beberapa Chocobo sedang merumput di balik pagar. Cloud menghampiri salah satu Chocobo yang terlihat sedang merumput di pinggir pagar. Cloud berbicara dengan bahasa "kwee-kwee" dengan Chocobo tersebut, sementara kau dan Tifa memandanginya dengan bingung.

"Ah, mereka menari!" Pekikmu.

Terlihat para Chocobo menari di depan Cloud yang tersenyum senang. Tarian yang sederhana dari makhluk yang berbentuk seperti kalkun besar berwarna kuning itu. Sebuah materia merah terlempar setelah kawanan Chocobo berhenti menari dan mengucapkan "Kweeh!" Pada Cloud.

Cloud mengambil meteria merah itu, materia Summon. "Aku tidak pernah tahu kalau mereka akan melemparkan benda ini," katanya sambil menunjukkannya padamu dan Tifa.

"Summoning materia..." Gumammu sambil memandangi materia itu. "Choco/mog ya..."

"Dari mana kau tahu?" Tanya Tifa.

Kau tersenyum. 'Tentu aku tahu, dulu aku yang melempar materia ini ke balik pagar.' "Aku mengenal semua Summoning materia di seluruh dunia."

Cloud memandangmu dengan penuh ketertarikan. "Kuharap kau bisa menjelaskanku kapan-kapan."

"Aku tidak berminat," balasmu dengan nada bercanda.

"Kurasa kau bisa menjadi guru bagi mantan SOLDIER ini," kata Tifa sambil tertawa.

Kalian melanjutkan perjalanan ke sebuah rumah yang ada di sana dan memasukinya. Terlihat pria tua sedang berdiri di depan meja.

"Selamat datang." Pria itu menoleh ke arahmu, dan terkejut.

Kau tersenyum dan menghampirinya. "Hai, Choco Bill, lama tidak ketemu."

"Kau, nona Shaffira! Sudah lama sekali sejak 11 tahun yang lalu, dan kau terlihat tidak berubah! Makanya kau langusng mengenalmu!" Ujarnya dengan nada gembira. "11 tahun kau tidak datang."

"Ada banyak masalah yang terjadi, karena aku hanya seorang pengelana," jawabmu.

Cloud menghampiri kalian. "11 tahun? Dan tidak berubah? 11 tahun yang lalu berarti ketika aku berumur 10 tahun. Aku berubah total sekarang. Memang berapa umurmu?"

"Cloud tidak sopan menanyakan umur seorang gadis!" Protes Tifa.

Kau memutar bola matamu. "Yang kuingat 18."

"Itu umur yang kau katakan padaku 11 tahun yang lalu," kata Choco Bill cepat. "Mungkin kau benar-benar lupa akan umurmu."

Cloud dan Tifa terdiam sambil memandangmu dengan tatapan bingung.

Writer's Pov

Terlihat Cloud yang memandangi Shaffira. Ia ingin sekali membuka jati diri gadis yang mirip Sephiroth itu. 'Siapa dia sebenarnya? Aku merasakan banyak kebohongan darinya. Jika dihitung, umurnya lebih tua dariku!'

'18 ditambah 11... Itu sama dengan 29...' Tifa memandang Shaffira dengan bingung. 'Apa mungkin orang umur segitu terlihat sangat muda dan remaja seperti ini. Tanpa kerutan diwajahnya sedikit pun?'

'Siapa dia sebenarnya...?'

Your Pov

"Mau menyebrangi rawa?" Tanya Choco Bill ketika kamu bercerita kalau kamu ingin ke Junon.

"Yap."

"Hmm, kalau begitu sepertinya kamu lebih baik cari Chocobo. Kamu bisa menyebrangi rawa dengan cepat dengan Chocobo. Itu satu-satunya jalan agar tidak diserang Midgar Zolom," kata Choco Bill.

"Midgar Zolom?" Bingung Cloud.

Kamu langsung menoleh ke arahnya sambil mengangguk. "Ya. Itu makhluk mirip ular yang lebih tinggi dari 30 kaki. Ia mendeteksi langkah kaki siapa pun yang masuk ke rawa."

"Lalu, BAM! Ia menyerang!" Lanjut Choco Bill. "Untuk menghindar, beli Chocobo di "Choco Bill dan Choco Billy Farm". Kalau mau beli Chocobo, kamu bilang saja dengan cucuku. Ia ada di kandang Chocobo di ujung kanan peternakan."

Kamu menatap Choco Bill dengan lelah. 'Sempat-sempatnya dia promosi.' "Lebih baik kita segera ke sana," katamu pada yang lainnya.

Cloud dan Tifa mengangguk.

Kalian pergi keluar setelah sebelumnya berpamitan pada Choco Bill. Di tengah perjalanan Tifa menghampirimu.

"Hei... Benarkah pernah ke sini 11 tahun yang lalu?" Tanyanya dengan wajah penasaran.

"Yep, dulu aku menitipkan Chocoboku di sini, sayangnya Chocobo itu sudah mati," jawabmu sambil tertawa.

"Bukan itu, tapi aku bingung dengan umurmu."

Kamu mengangkat bahu. 'Entahlah, tapi mungkin 28 atau 29 yaa?' "Aku lupa, yang aku ingat aku berumur 18."

"Kau ini..." Keluh Tifa. "Memangnya kau pernah hilang ingatan?"

Kamu tertawa mendengarnya, "tidak pernah kok."

Cloud memandangi kalian berdua dengan wajah kesal, ia terlihat menunggu.

"Lebih baik, kita bergegas. Tuan yang Tidak Suka Menunggu Wanita sedang kesal," katamu sambil memandang Cloud dengan senyum jahil.

Tifa tertawa kecil mendengarnya.

"Ayo jalan," kata Cloud.

Kalian berdua mengikuti Cloud masuk ke kandang Chocobo. Di sana ada dua orang anak kecil. Anak laki-laki dan perempuan.

Cloud menghampiri anak laki-laki di sana. Ia berbincang.

"Mau Chocobonya tidak?" Tanya anak itu yang bernama Choco Billy.

"Ng... Minta satu deh," kata Cloud.

"Orang tua yang malang..." Keluh Choco billy.

"Orang tua...?" Cloud bingung.

Choco Billy menggoyangkan pena bulu di topinya. "Kami sedang kehabisan Chocobo. Yang di sana itu punya orang lain. Kalau benar-benar mau, kau harus keluar dan tangkap sendiri."

Cloud menghela nafas kecewa, "baiklah."

"Kau akan membutuhkan Chocobo Lure agar mereka muncul. Aku jual 'Chocobo Lure' seharga 2000 gil. Mau tidak?" Tanyanya.

"Boleh," Cloud merogoh sakunya dan memberikan uang 2000 gil-nya pada anak itu dan Choco billy memberikan Chocobo Lure, sebuah materia berwarna pink keunguan.

"Terima kasih!"

Anak perempuan yang sebelumnya telah mengatakan kalau namanya Chole berbalik menatap Choco Billy, kakaknya. "Tidak kemahalan tuh? Tapi jangan marah dengan kakak atau kakek ya. Sejak ayah dan ibu meninggal dunia, jadi begini deh..." Keluhnya.

Kamu menghampiri gadis kecil itu. "Tidak apa-apa Chole... Aku tahu, peternakan kalian sedang susah. Bisa dilihat dari kandang-kandang kosong di sini." Ujarmu sambil memandangi kandang kosong di sekeliling.

Dua kandang di dekat pintu dulunya adalah tempat Chocobo milikmu, yang satu Green Chocobo dan yang satunya Black Chocobo. Yang Green, Cloen, begitu kau memanggilnya, memiliki fisik lemah, hidupnya tidak begitu lama. Dan yang hitam, kau memberi namanya Buraku, mati karena menolongmu ketika akan jatuh ke dalam jurang.

Kamu memandang kandang-kandang itu dengan senyuman sendu, mengingat suara riang Chocobo-mu. 'Dulu... Sangat menyenangkan...'

"Ada apa?" Tanya Tifa.

"Eh? Tidak apa-apa..." Kamu tersenyum pada Tifa, lalu berpaling pada Cloud. "Ayo berangkat, Cloud."

Cloud mengangguk setuju.

Kalian keluar dari peternakan. Setelah berpamitan pada Choco Bill.

"Oh, ada satu hal yang belum aku beri tahu pada kalian." Katanya ketika kalian ada di ambang pintu. "Ada orang lain yang pergi ke rawa juga. Tanpa chocobo. Midgar Zolom akan menghabisinya. Orang itu memakai jubah hitam."

"Mungkinkah...?" Tanyamu pada Cloud dan Tifa.

Mereka berdua mengangguk pasti. "Itu Sephiroth..." Jawab Cloud.

Kalian meninggalkan peternakan.

Writer's Pov

Aeris memandangi Midgar Zolom yang tertancap di tiang panjang di depan pintu masuk Mythril Mine.

"Sulit dipercaya..." Komentar Red sambil tetap melangkah.

"Musuh kita bisa melakukan ini?" Aeris masih takjub.

"Siapa yang peduli?" Gerutu Barret. "Kita bergegas!"

Aeris mengangguk dan mengikuti Barret dan Red. Sesekali ia menoleh ke belakang dengan wajah khawatir.

Your Pov

"Berhasil!" Teriakmu ketika Chocobo berwarna kuning berada dihadapanmu dengan sikap jinak. "Anak baik..." Kamu mengusap-usap kepala Chocobo yang sedang makan itu. Cukup sulit menangkapnya ketika kalian harus menghadapi musuh lainnya.

"Syukurlah..." Tifa merebahkan diri di atas rumput. "Akhirnya dapat juga tiga Chocobo..."

Kamu tersenyum. "Dengan ini, kita dapat menyebrangi rawa."

"Kita berangkat sekarang," kata Cloud sambil menaiki chocobonya dan diikuti kamu dan Tifa.

Kalian menyentakkan tali kekang yang sudah dipasang pada leher masing-masing chocobo. Tali kekang gratis dari Choco Bill. Para Chocobo melesat kencang, melewati rawa.

"SSSHHHH..." Terdengar bunyi aneh dibelakang kalian.

Kamu menoleh ke belakang dan berteriak pada yang lainnya. "Apa kalian dengar sesuatu?"

"Ya!" Sahut Tifa. "Seperti desisan ular."

"Apa itu Midgar Zolom?" Tanya Cloud.

"Entahlah." Kamu menyentakkan tali kekang agar Chocobo lebih cepat berlari. "Lebih baik bergegas demi keselamatan!"

Cloud dan Tifa mengikutimu. Mereka menyentakkan tali kekangnya. Chocobo melesat kencang, sampai akhirnya berhenti di suatu tempat di luar rawa.

"Mythril Mine..." Cloud menjalankan Chocobonya ke sebuah papan petunjuk. "Di sini tempatnya..."

Tifa menoleh kiri kanan sampai matanya menemukan sesuatu yang membuatnya tercengang. "Cloud, Shaffira! Lihat di sana!" Teriaknya sambil menunjuk ke suatu arah.

"Apa?" Kamu menoleh. "!?" Kamu terkejut dan langsung turun dari chocobomu, menghampiri sesuatu yang membuatmu terkejut.

Seekor Midgar Zolom tertancap pada sebuah tiang pancang yang menusuk kepalanya. Beberapa sayatan pedang terlihat di tubuhnya. Darah hewan itu berceceran ke mana-mana, pemandangan yang cukup mengerikan juga menjijikkan.

Cloud dan Tifa juga turun dari chocobonya. "Ini hasil karya Sephiroth?" Tanya Cloud, memastikan.

"Kemungkinan besar, dilihat dari sayatan di tubuh Midgar Zolom," jawabmu.

Tifa memandang dengan takjub. "Luar biasa..."

"Hei, itu pintu masuk Mythril Mine kan?" Cloud memecah keheningan dengan suaranya yang dingin, jari telunjuknya menunjuk sebuah gua.

"Ya..."

Tifa menoleh ke arahmu. "Dari mana kau tahu?"

"Aku sudah pernah ke sini sebelumnya. Dulu tidak sesepi ini, banyak orang yang bekerja di sini. Tapi sekarang mereka tidak bisa kerja lagi karena ada Midgar Zolom di rawa."

"Lebih baik kita masuk deh..." Cloud mulai melangkah.

Kalian bertiga masuk ke Mythril Mine. Begitu akan sampai di depan pintu keluar, kalian bertemu seorang berjas hitam dan berdasi, pakaian yang sangat formal... Seorang Turks.

Kamu mamandangi Turks itu dengan sedih. 'Rude...'

"Tunggu dulu!" Perintah Rude, ketika Cloud akan melangkah lagi. Ia terhenti dan meliahat ke arah pintu keluar yang berada di atas tebing kecil.

"Siapa kamu?" Tanya Tifa.

Kamu memandang Tifa dengan tatapan aneh. 'Apa dia sudah lupa pada orang yang sudah menangkapnya di Shinra HQ?'

Rude beralih pada Tifa. "Kamu tidak tahu siapa aku?" Suaranya tampak bingung.

"Dari Turks kan?" Potong Cloud cepat.

"Kalau sudah tahu, baguslah," komentar Rude dengan suara enggan, "sulit menjelaskan apa pekerjaan Turks..."

"Menculik, kan?" Potong Cloud lagi.

"Jeleknya begitu... kira-kira begitu..." Suara Rude terdengar sangat malas, "tapi, tidak semuanya melakukan itu sekarang." Rude terdiam lama, melihat sekeliling, memandang ke arah lantai.

"Senior!" Suara panggilan seorang wanita terdengar dari atas tebing. Semuanya menoleh ke atas, terlihat seorang gadis Turks berdiri di tebing atas. "Tidak apa-apa kok Rude! Aku tahu kok kamu tidak suka berpidato. Tidak perlu maksa."

"... Kalau begitu Elena, kamu saja," kata Rude.

Elena, gadis Turks yang berdiri di atas tebing itu berdehem pelan. "Aku anggota Turks paling baru, namaku Elena. Berkat 'kebaikan' kalian pada Reno, kami kekurangan orang... Walaupun, karenanya, aku dipromosikan jadi Turks... Biasanya, pekerjaan kami mencari tahu ke mana Sephiroth pergi, lalu mencoba menghalangi jalan kalian di sepanjang perjalanan." Ia berbalik. "Eh, tunggu, Sepertinya terbalik. Kalianlah yang menghalangi jalan kami."

'Geez... Turks baru ini terlalu cerewet...' Keluhmu.

"Elena kau terlalu banyak bicara..." Terdengar suara dari pintu keluar, seorang Turks masuk ke dalam. Dia adalah Tseng.

Elena terkejut. "Tseng?" Suaranya terdengar seperti protes.

"Tidak perlu bilang ke mereka pekerjaan kita..." Kata Tseng tanpa mengalihkan pandangannya ke arahmu, Cloud dan Tifa.

"Maaf... Tseng," kata Elena.

"Aku sudah memberimu tugas kan? Sekarang pergi. Jangan lupa buat laporannya," ujar Tseng.

"Oh, Baik!" Elena akan beranjak turun. "Ok, Rude dan aku akan mencari Sephiroth, yang sekarang akan menuju Junon Harbour!"

Tseng memandang gadis itu dengan wajah lelah. "...Elena. Sepertinya kau tidak mengerti."

"Oh!" Elena menutup mulutnya, sadar kesalahannya yang mengatakan pekerjaan Turks di depan musuh. "Maaf, maaf..."

"...Pergilah. Jangan sampai Sephiroth lolos," perintah Tseng.

"Siap, Pak!" Jawab Rude dan Elena serempak. Elena beranjak turun dan pergi. Rude berjalan ke arah pintu keluar, tapi sebelum ia benar-benar keluar ia berbalik. "...Reno bilang ia mau bertemu setelah lukanya sembuh. Ia mau memperlihatkan rasa terima kasihnya pada kalian... dengan senjata baru..." Lalu ia pergi, ketika melihatmu tertawa kecil. Kamu tahu kalau Reno sangat benci kalah.

"Jadi..." Tseng melangkah maju dan memandang kalian satu per satu. "Di mana gadis Ancient itu?"

"Dia berada di tempat yang aman..." Jawab Cloud.

"Baguslah kalau begitu. Sebaiknya ia jauh dari Shinra. Jaga dia baik-baik," kata Tseng.

"Rasanya aneh mendengar ucapan yang seperti itu darimu..." Komentar Tifa.

"Terserah apa pendapatmu... Dan..." Ia memandang ke arahmu. "Shaffira. Kuharap kau juga jangan dekat-dekat Shinra..."

Kamu memalingkan wajah. "Kau tidak perlu mengurusiku..."

"Aku tahu kau akan bilang begitu..." Keluh Tseng, lalu beralih pada Cloud. "Kuharap kau menjaganya juga..." Lalu pergi.

Cloud mengalihkan pandangannya ke arahmu ketika tubuh Tseng sudah tidak terlihat di matanya. "Apa maksudnya itu? Kau kenal dengannya?"

"Dia hanya simpati karena aku tertangkap Shinra..." Kamu melihat yang lainnya terdiam sambil memandang tidak percaya. "Itu tidak penting... Ayo jalan," ujarmu sambil melangkah ke pintu keluar dan yang lainnya mengikuti.

Someone's Pov

Aku melihat tiga orang berjalan tenang di bawah. Aku yang berada di atas pohon ini bisa mengintai mereka dengan begitu mudah. Dua wanita dan satu orang pemuda yang membawa pedang besar. Mereka terlihat seperti orang kaya, dan kebetulan aku sedang tidak punya uang. Lebih baik serang mereka dan ambil uangnya. Hehehehe. Lebih baik lagi kalau mereka punya Materia.

"HYAAAAHH!" Aku turun menerjang sambil melempar Shuriken-ku, dan bergegas menyerang mereka.

Your Pov

Kamu memandang gadis yang memegang Shuriken besar yang sudah menyerang kalian dengan tiba-tiba sepuluh menit yang lalu terkapar tidak berdaya.

"Apa-apaan dia?" Keluhmu.

"Cloud, kau kenal gadis itu?" Tanya Tifa.

Cloud menggeleng lalu menghampiri gadis itu.

Shuriken Girl's Pov

"Adudududuh..." Kuusap kepalaku. Lawanku kali ini bukan orang sembarangan. Belum pernah ada yang bisa mengalahkanku selain ayah..."

Aku membuka mataku dan langusng bertatapan dengan sepasang mata biru. Kukedipkan mataku sesaat lalu bergegas berdiri. "Hah! Itu belum seberapa! Ayo akui, kalau kalian ketakutan terhadapku." Aku mengayunkan tinjuku.

"Sangat..." Pemuda yang memiliki mata biru yang tadi bertatapan denganku menjawab sambil mengangkat bahunya.

Aku tertawa dengan percaya diri. "Hehehehe... Sudah kuduga." Aku tahu mereka lebih kuat dariku dan aku harus kabur dari sini! "Baiklah, aku akan maafkan kalian kali ini. Sampai bertemu lagi!" Aku mulai beranjak.

"Tunggu sebentar!" Teriak pemuda tadi dan aku terhenti kaget. Ia menyusul bersama kedua temannya. Yang berambut perak menatapku tajam dan yang berambut cokelat tua terlihat bersahabat. Aku takut memandang si rambut perak.

'Ada yang salah? Apa mereka belum puas menghajarku?' Aku sudah panik setengah mati. "Ada apa? Kalian membutuhkan sesuatu?"

"Kau sepertinya kuat." Pemuda itu berkata lagi, "kami bisa membutuhkan bantuanmu."

"Huh?" Aku berkedip sesaat. "Bantuanku?"

Pemuda itu mengangguk. Aku memperhatikan dia dari ujung kaki ke ujung rambutnya yang seperti Chocobo. Di pedang... di armournya... Ada MATERIA!

"Oh... Jadi kalian butuh bantuanku, heh? OK. Aku akan bantu."

"Baiklah, ayo jalan." Pemuda itu berbalik dan langsung melangkah bersama teman-temannya.

"Heeeeeey... Tunggu dulu!" Aku memanggil kaget dan mengejar mereka. "Apa kalian tidak mau tahu namaku? Aku Yuffie, senang bertemu dengan kalian!" Aku mengikuti mereka sambil tersenyum.

Hehehehehe... Semuanya berjalan mulus. Aku tinggal menunggu saat mereka lengah dan ZAP! Semua materia akan jadi milikku.

Your Pov

Kamu melihat Desa di bawah gerbang Junon yang gelap. Menghela nafas lelah dan mengeluh kalau Shinra benar-benar mengambil hak orang lain, desa orang pun diambil begitu saja. Walau kamu sudah tahu itu sudah berlangsung bertahun-tahun panjangnya, kamu tetap merasa iba melihat desa tersebut.

"Apa yang terjadi pada desa ini ya? Hancur sekali..." Keluh Cloud.

"Shinra telah mengambil alih desa ini dan seenaknya membangun Junon di atasnya..." Jawabmu.

"Hei, aku tidak tahu kalau kalian akan ke sini!" Teriak Yuffie, gadis muda yang menurut Cloud kuat dan telah direkrut menjadi anggota oleh Cloud satu jam yang lalu.

Tifa melihat sekeliling. Matanya tidak menemukan apa yang ia cari. "Kurasa yang lainnya belum datang..."

Yuffie menoleh ke arah laut. "Hei di sana ada pantai! Lebih baik kita ke sana."

"Untuk apa?" Tanyamu.

"Mungkinkah yang lainnya di sana? Aku kan belum bertemu dengan mereka," kata Yuffie.

Cloud menyetujui usul Yuffie, ia melangkah menuju pantai diikuti kalian bertiga.

Sesampainya disana kalian melihat seorang gadis kecil berdiri di dekat air.

"Hai! Tuan lumba-luamba!" Panggilnya ke arah air. Ia melompat-lompat senang ketika seekor lumba-lumba berenang mendekatinya.

Gadis kecil itu melompat kecil. "Namaku... Pri-scil-la! Coba ulangi."

Kamu tersenyum aneh. "Apa-apaan itu...?"

Seperti mendengar dan menyadari kalian, gadis kecil itu berbalik. "Kalian siapa? Anggota Shinra, Inc ya?"

Tifa tersenyum lembut. "Bukan, kamu salah. Kami tidak ada kaitan dengan Shinra."

Gadis kecil itu, Priscilla menggeleng kuat. "Aku tidak percaya!"

"Bagus..." Keluh Cloud.

Grrr...

Tiba-tiba tanah bergetar. Tifa melihat sekeliling dan ia melihat sesuatu yang seperti capung besar dari arah laut. "Lihat itu!" Teriaknya.

Kalian semua langsung melihat ke arah yang Tifa tunjuk. "Bottomswell!" Teriakmu. "Hei, gadis kecil jangan ke sana!"

Priscilla tidak mendengarmu, ia maju dengan tinjunya. "Hati-hati tuan lumba-lumba!"

Dash! Gadis kecil itu ditabrak oleh makhluk laut itu. Ia terlempar ke air, berusaha bangkit lagi, tapi kemudian roboh.

Cloud menarik pedangnya. "Hei! Bertahanlah! Kami datang!" Ia menerjang maju.

Kamu dan yang lain mengikutinya. 'Dulu... Kalau tidak salah Bottomswell sudah tersegel oleh sihirku kan? Kenapa terbuka?' Pikirmu sambil menarik rantaimu. 'Mungkinkah karena aku memakai water magic dan sekarang magic itu rusak gara-gara air sudah tercemar polusi?' Kamu memandang ke arah air yang agak menghitam. 'Dasar siaaaaaaal!'

/Battle dengan Bottomswell

Cloud menghampiri Priscilla dan menggendongnya ke tepi pantai. "Gawat... Dia tidak mati kan?"

Kalian khawatir dengan keadaan gadis itu. Kamu menoleh ke sana kemari berniat mencari ide, tapi kamu tahu itu tidak akan berguna.

"Priscilla!" Suara seorang pria terdengar dari arah tangga menuju desa. Kalian menoleh dan melihat seorang pria tua menghampiri kalian, ia berjongkok di samping Priscilla.

"Tidak... dia tidak bernapas... Oh, iya!" Pria itu menoleh ke arah Cloud. "Anak muda! Cepat berikan bantuan pernapasan sekarang!"

Cloud terlihat amat sangat terkejut. "Dari mulut ke mulut?"

Kalian para gadis memandang Cloud dengan iba ketika melihat ekspresinya, tapi sudah tidak ada waktu. Hanya cara itu yang bisa menolong Priscilla.

"Cloud, cepat!" Perintahmu.

Cloud memandangmu bingung. "Tapi... dia itu anak kecil..."

"Cloud, kami mau apa? Apa? Kamu tidak tahu bagaimana caranya? Sini, kutunjukkan caranya," Tifa mendesaknya.

"Sepertinya aku tahu deh..." Keluh Cloud. "Cukup ambil nafas dalam-dalam, tahan, lalu lepaskan ke dalam mulutnya..."

"Cepat lakukan!" Desak Tifa lagi.

Wajah Cloud tampak enggan memberikan CPR pada Priscilla, tapi akhirnya ia melakukannya juga, karena sudah tidak ada waktu lagi.

"Uh...ugh..." Priscilla akhirnya bangun setelah Cloud memberikannya beberapa kali CPR. Untuk membiarkannya menghirup udara segar, Cloud segera berdiri.

"Hei, hei! Priscilla, kau baik-baik saja?" Tanya pria tadi dengan khawatir, lalu menggendongnya, membawa Priscilla pergi.

"Kita susul?" Tanyamu.

"Lebih baik begitu.." Angguk Cloud.

Kalian pergi ke desa dan melihat pria yang menggendong Priscilla berdiru di tangga sebuah rumah panggung.

"Maaf Cloud. Priscilla perlu istirahat sebentar," ujarnya.

Cloud hanya tersenyum dan mengangguk, ia tampaknya khawatir dengan keadaan Priscilla.

"Lalu sekarang bagaimana?" Tanya Yuffie.

"Kita keluar dari desa ini dan berkemah di luar, bagaimana?" Usul Cloud.

"Tidak masalah," jawabmu.

"Begitu juga denganku," sambung Tifa.

"Aku juga, aku sudah terbiasa begitu," kata Yuffie.

Kalian bertiga berjalan menuju gerbang.

"Hei masuklah sebentar!" Teriak seorang wanita tua di depan pintu sebuah rumah yang terletak di dekat gerbang pada kalian.

Cloud memandang bingung, lalu memutuskan mengikuti wanita itu masuk ke dalam rumah.

"Aku mendengar apa yang terjadi. Kalian sudah banyak membantu Priscilla. Kalian pasti lelah. Kalau mau istirahat, tinggallah di sini," kata wanita tua itu, lalu ia keluar.

"Waow... Beruntung sekali..." Komentar Yuffie.

"Kuharap kita bisa beristirahat di sini," ujar Tifa.

"Dari pada tidur di luar deh... Ya? Cloud?" Kamu berpaling pada Cloud dan memandangnya dengan senyum.

Cloud terlihat tersentak.

Cloud's Pov

"Dari pada tidur di luar deh... Ya? Cloud?" Shaffira berpaling padaku dan memandangku dengan senyum.

Aku sedikit tersentak melihat senyumannya. Senyuman yang lembut tapi sama seperti Sephiroth. Sangat sama! Sesaat aku berkedip untuk memastikan lagi kalau senyuman itu sama, dan memang benar-benar sama.

Apa lagi dengan mata hijau berkilau dan rambut perak yang tergerai. Terlalu mirip, walaupun tidak terasa kengerian seperti Sephiroth dari dirinya.

Kulihat Shaffira mengedipkan matanya sesaat melihatku yang terpaku. "Kenapa, Cloud?"

Your Pov

Kamu melihat Cloud yang terpaku menatapmu. "Kenapa, Cloud?" tanyamu.

Cloud terkejut dan menggelengkan kepalanya. "Ti...tidak... Bukan apa-apa... Le...lekas istirahat..." Jawabnya sambil tergugup.

"Benarkah?" Tanyamu memastikan.

"Yeah..."

Mengdengar jawabannya kamu tidak komentar lagi dan kamu segera beristirahat seperti Tifa dan Yuffie.

Esok Harinya

"Sesuatukah?"

"Maksudmu?"

"Cerita Cloud waktu di Kalm sangat berbeda dengan ingatanmu bukan?"

"Benar. Aku sangat terkejut... Tidak ada Zack di ceritanya."

"Kenapa tidak tanyakan?"

"Aku takut dia malah bilang aku sok tahu atau dia akan menyangka kalau aku menganggap ceritanya palsu."

"Kau, tahu, Tifa juga terlibat bukan?"

"Benar, lalu?"

"Tanyakan padanya saja..."

"Baiklah..."

"Jadi... Bangunlah!"

Kamu terbangun dan melihat kalau yang lainnya masih tertidur. Jam menunjukkan pukul setengah 6 pagi. Kamu menguap sekali lagi dan bangkit lalu keluar.

Desa itu masih sepi karena masih pagi, tapi kamu mendengar keberisikan dari Junon, kamu hanya menghela nafas maklum. Kamu memutuskan untuk ke pantai.

Laut agak tidak terlihat karena gelap dan polusi yang mencemari airnya. Kamu berjongkok dan menuliskan sesuatu di atas pasir dengan jari telunjukmu.

"Nii-san... Sephiroth... Aku... Shaffira... Unknown SOLDIER Zack..." Kamu menuliskan nama-nama itu pada pasir. Kamu membaca tulisanmu lagi. Sesaat dahimu mengkerut ketika membaca Unknown SOLDIER Zack.

"Unknown SOLDIER Zack?" Kamu bingung sendiri. 'Kenapa aku menyebutnya SOLDIER? Dari mana aku dapat informasi kalau Zack itu SOLDIER ya...? Memang sih pakaiannya pakaian SOLDIER.. Tapi... Aduh...'

Selagi bingung dengan pernyataan dan pertanyaanmu sendiri, air laut datang dengan ombak kecil menghapus tulisan itu secara perlahan.

"Kenapa aku lupa begini sih?" Kamu mengetuk-ngetuk kepalamu sendiri. 'Rasanya aku pernah lihat tulisan SOLDIER Zack... Tapi, di mana?' Muncul bayangan di kepalamu. 'Shinra... Arsip...Catatan... Dokumen... Data... SOLDIER... Shinra...? Aduhh... Apa sih?'

"ADUUUUHH! DI MANA SIH?" Kamu berusaha mengingat sampai mengacak-acak rambutmu sendiri.

"Kau kenapa?" Seseorang menepuk pundakmu.

Kamu menoleh, orang itu Tifa. "Ah, pagi... Kau mengagetkanku..." Keluhmu.

Tifa tertawa kecil. "Maaf..."

'Unknown SOLDIER Zack'

Kamu teringat tulisanmu tadi. "Oh, iya Tifa, kau pernah mendengar nama, Unknown... bukan, tapi SOLDIER Zack?" Tanyamu.

Terlihat Tifa sangat terkejut, tapi ia langsung menyembunyikan rasa keterkejutannya. "Ti... Tidak tahu... Tapi... Kalau SOLDIER rasanya ada di koran kan?"

Kamu ingin mendesaknya lebih lanjut, tapi entah kenapa kamu merasa kalau mendesak gadis ini kau bisa-bisa malah kehilangan sesuatu yang penting. Kamu memutuskan berpura-pura kecewa layaknya orang biasa. "Benar juga ya... Mungkin aku pernah baca di koran..."

Tifa tersenyum. "Kalau masalah SOLDIER, lupakan saja. Aku benci mereka..."

"Tampaknya matahari mulai muncul," katamu, "lebih baik bangunkan yang lainnya..."

"Aku akan membangunkan mereka," kata Tifa lalu ia beranjak pergi.

Kamu memandang gadis itu sampai tidak terlihat dari pandanganmu. Kamu menguap sekali lagi karena angin lembut yang dingin membuatmu mengantuk. Lalu kamu memutuskan untuk kembali.

"Barret... Tampaknya yang lain belum sampai kah?"

"Mana kutahu&Y%$&$#! Cloud memberitahuku dengan tidak jelas."

"Oh..."

Kamu melihat Barret, Aeris dan Red di depan rumah Priscilla. Red menoleh ke arahmu. "Itu Shaffria..."

Aeris dan Barret langsung beralih padamu.

"Ah, Shaffira!" Aeris memanggil.

Kamu tersenyum dan menghampiri mereka. "Hei..."

"&(&**$$! Jawaban yang terlalu singkat! Di mana yang lainnya?" Tanya Barret.

"Hari ini Barret sedang Bad Mood..." Keluh Aeris. "Lalu mana yang lain?"

"Tifa sedang membangunkan mereka..." Jawabmu.

"Oh, nona..." Seseorang menghampirimu, ternyata orang tua yang membawa Priscilla kemarin. "Terima kasih atas bantuan kalian kemarin. Priscilla sudah sadar dan terlihat baikan."

"Begitukah? Baguslah... Mungkin Cloud akan menjenguknya nanti," ujarmu.

"Kuharap begitu, kata Priscilla ia ingin memberikan sesuatu pada pemuda itu," pria tua itu tersenyum lalu pergi.

"Ada apa sih?" Tanya Aeris.

Kamu tertawa kecil. "Mungkin ini pengalaman buruk bagi Cloud..." Lalu kamu menceritakan kejadian Priscilla dan Bottomswell.

Aeris terlihat terkejut. "Wah, aku tidak bisa membayangkan perasaan Cloud..."

"Entahlah," kamu tertawa.

"Trumpet's sound, Music" Tiba-tiba terdengar suara terompet dan musik nyaring dari arah Junon.

"Apa tuh?" Teriak Barret kaget.

Kamu menatap ke arah gerbang Junon. "Mungkin di Junon ada perayaan..." 'Pasti... Rufus...'

"Hei..." Terdengar suara Cloud.

Kalian semua menoleh. "Pagi..." Jawabmu.

"Kudengar gadis itu sudah sadar," kata Aeris.

"Orang tua kemarin yang memberi tahu tadi..." Sambungmu.

"Tapi, tidak sedikit aneh nih? Tiba-tiba semuanya jadi begitu ramai..." Keluh Tifa.

"Apa ini ada hubungannya dengan Shinra?" Tanya Red

"Huh? Apa itu masalah?" Protes Yuffie.

Cloud mengangkat bahu, lalu menaiki tangga menuju rumah Priscilla dan gadis kecil itu keluar dari rumahnya ketika cloud mencapai setengah tangga.

"Sudah baikan?" Tanya Cloud.

Priscilla menggaruk-garuk kepalanya. "Ng... Terima kasih sudah menolongku..."

Mereka berdua menuruni tangga.

"Maaf, aku salah sangka tadi, kukira kamu salah satu anggota Shinra , Inc..." Kata Priscilla ketika sudah berada di bawah.

"Tidak apa-apa," ujar Cloud.

"Aku mau memberikan sesuatu yang SPESIAL! Ini jimat. Jaga baik-baik ya?" Priscilla memberikan sebuah bola berwarna merah kepada Cloud. Sebuah Summoning Materia.

Cloud mengangguk senang. Ia berpaling padamu. Ia menyodorkan materia itu. "Kira-kira ini apa?"

"Ternyata Ex-SOLDIER tidak tahu banyak soal Summoning Materia ya..." Komentarmu lalu mengamati Materai itu. Dalam bayangan matamu, terlihat seorang dewi berwarna biru yang terselubung es. 'Shiva yaa...?' "Ini Shiva... Dewi Es..."

"Begitukah?" Ia mengamati materia itu.

"Musik apa itu? Kedengarannya enak," kata Barret.

Priscilla menoleh ke arah Junon. "Katanya mereka sedang latihan penyambutan Presiden Shinra yang baru."

Barret terlihat panas. "Rufus?" Umpatnya. "Aku harus ke sana menunjukkan rasa 'hormat'ku."

"Kata kakek dan nenek, waktu mereka masih kecil pantai ini indah. Tapi setelah Shinra membangun kota di atas sana, matahari berhenti bersinar di sini, dan air jadi terpolusi. Aku dibesarkan dengan cerita itu, jadi membenci Shinra setengah mati," kata Priscilla.

"Menurutmu apa Rufus punya rencana menyebrang laut dari sini tidak?" Tanya Aeris.

"Apa? Apa itu artinya Sephiroth sudah menyebrang?" Barret balik bertanya.

Red berpaling pada Cloud. "Cloud, bukannya Rufus sudah kau habisi?"

"Rufus keburu kabur," jawabmu ketika Cloud terlihat malas menjawab.

"Kita harus ke kota atas sana... Mungkin saja kita bisa memanjat menara?" Barret mengusulkan.

Akhirnya kalian berpencar mencari ide masing-masing. Cloud dan Barret ke pantai, Tifa dan Aeris mengobrol asyik, Yuffie terlihat berlatih sendiri, Red tidur-tiduran tidak jelas,dan kamu memandangi gerbang Junon yang ada di desa itu.

Kamu merogoh saku dan mengambil sesuatu dari dompetmu, sebuah id Card Shinra kepunyaanmu dulu. Kamu menatap id card itu dengan bimbang. 'Masih bisakah dipakai, lagi pula ini hanya kartu id tanda bebas masuk ke seluruh daerah Shinra... Yah... walau tidak berlaku untuk komputer...'

'Lebih baik kucoba...' Kamu berjalan menghampiri penjaga yang ada di gerbang.

"Kau tidak bisa masuk karena sedang ada perayaan penting. Orang luar dilarang masuk," kata penjaga itu.

"Ini..." Kamu menunjukkan id card-mu.

"Oooh! Kau anggota karyawan penting Shinra rupanya! Kenapa tidak bilang!? Masuklah!" Penjaga itu langsung membukakan gerbang.

Kamu tersenyum puas. 'HA! Ternyata masih bisa terpakai! Berguna juga id card ini. Hampir saja kubuang dulu.' Kamu memasuki gerbang dan menaiki elevator. 'Tak kusangka akan semudah ini...'

Elevator sampai di lantai atas, kamu keluar dari dalamnya dan langusng bertemu para prajurit Shinra berlalu lalang sibuk. Ada yang kalang kabut bingung, ada yang kehilangan kelompoknya, ada yang mengeluh karena belum hafal lagu, dan sebagainya yang sebagian besar disebabkan oleh ketegangan untuk tampil alias demam panggung.

Kamu keluar dari sana sesegera mungkin karena was-was kalau-kalau ada yang mengenalimu. Kamu berjalan di pinggir kota Junon yang luas. Terlihat laut dari sana. Terlihat indah berkilauan walau terpolusi.

"Shaffira?" Seseorang memanggilmu.

"Eh?" Sesaat kamu tidak bisa bergerak, takut kalau itu adalah prajurit Shinra ataupun SOLDIER.

"Shaffira kan?" Orang itu memanggil lagi. Sesaat kamu menyerna suaranya. Kamu seperti mengenal suara itu. Langsung kamu berbalik dan menemukan sesosok Turks berambut merah yang memandangmu tidak percaya.

"Reno?" Kamu memastikan.

Turks itu langsung berwajah senang tak terkira, ia langsung memegang kedua pundakmu dan berteriak senang. "Ternyata benar Shaffira!" Ia memelukmu. "Syukurlah kau selamat!"

Pelukan Reno terlalu kuat sehingga kamu sesak nafas. "Re...reno... Lepaskan aku!" Kamu berusaha melepaskannya. "Aku tidak bisa bernapas!"

"Oh...oh... Maaf." Reno langsung melepaskan pelukannya. "Sudah lama kita tidak bertemu! Aku sangat merindukanmu!"

"Yeah... aku juga..." 'Terutama Heiren dan Cecill...'

Melihat wajah sedihmu, Reno langsung tanggap apa yang kau pikirkan. "Aku tahu... Aku juga merindukan mereka, terutama Cecill..."

Beberapa saat terdiam kamu langsung teringat tugas Turks. "Reno! Kau sedang tidak ditugaskan untuk menangkapku dan yang lainnya kan?" Tanyamu dengan panik.

Reno tertawa kecil. "Tenang saja..." Ujarnya, "kali ini kami hanya diperintahkan untuk mengejar Sephiroth... Kami sedang tidak ada urusannya dengan kalian. Walaupun aku ingin menghajar damn one bernama Cloud yang telah menyabet lenganku dengan pedangnya."

"Sudahlah..." Kamu ikut tertawa. "Lalu kau mau ke mana?" Kamu memperhatikan Reno.

"Oh, aku mau ke kafe tempat biasa."

"Tempat kumpul waktu santai?"

"Yeah..."

"Hehe, andai saja aku bisa ke sana lagi." Kamu mengenang masa lalu dalam pikiranmu.

Reno memandangmu dengan sedih, tapi kemudian matanya melembut dan ceria. "Kau ikut saja."

"Apa?" Kagetmu dengan ajakan tiba-tiba itu.

"Tidak ada masalah. Kami tidak ada urusan denganmu sebagai buronan kali ini. Tapi sebagai teman..." Ia tersenyum lebar. "Jadi... Ayo?"

Kamu tersenyum senang dan mengangguk setuju.

Kalian berdua berjalan berdampingan sambil mengobrol. Sesampainya kalian di tempat tujuan, yaitu kafe tempat para Turks yang senggang berkumpul.

"Cafe ini masih kelam dengan lampu birunya..." Kamu memandang sekeliling dengan kagum. Tempat itu sama sekali belum berubah. Hanya Shop Keeper-nya saja yang berubah.

"Elena..." Reno menghampiri seorang gadis Turks yang duduk di salah satu kursi, ia terlihat bosan.

"Lama sekali Reno!" Protesnya.

"Maaf deh." Reno tertawa, ia beralih padamu. "Aku membawa teman."

Elena memandangmu dengan mulut setengah menganga. Kamu menatapnya datar dan cuek. Suasana hening sesaat sampai akhirnya kamu membuka suara.

"Hoi..." Kamu mengangkat sebelah tangan sebagai tanda sapa.

"AAAAHHHHH! Diakan buronan!" Elena berteriak histeris.

"Berisik!" Reno memukul kepala Elena dengan gulungan koran yang ada di meja.

Elena memegangi kepalanya. "Apa-apaan kau, senior?"

"Berisik tahu!"

"Bukannya di buronan?" Tanya Elena.

"Kita sedang tidak ada urusan dengannya. Lagi pula aku teman lamanya." Reno duduk di atas kursinya.

"Yeah..." Kamu mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Ini hanya reuni tentang anggota Turks dan mantan anggota Shinra."

Elena memandang kalian berdua secara bergantian dengan bingung. "Aku tidak mengerti!"

"Kau memang tidak akan mengerti, tapi dulu Shaffira ini petinggi Shinra yang bisa memerintah kami, para Turks," kata Reno dan meninggalkan pandangannya dari Elena yang semakin melongo.

"Tampaknya kau terlihat suntuk ya, Palmer?" Sapamu pada orang tua gendut yang baru saja masuk, ia terlihat lemas.

"Oh, kau..." Ia langsung duduk di kursinya.

"Hei, Tuan Palmer! Apa kau juga tidak peduli padanya?" Protes Elena.

"Masa bodoh... Aku sedang sial sekarang." Palmer menidurkan kepalanya ke atas meja dengan lemas.

"Aaaaahhhhh! Kenapa ini semua!" Elena terlihat stress.

"Shaffira?" Seseorang masuk ke dalam cafe dan memastikan kalau itu benar-benar kau.

Kamu tersenyum. "Hi ya, Rude."

"Kenapa kau di sini? Tapi, syukurlah kau tidak apa-apa..." Ujarnya sambil melangkah dan duduk di kursinya. "Maaf waktu itu aku memukulmu."

"Tidak apa."

"Senior-Rude? Kau juga? AAAAHHH!" Elena stress dan mengetuk-ketukkan kepalanya ke atas meja.

"Ada apa dengannya?" Tanyamu sambil menunjuk Elena.

"Biasa, stress..." Jawab Reno asal-asalan.

"Apa Tseng akan ke sini?" Kamu bertanya lagi.

"Kurasa, tapi entahlah," jawab Rude.

"Kau juga mengejar Sephiroth?" Tanya Reno.

Kamu mengangguk. "Yeah dan sekarang..." Kamu jadi teringat dengan tujuanmu semula.

"Oh, iya! Aku harus menyusup ke kapal!" Kamu menggebrak meja dan berdiri.

Sejenak Reno dan Rude memandangmu tanpa sepatah kata apa pun. Tapi sesaat kemudian mereka tersenyum ketika kau beranjak keluar.

"Maaf, tapi aku harus bergegas!"

"Butuh bantuan?" Kamu melihat Reno dengan senyum briliannya.

Cloud's Pov

Aku memandang sang kapten dan prajurit yang tadi bersamaku pergi. Benar-benar menyebalkan karena aku harus berkelakuan konyol hari ini. Parade, menari militer, sampai-sampai gerakan victory-ku dipakai...

Bunyi lengkingan kapal terdengar sangat jelas, aku langsung masuk ke dalamnya.

"Kita akan menyebrangi lautan, ke benua baru... sekalipun mengenakan seragam Shinra..." Gumamku pelan. Sesaat ini membangkitkanku pada kenangan.

Kapal mulai melaju. Aku memandang sekeliling, terlihat banyak kotak barang dan segala rupa.

"Urkk... Uhhh..." Aku mendengar suara rintihan seseorang dari balik kotak. Dan kau tahu suara itu. Langsung saja kuhampiri yang ternyata benar Yuffie.

"Hei," aku menyapanya.

"Urrrrgh..." Dia terlihat mual dan menutup mulutnya, wajahnya pucat dan matanya yang terlihat aneh bertatapan denganku. "Cloud..."

"Kau tidak apa-apa?" Tanyaku dengan agak cemas.

"Apakah... Kau... punya Tranquiliezer?" Tanyanya.

Aku mengerutkan kening lalu merogoh saku mencari item yang ia minta, begitu dapat langsung saja kusodorkan.

Mata Yuffie langsung berbinar dan menyambar item itu. "Terima...kasih... Kau penyelamat...hidupku..." Dia meminumnya. "Biarkan aku sendiri..."

Aku mengangkat bahu. Tapi memang sepertinya kau harus membiarkannya sendiri. Langsung aku meninggalkannya.

"Ng... Ini aku Aeris..." Ujar seorang prajurit yang sedari tadi menunduk saja. Aku sudah tahu dia Aeris, terlihat dari rambutnya yang ikal dan pirang kecokelatan. "Hei, Cloud. Lihat Airship yang di Junon tidak?"

Airship yang besar itu yaaa.. "...Katanya sih besar sekali, tapi tidak kusangka sampai BEGITU besarnya."

Aeris tertawa. "Itu BARU pesawat namanya. Hei, menurutmu, aku bisa masuk ke sana tidak?"

Aku mengangkat bahu. "Entah... Itu senjata Shinra. Mungkin kita harus menghancurkannya."

"...Hmm..." Aeris manggut-manggut. "Tapi sekali saja, aku mau naik itu."

Aku hanya tersenyum tipis lalu bilang padanya kalau aku akan lihat keadaan lainnya dan pergi ke atas dek. Di sana kulihat agak banyak orang, dan yang pertama menyita pandangan mataku adalah seorang prajurit yang memandang ke arah laut dengan tersenyum. Mata hijau itu... Shaffira...

Your Pov

Berkat bantuan Rude dan Reno kamu mendapatkan seragam Shinra juga dapat memasuki kapal dengan mudah. Dalam telingamu terus tergiang kata-kata mereka berdua yang intinya memperingati agar kamu selalu hati-hati.

Kamu memandangi ke arah laut yang terbentang luas. Sudah agak jauh dari Junon, sampai di sini sudah tidak terlihat air yang terpolusi. Kamu terseyum senang melihatnya.

"Hei," seseorang menepuk pundakmu.

Kamu menoleh kemudian tersenyum. "Hei, Cloud," kamu sedah mengetahuinya dari suara Cloud yang dingin.

Cloud langsung melepaskan tangannya. "Maaf, aku hanya ingin memastikan kalau kau benar-benar Shaffira," katanya.

"Tidak apa. Bagaimana dengan yang lainnya?"

"Yuffie dan Aeris baik-baik saja, tapi yang lainnya belum aku cari." Cloud berdiri di sebelahmu dan ikutan memandang laut. "Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Eh?" Kamu menoleh bingung.

Cloud tetap memandang laut. "Apa yang kau pikirkan saat ini?"

Kamu diam sesaat. "Mungkin, Nii-san..." Jawabmu sambil mengalihkan pandangan ke laut.

"Nii-san? Kau punya kakak?"

"Ya... Keluargaku yang mungkin masih hidup saat ini."

"Keluarga..." Cloud bergumam kecil. Ia terdiam sesaat lalu menghela nafas. "Baiklah, aku akan mencari yang lain."

Kamu menggangguk sambil tersenyum tipis. 'Lalu... Apa yang kau pikirkan, Cloud?' Kamu benar-benar ingin menanyakannya, tapi ada suatu perasaan ganjil di hatimu yang membuatmu tidak ingin bertanya.

Laut benar-benar indah. Membuat pikiranmu tenang... sangat tenang sampai-sampai kau menguap dan memutuskan untuk tidur sebentar sambil bertopang dagu.

"NET! NET! NET!"Suara sirine melengking keras membuatmu terbangun dengan tersentak.

"A...ada apa ini?" Kamu memandang sekeliling.

"Bahaya! Ditemukan sosok yang mencurigakan! Ciri-ciri tidak jelas. Geledah kapal, lapor bila ditemukan! Sekali lagi. Sosok mencurigakan ditemukan di kapal. Ciri-ciri tidak jelas, geledah kapal. Lapor bila ditemukan!"

Suara dari interkom membuatmu panik setengah mati. 'Apa yang lainnya tertangkap?'

"Jenova Cell..."

"AKH!" Entah kenapa kepalamu sakit dan tidak tertahankan, namun dalam beberapa detik menjadi normal kembali. Kamu memejamkan mata untuk memastikan rasa sakit itu.

"Sephiroth... Di sini..."

'Apa?'

"Kakakmu..."

'Nii-san?'

"WAKE UP!"

"!?" Pikiranmu kacau balau ketika rasa sakit itu menyerang lagi, dan menghilang dalam beberapa detik.

Kamu memastikan rasa sakit itu lagi. Tapi tidak ada yang kau dapat rasakan lagi. Kamu melihat yang lainnya berlari ke arah tengah dek, begitu juga denganmu.

"Kalian baik-baik saja?" Tanya kalian semua bersamaan.

"Kau bagaimana?" Barret panik.

"Hah?" Aeris mengerutkan keningnya.

"Semuanya di sini... kan?" Tifa bingung.

Barret memandang semuanya dengan bingung. "Hei, tunggu. Apa sosok yang mencurigakan itu..."

"Sephiroth?" Sambung Yuffie dengan suara parau dan wajah pucat.

"Masa sih?" Tifa tidak percaya.

"Mana kutahu?!" Balas Barret.

Cloud memandang semuanya. "Kita cari tahu!"

Red mengangguk. "Masuk akal. Lalu, siapa yang pergi?"

"Urp!" Yuffie terlihat mual. "Aku tidak mau..." Ia menggeleng kuat. "Aku tidak ke sini untuk bertempur dengan Sephiroth... Lagipula... keadaanku... URK!"

Melihatnya Cloud langsung menggelengkan kepala. Ia melirik yang lainnya bingung untuk memilih.

"Aku akan pergi," ujarmu. "Jika itu Sephiroth aku ada urusan yang tidak boleh kutunda dengannya!"

Semuanya memandangmu heran. Tapi tidak ada yang berkomentar, lagi pula semuanya mau tidak mau memang berurusan dengan Sephiroth.

Cloud mengangguk. "Baiklah..." Ia memandang Barret. "Barret kau ikut denganku."

"Yo!" Jawab Barret sekenanya.

Cloud memandang ke arah langit lalu menggumamkan nama Sephiroth. "Baiklah, ayo berangkat!"

Kalian turun ke bawah, dan langsung melihat pemandangan yang tidak diinginkan. Orang mati dan sekarat yang merupakan orang Shinra berserakan dimana-mana.

Kamu menghampiri salah satu korban yang terbatuk lemas.

"...Ruang mesin... orang...mencurigakan. Tidak...tidak mungkin...itu... bukan manusia... Makhluk itu bukan manusia..." Ujarnya dengan terbata.

"Hei! Bertahanlah!" Teriakmu ketika orang itu langsung tidak sadarkan diri lagi. Kamu mengguncangkan tubuhnya tapi ia tetap tidak bergeming.

Cloud menepuk pundakmu. "Lebih baik kita ke ruang mesin..."

Kamu beranjak dar tempatmu dan mengikuti langkah Cloud menuju ruang mesin.

Di dalam ruang mesin, hanya terlihat seseorang di sana, sang kapten kapal, berdiri di depan panel komputer.

"Itu... Sephiroth?" Cloud memandang memastikan.

Sang kapten menoleh lalu berbalik, perlahan... ia jatuh... dan tidak bergerak lagi... tewas...

"Bukan... bukan Sephirtoh!" Kata Cloud lagi.

"...Setelah tidur yang panjang..."Tiba-tiba terdengar suara yang aneh dan menyeramkan.

Kalian bertiga terkejut lalu menatap ke sekeliling ruangan, mencari sumber suara.

"Kita bertemu lagi..."

"Aah!" Kamu merasakan sakit yang sama seperti sebelumnya pada kepalamu, kontan kamu terjatuh dan memegangi kepalamu dengan kedua tangan.

"Shaffira!" Cloud memanggilmu cemas.

"Shaffira..."

"...Waktunya... Waktunya... telah..." Suara menyeramkan itu muncul lagi ketika sakit kepalamu makin memberat.

Kamu mengangkat kepalamu dan melihat sesuatu berwarna perak muncul dari lantai tempat kapten kapal terjatuh. 'Nii-san?' "Sephiroth...?"

Cloud langsung memutar kepalanya ke arah yang kau lihat. Sosok Sephiroth muncul perlahan dari lantai tempat kapten terjatuh. Terlihat matanya yang hijau tapi sangat sayu. Wajahnya menunduk menatap lantai, rambut peraknya teruarai, sosoknya terlihat ganjil.

"Sephiroth! Kau masih hidup!" Seru Cloud, wajahnya terlihat tidak percaya melihat sosok yang di depannya itu.

Sephiroth mengangkat wajahnya, ia memandang Cloud dengan tatapan lurus tidak berarti. "...Kau siapa?"

Cloud terkejut. "Kau tidak ingat? Aku Cloud!"

"Cloud..." Sephiroth memandang ke arah langit-langit.

"Nii-san..." Gumammu pelan tidak terdengar. Kamu menatap Sephiroth dengan sedih. Akhirnya sang kakak yang ingin kau temui berada di hadapanmu. Entah harus senang, sedih atau marah... Perasaanmu tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata.

"Sephiroth... Kuharap kau mengenalku..." Ujarmu. Sephiroth menurunkan kepalanya lalu balik menatapmu, ia terdiam. "Katakan kalau kau mengenalku!" Teriakmu. Rasanya air matamu ingin keluar, tapi seperti tersumbat oleh pecahan materia.

Sephiroth masih menatapmu, tatapan matanya kosong. "A...dik...?" Gumamnya.

"Eh?" Kamu tertegun dengan apa yang kau dengar. 'Dia menyebutkan adik?'

"Siapa...kamu...?" Sephiroth berucap lagi.

Kali ini kamu bingung dengan pendengaran dan pikiranmu. Memikirkan apa benar tadi Sephiroth memanggilmu dengan imouto atau kau hanya salah dengar. "Shaffira... Itu aku..." Jawabmu.

"Shaffira..." Sephiroth mengadahkan kepalanya.

"Sephiroth!" Teriak Cloud. "Apa maksudmu? Apa yang sedang kau lakukan?"

"...sekarang... waktunya..."

"Bicara apa kau? Yang jel..."

Belum sempat Cloud selesai bicara, sosok Sephiroth bangkit kemudian menabrak kalian semua, membuat kalian jatuh ke lantai. Sosok itu terus melayang naik ke atas dan menjatuhkan sesuatu.

/Battle dengan Jenova-BIRTH

Sebuah potongan tubuh tertinggal setelah pertempuran, tergeletak di lantai.

Barret memandangi potongan itu dengan jijik. "Kayaknya pernah kulihat ini di suatu tempat... sebelumnya."

Cloud menunduk. "...Jenova... tangan Jenova."

'Ugh... Sakit kepalaku belum hilang juga?' "Jenova... memang Jenova..." Gumammu.

Perlahan potongan itu lenyap tidak berbekas.

"Jadi ITU Sephiroth," kata Cloud.

Barret menatap Cloud. "Tadi dia bilang apa coba?"

"Sekarang... waktunya..." Cloud mengulangi kata-kata Sephiroth.

"Apa yang kau tahu, Cloud? Bisa jelaskan pada kami?" Tanyamu, tetap memegangi kepalamu.

Cloud memandangmu khawatir. "Yakin kau tidak apa-apa? Di pertempuran tadi kau banyak terkena serangan gara-gara sakit kepala..."

"Sekarang sudah lebih baik..." Jawabmu. "Tolong jelaskan sekarang."

"Ok, aku coba ya, tapi jangan disela." Cloud berjalan mondar-mandir sambil berpikir dan bercerita, "Sephiroth pergi mencari Promised Land agai ia bisa menguasai planet... Itu 5 tahun yang lalu. Lalu Sephiroth kembali dan membunuh Presiden Shinra... Dan tadi kita baru bertemu Sephiroth... Dia membawa Jenova bersamanya... Itu saja yang aku tahu. Pokoknya dia pernah bilang mau pergi ke Promised Land dengan ibunya, Jenova... Kira-kira seperti itu."

"Ting tong!"Suara dari interkom. "Para pekerja anjungan. Kita akan merapat di Costa del Sol dalam 5 menit. Bersiap-siaplah untuk merapat."

"Whoa! Kita lebih baik bergegas dan bersembunyi di suatu tempat!" Kata Barret.

Kamu menghampiri Cloud. "Sebaiknya kita pergi dari sini..." Cloud mengangguk.

Barret keluar duluan. Ketika kau akan melangkah ke pintu, sebuah materia menggelinding dan menyentuh kakimu, sebuah materia merah... Summoning Materia. Kamu berjongkok dan mengambil materia itu. Materia itu terasa panas dan kau melihat seperti tanduk di dalamnya. 'Ifrit yaa?' Lalu menyimpannya dan segera keluar dari sana.

Costa Del Sol

Kalian semua turun dari kapal dan berjalan bersama, lalu terhenti di tengah jalan ketika mendengar keluhan Barret.

"Bah! Tempat ini benar-benar panas!" Keluh Barret yang masih memakai seragam pelautnya, sedangkan yang lainnya sudah melepaskan seragam penyamarannya. " Tapi aku merasa lebih baik sekarang karena aku bisa bilang selamat tinggal pada baju kelasi ini. Yo! Dengarlah! Kalian pastikan untuk bercampur seperti orang-orang di sini."

Aeris tertawa kecil. "Oh, sayang sekali. Aku suka baju kelasi Barret. Ia kelihatan manis."

"Apa masksudnya 'manis'?" Barret terlihat ingin mengomel.

"Benar. Yah, ng... Barret, kenapa baju kelasi itu tidak kau pakai saja sebagai piyama?" Timpal Tifa, ia melirik Cloud. "Iya, kan Cloud?"

"Iya kali," kata Cloud, ia memandang Barret . "Ahhh, kau jadi mirip beruang lucu," katanya dengan suara ogah-ogahan.

"Apaan tuh masksudnya? Ini baju paling nyaman tahu," protesnya, "jadi jangan komentar deh!"

"... Aku ingin menyegarkan kepalaku," katamu.

"Aku kira kamu mabuk laut," ujar Cloud.

"Tidak kok, hanya sakit kepala."

Red menggoyangkan ekornya, sedari tadi ia tepar tidak berdaya. Kepanasan. "...hah...hah... Bisa cepat tidak? Panas di sini membuat hidungku kering."

"Yeah! Aku juga!" Sambung Yuffie.

Cloud berpikir sejenak. "Baiklah. Kita istirahat sebentar di sini lalu berangkat. Jangan berkeliaran kejauhan."

"Aku mau keluyuran ke mana sesukaku!" Protes Barret. "Memangnya siapa yang mengangkat dia jadi pemimpin?"

Kamu mengangkat tangan sambil tertawa. "Aku!" Dan membuat yang para gadis lainnya tertawa.

"Kayaknya buku-buluku agak kusut nih. Aku mau istirahat di tempat sejuk saja," kata Red lalu melangkah.

Kalian semua pergi dari anjungan dan ke kota Costa Del Sol. Red langsung berteduh di bawah atap. Aeris pergi entah ke mana, Tifa masih bersama Cloud, Barret dan kamu ke penginapan.

Kamu dan Barret memasuki penginapan, pemilik penginapan langsung menyambut kalian dari bawah di balik meja bilyarnya. "Selamat datang!"

"Penginapan di sini bisa memuat berapa orang?" Tanyamu.

"Kira-kira sepuluh orang," jawabnya.

"Kami akan menyewa tujuh tempat. Apa ada yang kosong?" Tanyamu lagi.

"Orang-orang yang datang ke sini jarang menyewa penginapan karena mereka lebih memilih beli villa. Jadi aku punya sisa delapan kamar. Kau mau sewa tujuh? Dua di atas dan yang lainnya di lantai bawah. Kulihat kau cuma berdua dengan ayahmu," kata Pemilik penginapan sambil memandang Barret.

"$#$%%$! Siapa yang ayahnya? Aku teman seperjuangannya! Dan yang lainnya masih sibuk dengan urusan masing-masing!" Protes Barret. "Tunggu dulu... berarti aku terlihat kebapakkan?"

"Kami akan sewa tujuh, dan akan bayar sekarang. Kami akan pergi besok," ujarmu.

"Baiklah..." Pemilik penginapan naik dan menuju konternya. "Tujuh, berarti 1050 gil. Tapi karena kau menyewa banyak sekaligus jadi akan kudiskon 7 persen, jadi kalian hanya perlu bayar 976 gil."

Kamu meraih dompetmu dan langsung menyerahkan uangnya.

"Terima kasih. Kalian bisa memakai kamarnya mulai saat ini," kata pemilik penginapan.

"Kamu membayari kami semua?" Tanya Barret.

Kamu tertawa. "Nanti aku minta ganti 50 persen sama Cloud deh." Lalu beralih pada pemilik penginapan. "Bisa kutahu di mana kamar mandi?"

"Oh, ada di ujung sana." Ia menunjuk ke kiri dari konter.

"Terima kasih." Kamu langsung ke sana. Begitu sampai dan melihat wastafel, kamu langsung membuka kran dan membasuh wajahmu yang kuyu. Kamu bercermin dan memandangi wajahmu sendiri.

'Nii-san...' Kamu memikirkan Sephiroth. 'Apakah mengenalku? Sepertinya tidak...' Lalu menatap ke arah air yang mengalir pada kran. 'Lalu apa yang ia maksudkan dengan "adik"? Tapi benarkah dia menyebut adik?'

Tok! Tok! Suara ketukan. "Shaffira, kau sedang apa sih? Aku pinjam kamar mandinya dong!" Terdengar suara Barret.

"Aku hanya cuci muka," jawabmu sambil membuka pintu. "Sekarang sudah selesai, aku akan jalan-jalan, kau akan ke mana nanti?"

"Uh... entahlah... Tapi mungkin aku akan di sini terus, di luar terlalu panas!"

"Baiklah kalau begitu." Kamu meninggalkan Barret dan keluar.

Kamu memandang sekeliling, lalu memutuskan untuk menghampiri Red yang berteduh.

"Tahu tidak, ekorku ini, bisa bergerak sesuai keinginanku," kata Red, ketika kau bertanya apa yang sedang ia lakukan. Mendengar jawabannya kamu merasa aneh, jawaban Red terdengar ngelantur, mungkin karena kepanasan.

Akhirnya kamu memutuskan untuk ke pantai, kamu bertemu dengan Cloud, Aeris dan Tifa sedang naik tangga menuju atas. "Oh, kalian..."

"Hei, Shaffira..." Sapa Cloud.

"Kamu mau ke pantai yaa? Di sana ada Hojo, tapi dia tidak mau bicara apa pun, kami memutuskan untuk meninggalkannya," kata Tifa panjang lebar.

"..." Aeris hanya diam.

'Hojo... Orang itu mengetahui apapun...' "Aku akan menemui pria gila itu," ujarmu, "kalian tidak perlu khawatir." Lalu menuruni tangga.

"Benarkah tidak apa-apa?" Tanya Tifa.

Kamu terhenti dan menoleh, "tentu saja... Ah, dan Barret ada di penginapan. Lebih baik kita berangkat besok, aku ingin istirahat penuh," lalu melangkah lagi.

Pantai terlihat ramai. Beberapa wanita tidur-tiduran di karpetnya hanya untuk sekedar berjemur, ada juga pria yang berenang dengan teriakan sesekali karena ia sedikit tenggelam.

Matamu mencari-cari ilmuwan gila Shinra, Hojo. Terlihat ia sedang duduk di kursinya bersama beberapa orang wanita. Kamu berjalan menghampirinya.

"Aku tidak tahu kalau kau suka pantai..." Katamu berbasa-basi.

Semuanya langsung menoleh ke arahmu, begitu juga dengan Hojo, ia tersenyum licik. "Oh, kamu."

"Aku ke sini hanya untuk sekedar bertanya..."

"Apa yang ingin kau tanyakan? Masalah Ancient? Aku tidak mau jawab," potongnya cepat.

"Tidak... Yang ingin kutanyakan, makhluk apa Jenova itu?" Matamu berkilat tajam menatap ilmuwan tua itu.

Hojo tertawa kecil. "Dia..." Lalu bergumam tidak jelas.

Kamu kesal dan menarik rantaimu. "Katakan dengan jelas!"

"HAHAHAHA!" Hojo tertawa keras. "Sudah kuduga aku harus menjadikanmu SOLDIER. Padahal banyak SOLDIER dengan asal usul tidak jelas! Mereka SOLDIER yang tangguh. Kalau saja aku masih di Shinra, mungkin kau akan kujadikan SOLDIER dengan kadar Mako yang banyak."

"..." Kamu terdiam dan masih dalam posisi menyerang.

"Mereka terkumpul dalam Elite Soldier, Deep Ground SOLDIER. SOLDIER wanita yang paling tangguh saat ini adalah Shelkie dan Rosso. Kalau aku tarungkan kau dan mereka berdua, mungkin kaulah yang menang, aku melihat potensi SOLDIER yang besar dari mata hijaumu."

"Tsk..." Kamu menarik dan menyimpan kembali rantaimu, berbalik dan melangkah meninggalkan Hojo.

"Satu lagi."

Kamu terhenti dan mendengarkan kata-katanya.

"Mungkin kau bisa setara dengan Sephiroth," Hojo tertawa keras.

Kamu sudah tidak peduli, kamu melangkah keluar dari pantai menuju kota.

"Shaffira..." Seseorang menghampirimu. Matamu bertemu dengan mata Cloud. "Tidak apa-apakah?" Tanyanya.

"Tidak..."

"Wajahmu tidak bilang begitu..."

"Sejak kapan kau jadi perhatian?"

Cloud terdiam.

Cloud's Pov

"Sejak kapan kau jadi perhatian?" Tanya Shaffira dengan wajah sendunya.

Aku terdiam. Apa yang harus kujawab? Kenapa juga aku begitu memperhatikannya. Tapi, rasanya aku sudah mengenalnya sejak lama. Aku memandang matanya yang hijau seperti Sephiroth, mata yang kubenci tapi juga membuatku terpesona dengan kekuatan hebat yang sepertinya ada di dalamanya.

"Aku peduli padamu..."

Your Pov

"Aku peduli padamu..." Jawab Cloud setelah terdiam agak lama.

"Karena aku mungkin masih ada hubungannya dengan Sephirtoh?"

Cloud terdiam lagi. Ia menghela nafas dengan berat. "Terserah kau mau bilang apa... Tapi aku..."

"Sing a song for you now... And night gone..."Ngiiiing... Suara dengungan keras seperti masuk ke dalam telingamu, kamu tidak bisa mendengar Cloud yang masih mengoceh.

"Whenever it will shiny by moonlight..."Dengungannya terasa semakin keras dan membuat kepalamu sakit. "Call me through my dream. Anguish, come with me."

"!?" Kamu menutup kedua telingamu dengan kedua belah tanganmu, berniat untuk menghilangkan suara itu tapi tampak sia-sia, suara itu makin keras.

"Did you see my dream? Thanatos was with me."Lagi, lagi dan lagi...

"Hal itu hanyalah..." Cloud menoleh ke arahmu. "Shaffira! Kau baik-baik saja?"

"You will find me in your fear.""Ahhh!" Kamu memekik tertahan karena tidak tahan dengan suara itu.

Cloud terlihat panik dan menahanmu yang akan terjatuh. "He-hei Shaffira!"

"Tidak..." Kamu tetap menutup telingamu. "Ukh..."

"And those screams."Suara itu tergiang lebih keras. Dengungan yang terdengar menyakitkan.

"C...Cloud..." Kamu mencengram lengan Cloud. "To...tolong aku..." Matamu membelak tertahan, air matamu keluar tanpa disangka.

Cloud terlihat panik walau ia terdiam. Keringat membasahi wajahnya, ia masih tetap memapahmu. "Bertahanlah Shaffira!" Ia menarik lenganmu ke pundaknya dan menggendongmu di punggungnya.

Kamu tidak peduli, yang kamu pedulikan hanyalah rasa sakit kepalamu. Cloud berlari menuju penginapan sambil menggendongmu. Begitu sampai dia langsung meneriakkan nama Tifa agar membantunya.

Tifa datang dan langsung menyuruh Cloud agar membaringkanmu ke tempat tidur. Cloud mematuhinya, ia melaksanakan perintah Tifa.

"So... What will you do?"

"He...hentikan!" Teriakmu sambil memegangi kepalamu. Dengungannya semakin menjadi-jadi.

"Shaffira!" Aeris datang dan langsung meraih tanganmu.

Kamu menatap gadis itu dengan nafas terengah. Aeris tengah menggenggam tanganmu dengan kedua tangannya, ia memejamkan matanya seperti sedang memanjatkan doa. Seketika itu, cahaya hijau keluar dari tangannya dan merambat ke tanganmu, merasuk ke tubuh dan jiwamu.

Cahaya itu terasa sangat lembut dan menyejukkan. Perlahan... dengungan yang mengganggumu menghilang, kamu merasakan ketenangan, dan akhirnya jatuh tertidur.

Writer's Pov

Aeris melepaskan tangan Shaffira ketika ia meliahat gadis itu tertidur.

"Shaffira! Bertahanlah!" Terlihat Tifa berlari tergopoh dengan berbagai macam potion di tangannya. "Eh... Shaffira? Ia tertidur?"

Aeris tersenyum. "Lebih baik kita biarkan dia istirahat.."

"Bagaimana dia bisa begitu saja tertidur?" Cloud menghampiri mereka berdua, ia memandang heran. "Yang kutahu tadi Shaffira terlihat sangat kesakitan."

"Aku punya kekuatan Holy, aku mencoba mentransferkannya pada tubuh dan pikiran Shaffira. Dan kurasa itu berhasil." Jawab Aeris.

Tifa menghela nafas lega. "Syukurlah..."

Cloud memandang kedua gadis itu. "Kalian tolong jaga Shaffira, aku mau pergi ke tempat lain dulu."

"Baiklah Cloud." Aeris mengangguk.

5 Jam Kemudian

Cloud kembali dari ekspedisi mencari informasinya di kota Costa Del Sol, ketika ia membuka pintu, Tifa sudah menyambutnya.

"Kau sudah kembali rupanya, aku baru saja akan mencarimu."

Cloud melangkah masuk. "Bagaimana dengan Shaffira?"

"Dia belum sadar," jawab Tifa.

"Begitukah?" Cloud melangkah lagi.

"Cloud!" Tifa memanggil dan membuat Cloud terhenti.

"Apa?" Ia berbalik.

Tifa memandangnya dengan sedih kemudian menggeleng. "Tidak... Tidak ada apa-apa."

"Benarkah?"

"Ya..."

"Begitu...?" Cloud melangkah lagi. Ia memasuki kamar tempat Shaffira berada, terlihat Aeris sedang menahan kantuknya.

"Aeris..." Cloud menghampirinya. "Lebih baik kau segera istirahat. Kau terlihat sangat lelah."

Aeris menggeleng sambil tersenyum. "Aku tidak apa-apa..."

"Lebih baik kau istirahat, dan biarkan aku yang menjaganya," kata Cloud mendesak lagi.

"...Baiklah... Kalau ada apa-apa kasih tahu aku ya." Aeris bangkit lalu keluar dari.

Cloud memandang Aeris pergi dan mengalihkan pandangannya pada Shaffira. Gadis itu terlihat lelah. Cloud duduk pada kursinya, ia menatap lantai, memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tapi ia tidak mengerti apa yang sebenarnya menjadi tujuannya. Menyelamatkan dunia? Ia tidak begitu yakin.

Pemuda dengan rambut model Chocobo itu tidak yakin dengan apa yang menjadi pikirannya saat ini, apa pun keputusan yang akan dibuatnya serasa tidak ada juntrungannya. Cloud melirik Shaffira. Entah kenapa ia begitu peduli dengan gadis itu. Ia juga heran dengan kejadian yang Shaffira alami. Shaffira terlihat kuat dan tangguh, tapi Cloud tidak menyangka kalau gadis itu tidak bisa berkutik dengan sakit kepalanya tadi. Penyakit apa yang dideritanya? Tapi ia tidak pernah kelihatan pucat karena sakit.

Cloud tidak mau berpikir lagi, ia memang lelah, tapi matanya tidak mau menutup. Semua pikirannya sedang bingung dan perasaannya bercampur aduk.

Your Pov

Kamu membuka mata dan memandang langit-langit. Terlihat agak gelap hanya dengan cahaya yang datang dari luar jendela. Jam berapa sekarang? Masih tampak gelap.

"...?" Kamu terkejut dan langsung bangkit ketika melihat Cloud yang tertidur di kursinya, dengan kepala di pinggir tempat tidurmu, kedua lengannya menjadi bantal tidurnya. Ia seperti sedang menungguimu.

'Dia...menjagaku...?' "Cloud...?" Panggilmu pelan. Kamu ingin membangunkannya tapi tidak jadi saat melihat wajah lelah Cloud.

"Nggh..." Cloud bergerak. Kamu diam dan hanya melihatinya. "... ... Aku enggan... melkh..ss...wa..kss..." Cloud mengigau, tapi tidak begitu jelas apa yang dikatakannya.

Kamu bangkit dan menarik selimutmu ke arah tubuh Cloud agar tubuh pemuda itu terselimuti dan tidak kedinginan. Sesaat kamu tersenyum melihatnya yang tertidur pulas seperti anak kecil.

Jam menunjukkan pukul 4 pagi. Kamu melangkah keluar dan pergi ke pantai. Pantai masih gelap dan masih terlihat lampu kapal-kapal yang sedang berlayar. Angin dingin juga bertiup agak kencang, deburan ombak terdengar lembut di telingamu.

"Lalu... Sedang apa kau?" Kamu dikejutkan oleh sebuah suara seorang wanita. Begitu kamu menoleh terlihat sosok berbaju pink, Aeris.

"Kau mengagetkanku... Seperti Tifa saja..." Komentarmu.

Aeris menghampirimu. "Kau sudah baikan?"

"Ya," kamu mengangguk. "Terima kasih atas bantuanmu waktu itu."

"...Tidak masalah..." Kata Aeris, ia menatap laut. "Aku heran, Cloud sangat memperhatikanmu..."

Kamu menatap gadis itu. "Kamu... suka sama Cloud yaa?"

Wajah Aeris memerah sesaat. "Heeeiii... Boleh kan? Aku memang menyukainya. Cloud itu baik hati walau pun dia dingin. Aku juga suka sifatnya yang suka ogah-ogahan."

Kamu tertawa. "Kau tidak perlu khawatir! Dia memperhatikanku karena aku punya hubungan dengan Sephiroth."

Aeris langsung memandangmu. "Kau mengenal Sephiroth?"

"Kurasa... Tapi entahlah! Aku tidak tahu dia kenal aku atau tidak."

"Lalu... Apakah Sephiroth itu Ancient?" Tanyanya lagi.

Kamu terdiam dan berkedip sesaat sebelum membuka suara. "Konon Cetra adalah kaum yang berasal dari luar planet, mereka tiba di planet ini ribuan tahun lalu dalam perjalanan mencari 'Promised Land' mungkin... Merasa planet ini sesuai dengan keinginan mereka, sebagian Cetra menetap di sini dan yang lain melanjutkan perjalanan. Kaum Cetra juga dikenal memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan mengolah planet. Jadi kurasa... Cetra atau Ancient, jika kalian yang menyebutnya, kurasa mereka adalah para pelindung..." Kamu menatap Aeris. "Itu kekuatanmu bukan? Kau adalah Ancient kan? Jadi kurasa, Sephiroth..." 'Aku... ataupun Jenova' "..Bukanlah Ancient..." Kamu memejamkan mata sesaat.

Aeris menyimakmu tanpa berkedip. "Kau sepertinya tahu banyak..."

"Yeah... Seseorang yang baik hati dan memperdulikanku sebagai anak Lucrecia... menceritakan padaku tentang banyak hal." 'Ifalna... Dia seperti Ibuku sendiri, walau aku hanya sempat tinggal bersamanya selama setengah tahun.'

"Siapa dia?" Aeris menatapmu dengan wajah penasaran.

"Dia wanita yang luar biasa... Kurasa dia salah satu Ancient, tapi aku sudah tidak tahu bagaimana nasibnya." Kamu tersenyum ke arah Aeris. "Aku bertemu dia ketika aku berumur 7 tahun."

"Ooh..."

Kalian berdua hanya terdiam dan menunggu fajar menyingsing. Deburan ombak yang bersuara lembut, angin dingin yang melambaikan rambutmu, suara kicauan burung laut, suara gemerisik dedaunan pohon kelapa, serta kepiting yang muncul dari dalam pasir. Semuanya pada pagi ini seperti menyambut keberadaanmu.

Aeris mengajakmu kembali ketika matahari mulai terlihat. Kalian kembali ke penginapan dan melihat yang lainnya sudah ada di luar.

"Dari mana saja kalian?" Tanya Yuffie, ketika kalian muncul.

"Kau sudah tidak apa-apa Shaffira?" Tifa bertanya dengan cemas.

"Tidak apa-apa, semuanya berkat bantuan kalian," jawabmu sambil tersenyum.

"Cloud sempat panik ketika kau tidak ada di tempatmu tadi, tapi ketika ia melihatmu dan Aeris di pantai, ia terlihat lega," kata Tifa sambil sedikit tertawa.

"Hei tidak ada yang memberitahuku kalau mereka berdua ke pantai!" Protes Yuffie.

"..." Cloud hanya terdiam, ia terlihat tidak ingin berkomentar.

"Sekarang kita harus melanjutkan perjalan dan melintasi pegunungan, jadi kita harus membentuk 2 kelompok agar tidak kerepotan," kata Barret.

"..." Cloud masih terdiam, lalu ia mengangguk. "Baiklah, aku, Shaffira dan Yuffie."

Mendengarnya Aeris dan Tifa terlihat kecewa. "Aku memilih Shaffira karena masih banyak yang ingin kutanyakan masalah Sephiroth, dan aku memilih Yuffie karena aku belum begitu percaya padanya," kata Cloud.

"Heeeeiii!" Yuffie memprotes.

"Kita jalan deh..." Cloud berbalik dan meulai melangkah.

Kamu mengikutinya. "Kalian hati-hati ya!" Teriakmu sebelum benar-benar pergi.

"Cloud! Awas kau nanti!" Yuffie mengikuti sambil mengomel.

Kalian meninggalkan Costa Del Sol menuju ke selatan sampai bertemu sebuah jalan yang melintasi pegunungan.

"Whew... Hey! Kalian benar-benar berbicara denganku." Terlihat seorang pria duduk dekat batu. Kalian menghampirinya.

"Aku baru saja berpapasan dengan seseorang dengan jubah hitam di sana. Aku mencoba untuk memberitahunya bahwa jalan di atas itu berbahaya, dan dia mengabaikan aku!" Ujar pria itu.

Kalian bertiga saling pandang. "Sephiroth?" Lalu saling mengangkat bahu.

"Lekas bergegas..." Katamu

"Uhh..." Yuffie mengeluh.

Pria tua itu memperingatkan kalian agar berhati-hati karena jalan di gunung sangat sulit sebelum kalian pergi.

Kalian meneruskan perjalanan melewati jalan tangga, sebuah Raktor Mako terlihat di bawah. Kalian turun dan melanjutkan dengan melewati jalur kereta tambang.

Beberapa jalur kereta itu benyak yang rusak dan ketika berada di jembatan atas, rekan kalian yang lain ada di jembatan bawah. Tapi mereka tidak bisa lewat karena jembatannya belum diturunkan.

"Cloud! Syukurlah!" Teriak Aeris.

Red tidur-tiduran dengan malas. Tifa menunjuk sebuah gubuk. "Tampaknya di sana ada sesuatu! Tolong diperiksa!"

Kalian terus berjalan dan sampai di gubuk, ada beberapa tombol di sana.

"Bagaimana? Bagaimana?" Tanya Yuffie ribut.

"Bisa kau lakukan sesuatu, Cloud?" Kamu memperhatikan tobol-tombol itu.

Cloud terlihat berpikir, lalu tangannya meraih satu tombol. "Mungkin kalau yang ini diputar..." Ia memutarnya.

Kriieeet... Brak! Terdengar suara keras dari jembatan. Kalian keluar dari gubuk dan jembatannya sudah turun. Rekan kalian yang lain segera melewatinya dan melanjutkan perjalanan.

"Terima kasih, Cloud," kata Aeris sambil melewati kalian di jalur bawah.

"Susul kami ya!" Teriak Tifa.

"Kuharap kalian tidak lambat," ujar Barret.

"Ciap... Ciap... Ciap..." Terdengar suara kicauan burung dari atas tebing.

"Apa itu?" Cloud mendongak ke atas.

"Seperti suara kicauan burung..." Ujarmu.

Tanpa disangka, Cloud memanjat ke atas. Yuffie mengomel dan mengeluh karena ia tidak mengerti apa maunya pemuda itu, kamu hanya mengangkat bahu sambil mengikuti Cloud.

Di atas, kalian menemukan dua anak burung pada sarang mereka, dan di sekeliling sarang ada kotak harta.

"Lucunya!" Yuffie berteriak girang, ia menatap anak burung itu dengan mata berbinar.

"Banar-benar manis," katamu sambil tersenyum. "Lalu apa yang akan kau lakukan Cloud?"

Cloud menghela nafas. "Mereka tidak mengganggu kita. Ayo, tinggalkan saja."

Yuffie berkedip seseaat sebelum ia terpana dengan kebaikan Cloud. Ia menyangka kalau Cloud akan mengambil harta yang ada di sekeliling sarang.

Kamu hanya tersenyum melihat gelagat Cloud yang tersenyum senang melihat anak burung itu. Sadar kalau kau dan Yuffie memperhatikannya, pemuda itu langsung mengajak untuk melanjutkan perjalanan.

Kalian mulai melanjutkan perjalanan dan menyebrangi sebuah jembatan gantung panjang melewati lembah yang sangat curam, dan tiba di sebuah pemukiman kumuh yang berspanduk North Corel.

Tiba di pemukiman itu, terlihat Barret mendekati orang-orang di sana, beberapa mengenakan pakaian penambang. Seseorang maju dan meninjunya, lalu mindur beberapa langkah.

"Hei, lihat ini! Tidak kusangka harus lihat mukamu lagi!"

"Kau ditendang keluar dari kota lain ya?"

"Kau menghancurkan semua yang kau sentuh."

"Berani sekali kau kembali!"

"Lihat tempat ini! Ini semua salahmu, sampai North Corel jadi tumpukan sampah!"

"Kenapa diam saja? Lupa apa yang sudah kau perbuat di sini?"

Para penambang mengepung dan menudingnya, mereka terlihat sangat marah, mereka meninju dan meninju Barret lagi.

Barret hanya diam dan menarik nafas panjang. "...Maaf..." Ujarnya sambil menatap tanah.

"$#%^&%&$! Kamu bahkan tidak layak untuk dihajar!"

"Tidak usah buang waktu bicara dengan si Gila Teknologi!"

Mereka semua bubar setelah mencaci maki Barret. Barret berbalik dan menghampiri kalian.

Pria besar itu menghela nafas dengan berat. "Kalian dengar kan... Memeang salahku sampai kota ini jadi... hancur..." Lalu Barret pergi.

Kalian saling memandang cemas, lalu mengikuti pria itu sampai tiba di sebuah stasiun, Ropeway Stasiun. Di sana yang lainnya sudah berkumpul, Barret termenung dengan wajah sedih.

"Barret, apa yang terjadi?" Tanya Aeris.

"Maaf," itu yang keluar dari mulut Barret.

Cloud menghampirinya. "Apa yang terjadi?"

"Desaku dulunya di sekitar sini..." Jawab Barret.

Red menggoyangkan ekornya. "Apa maksudnya 'dulunya'?"

Barret menggeleng. "Tidak ada lagi. Katanya sudah terkubur... hanya dalam 4 tahun."

"Tapi kenapa orang-orang itu tega mencaci maki kamu seperti itu?" Kata Aeris.

"Rasanya keterlaluan," sambungmu.

Barret menghela nafas panjang lagi. "Itu salahku. SEMUANYA salahku. Corel dari dulu memang kota penambangan batu bara. Selalu saja berdebu dan begitu miskin, tapi tenang... Ini kota yang kecil sekali. Saat itu pertama kalinya kudengar kata 'Rekator Mako' disebut..." Lalu ia mulai bercerita bagaimana Shinra datang dan menjanjikan kehidupan tentram dengan dibangunnya Reaktor Mako di Corel. Teman Barret, Dyne, menolak keras dengan pembangunan itu. Barret mendesaknya dengan alasan ia tidak mau melihat keluarganya menderita lagi. Dyne tetap bersikukuh tidak mau karena akan menyingkirkan batu bara yang telah dipertahankan selama sekian generasi. Semua terus mendesaknya. Dan kepala desa juga mendesak Dyne agar mengerti.

"Begitulah awal pembangunan Reaktor di Corel... Lalu reaktor itu jadi dan beroprasi. Kami pikir hidup kami akan jadi lebih sejahtera." Barret bercerita lagi bahwa desa Corel dibakar habis dan penduduknya dibantai. Kekacauan terjadi di sana. "Itu terjadi ketika Dyne dan aku sedang keluar kota selama beberapa hari. Corel hangus dibakar pasukan Shinra. Semua penduduk desa... semua kerabatku... Semua orang... Semuanya..."

Cloud terlihat tidak percaya. "Pasukan Shinra? Kenapa?"

Barret berbalik. "Ada ledakan di Reaktor. Shinra melemparkan kesalahan ke penduduk. Katanya ledakan dilakukan oleh pemberontak."

"Kejam sekali," pekik Tifa.

"Yah, kurasa mereka memang kejam. Tapi, lebih Shinra, aku tidak bisa memaafkan diri sendiri. Seharusnya aku tidak ikut-ikutan setuju dengan pembangunan Reaktor itu..."

Tifa menghampiri Barret. "Jangan menyalahkan diri sendiri. Kita semua termakan janji-janji Shinra waktu itu."

'Walau begitu, aku tidak tahu masalah ini... Mungkin terjadi setelah aku keluar dari Shinra. Waktu pertama kali direncanakan aku memang ada, tapi aku menolak keputusan yang ada di rapat yang membahas masalah ini. Reaktor tidak jadi dibangun karena penolakanku didukung oleh Rufus.' Kamu memandang Barret. '... Jadi setelah aku tidak ada, keputusan itu dilaksanakan... Salahku yang lari dari Shinra...' Kamu menatap lantai.

"Itu sebabnya..." Barret terlihat sangat lesu dan sedih. "Itu kenapa aku berang! Mereka bukan hanya memanfaatkanku... Aku juga kehilangan istriku, Myrna..."

"Semuanya! Kalau kalian ingin ke 'Gold Saucer', cepat masuklah!" Tiba-tiba penjual tiket di stasiun berseru.

"Dyne sahabat terbaikku. Kami dekat sekali sejak masih kecil..." Barret dengan lemas memasuki Ropeway. Semuanya naik ke Ropeway dan pergi ke Gold Saucer.

Gold Saucer adalah wahana yang sangat besar. Pusat hiburan terbesar dan satu-satunya di planet Gaia. Wahan berwarna kuning keemasan, dihiasi lampu-lampu yang bersinar dan berkedip cepat dengan riangnya. Ropeway memasuki Gold Saucer. Kalian turun dari Ropeway, balon-balon beterbangan seperti menyambut kalian.

"Selamat datang di Gold Saucer. Apa kalian datang bersama? Tiket sekali masuk seharga 3000 gil, atau kalian bisa beli tiket seumur hidup seharga 30000 gil," kata penjual tiket yang berada di depan pintu masuk. Cloud membeli tiket dan kalian memasuki Gold Saucer.

"Waw! Ayo kita bersenang-senang!" Aeris menoleh pada Barret yang sedang menghadap ke dinding. "Aku tahu, sekarang bukan saat yang tepat." Gadis itu mendekati Barret. "Hei, Barret, bergembiralah!"

Barret mundur beberapa langkah dari Aeris. "Aku sedang tidak mood. Pergi saja sana."

Aeris mendekati lagi dan menatapnya, ia tidak menyerah. "Benar nih? Sayang ya." Ia berlari ke Cloud. "Ayo berangkat!"

Tifa mendekati Aeris dan berbisik "...ssshh... Itu tidak sopan kan, Aeris?"

"...hush...Pura-pura biasa saja."

"...hm... Begitu ya?"

"Tentu saja!" Jawab Aeris keras sambil bertolak pinggang. Ia mendekati Barret.

Kamu menghampiri Tifa. "Aku pusing melihat situasi yang begini..."

Tifa mengangguk dengan wajah cemas, "benar..."

"Kami mau main..." Kata Aeris.

"Jadi pergi MAINlah!" Teriak Barret. "...jangan cari gara-gara dasar $#^&*%^$! Jangan lupa kita sedang mengejar Sephiroth!" Barret pergi dan masuk ke Wonder Square Portal.

"...Dia marah, ya?" Aeris menatap bingung.

Tifa menghela nafas. "Ia akan membaik. Ia kelihatannya sudah agak mendingan sekarang."

Semuanya terdiam. Kamu hanya menghela nafas lelah, Tifa menatap cemas ke arah Wonder Square Portal, Aeris mengetuk-ngetukkan sepatunya, Red berbaring malas, Yuffie hanya menatap sekeliling dengan bosan.

Akhirnya kamu berjalan ke arah Wonder Square Portal.

"Mau ke mana?" Tanya Cloud.

Kamu berbalik. "Lebih baik menyusul Barret, kurasa dia butuh nasihat untuk curhatannya."

"...Aku akan menyertaimu," kata Cloud, ia menghampirimu lalu berbalik pada yang lainnya. "Kalau ada apa-apa saling hubungi ya."

Kalian berdua masuk ke portal. Begitu sampai, sebuah... seekor... badut kucing yang menunggangi sebuah... seekor moogle raksasa menghampiri kalian berdua.

"Hei kau! Apa yang kau cari? Bagaimana kalau kuramal masa depanmu? Masa depan yang gemilang! Masa depan yang bahagia! Oh, tapi jangan marah kalau ramalanku tidak seperti yang kau harapkan! Oh, maaf! Aku mesin peramal nasib. Namaku Cait Sith!" Kucing diatasnya berbicara panjang lebar.

Tampaknya Cloud tidak begitu peduli, tapi ia meladeninya. "Kau bisa meramal masa depan?"

"Kau bercanda ya?" Cait Sith tertawa. "Aku bisa menemukan benda, orang, semuanya!"

"Kalau begitu bisa beritahu ke mana pria bernama Sephiroth pergi?" Tanya Cloud.

"Sephiroth kan? Ok, ini dia!" Cait Sith melakukan suatu tarian aneh, seperti tarian kaki.

Cloud mengambil kertas ramalan yang diberikan Cait Sith lalu membacanya. "Keberuntungan alami, akan berubah menjadi keberuntungan aktif. Sumber inspirasi bagi orang lain, dan sesuatu yang besar akan terjadi pada musim panas ini..." Dahi Cloud mengkerut heran. "...tunggu... Apa ini?"

"Hah? Baiknya kucoba lagi." Cait Sith melakukan tarian lagi.

Cloud mengambil kertas yang diberikan Cait Sith dan membacanya lagi. "Waspadai kecenderungan pelupamu. Warna keberuntunganmu adalah..." Dahi Cloud mengkerut lagi. "...biru? ... Sudah ah!" Ia tampak kesal.

"Tunggu, tunggu, tunggu, beri aku kesempatan sekali lagi! Tunggu! Biar kucoba sekali lagi!" Cait Sith melakukan tarian super cepat.

Cloud mengambil kertas yang disodorkan Cait Sith dengan malas lalu membacanya. Matanya terlihat terkejut. "...Apa yang?"

"Apa?" Tanyamu.

"Apa yang kau kejar akan menjadi milikmu. Tapi kau akan kehilangan sesuatu yang kau sayangi," Cloud membacakannya.

Cait Sith menunduk. "Aku tidak tahu apakah ini bagus ATAU jelek... Baru kali ini aku mengalami hal semacam INI."

Cloud mengangguk.

"Kalau begitu, bisa kita berangkat?" Ucapan Cait Sith membuat kalian berdua bingung.

"Apa maksudmu, kucing?" Tanyamu dengan nada bingung.

"Kumohon panggil aku Cait Sith..." Protes kucing itu. "Sebagai peramal nasib, aku tidak bisa melupakan hal ini. Kalau aku tidak tahu ke mana nasib yang akan membawanya, aku tidak bisa tenang. Itu sebabnya aku akan ikut dengan kalian."

Kamu berpaling pada Cloud, "apa yang akan kita lakukan Cloud?"

"Aku akan ikut denganmu walau APAPUN pendapatmu!" Cait Sith memaksa.

"H...Hei!" Cloud memprotes. Tapi tidak digubris. Dan Cait Sith bergabung bersama kalian.

"Sudahlah..." Kamu berpaling pada Cait Sith. "Hei, kucing."

"...Namaku Cait Sith..."

"Apa kau melihat seorang pria besar yang terdapat senjata di tangannya?"

"Tidak nona..."

"Shaffira..." Sahutmu, "dan pemuda yang bersamaku adalah Cloud."

"Baiklah, Shaffira. Aku tidak melihat orang yang seperti yang kau katakan, seharian aku telah berada di sini," jawab Cait Sith.

Kamu berbalik pada Cloud. "Kalau begitu cari ke tempat lain saja, Cloud."

"Ok..."

Kalian bertiga ke portal dan masuk ke dalam Event Square Portal. Di sana kalian bertemu dengan orang yang mirip dengan patung emas yang kalian lihat ketika di Ropeway.

"Mmm? Aku?" Ia tersenyum ketika kamu menanyakan siapa dia. "Aku pemilik Gold Saucer. Namaku Dio. Panggil saja 'Dio'"

'Heh... Selama ini aku tidak pernah tahu...' Pikirmu lalu berpaling pada Cloud.

"..." Pemuda itu sama sekali tidak menyimak.

"Ngomong-ngomong, anak muda, apa kau tahu apa itu 'Black Materia'?"

Cloud berbalik. "Apa itu?"

Dio tertawa. "Ha ha ha... Usaha yang bagus, anak muda! Tapi tidak baik berbohong. Kau tidak bisa membohongiku."

"Kenapa tanya kalau begitu?" Cloud mengerutkan sebelah alisnya.

"Heran..." Sahutmu.

"Yah, sebelum ini, anak muda seumurmu datang dan bertanya padaku apa aku punya 'Black Materia'. Kukira kau tahu siapa dia, kelihatannya kalian berdua seumuran."

"Apa kita membicarakan tentang..." Cloud tampak ragu. "Pria dengan jubah hitam..."

"Ya, benar sekali," jawab Dio, "dan di tangannya ada tato nomor '1'"

"Ke mana dia pergi?" Tanyamu cepat.

Dio tertawa lagi. "Ha ha ha. Aku tidak tahu. Baiklah kalau begitu. Kusarankan, singgahlah di Battle Square Arena. Kau mungkin menyukainya. Banyak koleksiku dipajang di sana. Ha ha ha." Lalu ia pergi.

Seperti yang di sarankan Dio, kalian bertiga pergi ke Battle Square. Begitu tiba, kalian melihat seorang penjaga berdiri di ujung jalan.

"!?" Kalian terkejut ketika penjaga itu jatuh, tewas...

"Hmm?" Cloud memandang sekitar dengan cemas. Kamu menghampiri Cloud dan Cloud memeriksa nadi penjaga itu. "Sudah mati..." Ujarnya.

Kamu heran. "Apa? Bagaimana bisa?"

Cloud mendongak, lalu masuk ke lobi Battle Square.

"Cloud!" Panggilmu seraya mengikuti langkahnya.

Tiba di lobi, kalian menemukan lantainya ditutupi darah dan pecahan benda-benda. Banyak mayat berserakan.

"Apa Sephiroth yang melakukan ini?" Cloud bertanya-tanya lalu memeriksa salah satu mayat. Ia menggeleng. "Bukan... Ini bukan dia... Mereka semua ditembak... Sephiroth tidak pernah menggunakan senjata api..."

"Uhuk, uhuk." Terdengar suara batuk. Korban yang di sudut bergerak perlahan. Kalian semua mendekatinya.

"Hei, apa yang terjadi?" Tanya Cloud.

"Uhuk...uhuk... pria dengan senjata...terpatri di tangannya..."

"Jangan-jangan..." Kamu bergumam.

"Jangan bergerak! Dan diamlah!"

Kalian semua menoleh ke arah suara yang berasal dari pintu masuk. Dio dan dua orang penjaga memasuki ruangan.

"Apa kalian yang melakukan ini?" Dio melangkah maju dengan marah.

Cloud menggeleng. "Ti...Tidak, ini bukan ulah kami!"

"Aku pasti telah salah..." Dio bergumam.

Cith Sith menoleh pada Cloud. "Cepat lari, keadaan akan memburuk." Cait Sith masuk ke arena.

"Tunggu!" Kamu mengejarnya. "Hei! Kucing bodoh!"

"He... Hei!" Cloud mengejar kalian.

Dua penjaga mengikuti kalian semua seraya Dio berteriak. "Tahan mereka!"

Kalian tiba di arena. Tidak ada jalan keluar. Arena di kelilingi parit yang cukup besar, dan sepertinya cukup dalam.

"Kalian hanya bisa sampai situ," kata Dio yang berdiri di platform. Ia memberi perintah dengan satu tangannya.

Cait Sith memeriksa sebuah pintu.

"Tunggu, dengar..." Cloud melangkah dan mencoba bicara.

"Cloud..." Terdengar suara cemas Cait Sith.

Kamu berbalik ke arah kucing itu. Cait Sith berjalan mundur. "OH TUHAN!" Teriakmu.

Tiga robot besar melompat masuk ke dalam arena dan mendekati kalian.

"Whoa!" Kalian bertiga berteriak seraya tangan-tangan robot itu menangkap kalian dan membawa kalian ke tempat yang bertuliskan "Gateway to Heaven", seperti lubang perangkap.

"Yang ke dua..." Ujar Dio.

"Ok," Robot itu berujar.

"Tunggu sebentar!" Kamu mencoba melepaskan diri.

"Tidak ada yang perlu ditunggu. Aku ingin kalian membayar kejahatan yang telah kalian lakukan! Laksanakan!" Dio mengangkat sebelah tangannya.

"Ok," Jawab robot.

Seorang penjaga menekan sebuah tombol, membuka "Gateway". Setelah lubang terbuka, robot itu langsung terjun dan membawamu ke dalamnya.

Writer's Pov

Cloud dan yang lain mendarat di penjara Gold Saucer. Robot-robot meninggalkan mereka di tempat yang penuh tulang. Entah tulang apa.

"Ya, ampun..." Keluh Cloud, ia mengusap kepalanya dan menghadap ke yang lainnya. 'Yang lain... Tidak apa-apakah?' Ia menatap Cait Sith, kucing itu terlihat baik-baik saja. Lalu Shaffira, juga terlihat baik-baik saja.

Cloud bangkit dan membersihkan pakaiannya.

Your Pov

Kamu bangkit. Robot tadi benar-benar kasar. "Kau baik-baik saja?" Tanyamu pada Cloud yang tengah membersihkan pakaiannya.

"Kita di mana?" Tanya Cloud.

"Penjara padang pasir..." Cait Sith menyahut, "penjara Corel..."

"Penjara padang pasir?" Cloud bertanya lagi.

"Yap, penjara alami di tengah padang pasir... dibentengi pasir hisap. Kudengar, begitu kau masuk kau tidak akan pernah keluar... Tapi ada pengecualian khusus..."

"Masa bodoh dengan itu!" Bentakmu. "Kalau saja kau tidak lari dan membuat kesalahpahaman tambah runyam, semua ini tidak akan terjadi!"

"Maaf... Aku tidak sempat berpikir tadi..." Cait Sith menunduk.

Kamu terdiam dengan kesal. Cloud menghampirimu. "Sudahlah, mungkin kita bisa bertemu Barret?"

"Kuharap..." Jawabmu seraya menggerakkan tangan kirimu.

Kalian bertiga naik dari sana, begitu keluar terlihat Barret berdiri di dekat pipa-pipa. Ada seorang pria terbaring tertelungkup di dekatnya.

"Barret!" Panggilmu. Kalian semua menghampirinya.

"Barret..." Cloud mendekatinya.

Barret menoleh.

"Barret, apa dia benar-benar..." Cloud melangkah lagi.

Barret mundur. "Mundur! Ini sesuatu yang harus kuselesaikan sendiri." Ia membuang muka. "Tinggalkan aku sendiri..." Ia berlari menjauh.

"Whew... Itu temanmu? Dia kelihatan berbahaya..."

"Diamlah, kucing..." Lalu kamu berpaling pada Cloud. "Sekarang aku jadi bingung, tampaknya dia tidak akan curhat, dan kita tidak bisa memberinya nasihat..."

Cloud memeriksa mayat yang ada di dekat Barret tadi. "Yang ini juga tertembak..."

Kalian segera mengikuti langkah Barret dan mencarinya ke mana-mana dengan was-was, karena orang-orang di sana tampak berbahaya. Sesekali, ada orang yang mengikuti kalian dan pergi begitu saja. Kalian tampak seperti di awasi.

Rumah terakhir yang berada di tepi penjara kalian masuki. Rumah itu tampak berantakan dan penuh debu. Sebagian telah terbakar. Ada Barret di sana.

"Sudah kubilang jangan ke sini?" Ia mengacungkan lengan senjatanya.

Cait Sith panik. "Sa...sabar sebentar! Kami hanya ingin bicara! Kau akan mengerti kalau kau mendengar apa yang akan kami katakan!"

Barret memandang kalian dengan wajah yang tampak marah, ia mulai menembak. Kamu dan yang lain mengangkat tangan , mencoba melindungi kepala. Tembakan Barret tidak mengenai kalian, tapi Barret terus melepas tembakan sampai seseorang jatuh ke lantai di balik sofa yang ada di sana.

Kalian menurunkan tangan dan menatap tubuh orang yang jatuh itu. Entah mati atau pingsan. Lalu berpaling pada Barret.

Barret berbalik. "Aku tidak mau kalian terlibat..."

Cloud mengangkat bahu, dan kamu menghela nafas lega.

Tap Tap Tap. Terdengar suara langkah dan rekan kalian yang lain masuk.

Aeris langgung nyerocos. "Hei, itu kan biasanya omongan Cloud. Terlalu berbahaya, aku tidak mau kau terlibat, bla, bla, bla..."

"Sudahlah..." Tifa menatap Aeris dengan lelah. Ia berpaling pada yang lain. "Kita sudah terlanjut terlibat."

"Kami melihatmu dan segera ke sini," lanjut Aeris, "jadi, ayo, Barret, katakan apa yang terjadi."

"Kalian ini..." Barret mengeluh.

Red menggoyangkan ekornya. "Kudengar pembunuhan di Battle Arena dilakukan seseorang dengan gun-arm... Itu kau?"

Kontan Barret menggeleng, lalu mendongak. "Itu orang lain... Orang lain yang punya senapan terpasang di salah satu lengannya... Empat tahun yang lalu... Aku ingat... Aku dalam perjalanan pulang dari salah satu Reaktor Mako yang sedang dibangun."

Lalu Barret menceritakan kejadian bagaimana ketika akan pulang, ia dan Dyne lagnsung dihampiri oleh kepala desa yang meributkan tentang pasukan shinra yang menyerang. Mereka melihat dari atas tebing, melihat desa mereka terbakar... Dengan asap yang menaiki angkasa.

Selagi mereka sedang geram-geramnya, pasukan Shinra datang bersama Scarlet, mereka membunuh kepala desa, lalu mulai menembaki Barret dan Dyne.

Kedua sahabat itu langsung lari melalui kolong jembatan, tapi Barret tertinggal. Setelah berhasih menghindari tembakan ia segera menyusul Dyne. Mereka terhenti di tebing yang tinggi. Karena kesal dengan prajurit yang tidak bisa menembak dengan benar, Scarlet menjatuhkan prajurit itu dan mengambil senjatanya. Yang lain langsung berhenti menembak dan menghadap kepadanya. Scarlet minta agar prajurit itu menjadi pelindung dirinya, lalu mulai menembak lagi.

Peluru mengenai Dyne dan langsung terjatuh dari tebing. Barret mengankap tangan kirinya tepat waktu untuk menyelamatkannya dari jurang.

Prajurit terus menembak. Tembakan menyapu tebing, mengenai lengan Dyne dan Barret. Dyne terlepas dari pegangan Barret dan jatuh ke bawah tebing...

"Sejak itu, aku tidak bisa memakai lengan kananku lagi..." Barret mengakhiri ceritanya, lalu menunduk. "...Aku sempat depresi."

Barret berdiri tegak. "Lalu aku buang lengan palsuku dan pasang senjata ini sebagai gantinya." Ia berbalik. "Mendapatkan lengan baru untuk balas dendam ke Shinra, yang mengambil semuanya dariku..." Ia menghadap ke lainnya.

Kamu hanya terdiam. Menyesal karena kau sudah keluar dari Shinra lebih dulu. Tapi sesaat kemudian kamu menyadari, ada tidaknya dirimu dalam Shinra, cepat atau lambat proyek itu pasti akan tetap dilaksanakan.

"Waktu itu, kudengar dokternya bilang ada orang lain yang juga menjalankan operasi yang sama. Tapi di tangan kiri," lanjut Barret.

"..." Cloud tidak berkata-kata.

"Tapi..." Aeris membuka suara, "luka Dyne sama denganmu kan?"

"Ya, benar. Dia juga dibohongi Shinra," sahut Tifa, "ia mungkin akan bergabung dengan kita melawan Shinra."

"...Entahlah. Aku harus minta maaf sama Dyne sebelum bisa beristirahat dengan tenang. Makanya, biarkan aku pergi sendiri."

"'Lakukan apa yang kau inginkan' Itu kan yang ingin kau dengar?" Cloud menudingnya. "Maaf, aku tidak bisa membiarkanmu. Karena kalau kau mati sekarang, aku akan mimpi buruk."

Mendengarnya, kamu langsung tertawa. " Cloud benar! Aku tidak mau kalau nantinya kamu kembali lagi dalam wujud hantu!"

"Barret, jangan menyerah dulu," kata Aeris.

"Bukannya kau yang mau menyelamatkan planet?" Sambung Tifa.

"Sial! Tifa kau pasti sudah mengerti sekarang? Aku selalu beralasan menyelamatkan planet, tapi sebenarnya aku hanya mau balas dendam pada Shinra. Aku hanya melampiaskan perasaan pribadiku!" Keluh Barret lagi.

Tifa menggeleng dan tersenyum. "... Tidak apa-apa kok. Sebenarnya, aku juga tidak jauh beda denganmu."

"Itu lebih mudah buat dimengerti," ujar Aeris, "itu adalah kau, Barret."

Cloud mengetuk-ketukkan sepatunya ke lantai. "Jadi, Barret... Kalau begitu, kau, aku, dan..." Ia menoleh ke arahmu. "Bagaimana denganmu Shaffira?"

"Eh, aku?" Kamu terkejut. Sebenarnya kamu ingin ikut, tapi kamu merasa tidak enak dengan Aeris dan Tifa yang sepertinya kecewa. "Maaf, Cloud. Bolehkah aku tinggal? Aku merasa sangat lelah kali ini..." Lalu berbalik pada Barret. "Maaf, Barret."

"Itu tidak apa-apa," jawab Barret.

"Kalau begitu kau saja Tifa," kata Cloud akhirnya.

Mereka bertiga segera pergi. Kamu menghela nafas lelah lalu beranjak keluar.

"Mau ke mana?" Tanya Aeris.

Kamu menoleh. "Kalau kau berpikir aku akan kabur, itu salah, aku hanya ingin ke tempat seseorang. Lebih baik kalian tunggu di sini sampai Cloud dan yang lain kembali."

Aeris hanya diam dan memberimu pesan agar hati-hati.

Kamu berjalan di tanah gersang dan menuju sebuah truk yang sepertinya menjadi sebuah kantor. Di depannya ada 2 orang penjaga.

"Kalau tidak ada urusan, tidak boleh masuk," kata penjaga itu.

"Aku ada urusan di sini, lebih baik kalian mengizinkan aku masuk," katamu dengan acuh tak acuh sambil melangkah masuk.

Kedua penjaga itu langsung memblokir pintu. "Kalau ingin masuk harus seijin kami!"

SSRIINGG! Dengan cepat kau menarik rantaimu dan mengacungkan mata pisaunya ke kedua penjaga itu. Matamu berkilat tajam. "Kalian akan membiarkanku masuk!"

Walau berbadan besar, kedua penjaga terlihat takut, dan tanpa bicara langsung memberimu jalan. Kamu langsung menyimpan rantaimu lagi dan masuk ke dalam truk.

"Sudah kuduga..." Ujarmu ketika melihat orang yang ada di dalam truk. Seseorang dengan topi aneh. "Mr. Coates..."

Orang yang kau panggil Mr. Coates menoleh. "AH! KAU!" Ia mendekatimu. "Joki terbaik sebelum Joe! Kenapa kau di sini? Kau juga telah menghilang selama 3 tahun!"

Kamu tertawa. "Ha ha ha... Aku malas menunggangi Chocobo orang lain yang lemah, dan tidak berguna kalau tidak ada aku."

"Sombongnya..." Keluh Mr. Coates sambil tertawa. "Tapi, itu memang benar! Chocobo yang telah kau tunggangi dan menang, tidak bisa menang lagi kalau sudah ditunggangi orang lain! Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di sini? Ini kan penjara..."

"Ada sedikit salah paham di atas..." Katamu. "Aku dan rekan-rekanku ingin naik ke atas, bagaimana caranya? Bisa kau membantuku?"

Mr. Coates terlihat bingung mendengar permintaanmu. "Bisa saja... Tapi..."

"Apa?"

"Kau harus dapat izin Boss, terus memenangkan Chocobo Racing."

"Memenangkan Chocobo Racing itu mudah... Tapi siapa Boss-nya?"

"Dia tinggal pada sebuah rumah di sisi utara Junkyard, namanya Dyne."

'Dyne? Itu kan nama sahabat Barret yang akan dikunjungi olehnya hari ini...' Kamu mengangguk. "Baiklah..."

Mr Coates terkejut. "Apanya yang baik? Hanya orang-orang tertentu yang disukai Dyne yang akan dia beri izin! Kau masih baru dan tidak mengenalnya! Kau bisa dibunuh!"

"Hee? Tenang saja. Kurasa mereka sudah mendapatkan izinnya..." Ujarmu.

"Siapa?"

"Nanti mereka akan datang. Kita tunggu." Kamu tersenyum.

1 Jam Kemudian

Terdengar suara ribut-ribut di luar. Kamu tersenyum tipis. "Mereka datang..."

Braakkk! Pintu terbuka, Barret, dan Cloud masuk.

"Kalian ingin sesuatu?" Tanya Mr Coates. Tampaknya ia tidak mendengarmu bergumam tadi.

"Aku ingin naik," jawab Barret.

"Yo, guys," sapamu menghampiri mereka berdua.

"Shaffira! Sedang apa kau di sini?" Cloud dan Barret terkejut.

Kamu tersenyum. "Menunggu kalian... Ada yang harus kukatakan, kata Mr. Coates, kita harus dapat izin Boss alias Dyne, terus memenangkan Chocobo Racing."

"Kalau itu sudah kami dapatkan!" Gerutu Barret, lalu berbalik ke Mr. Coates. "Kami ingin naik!"

"Sudah kubilang, kau harus dapat izin Boss." Mr. Coates memandangmu dengan tatapan heran, tidak menyangka kalau yang kau maksudkan dengan mereka adalah Barret dan Cloud. "Terus memenangkan chocobo Racing."

"Dyne punya alasan sendiri dan tidak mau bicara. Jadi, aku dapat ini." Barret merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin indah dan memperlihatkannya pada Mr. Coates.

Mr. Coates tersentak mundur. "Ya, ampun-!"

"Aku mau naik," kata Barret lagi, ia menyimpan kalung itu.

"B, baik. Kau membunuh Dyne ya? Pasti sudah. Kalau tidak, tidak mungkin benda itu ada padamu. Jadi Dyne tewas... mungkin tempat ini akan lebih tenang sedikit. Dyne sudah tidak mengenal orang-orang..."

Ucapan Mr. Coates terhenti karena Barret langsung menarik kerah baju Mr. Coates. "Memangnya apa yang KAU tahu!"

Mr. Coates menggeleng panik. "B...ben...banar! Maksudku, tidak, AKU TIDAK tahu apapun. Ma...maaf."

Barret melepaskannya atas permintaanmu. Mr. Coates merapikan jaket hijau mudanya.

"Lalu kapan kau akan membawa kami keluar dari sini?" Tanya Cloud.

"Hah?" Mr. Coates terlihat bingung. "YA AMPUN, kalian salah mengerti. Sudah kukarakan, cuma ada satu cara keluar dari sini, memenangkan Chocobo Race di atas sana, di Gold Saucer. Dan hanya dua peserta yang bisa bermain dalam satu waktu."

Barret menarik kerah pria itu lagi. "Kau bilang apa?" Geramnya.

Mr. Coates menggeleng panik. "Jangan! Sungguh, walaupun kau mengancamku! Peraturan tetap peraturan. Aku tidak bisa mengubahnya. Kalau diubah, semua sistem di sini akan kacau! Dan aku tidak bisa melakukannya! Baik, ok, kalian boleh naik ke sana. Setelah itu, dia harus berhadapan dengan Dio."

"Barret!" Panggilmu lalu Barret melepaskan Mr. Coates.

"Ok kalau begitu," Barret menoleh pada Cloud, "Cloud, kau yang akan pergi. Kami tunggu di sini. Cepat dan memenangkan Chocobo Racing-nya. Lalu, keluarkan kami dari sini!"

"Benar Cloud," Tifa mengangguk, "kami akan menunggu dan berharap padamu."

"Sudah pilih wakilmu? Kalian harus memilih dua orang," kata Mr. Coates lagi.

"Aku juga akan pergi..." Kamu melangkah maju. "Tidak apa-apa kan?" Kamu menoleh ke Cloud.

"Ya. Yang kutahu kau jago menunggangi Chocobo seperti yang telah kulihat waktu menyebrangi rawa," kata Cloud.

"Sekarang kalian butuh manager..." Kata Mr. Coates. "Lalu mendaftar dan mendapatkan Chocobo..."

"Hai... kebetulan kudengar ceritamu." Suara seorang wanita datang dari arah pintu masuk. Kalian semua menoleh ke pintu. Seorang wanita dengan pakaian pink masuk.

"Ester?" Sapa Mr. Coates.

"Aku akan menjadi manager kalian," kata Ester. Ia memandang kalian semua, begitu matanya menemukan sosokmu ia langsung terkejut. "KAU?"

Kamu tersenyum. "Hai, Ester, tampaknya kau akan jadi managerku sekali lagi."

"Kau sudah menghilang selama tiga tahun! Kami sangat kehilangan joki sebaik kamu! Baiklah! Aku akan memanageri kalian!"

"Yah, aku tidak keberatan," kata Mr. Coates. "Kecuali Shaffira, yang lain pasti belum tahu. Ini Ester. Dia mungkin kelihatan lucu... Tapi tidak ada manager sebaik dia di perlombaan."

"Kasar banget..." Keluh Ester. "Ya, baiklah. Senang bertemu denganmu Cloud, juga lama tidak berjumpa Shaffira."

"Baiklah, kalau begitu, Cloud, Shaffira. Kalian akan kukirim dengan elevator. Ester akan memberitahu kalian detailnya.

Kalian dibimbing Ester naik Elevator menuju atas Gold Saucer. Kalian bertiga, Kamu, Cloud dan Ester.

"Hmm, begitu, ya." Ester mengangguk pelan ketika selesai mendengar cerita kalian kenapa kalian bisa sampai penjara Gold Saucer. "Aku akan bicara dengan Dio secara langsung. Kau konsentrasi di perlombaan saja. Oh, ya, kembali ke pembicaraan awal, ada banyak jenis joki Chocobo. Jadi, bukan hanya untuk kriminal. Ada yang berlomba untuk ketenaran, ada yang demi uang, yang lain hanya demi kemenangan... lalu ada yang seperti diri kalian. Oh, ya, mari kuajarkan bagaimana mengendarai Chocobo."

Cloud menggeleng. " Terima kasih tapi aku sudah tahu dari Shaffira..."

Ester manatapmu. "Begitu?" Lalu pada Cloud. "Kau beruntung mendapatkan pengajaran dari dia. Tiga tahun yang lalu dia adalah joki terbaik di sini!"

"Joki terbaik?"

"Chocobo apa pun yang ditungganginya selalu menang! Sangat hebat untuk orang yang berumur 18 tahun!"

"18?" Lalu Cloud menatapmu heran. "Kalau tidak salah itu Choco Bill juga mengatakan kalau kau berumur 18 pada 11 tahun yang lalu... Memangnya kau benar-benar tidak ingat?"

Kamu tertawa kecil. "Begitulah... Mungkin... aku juga tidak begitu mengerti... Yang kuingat setiap tahun, umurku selalu 18, karena aku merasa tidak pernah tumbuh..."

Cloud menatapmu dengan tambah heran. Merasa tidak enak, kau mengalihkan pembicaraan dengan membicarakan masalah joki saat ini dengan Ester.

Setelah waktu yang cukup lama dihabiskan dalam elevator, kalian sampai di ruangan joki.

Seorang pria dengan topi lebar hitam menghampiri kalian. "Kalian baru ya?" Ia menatapmu, mencari-cari di wajahmu. "Ah, kau!"

"Hai, Joe," sapa Ester.

Pria bertopi lebar itu, Joe, beralih pada Ester. "Hai, Ester, kau kelihatan cantik seperti biasanya."

"Terima kasih," kata Ester. "Perkenankan aku memperkenalkan padamu Cloud. Ini Joe, salah satu joki yang top. Dan yang satu lagi... kurasa kau sudah mengenalnya Joe..."

"Senang bertemu denganmu Cloud. Dan Shaffira saingan terberatku, lama tidak jumpa..." Joe tersenyum padamu.

"Hehehe, aku ingat, betapa syoknya dirimu ketika pertama kalianya dikalahkan olehku," kamu tertawa kecil.

Joe tersenyum lebar. "Kurasa aku tidak bisa mengalahkanmu, tapi kali ini MUNGKIN. Dan kalau kalian bersama Ester, berarti..."

"Benar! Mereka akan menjadi joki. Mereka baru sehari di sini dan sudah berhasil sampai ke mari!"

"Apa?" Pekik Joe. Lalu ia menenangkan diri. "Oh, aku mengerti... Jadi, apa yang kalian kerjakan di bawah sana?"

"..." Cloud terdiam.

"Lebih baik kami tidak menceritakannya, Joe..." Ujarmu kemudian.

Joe terlihat merasa bersalah. "Maaf... kau tidak harus bilang tentang yang telah terjadi... Cukup menarik... Aku merasa kita akan bertemu lagi lain kali."

"Lain kali? Kau sudah menyelesaikan race-mu hari ini? Padahal aku ingin bertanding denganmu," kamu kecewa.

"Yeah, begitulah... Kapan-kapan datang lagi saja pada Ester di Chocobo Racing, aku akan menunggumu untuk kukalahkan dengan Chocobo baruku yang bernama Teitoh." Joe tersenyum. "Kalau begitu, sampai bertemu lagi, Cloud, Shaffira." Ia melangkah pergi.

Ester berbalik. "Aku akan mengecek Chocobo-nya, tunggu di sini dulu ya." Ester pergi.

"Fuuh... Aku tidak menyangka kalau bisa bertanding lagi," keluhmu.

"...Kurasa kalau kau tiga tahun yang lalu terkenal di sini, pastinya kamu kenal Dio kan? Kenapa wak..."

"Aku sama sekali tidak mengenalnya," kamu memotong omongan Cloud. "Jika ada panggilan tanding aku tanding, dan aku memakai nama Sapphire, bukan Shaffira. Aku dan Dio tidak pernah bertemu. Aku juga tidak pernah menampakan diri dalam buletin apa pun di Gold Saucer. Aku juga selalu pulang begitu saja setelah pertandingan dan mendapat upah joki ketika di peternakan yang mengurus Chocobo yang aku tunggangi. Aku juga tidak pernah menunggangi Chocobo dari Chocobo Farm yang kemarin kita singgahi. Ester dan Joe memang mengenalku karena Joe sainganku dan Ester managerku, mereka juga tidak pernah mempersoalkanku yang meminta agar identitasku tidak diperlihatkan."

"Mengapa begitu?"

Belum sempat kau menjawab, terdengar panggilan dari interkom. "Perlombaan akan dimulai sebentar lagi. Para joki untuk perrlombaan berikutnya harap berkumpul di paddock. Sekali lagi... Perlombaan akan dimulai sebentar lagi. Para joki untuk perrlombaan berikutnya harap berkumpul di paddock."

Semua joki yang sedang duduk di sana langsung bangkit dan pergi.

"Tampaknya sebentar lagi," katamu pada Cloud. Pandanganmu mengelilingi ruangan, dan kamu menemukan sesuatu berwarna merah di lantai belakang Cloud. Kamu menghampiri benda merah itu.

"Ada apa?" Tanya Cloud.

Kamu mengambil benda itu dan menatapnya takjub. "Materia... Summon Materia..."

"Materia?" Cloud menghampirimu dan ikut memandang materia itu. "Materia apa itu?"

Tanpa harus meneliti seperti materia Shiva dan Ifrit kamu langsung bisa menebak apa materia itu. "Ini Ramuh. Materia punyaku yang sempat hilang. Aku tidak mengerti kenapa ini ada di sini..." Kamu menyodorkan materia itu pada Cloud. "Lebih baik kau menyimpannya, kuberikan ini padamu, kurasa Ramuh keluar karena menyadari keberadaanmu."

"Yang benar saja..." Cloud menatapmu yang tertawa kecil, dan mengambil Materia itu. "Tidak apa-apakah?"

Kamu mengangguk. "Anggap saja hadiah dariku."

"Cloud, Shaffira..." Ester masuk ke lounge lagi, kalian menghampirinya. "Terima kasih sudah menunggu. Aku sudah mendaftarkan kalian di perlombaan berikutnya. Ini Chocobo yang kupersiapkan sendiri. Oh, ya..." Ia beralih pada Cloud. "Kau tahu cara mengendarainya kan?"

Cloud mengengguk. "Ya, aku sudah mengerti."

"Kalau kalian ingin keluar, kalian harus menjadi juara 1 dan 2... Kuharap kalian dapat bekerja sama..." Kata Ester dengan wajah khawatir.

"Chocobo apa yang kami akan tunggangi?" Tanyamu.

"Yellow Chocobo... Memang terdengar lemah, tapi mereka Chocobo-ku lho! Dan yang lain memang berbeda warna, tapi kemampuannya merata..."

"Baiklah kalau begitu... Ayo, Cloud." Kamu mengikuti Ester ke dalam paddock.

Di Paddock, kamu memandang kagum Chocobo yang akan kau tunggangi. "Hei, kau hebat juga mengurus Chocobo!" Katamu pada Ester. Ester tersenyum senang dan Cloud menaiki Chocobonya tanpa berkomentar, ia hanya mengatakan kalau kalian harus menang.

Semuanya telah berkumpul pada race, begitu aba-aba, kalian langsung melakukan dash. Tidak sulit bagimu untuk menyalip lawan, dan langsung berada di urutan pertama dalam kecepatan normal dan dalam waktu singkat. Kamu mempertahankan posisimu dengan menghalau Chocobo milik yang lain.

Tapi, Cloud tampak kesulitan, ia masih berada di urutan ke empat. Kamu berteriak agar ia ke jalur luar dan melakukan dash. Cloud menurutimu, ia ke lintasan luar dan melakukan dash, dalam sekejap ia menyusulmu. Kamu berteriak lagi agar dia menghentikan dash dan melakukan boost.

Kamu membiarkan Cloud melangkah mendahuluimu dan kamu sibuk menghalau chocobo lainnya. Banyak yang melakukan dash dengan asal dan meniru dash cloud di lintasan luar, tapi dengan mudah kau menghalaunya, karena mereka hanya joki kelas C, pengalaman mereka masih baru.

Sampai di tempat yang seperti ada kristal pelangi, kamu melakukan boost, dan yang lain tertinggal karena mereka melakukan slow down demi menghemat stamina karena telah mekakuan dash yang sembrono yang membuat stamina Chocobo jadi habis.

Lindasan angin sudah ada di hadapanmu, kamu melakukan dash, dan chocobo-mu melesat kencang dan mencapai finish dengan mudah, Cloud sudah menunggu di sana, ia meraih peringkat 1, dan kamu adalah yang ke-2.

"YEAH! Kita menang, Cloud!" Girangmu.

Cloud tersenyum. "Untung saja aku mendengarmu tadi..."

"Yang penting kita bisa keluar dari sini!"

Kemenangan telah kalian dapatkan, dan kalian berdua kembali ke paddock, menunggu Ester.

Ester datang. "Selamat! Sekarang kalian bebas. Oh, iya, pemiliknya bilang padaku untuk memberimu surat ini ketika kalian menang." Ia memberikan sepucuk surat pada Cloud.

Cloud membaca surat itu, lalu mengangkat kepalanya. "Hadiah?"

PHS berbunya,Cloud segera mengangkatnya. Terdengar suara Aeris. Cloud hanya mengucapkan "Hn..." Lalu menutup PHS. "Hm... Lanjutan suratnya..." Lalu bergumam nama Sephiroth.

"Sephiroth?" Tanyamu.

Cloud mengangguk. "Ya. Dio bilang dia telah bertemu dengannya dan Sephiroth sedang menuju ke arah selatan sungai, ke arah Gongaga."

"Aku rasa, ini saatnya kita berpisah." Ester membuka suara. "Yeah... kalau kalian sudah mendapatkan Chocobo, kembali lagi. Aku akan mengurus segalanya juga pendaftarannya. Sampai jumpa."

"Baiklah, Ester, sampai jumpa." Kamu tersenyum padanya.

"Kuharap kalian kembali dengan Chocobo bagus." Ester tertawa kecil lalu pergi.

"Sekarang..." Kamu beralih pada Cloud. "Ayo ke tempat yang lainnya!"

Corel Prison

Kamu memandang kendaraan yang di sebut 'Buggy' yang ada di depanmu. Kendaraan yang bisa menyeberangi sungai dangkal dan melewati padang pasir dengan mudah.

"Kita ke mana, Cloud?" Tanya Barret ketika semuanya sudah berkumpul.

"Hmm..." Cloud mengetuk-ketukkan sepatunya ke tanah. "Kita ke Gongaga, ada di sebelah selatan sungai."

"Ok."

Kalian semua melanjutkan perjalanan.

Front of Gongaga

"Whew... Perjalanan yang agak panjang..." Keluh Tifa.

"Melelahkan..." Sambung Yuffie.

"Sekarang bagaimana?" Tanya Red.

Cloud malah mengangkat bahu. "Aku tidak yakin di sini ada Sephiroth... Kalau tidak salah Gongaga desa kecil kan? Untuk apa Sephiroth ke sini?"

"Kau Ex-SOLDIER tapi tidak tahu apa-apa ya...?" Kamu memandang ke arah jalan Gongaga.

"Maksudmu?"

"Cloud, di sini pernah ada Mako Reactor! Tapi sudah meledak beberapa tahun lalu." Katamu.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Aeris.

Kamu membalikkan badanmu ke arah jalan. "Aku pergi... Harus kutemukan petunjuk sekecil apapun."

"Masuk akal..." Tifa berdiri. "Aku akan menyertaimu."

"Tifa..."

Tifa berbalik pada Aeris. "Aku punya dendam pada Sephiroth, jadi aku harus menuntaskan dendamku."

"Baiklah..." Aeris bangkit. "Aku juga ikut."

"Kalian..." Kamu memandang mereka dengan heran.

"Jangan protes, ya, Cloud. Aku sedang malas mendengar ocehanmu. Harus kupastikan, Sephiroth itu Ancient atau bukan," kata Aeris.

Cloud memandang Tifa, kamu, lalu Aeris. Ia menghela nafas panjang. "Baiklah... Aku juga akan ikut."

"Kalau begitu kami tinggal," ujar Barret. "Aku tidak mau pada saat kembali Buggy hancur ataupun dicuri."

"Hei kau menyindirku!" Protes Yuffie.

Kalian berempat langsung bergegas, tapi belum setengah perjalanan Cloud yang berjalan di depan menghentikan langkahnya.

"Di sana ada orang...?" Lalu memberi isyarat agar semuanya bersembunyi ke semak dan diam.

"Hei, Rude!"

Mendengarnya kamu tertegun. "Itu... suara Reno..." Lalu mengintip dari balik semak, terlihat Reno dan Rude sedang berbincang.

"Siapa yang kau sukai? Jangan malu-malu. Ayolah. Siapa yang kau sukai?" Reno mendesak Rude untuk menjawab pertanyaannya.

'Sedang apa sih mereka...' Kamu mengeluh, tapi juga penasaran dengan jawaban Rude.

Rude terdiam sejenak. "...Tifa."

'APA?' "Khkhkhkhk..." Kamu menahan tawa.

"Apa yang lucu?" Cloud yang juga mengintip menatapmu bingung, tapi kamu hanya menggeleng.

"Hmm... yang itu agak susah.. Tapi, kasihan Elena... Dia...kau..."

"Tidak. Dia menyukai Tseng," Rude memotong ucapan Reno.

"Kok aku tidak pernah tahu! Tapi... Tseng menyukai Ancient itu..." Reno memutar bola matanya.

"Mereka bicara apa sih?" Maki Cloud. "Kau juga! Kenapa tertawa?"

"Ssshh... Jangan beritahu Tifa dan Aeris soal ini, mereka pasti syok..." Ujarmu.

"Heh?" Cloud tambah bingung.

"Kalian melihat apa sejak tadi?" Tanya Tifa.

"Ssst... Turks..." Kamu mengalihkan pandangan. "Uh-oh." Matamu menangkap sosok Elena.

Elena berjalan melewati kalian, lalu mengomel. "Ini sangat konyol! Mereka suka sekali membicarakan siapa yang mereka sukai dan tidak. Tapi Tseng berbeda." Gadis itu lalu menoleh ke samping dan menemukan kalian.

Kamu tersenyum dengan aneh, lalu menyapanya, "yo, Elena."

Hening...

"WAHHH! Ah! Tidak!" Lalu ia berlari mendekati Reno dan Rude. "Mereka di sini! Mereka benar-benar ada di sini!"

Kalian keluar dari tempat persembunyian kalian dan berjalan mendekati mereka semua.

'Uh... Tampaknya akan menjadi masalah...'

"Hmm... Kalau begitu, ini waktunya... Rude... Jangan mengalah pada mereka, walaupun mereka wanita." Reno mengambil tongkat pemukulnya dan menepukkannya ke pundak. Tanda menantang.

"...Jangan khawatir, aku tahu tugasku." Rude memasang kuda-kudanya.

"Kalau begitu, kami bergantung padamu. Aku akan melapor pada Tseng!" Elena segera pergi dari situ.

Reno tersenyum sinis pada Cloud. "Sudah cukup lama. Waktunya balas dendam atas apa yang kau lakukan di Sektor 7."

"Menyingkirlah," kata Cloud sambil maju selangkah dan bersiap menarik pedangnya.

"Aku tidak suka dianggap bodoh," ujar Reno.

"Cukup sampai di sini saja perjalananmu," timpal Rude.

Battle with Reno and Rude.

"...Bagaimana mereka bisa tahu kita akan lewat sini?" Tanya Aeris, setelah Reno dan Rude kabur.

"Mereka mengikuti kita... Tapi tidak ada tanda-tandanya. Kalau begitu, artinya..." Cloud tidak melanjutkan kata-katanya.

"Mata-mata? ...Tidak mungkin," Tifa terlihat panik.

"Bagaimana caranya..." Ujarmu. 'Tapi... Apa dia...? Si... Ah, tidak mungkin...'

Cloud berbalik dan melihat ke atas. "Aku bahkan tidak terpikir ada mata-mata..." Ia berbalik. "Aku percaya pada kalian semua."

Kalian naik ke jalan kecil menuju reaktor di kejauhan. Di daerah sekitarnya dipenuhi potongan pecahan logam, dan reaktornya dikelilingi reruntuhan.

Cloud mendongak ke arah reaktor. "Reruntuhan reaktor..."

Kamu memandang sekeliling. "Ini..." 'Lebih buruk dari pada yang kubayangkan...'

Terdengar suara sebuah helikopter, kamu menoleh kebelakang dan ada sebuah helikopter mendarat dekat pintu masuk.

"Itu..." Matamu menangkap dua sosok dengan baju merah dan baju hitam.

"Itu Scarlet, Kepala Departemen Pengembangan Senjata Shinra," gumam Cloud.

"Juga Tseng, pemimpin Turks," lanjutmu.

"Lekas sembunyi!" Kata Aeris.

Kalian bersembunyi di balik Reaktor. Scarlet dan Tseng tidak melihat kalian. Terlihat Scarlet mengaduk-aduk tumpukan puing Reaktor. Hanya Cloud yang mengawasi mereka, sedangkan kamu, Aeris, dan Tifa hanya mendengarkan mereka bicara.

"...Hmm! Percuma. Reaktor sampah, dapatnya ya materia sampah," keluh Scarlet, terdengar suara lemparan, tampaknya Scarlet melempar materia yang ia sebut sampah. "Reaktor ini sebuah kesalahan. Yang kucari, materia yang besar, lebar dan luas. Ada yang mirip?"

"Belum, aku belum melihatnya. Akan kucari segera." Suara Tseng terdengar tidak bersemangat.

"Tolong. Kalau kita punya beberapa saja kita baru bisa membuat senjata pemungkas itu."

"Aku jadi tidak sabar," suara Tseng benar-benar membosankan kali ini.

"Dengan kepergian Hojo, anggaran Pengembangan Senjata jadi membengkak."

"Aku iri."

Keningmu berkerut mendengarnya. 'Iri? ...Dalam maksud apa?'

"Tapi, biarpun kita membuat senjata yang sempurna apa Heidegger bodoh itu dapat menggunakannya?"

Kali ini Tseng terdiam.

"Oh... maaf! Aku lupa kalau Heidegger itu bosmu! Hahaha!"

'Cih... Suara tawa yang menyebalkan...'

"Ayo pergi! Lagi pula Reaktor yang dibawah pengawasan si bodoh Shaffira ini tidak berguna. Reaktor yang dimanfaatkan hanya untuk masyarakat yang bodoh. Tapi berkat dia, Departemen Ekonomi Masyarakat Shinra yang konyol juga tidak berguna ditiadakan dan dananya mengalir ke anggaran Pengembangan Senjata. Sungguh menguntungkan! Untung saja dulu aku merebut pengawasan Reaktor ini! Kyahahaha!"

'Sialan...' Tanganmu menggenggam kuat, gigimu beradu sampai terdengar bunyi gemeretuk keras. Matamu menatap tajam tanah. Tubuhmu gemetar. Kemarahan benar-benar menguasai hatimu.

"This is going to be the worst..."

"Shaffira?" Panggil Tifa dengan cemas.

"You cannot do a thing right now..."

'Brengsek! Dia bilang Reaktor ini tidak berguna? Departemen Ekonomi Masyarakat konyol?'

"With the those in the darkness."

'Kurasa dia yang lebih tidak berguna dan konyol! Padahal dia yang merebutnya dariku!'

"By closing your heart."

'Juga menghancurkan Reaktor yang paling berbeda ini!'

"By taking the fears."

"Eghh..." Kamu menggigit bibir bawahmu sampai mengeluarkan darah.

"Just cry for your bloodline."

"Shaffira?" Tifa memanggil lagi.

"And then..."

"Kau kenapa?" Tanya Aeris.

"Be a true..."

"Mereka sudah pergi." Cloud membalikkan tubuhnya, kontan ia tersentak melihatmu yang aneh. "Shaff...?"

"Be a true..."

'Dasar kurang ajar!' "Scarlet...! Akan kuhabisi kau nanti!" Kamu bergumam tertahan dengan mata yang berkilat tajam.

"BE A TRUE REAPER!"

"Hei! Shaffira!" Cloud memanggilmu setengah berteriak sambil mengguncangkan pundakmu.

Kamu tersadar dari kemarahanmu dan bertemu dengan mata birunya. "Eh-uh..." Kamu memalingkan wajah dan melihat Aeris dan Tifa yang memandang khawatir dirimu. "Aku... tidak apa-apa..."

"Benarkah?" Cloud melepaskan tangannya dari pundakmu.

"Kau terlihat agak pucat," sambung Aeris.

"Benarkah tidak apa-apa? Apa kau sakit lagi?" Lanjut Tifa.

"Uh... Aku tidak sakit... Jangan khawatir aku tidak apa-apa..." Kamu tersenyum ke arah tiga temanmu, tapi mereka tampaknya tidak percaya.

Kamu tidak berkata apa-apa melihat pandangan mereka, lalu berjalan ke arah tempat Scarlet mengaduk-aduk puing. Kamu membongkar puing itu dan mengambil sesuatu di dalamnya, sebuah kotak kayu yang tersegel magic. 'Wanita sialan itu melewatkan ini rupanya...' Kamu melepas magicnya. "Cloud..." Kamu memanggil pemuda itu, dan ia langsung menghampirimu bersama dua rekannya lagi. "Ini..."

Cloud mengambil kotak yang kau sodorkan padanya. "Apa ini?" Tanyanya sambil mengamati kotak itu.

"Buka dan isinya menjadi milikmu... Itu kataku..."

Cloud menatapmu dengan ragu, tapi ia langsung membuka kotak itu dan menemukan sebuah materia berwarna merah di dalamnya. "Materia? Summon Materia...? Dari mana kau..."

"Maaf... Tapi aku juga tidak mengerti bagaimana aku tahu tempat materia itu. Aku tidak bisa jelaskan..." Kamu hanya menunduk tidak pasti lalu berbalik. "Aku akan ke Gongaga Village... Kalian akan ikut kan?" Lalu kamu melangkah.

Tanpa sadar kamu sudah sampai di Gongaga Village. Tempat itu terlihat sedikit kacau.

"Reruntuhan Reactor..."

"Terlihat dari sini..."

"Mungkin itu sebabnya tempat ini agak kacau?"

Kamu berbalik dan melihat Cloud, Tifa dan Aeris yang sudah ada di belakangmu, mereka tengah memandang sekitar.

"Kalian...?" Kamu berdecak bingung.

"Kami ikut kok..." Cloud menghela nafas.

"Tenang saja. Kita kan teman," Aeris tersenyum.

"Aku sudah bilang akan menyertaimu kan?" Tifa berjalan ke arahmu. "Entah kenapa aku merasa kalau kau adalah orang yang harus kusertai dalam arti yang berbeda..."

"Tifa..." Kamu menatapnya dengan takjub. Dan akhirnya kamu tersenyum. "Terima kasih... Teman-teman..."

Kalian melanjutkan perjalanan dengan menyusuri desa dan memasuki satu persatu rumah. Terkadang kalian mendengarkan cerita pilu sang pemilik rumah ataupun orang yang sekalian jualan di rumahnya.

Di rumah yang terakhir, seorang pria tua yang ada di sana bersama seorang wanita tua yang diperkirakan istrinya, langsung menghampiri Cloud ketika kalian masuk.

"Kau pengelana?" Tanyanya, ia mengamati Cloud. "Hei, tunggu, tatapan matamu itu...kau seorang SOLDIER?"

Istrinya mendatangi meja, mendekati kalian. "Oh kau benar! Apa kau tahu kabar putra kami? Namanya Zack."

DEG! Jantungmu langsung berdegup kencang mendengar nama itu.

"Sudah hampir 10 tahun sejak ia meninggalkan kota, dia berkata kalau ia tidak mau tinggal di desa... Dia bilang dia mau jadi SOLDIER. Apa kau pernah mendengar nama Zack di sana?" Lanjut wanita tua itu.

"Hmmm... Aku tidak tahu," jawab Cloud.

"Zack..." Aeris bergumam kecil, tapi masih bisa terdengar.

Wanita tua itu berpaling pada Aeris. "Nak, kau kenal dia? Aku ingat dia pernah menulis surat 6 atau 7 tahun yang lalu, mengatakan kalau ia punya pacar. Mungkinkah itu kau?"

Cloud menoleh ke Aeris. Tapi Aeris menggeleng pelan. "Itu tidak..." Lalu berbalik dan meninggalkan rumah.

"Zack..." Tifa memandang langit-langit, lalu menatap lantai dan keluar menyusul Aeris.

"Zack..." Kamu menggumamkan nama yang keberadaannya sedang kau cari.

"Nak, apa kau kenal dia? Kau tampaknya satu-satunya harapan kami... Dilihat dari senjatamu, tampaknya kau seorang petarung. Seseorang mengirimkan sebuah surat padaku beberapa waktu lalu dari Zack. Ia mengatakan kalau ia baik-baik saja dan punya seorang teman yang sedang sakit. Dia juga mengatakan kalau ia bertemu dengan seorang gadis petarung berambut perak yang terlihat tangguh dan mengagumkan di tempat kerjanya walau hanya sesaat," wanita itu melanjutkan.

Kamu menggeleng dengan lemah. "Bu...bukan..." Lalu keluar seperti Aeris dan Tifa. Kamu berjalan dengan gontai.

'Zack... Dia tadinya tinggal di sini... Sepertinya dia juga masih mengingatku. Kalau dia mengirimkan surat itu beberapa waktu lalu... Berarti belum lama ini... Jadi...' Kamu terdiam sesaat dan terhenti di sebuah pemakaman dan menatap sayu makam-makam. 'Apakah artinya dia masih hidup? Zack... Orang yang harus kupastikan keberadaannya saat ini... Tapi...' Kamu mengingat ingat apa yang dikatakan wanita tua yang merupakan ibu Zack. 'Apa yang dimaksudkan dengan "teman yang sedang sakit"?'

"Shaffira..."

Kamu berbalik dan melihat Cloud melangkah ke arahmu.

"Aku..."

"Kau kenal dia?" Tanya Cloud.

"Itu..." Kamu memandang langit biru di atasmu. "Aku hanya pernah bertemu dengannya satu kali... Di Nibelheim 5 tahun lalu..."

"Nibelheim?" Kaget Cloud. "Kata Aeris dia adalah seorang SOLDIER First Class sama sepertiku! Tapi aku tidak pernah bertugas bersamanya!"

'Apa? Apa maksudnya semua ini?' Kamu menggeleng. "Aku tidak tahu... Apa dia yang hampir membunuh Sephiroth waktu itu, atau seseorang lagi..." Kamu menggeleng lagi. "Entahlah... Aku sendiri tidak mengerti."

"Shaffira..."

Kamu memegangi kepalamu. "Setiap waktu aku mengingat nama itu, aku hanya bisa bingung dengan pertanyaanku sendiri... Seperti aku tidak mempunyai pertanyaan apa-apa yang perlu dijawab..."

"..."

"Aku tidak mengerti dengan keadaanku sendiri."

"Kalau begitu aku akan mencoba mengerti keadaanmu."

"Eh?" Kamu menatap Cloud dengan bingung.

"Aku akan coba mengerti keadaanmu lalu akan aku beritahu padamu, bagaimana?" Kata Cloud dengan tersenyum.

"Tapi... Aku..."

"Sudahlah. Aeris dan Tifa sudah menunggu kita," Cloud memandang ke arah gerbang keluar dan terlihat Aeris juga Tifa yang sedang melambaikan tangannya.

Kamu memandang mereka, terlihat ceria walau ragu. Pada akhirnya kamu mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih, Cloud."

Kalian berdua menghampiri Aeris dan Tifa lalu melanjutkan perjalanan. Tapi karena sudah tidak ada apa-apa lagi, kalian kembali ke Buggy dan melanjutkan perjalanan selanjutnya. Ketika tengah melewati jalan tebing gersang nan curam, Buggy berhenti dengan suara aneh dan mengeluarkan asap serta percikan api.

"Sial! Tampaknya kendaraan ini rusak!" Keluh Barret.

"Ya ampun... mogok? Sekarang?" Cloud terlihat lelah.

"Aku melihat tadi ada yang seperti kota tidak jauh dari sini tadi, sudah kita lewati sih..." Katamu. "Ng... Kalau tidak salah Cosmo Canyon..."

"Kita ke sana saja deh..." Kata Cloud.

Akhirnya kalian semua ke Cosmo Canyon. Sesampainya di gerbang Cosmo Canyon, Red XIII melompat keluar dan berbicara pada penjaga gerbang.

"Aku pulang! Ini aku, Nanaki!" Teriak Red.

"Hei, Nanaki! Aku selamat! Masuklah dan temuilah Bugenhagen!" Kata penjaga gerbang. Red XII berlari-lari menaiki tangga.

"...Nanaki?" Cloud bertanya-tanya.

"Cosmo... Canyon?" Aeris memandangi papan gerbang. "Mungkinkah ada kaitannya dengan planet atau para ancient?"

"Red XIII kelihatan beda ya?" Kata Tifa.

"Entah, aku tidak begitu memperhatikannya," timpalmu.

Cloud menghampiri penjaga gerbang, dan langsung disambut. "Selamat datang di Cosmo Canyon! Apa kau kenal dengan daerah ini?"

"Tidak," tawab Cloud.

"Mari kujelaskan. Orang-orang dari seluruh dunia berkumpul di sini untuk mendalami Studi Kehidupan Planet. Umm! Sekarang kapasitas kita sedang penuh, jadi aku tidak bisa membiarkan kalian masuk," kata penjaga gerbang.

Tiba-tiba Red datang. "Orang-orang ini telah membantuku dalam perjalanan. Tolong biarkan mereka masuk." Lalu pergi lagi.

Penjaga menatap kalian semua. "...Oh, jadi begitu? Kalian telah membantu Nanaki kami ya? Mari silakan masuk."

"Siapa Nanaki?" tanya Cloud.

"Nanaki ya Nanaki," jawab penjaga itu, "itu nama dia."

Kalian melangkah ke arah yang Red pergi. Terlihat Red sedang menunggu di atas anak tangga.

"Di sinilah aku... maksudku... Kampung halamanku. Sukuku adalah pelindung mereka yang menghargai keindahan ngarai dan planet ini. Ibuku yang pemberani telah bertarung dan gugur di sini, tapi ayahku yang pengecut meninggalkannya... aku adalah keturunan terakhir dari bangsaku."

Dahi cloud mengkerut. "Ayah yang pengecut?"

"Ya," jawab Red, "ayahku seorang pecundang. Dengan begitu, misi yang kuwariskan dari leluhurku adalah melindungi planet ini. Perjalananku berakhir di sini."

"He! Nanaki! Kau sudah pulang!" Seorang Kakek dengan pakaian biru keluar dari pintu. Ia berdiri di atas sebuah bola besar berwarna hijau yang sekaligus bisa membawanya melayang.

"Kek, aku datang!" Red berlari-lari pergi.

"Tepat sekali. Kenapa kita tidak istirahat juga? Kita ketemu lagi nanti di sini, ok?" Kata Tifa, dan semuanya berpencar.

Cloud mengikuti Red, Aeris dan Tifa memilih ke restoran, Yuffie bilang dia mau ke sebuah toko, sedangkan Barret dan Cait Sith kamu tidak tahu. Kamu sendiri malah ke atas sbuah pondok yang terletak di tengah tebing. Kata seseorang sih dulu buat tempat pengawasan.

Tempatnya cukup nyaman dengan beberapa kotak yang tertutupi kain kusam, karpet hijau yang kusam juga membentang, kamu duduk di atasnya dan menatapi langit yang berwarna kemerahan.

'Selama aku hidup, baru ini aku ke Cosmo Canyon...' Kamu terdiam. 'Anginnya, enak...'

"The feelings I want to tell you are overflowing right now

But I can't put them into words, being confused

So many seasons have passed since we met

Staying up all night talking sure brings back memories,

doesn't it?

I understand the vanity

In this journey towards my dreams."

(SINCERELY-ever dream- by Dream)

Writer's Pov

'Seseorang bilang kalau tadi gadis berambut perak ada di pondok puncak tangga ini. Pastilah Shaffira' Itu yang ada di pikiran Cloud sekarang, ia mencari Shaffira untuk mengajaknya ke Laboratorium kakeknya Red, Bugenhagen.

Semakin ia naik, ia semakin menyadari kalau ia mendengar suara nyanyian. Sesampainya di atas, ia tahu kalau suara yang ia dengar adalah suara Shaffira. Gadis itu tampak menikmati lagunya sendiri sambil memandangi langit.

Your Pov

Kamu baru saja menyelesaikan lagumu. 'Kuharap aku bisa segera bertemu Nii-san lagi.'

"...Shaffira..."

"Hah?" Kamu langsung menoleh ke arah tangga, dan melihat Cloud ada di ambangnya. "C...Cloud!"

"Sedang apa kau?" Tanyanya sambil menghampirimu.

"Dan sejak kapan kau ada di situ?"

"... Barusan sih..." Kata Cloud.

"Ahahahah..." Kamu menatap canggung, "ah, tapi, apa yang membawamu ke sini?"

"Oh, iya. Bugenhagen, kakeknya Red akan memperlihatkan sesuatu, kau berminat?"

Kamu terdiam lalu bangkit, "tidak."

"Eh?"

"Sebenarnya iya, tapi sepertinya aku sedang malas. Boleh aku di sini kan? Lebih baik ajak Aeris atau Tifa deh," usulmu sambil tertawa.

"Kenapa mereka?"

"Tidak apa."

Cloud menghela nafas sejenak. "Kalau begitu baiklah." Ia menuruni tangga.

"Hoaahhm..." Kamu menguap. 'Kok aku mengantuk? Lebih baik tidur sebentar di sini.'

1 Jam Kemudian

"Shaffira!" suara riang Yuffie membangunkanmu.

"Hmm?" Kamu membuka mata. "Apa?"

"Tidak seru! Kau hanya tidur yah? Kita akan berkumpul di Cosmo Candle, aku hanya beritahu itu lho." Lalu ia melompat keluar.

Kamu bangkit dan menyeka matamu, lalu turun mengikuti Yuffie ke tempat yang lainnya.

Semuanya mengelilingi Cosmo Candle. Kamu duduk di sebelah Yuffie. Cloud datang dan menghampiri Aeris.

"Aku belajar banyak. Para tetua telah mengajariku banyak hal. Tentang Cetra... dan Promised Land..." Kata Aeris, gadis itu menunduk. "Aku... Sendirian... aku sendirian sekarang..."

"Tapi aku... kita di sini bersamamu, kan?" Kata Cloud.

Aeris menggeleng. "Aku tahu, aku tahu, tapi... aku satu-satunya... Cetra."

"Apa itu artinya kami tidak bisa membantumu?" Tanya Cloud.

Aeris mengalihkan pandangan, lalu Cloud berdiri, dan menghampiri Cait Sith. "Aku heran beberapa tahun sudah...Ah, jadi teringat..." Kucing itu hanya bergumam kecil.

Cloud menghampiri Barret, ia duduk di sebelahnya mendengarkan Barret. "Cosmo Canyon... Di sinilah AVALANCHE lahir... Aku janji pada teman-teman kalau suatu hari nanti... kalau kami sudah menyelamatkan planet dari Shinra, kami semua akan ke Cosmo Canyon dan menrayakannya... Biggs... Wedge... Jessie... Sekarang mereka semua sudah tidak ada... meninggal demi planet... benarkah? Menyelamatkan planet? Kita semua... kita semua membenci Shinra... apa aku bisa meneruskan ini? Apa mereka... apa mereka... akan memarahiku?" Barret menggeleng lemah. "...Saat ini, aku sungguh tidak tahu. Tapi aku tahu satu hal. Kalau ada yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan planet ini... atau orang-orang yang tinggal di atasnya... Maka aku akan melakukannya! Aku tidak peduli apakah itu demi kebenaran atau balas dendam, atau apapun. Aku tidak peduli... biar mereka memutusklan sendiri."

Barret berdiri dan mengayunkan tangannya ke sekeliling. "Urrrrgggh! Akan kulakukan! Lagi... Lagi... AVALANCHE lahir lagi!" Lalu ia kembali duduk.

Cloud bangkit lalu menghampiri Tifa, ia duduk di sebelahnya. "Cloud... Api unggun itu lucu ya? Mereka membuatmu teringat berbagai hal." Tifa menatap Cloud. "Tahu, tidak, Cloud? 5 tahun yang lalu..."

Cloud mengangguk, ia menunggu kelanjutan ucapan Tifa, namun Tifa hanya bisa menatap lalu menggeleng. "...Tidak apa-apa." Ia menatap api unggun lagi.

"Apa itu...?" Tanya Cloud, ia agak penasaran.

"Rasanya... Rasanya kau seperti mau pergi jauh..." Tifa menatapnya. "Kau sungguh, sungguh... kau... baik-baik saja?"

Cloud bangkit, lalu menghampirimu, ia duduk di sebelahmu. "Aku melakukan perjalanan ini... hanya ingin mencari Nii-san... Tapi aku tidak begitu yakin kalau dia masih hidup..."

"Kau tahu dari mana?" Tanya Cloud.

"Dia... adalah SOLDIER First Class... Tapi, dia sudah dikatakan tewas... tapi karena itu berita Shinra, aku tidak bisa percaya... makanya aku mencarinya..." Kamu terdiam sejenak. "Hei, Cloud... Kamu tahu nama ini?"

"Siapa?"

"Lucrecia..."

Cloud menggeleng pelan. "Aku tidak tahu."

"Beritanya tidak sampai ke kamu yaa. Wajar saja, kau kan SOLDIER baru... Dia Ibuku, seorang ilmuwan Shinra yang pernah meneliti di Nibelheim... Tapi itu dulu sekali... Dia sudah tiada... Aku saja tidak pernah diasuhnya, hanya lagu darinya yang tersampaikan padaku. Kata pengasuhku, dia ingin menjauhkanku dari Shinra... Aku tidak mengerti hal itu, uhhhh...Aku tidak tahu ayahku... Apa aku ini percobaan Shinra untuk planet?" Pikiranmu jadi kacau balau, satu per satu masa lalumu terbesit dalam pikiranmu.

"Jangan bicara seperti Sephiroth..." Ujar Cloud. "Kau itu manusia. Dan kita bisa menyelamatkan planet sambil mencari kakakmu."

'Mana mungkin... Dia saja ingin menguasainya...' "Dia tidak akan berminat..."

"Eh?"

"Lupakan semua kataku." Kamu membuang muka ke arah api unggun, menatap api itu.

Cloud berdiri kemudian ia menghampiri Red. Tapi sebelumnya ia telah menghampiri Yuffie, gadis itu hanya mengomel. "Tempat yang membosankan, seperti yang ada di dalam pikiranku. Aku ingin pergi dari sini! Ayo kita cari Materia!"

"...Dulu sekali..." Red membuka suara, ketika Cloud duduk di sebelahnya. "Waktu aku masih sangat kecil, kami mengelilingi api ini..." Red menggeleng. "Sudahlah, lupakan."

"Apa yang terjadi?" Tanya Cloud.

"Ini tentang orang tuaku. Kalau aku bicara tentang ibuku, dadaku dipenuhi kebanggaan... Itu tidak masalah... Tapi kalau ingat ayahku, hatiku dipenuhi kemarahan..."

Setelah itu terlihat Bugenhagen melyang ke arah kalian. "...Kau sungguh-sungguh tidak bisa memaafkan ayahmu?" Tanyanya pada Red.

Red menoleh. "Tentu saja. Ia... membiarkan ibu tewas. Ketika suku Gi menyerang, ia malah melarikakn diri, meninggalkan ibu dan penduduk Canyon!" Lalu menggeleng.

"...Ayo Nanaki. Ada sesuatu yang harus kau lihat.

"...?" Red bingung.

"Tempatnya agak berbahaya." Kata Bugenhagen, ia beralih pada Cloud. "Cloud, maukah kau dan seorang lagi menemani kami?"

Cloud mengangguk dan memilih Yuffie sebagai orang yang satu lagi. Yuffie sempat memprotes.

"Katanya kau bosan, lebih baik ikut dan stretching," kata Cloud, dan Yuffie hanya mengikutinya sambil menggerutu.

Kamu menatap mereka yang pergi. Lalu berbalik lagi menatap api unggun. Barret juga pergi untuk ikut memperbaiki Buggy.

"Shaffira... Aeris..." Tifa memanggilmu dan Aeris.

Kamu dan Aeris menoleh. "Apa?"

"Kalian bisa menyanyikan lagu yang sesuai dengan nada ini?" Gadis itu mengeluarkan sebuah flute. "Ini baru kubeli tadi. Dengar ya..." Ia memainkan flutenya, jarinya bermain dengan lihai, lagunya terdengar lembut dan menenangkan.

"Getting tired of walking, the rain that began to fall

I chase after the rabbit I couldn't catch." Aeris mulai bernyanyi.

Kamu tersenyum mendengarnya dan melanjutkannya.

"Your eyes are like the clear water

Breathing deep down in the ocean."

"Call me, call me, I'm here

Where can I go, to where, so that I'm satisfied?

Let's go home, when tomorrow comes

Will I be laughing saying that it's all ok?

Call my name, call me, I'll embrace you

So close your eyes and remember those innocent times."

Kamu dan Aeris spontan menyanyikan lagu itu secara bersamaan, dan sangat cocok dengan suara flute Tifa. Tifa menghentikan flute-nya, kalian bertiga saling memandang, lalu tertawa.

"Hebat!" Ujar Tifa.

"Kalian tahu ya?" Tawamu.

"Bagus!" Kata Aeris.

"Sekali lagi?" Tifa berancang-ancang meniup lagi.

"Ok!" Kamu mengancungkan tanganmu.

"Baiklah!" Ujar Aeris.

Tifa meniup flute-nya dan kalian mulai bernyanyi.

"You fillded the parts I lacked in

Because I was able to forget even sad feeling

I'm not afraid..."

Kali ini kau membiarkan Aeris bernyanyi sendiri.

"Lying, and regretting that I became an adult someday

getting humiliated, sweating

But the reason for me to continue dancing is burning

Burning my soul and screams

If I continue, continue to open it I can be saved."

Lalu kalian melanjutkannya berdua.

"Let's go home, let's meet behind the moon, white rabbit

let's return. When tomorrow comes

I'll be laughing barefeet

I'll call, call and embrace it

So close your eyes and remember those innocent times."

Aeris tertawa kecil, ia membiarkanmu bernyanyi.

"Getting tired of walking, the rain began to fall

I chase after the rabbit I couldn't catch

Your eyes are like the clear water

Breathing deep down in the ocean

Call my name, call me because I'm here."

"If I tell, tell my heart I'll be fulfilled..."

(Home Sweet Home, Artist: YUKI)

Kalian menyelesaikannya bersamaan. Saling melempar senyum.

"Bagus sekali, nona-nona," komentar Cait Sith.,"aku tidak pernah mendengar lagu itu."

"Ahahah." Kalian tertawa. "Ini lagu dari ibuku!" Kalian menjawabnya bersamaan. "Eh?" Lalu saling berpandangan bingung.

"...Nama Ibuku Lucrecia..." Ujarmu.

"Ibuku... Emily," ujar Tifa. (Nama itu hanya karangan, karena tidak ada nama official)

"Kalau ibuku Ifalna." Kata Aeris.

Kamu terkejut. 'Nama ibunya Ifalna? Astaga... Jadi dia anaknya Ifalna... Ti... tidak kusangka...'

"Ah..." Kamu tertegun. "... Di kertas liriknya dulu ada tulisan 'This beautiful song was from beautiful girl named Emily' Itu nama ibumu kan, Tifa?"

"Ya... Benar sekali, beliau juga mengajariku berbagai alat musik," kata Tifa.

"Dan Lucrecia..." Ujar Aeris. "Ibuku mengetahuinya dari catatan penelitian yang diberikan oleh teman ayahku yang bernama Lucrecia dan katanya itu sudah agak lama waktu ibuku menemukannya. Waktu melarikan diri dulu, ibuku sempat membawanya."

Kalian bertiga saling pandang lalu tertawa bersamaan. "Ternyata begitu yaa?"

1 Jam Kemudian

Kalian duduk semua mengelilingi Cosmo candle. Cloud dan Yuffie sudah kembali, tapi Red tidak bersama mereka.

Barret membuka suara, "mereka bilang mereka sudah memperbaiki buggy-nya."

Cloud berdiri. "Ayo kita berangkat."

"Jadi sampai di sini, Red XIII," kata Aeris.

Barret berdiri. "Apa boleh buat... Terima kasih, kau sudah sering membantu kami..."

Semuanya pergi. Dalam perjalanan ketika sudah mencapai gerbang, Red datang dengan berlari.

"Tunggu! Aku juga ikut!"

Cloud berbalik. "Hmm?"

Bugenhagen baru akan menuruni tangga. Ia berseru dari jauh. "Cloud. Aku titip Nanaki!"

"Apa yang terjadi?" Tanya Cloud pada Red.

"Aku rasa, aku sudah tumbuh lebih dewasa. Yah, seperti itulah," kata Red, lalu mendahului yang lainnya ke Buggy.

Cloud tersenyum melihatnya. Ia tampak lega. Kamu menghampirinya. "Tidak sedingin yang kukira ya, kamu," ujarmu sambil melewati Cloud.

"Apa maksudmu?" Wajah Cloud sedikit memerah dan mengikuti yang lain.

Kalian semua meninggalkan Cosmo Canyon , menaiki buggy dan menuju barat, ke Nibelheim. Sebelum masuk ke Nibelheim kalian membagi dua kelompok. Kamu bersama Tifa dan Cloud. Tapi begitu memasuki kota kalian merasa aneh. Tempat itu utuh tidak kurang apapun, semuanya tampak berjalan normal. Kalian sampai-sampai harus berlari sampai alun-alun karena penasaran.

"Apa...!?" Tifa masih terkejut, ia berpaling pada Cloud dan mengangkat tangannya bingung. "Ini semua harusnya sudah terbakar habis, kan?"

Cloud mengangguk. "Benar."

"Lalu kenapa? Rumahku masih ada di sana..." Kata Tifa.

"Semuanya... kenapa utuh?" Kamu memandang sekitar dengan bingung. 'Waktu itu aku jelas melihatnya!' Kamu menatap ke arah rumah sebelah kiri dekat jalan ke Mansion. 'Dan di depan rumah itu aku bertemu Zack! Itu rumah prajurit Shinra yang "membunuh" Sephiroth!' Kali ini kamu memandang rumah sebelah kanan. "Cloud!" Panggilmu. "Ini aneh!"

"Aku tidak bohong!" Cloud menggeleng. "Aku masih ingat... panasnya api..."

"Aku tahu kau tidak bohong..." Ujarmu. "Karena aku juga melihatnya sendiri! Sekembalinya aku dari Mt. Nibel! Setelah aku melihat Sephiroth terbunuh! Aku kembali ke sini! Bertemu Heiren, Cecill, Reno, Rude, Tseng, bahkan Hojo!" Kedua tanganmu memegang kepalamu yang menunduk ke bawah.

"Shaffira...?" Cloud memandangmu bingung.

"Bertarung dengan mereka lalu kalah, aku dibawa ke Shinra, hampir dijadikan percobaan SOLDIER oleh Hojo, ditolong oleh Rufus, menjadi ketua Departemen Ekonomi Masyarakat Shinra, berteman dengan Turks, menerima kematian dua sahabatku, kabur dari Shinra, lalu bertemu dengan kalian. Semuanya... Semuanya berawal dari sini! Di tengah hitamnya puing yang telah terbakar!" Teriakmu. Tifa dan Cloud terdiam, memandangmu tatapan tidak percaya.

Setengah Jam Kemudian

Kamu berdiri di depan gerbang Shinra Mansion, menunggu Cloud dan Tifa. Tadi kamu sempat ditenangkan oleh Tifa, dan kamu meminta untuk menunggu di depan Shinra Mansion. Perasaanmu jadi tidak enak kalau harus menjelajahi tempat itu, kecuali shinra Mansion.

"Di..mana...kau...? Se...phi...roth... yang... he...bat..."

Kamu menoleh ke arah suara yang serak dan cukup mengerikan yang terdengar seperti merintih. "? Kyaa!" Nyaris kamu berteriak keras. Orang itu sudah ada di sebelahmu, tampaknya ia baru keluar dari Shinra Mansion. 'A...Apa...? Siapa dia...? Menyerukan nama Nii-san?' Kamu mundur dua langkah.

Orang dengan jubah hitam itu tidak memperdulikanmu, ia tetap berjalan melewatimu. "...Re...union...union... Se...phi... roth... Agung... sudah.. dekat... Di... dalam... Di dalam... Mansion... ngggh... Si Agung..Sephi... roth...Wooo-oow!... Ia memanggil... Sephiroth... sedang memangil..." Ia menjauh.

"A...Apa?" Kamu menatapnya bingung.

"Shaff..." Seseorang menepuk pundakmu.

"Waah!" Kamu kaget, dan berbalik, melihat Tifa yang juga terkejut. "Tifa... Jangan buat aku kaget..."

"Justru aku yang kaget..." Kata Tifa.

"Ah! Itu!" Cloud berlari ke arah orang jubah hitam yang telah mengagetkanmu, dan terlihat berbincang. "Sephiroth di dalam?" Tanya Cloud ketika kembali.

Kamu mengangkat bahu. "Tidak tahu. Kita masuk saja, dulu mendiang ibuku pernah kerja di sini."

Akhirnya kalian masuk ke dalam Shinra Mansion. Pintunya berdecit keras ketika kalian membukanya. Terlihat gelap, tapi masih ada cahaya yang menembus jendela.

"Kita berpencar sebentar ya, cari sesuatu deh, aku agak lupa di sini," kata Cloud.

Kalian berpencar, kamu memutuskan ke lantai atas dan ke tempat yang paling terang, di sana ada beberapa tanaman. 'Rasanya ini tempat yang paling normal...' Kamu menyentuh tanaman-tanaman itu dan tanganmu tanpa sengaja meraih sebuah kertas. Kamu membacanya, "Kanan 59?" 'Apa ini...?' Kamu membuang kertas itu dan pergi ke bawah. Di bawah Tifa dan Cloud sedang berbincang cukup serius.

"Kau benar-benar akan mencobanya?" Tanya Tifa.

"Aku penasaran, dan aku sudah dapat dua petunjuknya, pertama kanan 36, dan yang keempat kanan 97. Kau juga sudah dapat kan?" Tanya Cloud.

Tifa mengangguk. "Ya, yang kedua kiri 10. Tinggal yang ketiga... katanya di tempat yang penuh oksigen?"

Kamu terdiam melihat mereka. 'tadi aku menemukan yang mirip... kanan 59... di antara tanaman pula. Tanaman kan memproduksi oksigen, dan tadi tanamannya cukup banyak.' "Yang ketiga, kanan 59." Kamu menghampiri mereka.

"Eh?" Mereka berdua menoleh.

"Kalau kalian mencari yang seperti itu, tadi kebetulan aku menemukannya di antara tanaman," ujarmu.

"Kanan 59?..." Tifa terlihat berpikir. "Ya sudah deh, kita buka saja."

"Ok, ayo kita ke lantai 2."

Kalian semua ke lantai dua. Sesampainya di sana kamu langsung bertanya memangnya untuk apa semua itu dan Cloud membuka brankas yang ada di situ.

"Tadi ada teka-teki yang bilang kalau kami membuka kuncinya pada brankas maka seseorang yang sudah lama sekali akan terbangun. Dan bertanya apa kami ingin membukanya." Jawab Tifa.

Kamu tertawa. "Cocok untuk tempat yang sepertinya berhantu ini."

"Code accepted."

"Oh, terbuka ya?" Tifa akan melangkah, lalu mundur ketika melihat sesuatu yang akan keluar dari brankas.

"Dia datang!" Seru Cloud.

Battle with Lost Number

"Wuih... Apa tadi..." Kamu terengah-engah.

"Monster aneh..." Gumam Tifa.

Cloud menghampiri brankas dan mengambil kunci yang ada di dalamnya. "Kuncinya ada," ujarnya.

"Juga materia..." Ujarmu sambil menunjuk bola merah yang ada di dekat kaki Cloud.

Cloud mengambilnya dan memperhatikannya. "Apa monsternya?"

"Paling-paling, kalau di tempat seperti ini cuma ksatria kegelapan yang menaiki Sleipnir kesayangannya," ujarmu. "Lalu di mana seorang yang sudah lama sekali itu?"

"Di lantai bawah, dekat laboratorium. Di dalam pintu yang tidak pernah bisa dibuka sebelumnya," jawab Cloud.

Kalian turun ke bawah tanah dengan Cloud sebagai petunjuk jalan. Jalan yang sama seperti yang ia telah ceritakan sebelumnya.

"Ini pintunya..." Cloud berhenti pada sebuah pintu yang sangat kusam, berjamur dan agak berlumut. Ia memakai kunci itu dan membuka pintunya.

Begitu masuk, kalian langsung melihat banyak peti mati, ada yang tertutup dan terbuka dengan tulang yang berserakan.

"Tempat apa ini...?" Tifa memandang dengan ngeri.

Kamu hanya memandang sekitar, dan akhirnya matamu tertuju pada sebuah peti di tengah, hanya peti itu yang menarik perhatianmu. Tanpa kau sangka, Cloud berjalan ke arah peti yang kau lihat dan membukanya.

Terlihat seorang pemuda yang aneh memakai jubah merah. Sadar petinya terbuka ia membuka matanya dan bangkit. Matanya merah dan dingin. "Siapa itu?" Lalu dia memandang kalian semua. Sejenak ia terkejut melihatmu, tapi langsung terdiam. "... Aku tidak pernah liat kalian sebelumnya. Kalian harus pergi."

"Kau telah mempunyai mimpi buruk," kata Cloud.

"Kau telah terbangun, lebih baik cari udara segar kan?" Ujarmu.

"Hmph... mimpi buruk...? Tidur lamaku telah memberiku waktu untuk mengampuni diriku," ujar pemuda berambut hitam yang panjang itu.

"Apa yang kau katakan?" Tanya Cloud.

"Tidak ada yang harus kukatakan pada orang asing. Pergilah. Mansion ini akan menjadi awal dari mimpi burukmu."

"... Kau bisa bilang begitu," keluh Cloud.

"Hmm? Apa yang kau tahu?" Tanya pemuda itu.

"Bicara tentang Sephiroth. Seperti yang kau katakan , mansion ini akan menjadi awal dari mimpi buruk. Tidak, ini bukan untuk sebuah mimpi, tapi ini untuk kenyataan. Sephiroth telah kehilangan akal sehatnya. Dia menemukan rahasia yang tersembunyi di mansion ini," jawab Cloud dengan helaan nafas.

"Sephiroth?" Pemuda itu terkejut. "Kau tahu Sephiroth? Ceritakan duluan."

Cloud mulai bercerita tentang Sephiroth dan perjalanan kalian yang mencari Sepihroth.

"... Begitulah..." Kata Cloud mengakhiri ceritanya.

"Jadi, Sephiroth mengetahui ia telah diciptakan ketika lima tahun yang lalu? Dan tentang Jenova Project? ... Ia adalah yang hilang, tetapi baru saja baru-baru ini muncul kembali. Ia telah mendapatkan hidup banyak orang yang diambil dan sedang mencari-cari Promised Land," kata pemuda itu.

"Sekarang giliranmu," ujar Cloud.

"Maaf… aku tidak bisa bicara…." Jawabnya dengan mata datar.

"Kenapa tidak ceritakan saja?" Tanyamu.

Pemuda itu memandangmu sebentar, sesaat kepalanya ia miringkan sedikit, lalu kembali lagi. Menatapmu dengan penuh selidik yang tidak pasti. "Mendengar ceritamu menambahkanku pada dosa yang lain. Mimpi buruk yang lebih banyak akan menghampiriku sekarang, lebih banyak dari apa yang telah aku dapatkan. Sekarang… Tolong pergilah." Tutup peti mati melayang. Pemuda itu membaringkan diri, lalu tutup peti menutupnya.

Cloud terlihat masih penasaran, ia membuka peti itu lagi. Pemuda tadi langsung terbangun. "…. Kau masih di sini."

"Siapa kamu? Setidaknya beritahu kami siapa namamu," kata Cloud.

"Aku dulu berada di Shinra Manufacturing Department in Administrative Research. Atau lebih dikenal dengan The Turks….. Vincent," jawab pemuda itu.

Kamu dan Cloud terkejut. "Turks?"

"Sebelumnya dari Turks. Aku tidak punya keanggotaan dengan Shinra sekarang….. dan kau?" Ia bertanya.

"Cloud, sebelumnya dari SOLDIER," jawab Cloud.

"Kau juga bersama Shinra….? Lalu apa kau tahu Lucrecia?" Tanya pemuda yang bernama Vincent itu.

"!?" Kamu terkejut.

Sesaat Cloud beralih menatapmu. 'Tunggu….' Lalu ia kembali ke Vincent. "Siapa?" Cloud bertanya memastikan.

"….. Lucrecia." Ia mengadahkan kepalanya ke atas. "Wanita yang telah melahirkan Sephiroth."

Tifa menghampirimu dengan tatapan curiga. "Lucrecia itu….."

"Tifa….." Kamu setengah berbisik. "Biarkan dia bercerita, kalau sudah selesai, kau boleh bertanya apapun dan aku akan menceritakan apapun," dan Tifa hanya terdiam.

"…..Melahirkan…? Bukannya Jenova ibunya Sephiroth?" Tanya Cloud lagi. 'Dan Lucrecia itu….. Ibu dari…..'

"Tidak sepenuhnya salah, tapi itu hanya teori belaka. Dia lahir dari seorang wanita yang cantik. Wanita itu adalah Lucrecia. Dia adalah asisten Profesor Gast di Jenova Project. Lucrecia yang cantik," kata Vincent.

Cloud menatap pemuda itu dengan wajah ingin tahu. "….. Sebuah percobaan manusia?"

"Tidak ada jalan untuk membatalkan eksperimennya. Aku tidak bisa menghentikan wanita itu. Itu adalah kesalahanku. Aku membiarkan orang yang kusayangi, yang aku hormati, menghadapi yang terburuk," jawabnya.

"Lalu kau tidur di peti ini... Untuk menghukum dirimu sendiri?" Tanyamu.

"Ya..." Vincent menatapmu sebentar. "Tapi... Walaupun aku tidak tahu kau, aku merasa kau sangat mirip dengannya... Hampir saja aku meneriakkan namanya ketika melihatmu, untung saja kau punya warna rambut yang tidak sama."

"Lucrecia?"

"Ya... Dan siapa kau sebenarnya? Apa kau saudaranya?"

'Apa...?' Kamu menunduk dan terdiam. 'Dia ibuku kan? Apa aku harus membukanya semua di sini? Kalau aku adik kembar Sephiroth dan anak Lucrecia?'

"... Kau tidak menjawabnya... Biarkan aku tidur."

"... Lucrecia... Dia ibuku..." Kau menjawab dengan hati yang berat.

"!?" Vincent membelakkan matanya.

"Apa?" Cloud terkejut. 'Jadi?'

"Shaffira..." Tifa menatapmu sebentar. "Bisa kau ceritakan?"

Kamu mengangguk pelan. "Aku... Anak dari Lucrecia. Adik kembar Sephiroth... Aku tidak tahu kenapa aku tidak sekuat Nii-san dan tampaknya sel Jenova hanya sedikit terinjeksi padaku, sehingga aku masih seperti berumur 18 tahun, tapi aku seumur dengan Sephiroth." Kamu menghela nafas sebentar dan menatap Vincent. "Mungkin kau tidak tahu... Karena setelah lahir aku langsung diungsikan oleh ibu, tapi aku tetap tahu ibuku siapa, karena pengasuhku memiliki fotonya. Ibuku mengungsikanku, karena tidak ingin Hojo menjadikanku sebagai bahan eksperimen. Dan sekarang..." Kamu menatapCloud dan Vincent bergantian. "Aku mencari Nii-san dan mencegah segala ambisinya... Tapi mungkin sekarang terlambat..."

"Sragg!" Tanpa bicara apapun, Vincent terbang cepat ke arahmu dan mencengram erat kedua bahumu. "Kau... anak Lucrecia? Adik kembar Sephiroth?"

'Ukh...' Kamu meringis pelan, Vincent mencengkrammu sangat keras. Matamu bertatapan dengan mata merahnya, terlihat tajam, tapi terlihat ada kesedihan yang mendalam. Kamu mengalihkan pandangan. "Kalau tidak, kenapa aku mirip dengan Lucrecia? Kenapa aku punya rambut perak dan mata hijau? Dan yang paling penting... Kenapa aku tidak bisa MATI?" Kamu berteriak di depannya, lalu menggelengkan kepala. "Aku sebenarnya tidak ingin begini... aku hanya ingin menjadi manusia yang biasa bersama keluargaku... Tapi... sekarang beginilah keadaannya."

Semuanya terdiam, kamu pun terdiam. Hening, hanya suara tikus yang bercit-cit ria, atau pun suara-suara aneh yang agak seperti hantu. Tapi, kalian tidak peduli, semua mata kini tertuju padamu.

"Cloud..." Kamu duduk di lantai sambil memeluk kedua kakimu. "Kau mungkin tidak akan percaya denganku lagi... Karena aku telah membohongimu terlalu besar... Aku minta maaf telah menghancurkan kepercayaanmu."

"Shaff..." Cloud hanya memandangmu dengan tidak pasti.

"Dan, Tifa... Maafkan aku... Karena kau terlihat begitu percaya padaku, kau terlalu baik... Dan aku telah merusak kepercayaan itu... Aku..." Kamu menunduk. "Biarkan aku di sini..."

Tifa menatapmu sedih. "Shaffira..."

Kamu mengangkat wajahmu dan beralih pada Vincent. "Tidak apa kan, kalau aku duduk di sini? Aku tidak akan mengganggumu..." Lalu menunduk lagi.

Entah apa reaksi Vincent, tapi dia langsung ke petinya lagi. "Biarkan aku tidur..." Lalu petinya tertutup.

"Shaff..." Cloud menghampirimu.

"Lebih baik, kalian pergi..." Ujarmu.

Sesaat kemudian mereka pergi dan menutup pintunya. Kegelapan menyelimuti ruangan itu. Tapi kamu tidak khawatir, karena kamu sudah terbiasa di kegelapan. Kegelapan yang ada di hatimu sendiri.

"Kamu... tetap di sini yaa?"

Terdengar suara Vincent. Perlahan kamu mengangkat wajah dan ruangan itu agak remang, beberapa lampu lilin menyala. Entah siapa yang menyalakan, mungkin Vincent yang duduk di pinggir petinya.

"Keberatan?" Tanyamu.

"Tidak."

"Lalu?"

"Bisa ceritakan perjalananmu?"

Kamu terdiam sejenak, lalu menceritakannya. Vincent tidak berkomentar apapun ketika kaubercerita, ia hanya menyimak.

"Dan yang terakhir... aku di sini..." Kamu mengakhiri ceritamu.

"... aku berpikir, kalau aku ikut dengan pemuda tadi..."

"Namanya Cloud," kamu memotong.

"... Ya... kalau aku ikut dengannya, mungkin aku bisa bertemu Hojo."

Kamu mengangguk. "Mungkin... Aku saja bertemu dengannya, sampai terasa muak."

"Kalau begitu, aku akan ikut dengannya.."

Kamu menundukkan kepala. "Terserah..."

"Kau akan tetap di sini?"

"Ya..."

"Kau tidak ingin membalas dendam?"

Kamu mengadahkan kepala. "Apa maksudmu?"

"... Hojo yang telah membuatmu begini, membuatmu terpisah dari Lucrecia dan Sephiroth. Dibesarkan tanpa mereka, membuat Sephiroth yang harusnya normal bersamamu menjadi seperti sekarang ini, dan yang paling penting, ia telah membunuh Lucrecia, ibumu dalam arti yang lain."

"Arti... yang lain?"

"Karena Hojo telah menginjeksi sel Jenova, dan memisahkannya dengan anak-anaknya. Apa itu tidak membuatnya tersiksa? Pada akhirnya kau sepertiku yang tidak bisa mati dengan mudah..."

Kamu terdiam dan berpikir. Benarkah ini yang terbaik untukmu? Kamu menggeleng tidak yakin. Kamu tidak ingin menyusahkan Cloud dan yang lainnya. "Aku tidak tahu... Apa yang harus kulakukan..." Jawabmu, "aku tidak ingin akhirnya menjadi kehancuran..." Lalu menunduk lagi.

"Karena itu... Jika kamu hanya berlari... Kamu tidak bisa lakukan apapun. Seperti yang telah aku lakukan... Kau tidak akan mendapat apa yang kau inginkan..." Vincent terdiam sejenak. "Aku... memang tidak bisa memaafkan diriku yang telah membuat Lucrecia hancur... Tapi jika aku terus lari... Dia pasti akan mengutukku..."

"..." 'Apa? Apa? Yang harus kulakukan? Aku...'

"Bagaimana? Kau ikut?"

Tanpa kau sadari, Vincent sudah ada di depanmu, mengulurkan tangannya untuk mengajakmu. Kamu mengadahkan kepala, dan entah kenapa tanganmu menyambut uluran tangannya. 'Kenapa aku...' Kamu menatap mata merahnya. "Entah kenapa... aku merasa lebih baik..."

"Bagus... Dan Shaffira, itu namamu kan? Lekas berangkat!"

Vincent menggandengmu dan keluar dari situ. Sesampainya di luar, kalian mendengar langkah yang akan menjauh, begitu menoleh ke kanan, kalian melihat Cloud dan Tifa yang sedang berjalan, akan keluar.

"Tunggu!" Vincent setengah terbang mengejar mereka, ia masih menggandengmu. "Kalian akan bertemu Hojo lagi kan?"

Cloud dan Tifa berhenti dan memandangi kalian berdua. Cloud mengangkat bahu. "Entah. Tapi kami mengejar mereka, Jadi kupikir cepat atau lambat..."

"Lucrecia... Baiklah aku memutuskan untuk ikut bersamamu," ujar Vincent.

"Eh?" Tifa terlihat terkejut.

"Juga gadis ini." Vincent menarikmu, dan melepaskanmu ketika ada di depan Cloud. Kamu tidak berani menatap Cloud, dan mengalihkan pandangan.

"Sebagai mantan Turks, Mungkin aku bisa menolongmu," lalu Vincent beralih padamu, "dan dia, pasti juga akan membantu kalian, aku tahu, karena ia memiliki misi yang hampir sama denganku."

"C...Cloud..." Akhirnya kamu membuka suara.

"Ya?"

"Aku... memang tidak pantas meminta ini, tapi!" Kamu mengadahkan kepala dan menatapnya. "Aku harap aku bisa melanjutkan perjalanan bersamamu dan yang lainnya! Aku ingin menyadarkan Nii-san!"

Cloud terdiam sejenak, ia menoleh ke Tifa yang tersenyum. Lalu pemuda itu melangkah ke depanmu, dan menepuk pundakmu ringan. "Dari awal aku memang berharap begitu. Tetaplah bersama kami, Shaffira."

"Cloud..." Kamu menunduk, tidak percaya, bahwa orang itu, Cloud, tersenyum begitu tulusnya padamu. "Terima kasih... Aku..."

"Shaffira..." Tifa memelukmu. "Kau memiliki ambisi yang agak sedikit berbeda... tapi kau senasib dengan kami... yang kehilangan orang-orang tersayang..."

"Tifa..." Kamu menahan air matamu. "Terima kasih..."

3 Jam Kemudian

Kalian telah melewati Mt. Nibel dan melawan Materia Keeper. Tifa memilih ikut kelompok Barret untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Cloud juga telah menceritakan pertemuannya dengan Sephiroth di laboratorium Shinra Mansion. Kamu agak menyesal karena tidak ikut, tapi kamu yakin kalau kalian akan bertemu. Cloud juga memberikan materia yang dilemparkan oleh Sephiroth ke Cloud padamu. Destruct materia.

Setelah berjalan kaki cukup lama, kalian sampai di sebuah kota yang cukup ramai.

"Apa itu...?" Seru Cloud.

Kalian mengadahkan kepala ke atas dan melihat roket besar berwarna hijau, terpasang miring sekali dari platform peluncuran.

"Roket tua yang usang... Heran, untuk apa mereka membuat barang sebesar itu ya?" Cloud bertanya-tanya.

"Itu Shinra No. 26. Roket ke luar angkasa yang gagal diluncurkan, padahal persiapannya sempurna. Anggarannya juga terlalu banyak, tapi sejak gagal diluncurkan, anggarannya menurun drastis dan akhirnya berhenti. Shinra tidak pernah mau sama yang gagal sih," keluhmu sambil memandang roket itu.

"Ketua Departemen Ekonomi kok tahu?" Tanya Cloud.

"Tentu saja... Aku membacanya di buku... Kesulitan negara, lebih dari yang kukira..." Kamu mengangguk. "Tapi tentu saja, sekarang tidak ada guna mengetahui itu. Kita jelajahi tempat ini?"

Pertama kalian ke penginapan. Lalu Cloud bertanya pada seseorang di meja yang sedang mengobrol dengan temannya.

"Lebih baik tanya ke Kapten tentang kota ini. Dia yang bertanggung jawab soal itu," jawab orang itu.

"Yang mana 'Kapten?'" Tanya Cloud lagi.

"Sang Kapten dulunya seorang pilot waktu Shinra masih tertarik pada Space Program. Ia hampir menjadi astronot pertama, lalu ada kecelakaan... Sejak itu, ia menghabiskan waktunya di sini, bermimpi tentang pergi ke angkasa."

Akhirnya kalian mengunjungi rumah ke rumah, sampai akhirnya ke sebuah rumah yang kosong. Ketika mencari-cari pemiliknya, kau menemukan sebuah pintu menuju halaman belakang. Kamu memanggil Cloud dan Vincent, lalu ke halaman tersebut. Halaman yang cukup luas, sehingga ada pesawat besar berwarna pink di sana.

"Ada logo Shinra di sana," kata Cloud. "Tiny Bronco... Keren."

"Bagaimana kalau kita pinjam?" Tanyamu.

Terdengar suara pintu dibuka. Kalian menoleh ke arah pintu dan seorang wanita berambut cokelat dengan jas putih keluar menghampiri kalian. "Ng... bisa dibantu?"

"Tidak... Kami hanya melihat-lihat," jawab Cloud sambil mengangkat bahu.

"... Kalau kau mau memakainya, tolong tanya sang Kapten. Ia harusnya ada di dalam roket. Aku Shera. Siapa nama kalian?" Tanya wanita itu.

"Aku Cloud."

"Shaffira, senang bertemu denganmu."

"Vincent. Pekerjaanku... lupakan."

"Hmm..." Shera memandang kalian satu per satu. "Jadi kalian bukan dari Shinra. Kupikir kalian datang menyampaikan pembukaan kembali Space Program."

"...?"

"Presiden Rufus dijadwalkan akan ke sini, Sang kapten sudah gelisah sejak pagi." Lalu Shera pergi.

Kalian saling berpandangan. "Rufus?"

"Aku tidak yakin, bisa menemui kapten sebegitu mudahnya," ujarmu."Ng... Aku tidak ikut deh, aku di sini saja menunggu kalian."

"Baiklah, biar aku dan Vincent yang pergi," kata Cloud lalu ia pergi bersama Vincent.

Kamu masuk ke dalam, tapi Shera tidak ada, jadi kamu keluar. Di luar kamu memutuskan pergi ke penginapan, dan bertanya tentang Sephiroth di situ.

"Apa kau melihat orang dengan jubah hitam dan berambut perak lewat di daerah sini?" Tanyamu pada seseorang yang duduk di paling pojok.

"Hm... Aku adalah seorang pengelana yang baru saja sampai sini, tapi aku tidak melihat seorangpun yang seperti itu," jawabnya.

Kamu mengangguk. "Baiklah, terima kasih." Kamu keluar, dan ke toko senjata yang ada di seberang penginapan.

"Yoo! Selamat datang! Apa yang kau butuhkan?" Tanya pemilik toko.

"Kau pernah lihat pria berjubah hitam?"

"Ng... Kalau itu aku tidak tahu, soalnya aku belum keluar hari ini. Walau begitu, bagaimana kalau lihat-lihat apa yang kujual?"

"Hmm... boleh deh."

Setelah membeli beberapa peralatan, kamu keluar. Di luar, kamu melihat Cloud yang sudah kembali, ia ke rumah yang ada Tiny Bronco-nya lagi. Dengan setengah berlari kamu menyusulnya.

"Hei, Cloud!" Panggilmu. Cloud yang tengah membuka pintu, langsung menoleh. "Bagaimana?" Tanyamu.

Cloud menghela nafas. "Tidak berjalan dengan baik..."

"Lebih baik kita masuk," kata Vincent.

Kalian masuk, tapi kalian tidak melihat sosok Shera.

"Maaf, kau... Cloud?" Kalian menoleh, dan Shera masuk dari pintu belakang. "Apa Kapten bicara sesuatu?"

"Tidak." Jawab Cloud.

Shera terlihat kecewa. "Oh..."

"#%^#$$! Shera!" Tahu-tahu seorang pria dengan baju biru dan tampang galak, masuk ke dalam rumah.

"Dia Kaptennya, namanya Cid," kata Vincent padamu dengan setengah berbisik.

"Kau buta ya? Kita kedatangan tamu! BUATKAN TEH $%^#5$#!" Cid terlihat kesal.

"Ma... Maaf." Shera segera ke tungku, ia langsung bersiap membuat teh.

"Sungguh... Tidak usah repot-repot," kata Cloud.

Cid melambaikan tangannya. "Diam! Duduk di kursi itu dan minum teh sialanmu! Aaaaah, SIAL! Aku kesal! Shera! Aku mau ke belakang memperbaiki Tiny Bronco! Pastikan kau membuatkan teh! Kau dengar?" Lalu ia pergi ke belakang.

"... Ya ampun..." Keluhmu.

Cloud berbalik pada Shera. "Maaf, kami yang salah."

Shera berpaling dari tungku dan menghentikan pekerjaannya. "Tidak, tidak kok. Dia memang selalu begitu."

"... Sangat luar biasa kau bisa hidup dengannya," kata Vincent.

"Tidak..." Shera menggeleng. "Itu karena kebodohanku. Aku telah menghancurkan mimpinya..."

"Apa yang terjadi?" Tanya Cloud.

Shera menceritakan kalau roket yang ada id desa itu gagal diluncurkan karena ia masih berada diruang oksigen untuk mengecek tabung oksigen ketika Roket akan diluncurkan. Shera tidak peduli ia akan mati terbakar kalau Roket diluncurkan, ia hanya ingin peluncuran itu berjalan tanpa masalah apapun.

"Ia menekan tombol Emergency Engine Shut Down, membatalkan misi, untuk menyelamatkanku. Sesudah itu, Space Program ditutup dan peluncuran dibatalkan. Jadi salahku kalau mimpinya hancur..." Shera menggeleng lemah. "Itu sebabnya... aku tidak apa-apa. Aku tidak peduli apa yang dikatakan Kapten, aku hidup untuknya."

Tanpa disangka lagi, Cid sudah masuk. Ia melihat Shera yang berhenti membuat teh dan terlihat marah lagi. "Shera! Kau masih belum menghidangkan mereka, teh!"

"Ma...maaf." Shera kembali ke tungku.

"Cepat, dan duduk! Atau keramahanku masih kurang?" Cid duduk di salah satu kursi, ia menyandarkan kepalanya ke salah satu tangannya. "Mereka telat... Di mana Rufus?" Ia terlihat menanti dengan kaki yang bergerak-gerak di atas meja.

Pintu depan terbuka dan seorang pria gendut berjas kuning masuk dengan langkah gontai, dia Palmer.

"He-HEI! Lama tak jumpa! Jadi, Cid, bagaimana kabarmu?" Ia melihatmu. "Dan kamu, Shaffira, terlihat kuyu yah!"

Kamu tertawa dengan aneh. "Ya...ya..."

Cid melompat bangkit. "Ah, Palmer si gendut. Berapa lama kau berniat membuatku menunggu?" Makinya sambil mendekati Palmer. "Jadi? Kapan Space Program akan jalan lagi?"

Kamu menatap Cid. 'Tampaknya Rufus tidak berniat dengan itu... Dari dulu dia tidak pernah tertarik. Paling-paling... Ah!' Kamu teringat Tiny Bronco. 'Masa Rufus?'

Palmer bergerak-gerak tak tenang. "Hei-hei! Mana kutahu. Presiden ada di luar, kenapa tidak tanya dia saja?"

"#$%^$#!" Cid kesal. "Tidak berguna! Dasar gendut$$^&$^#!" Cid beranjak ke pintu.

"Ah! Tunggu, Cid! Kurasa Rufus berniat meminjam Tiny Bronco!" Teriakmu.

"Jangan sebut Gendut!" Protes Palmer.

"$%^&#! Bukannya itu kalian!" Makinya lalu keluar dengan membanting pintu.

"Cih!" Umpatmu.

Palmer bergerak-gerak dengan gelisah, lalu mendekati Shera. "Hei-hei, teh! Bisa minta satu? Pakai gula yang banyak dan madu dan... oh, iya, jangan lupa pakai krim ya!"

Cloud beralih padamu. "Apa maksudmu? Rufus ingin pinjam Tiny Bronco?"

"Tidak tahu ya? Rufus tidak pernah tertarik dengan Space Program dari dulu. Ia selalu cuek dengan Palmer. Karena itu dia pasti akan meminjam Tiny Bronco, untuk mengejar Sephiroth," jawabmu.

Cloud mengangkat bahu. "Kalau begitu akan kulihat keluar." Ia keluar.

"Bagaimana nih?" Tanyamu pada Vincent.

"Tidak tahu..."

"Hehhh..."

Writer's Pov

Cloud keluar dan ia langsung melihat Rufus yang sedang berbincang dengan Cid. Tapi tidak terlihat damai. Cid terlihat sewot.

"Apa yang...! Jadi penantianku sia-sia! Lalu, apa maumu ke sini?" Bentak Cid.

"Aku ingin meminjam Tiny Bronco. Kami akan mengejar Sephiroth. Tapi sepertinya kami salah arah. Tapi sekarang, kami pikir kami tahu kemana tujuannya. Tapi, kamu harus menyebrang lautan. Karenanya kami butuh pesawatmu," kata Rufus dengan tenangnya.

"^&*^&*$" Pertama Airship-nya, lalu Rocket-nya, dan sekarang, Tiny Bronco! Ternyata benar kata gadis itu! Shinra mengambil angkasa luar dariku, dan sekarang kau mau mengambil langitnya juga!" Amuk Cid.

"Ya ampun..." Keluh Rufus . 'Shaffira di sini ya...?' " Kau sepertinya lupa, karena Shinra, Inc-lah. Kau bisa terbang di tempat yang pertama."

"Apa?" Cid tambah mengamuk.

'Uh... Tampaknya akan menjadi lebih buruk,' keluh Cloud dalam hatinya.

Pintu rumah Cid terbuka, Shera keluar dari dalamnya. "Oh, permisi..." Cloud berbalik. Shera setengah berbisik. "Kemarilah..." Mereka segera masuk ke dalam rumah.

Your Pov

"Kau ingin memakai Tiny Bronco kan?" Tanya Shera dan Cloud mengangguk.

"Tapi, sepertinya Palmer akan mengambilnya... Ia sudah ke halaman duluan," ujarmu.

"Kenapa tidak bicara saja dengannya?" Kata Shera.

"Bagaimana Cloud?" Tanyamu.

Cloud menghela nafas, lalu melangkah ke pintu belakang. Kamu dan Vincent mengikutinya dari belakang.

Di halaman belakang, terlihat Palmer sedang duduk di atas Tiny Bronco. "Hmm... Kenapa aku harus melakukannya...? Aku kepala Space Program..."

Cloud mendekatinya. "Kami akan mengambil Tiny Bronco itu."

Palmer memandang Cloud. "Sepertinya aku pernah bertemu denganmu sebelumnya..." Pria gendut itu menggaruk kepalanya, lalu tersentak kaget. "Aku tahu! Gedung Shinra! Waktu presiden terbunuh! Aku lupa kalau kamu bersama juga bersama Shaffira! Ada Shaffira kemungkinan besar ada kamu! Kenapa aku tidak sadar? Pe...pe...Penjaga!"

Battle with Palmer and 2 Soldiers

Tepat ketika Palmer meledek kalian, mesin Tiny Bronco menyala. Palmer hampir saja terpenggal kepalanya oleh baling-baling. Ia sempat menghindar, lalu mengejek-ngejek lagi. Kalian kesal, namu kekesalan itu hilang ketika melihat sebuah Truk Shinra lewat dan pria gendut itu mental tertabrak.

Kamu langsung melopat ke dalam Tiny Bronco dan mengutak-atik pengendalinya. "Aduuhh... Aku tidak mengerti!"

Cloud menyusulmu, ia juga mengutak-atik. "Entah nih!"

"Ini tidak mau berhenti..." Kata Vincent.

Cloud berbalik. "Biarkan! Masuklah!"

Vincent melompat ke sayap, ia berpegangan kuat pada sayap itu. Tiny Bronco lepas landas, berputar mengelilingi roket, meninggalkan Rufus dan para pengawalnya, yang kini mulai menembaki Tiny Bronco. Cid berlari mengejarnya dan melompat ke bagian atas ekor. Tembakan para pengawal mengenai ekor, yang kemudian mulai mengeluarkan bunga api.

"Sial! Ekornya tertembak!" Umpat Cid sambil mencoba mendekati Cloud.

"Pendaratan darurat..." Cloud terlihat putus asa.

"Kita akan jatuh keras! Pegang erat celana kalian! Dan awas jangan ngompol!" Teriak Cid.

Kau menatap dengan aneh, "apa maksudmu, Cid?"

Tiny Bronco melakukan pendaratan darurat di tengah lautan. Api yang ada di ekor padam terkena air, dan mengeluarkan asap yang cukup banyak.

Kalian kini berada di dalam Tiny Bronco, terapung-apung di lautan. Cid terbaring dengan kepala hampir menyentuh air, lengannya terayun-ayun dengan lemas.

"Dia tidak bisa terbang lagi..." Ujarnya.

"Aku rasa... tubuhku jadi mati rasa..." Keluhmu. "Bagaimana sekarang?"

Cloud berbalik. "Bisa tidak kita gunakan jadi perahu?"

"#$&*(^! Terserah!" Omel Cid.

"Cid, apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Cloud lagi.

"Entah. Aku sudah kapok dengan Shinra dan aku sudah tidak punya harapan pada kota ini," jawab Cid dengan lemas.

"Bagaimana istrimu? Bagaimana dengan Shera?" Cloud bertanya lagi.

"Istri?" Cid terlihat terkejut. "Jangan membuatku tertawa! Membayangkan menikah dengannya saja membuatku merinding. Kalian akan melakukan apa?"

Cloud menghela nafas sebentar. "Kami mengejar seseorang bernama Sephiroth. Kami juga akan membawa Rufus keluar dari Shinra suatu hari nanti."

"Aku tidak mengerti tentang semua itu, tapi..." Cid berdiri. "Peduli amat? Aku ikutan deh!"

Cloud beralih pada kamu dan Vincent. "Bagaimana menurut kalian?"

Kamu berdiri. "Tidak masalah. Bagaimana denganmu Vincent?"

"...Lakukan apa yang kau suka..." Jawab Vincent.

"Senang bisa bergabung, para idiot!" Seru Cid.

Cloud berbaling, dan mengerutkan keningnya. "Idiot...?"

"Yeah. Siapa saja yang cukup bodoh untuk melawan Shinra pada saat-saat ini, pastilah orang idiot! Aku suka itu!" Cid mengangkat bahu. "Jadi, kau mau ke mana? Rufus pergi mengejar Sephiroth ke Temple of the Ancients."

"Benarkah?" Sahut Cloud. "...Di mana itu? Temple of the Ancients...?"

"Tidak tahu. Anak idiot itu bilang padaku kalau dia ke arah yang salah... jadi mungkin saja mestinya ke arah sini?" Cid malah bingung.

"Ayo kita cari daratan dan mengumpulkan informasi. Temple of Ancients... nama itu membuatku khawatir..." Kata Cloud.

"Ah!" Kamu teringat sesuatu. "Aku ingat! Dekat pulau-pulau sini ada kota yang bernama Wutai. Di sana tempat wisata Shinra, mungkinkah ada informasi beguna?"

"Boleh deh," kata Cloud.

Kalian berhenti di pulau yang ada di barat. Ketika di darat dan akan melewati jembatan, Yuffie datang menghampiri kalian.

"Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu-!" Teriak gadis itu mengejar kalian. Kalian terhenti dan berbalik.

"Ada apa?" Tanyamu.

"Aku tahu daerah sini. Sangat sulit untuk melewatinya. Lebih baik bersiap-siap," kata gadis itu.

"Eh? Aku juga tahu daerah sini. Aku mantan Shinra, jadi pernah ke sini sekali-sekali," ujarmu.

"Tidak! Sekarang sangat sulit!" Yuffie terlihat ngotot.

"Itu mereka! Tangkap mereka!" Tiba-tiba ada suara dan sekelompok prajurit Shinra datang.

"Apa? Shinra?" Kaget Cid.

"Hei! Itu bukan mereka! Orang-orang ini adalah orang lain yang dulu!" Kata salah satu prajurit Shinra.

Vincent beralih pada Yuffie. "...Yuffie... Kau..."

"Aku tidak tahu?" Yuffie panik. "Aku tidak tahu apa-apa tentang yang satu ini!"

"Apa maksudmu?" 'Tentang yang satu ini?' Kamu tersadar. "Apa kau merencanakan sesuatu, Yuffie?"

Yuffie tambah panik, ia meggeleng. "Tidak... Ummm, uh..."

"Apa yang harus kita lakukan!" Tanya salah satu prajurit.

"...Uh..." Prajurit yang ditanya bingung, lalu mengacungkan tangannya. "Tangkap mereka! Tangkap mereka dan bertanyanya nanti saja!"

Battle with Shinra Soldier

"Anak itu... !" Kamu memeriksa bracelet, senjatamu dan tali gantung materia di pakaianmu. "Materiaku hilang!"

"Ey... Di mana anak kurang ajar itu...?" Cid menoleh sana-sini.

"Entah... Materiaku juga hilang," kata Vincent.

Kamu geram, kesal, marah. Semuanya bercampur aduk. "Anak itu! Bermain-main dengan orang dewasa ya! Anak kurang ajar! Awas saja nanti! Dia pasti ke Wutai! Cloud! Apa Summon Materianya juga hilang?"

Cloud mengangguk takut-takut. "I... Iya..."

"SIALAN! Ayo kita kejar anak nakal itu! Kita harus mendapatkan materianya kembali!" Kamu melangkah dengan langkah yang berdebum kesal.

"Aku tidak tahu dia bisa begitu..." Heran Cloud sambil memandangmu dari jauh.

"Gadis itu memangnya sudah berumur berapa menyebut dirinya dewasa?" Tanya Cid.

"... Baru kali ini dia mengamuk?" Vincent juga memandangmu dengan aneh.

"Entah..." Cloud juga menatapmu aneh.

Kamu sadar mereka hanya diam, lalu berbalik. "Sampai kapan kalian mau di situ? Ayo kita ke Wutai!"

Wutai

"Hey!" Yuffie menyapa lalu kabur ketika kalian sampai.

"Berhenti bergurau denganku, gadis kecil!" Kamu mengejarnya.

Cloud dan yang lain mengikutimu sampai akhirnya di rumah dekat sebuah pagoda.

Kamu tergah-engah. "Haehhh... Haeuhhh... Di mana... anak itu... Tunggu dulu!" Kamu tersadar melihat rumah itu. "Ini rumah dia! Aku ingat! Dia anak Godo, pemimpin di sini! Yuffie Kisaragi! Aku baru ingat... Dia anak yang sangat menyebalkan! Awas saja!" Kamu langsung masuk rumah itu.

"Tu... tunggu! Shaff!" Terdengar Cloud memanggil.

"Yuffie!" Teriakmu sambil membuka pintu yang pertama kamu lihat. Tapi tidak ada siapa-siapa, hanya ada kasur jepang yang terbentang. Kamu melangkah masuk. "Ke mana dia...?" Lalu jatuh terduduk. "Aku capek."

"Tidak apa-apa kan?" Cloud menghampirimu.

"He-eh," kamu mengangguk.

"... Biar kami yang mencarinya," kata Vincent. "Kau di sini dulu untuk beristirahat."

Kamu memang capek karena hot tempered-mu, juga karena lari-lari tadi. "Boleh deh. Aku mengandalkan kalian..."

"Ayo, kita cari Yuffie," Cloud dan yang lainnya keluar.

"Mengesalkan!" Kamu menjatuhkan diri di atas kasur. '... Materia yang lain tidak penting... Tapi... Materia yang itu...' Lalu kamu memejamkan mata.

Beberapa menit kemudian.

"... Shaffira..." Suara Vincent.

Kamu membuka mata dan melihat sepesang mata merah dan langsung tersentak bangun. "Wahh!"

"Duakk!"Kepalamu beradu dengan kepala Vincent.

"Wadaw...!" Kamu mengaduh, lalu memutar kepalamu ke arah Vincent yang memegangi dahinya. "Ah! Maaf, Vincent!"

"... Tidak apa-apa..." Jawabnya.

"Kau ini..." Cid menatap dengan absurd bersama Cloud.

"Ketiduran ya, Shaff?" Tanya Cloud.

"Maa... maaf!" Wajahmu memerah malu. "Tapi... Yang lebih penting, mana Yuffie?"

"Tadi kami bertemu ayahnya, Yuffie muncul, lalu kabur," jawab Cloud.

"$^&*%$#! Dari pada itu! Aku capek! Lekas cari minuman!" Cid tampak bosan.

"Di sini ada restoran. Kita ke sana sebentar deh. Aku juga haus," ujarmu.

Kalian meninggalkan rumah itu dan pergi ke restoran yang di sebelahnya ada guci besar. Begitu masuk kalian melihat Rude, Reno, Elena. The Turks.

"Turks?" Cloud terkejut.

Tapi kamu malah tersenyum. "Cloud, Cid, Vincent, kalian beli minum saja. Aku ada urusan sedikit dengan mereka." Lalu melangkah menghampiri para Turks yang sedang menikmati minuman mereka. Sementara Cloud dan yang lainnya hanya bengong, lalu membeli minum.

"Liburan atau mengejar kami?"

Mereka bertiga menoleh, raut wajah berubah, lalu cerah ketika tahu itu kau, kecuali Elena tentunya.

"Shaffira!" Seru Rude dan Reno.

"Ahhh! Dia!" Elena akan berteriak, lalu matanya menemukan Cloud dan yang lain. "Mereka di sini! Ayo tangkap mereka!"

Kamu, Reno dan Rude terdiam. Kamu bertanya kepada Reno. "Sedang apa sebenarnya?"

"Liburan..."

"Hoo..."

"Kenapa malah mengobrol? Ini kesempa..."

"Elena..." Belum sempat Elena meneruskan kalimatnya Reno memotong. "Kita sedang liburan... Tidak ada urusan dengan mereka..."

"TA...tapi!" Elena akan membantah.

"Duduk dan nikmati liburan yang jarang..." Kata Rude.

"..." Gadis itu terdiam sesaat, lalu duduk di tempatnya semula. "Baiklah..."

"Bagus," kata Reno, ia beralih padamu. "Sedang apa dan apa kabarmu?"

"Seperti yang kau lihat, baik-baik saja. Dan aku sedang mengejar pencuri. Apa kalian melihat gadis ninja sekitar 16-17 tahunan dengan tambut pendek di sini?"

Rude menggeleng. "Tidak..."

"Butuh bantuan?" Tanya Reno sambil menegak minumannya.

"Se, senpai!" Elena terkejut.

"Tidak perlu... Karena itu, nikmati liburannya ya! Dah!" Kamu meninggalkan mereka dan ke tempat Cloud dan yang lain di dekat pintu.

"Yoo..." Reno membalas sapaanmu.

"Sepertinya senang sekali," komentar Cloud.

"Begitu?" Kamu tersenyum. "Lekas cari Yuffie!"

Kalian pergi ke item shop, dan menemukan peti harta. Cloud membukanya, menemukan sebuah materia biru, lalu Yuffie turun dari langit-langit, mengambil meteria, lalu kabur.

"Yuffie!" Kamu mengejarnya. Kalian mencarinya sampai tiba di sebuah rumah dekat gerbang.

"Di sini tidak ada orang yang kalian cari... Uh... maksudku..." Pemilik rumah berkata begitu ketika kalian masuk. Karena curiga kalian memandang sekitar. Vincent beranjak tanpa berkata apapun lalu membuka layar yang sedang terbentang, Yuffie sedang duduk di dalamnya, menatap Vincent, lalu kabur lagi.

Lagi-lagi kalian harus mengejarnya. Tapi sesampainya di depan restoran semua menyadari kalau ada yang aneh dengan guci besar di samping pintu restoran. Guci itu sesekali bergerak dengan aneh.

"Itu dia..." Gumam Cloud.

Kalian saling mengangguk mengerti apa rencana selanjutnya. Vincent memblok jalan ke pagoda, Cid memblok jalan di jembatan depan restoran, kamu naik ke atap, berjaga kalau Yuffie akan meloncat ke sana.

Cloud meninju guci itu beberapa kali. Mungkin, karena tidak tahan dengan getarannya, Yuffie keluar. Dia berlari ke arah jalan pagoda, tapi Vincent menghalanginya. Berlari ke jembatan depan restoran, tapi ada Cid. Begitu akan melompat, kamu melambaikan tangan dari atas sambil tersenyum.

"Kau tidak bisa ke mana-mana lagi Yuffie," kata Cloud.

Terlihat Yuffie mendesah pelan. "O... Ok, Aku tahu... aku salah... Kalian menang. Aku akan mengembalikan materia kalian."

"Bagus!" Kamu turun dari atap.

Kalian menuju rumah yang berada di atas tangga di dekat gerbang masuk. Itulah rumah Yuffie. Dia menggiring kalian ke ruang bawah tanah. Kamu, Vincent dan Cid berdiri di karpet merah. Di sana ada beberapa barang aneh, juga sesuatu seperti ding dong.

Terlihat Yuffie mulai terisak. "Aku telah mendengar sejak aku masih kecil. Sebelum aku lahir, dulu Wutai lebih penuh sesak dan lebih penting... Kamu lihat apa yang terlihat sekarang buakan?" Ia terisak lagi. "...HANYA sebuah kota tempat peristirahatan... Setelah kami menghentikan perang, kami mendapatkan kedamaian, tapi dengan itu, kami kehilangan yang lain. Sekarang lihatlah Wutai... Karena itu... Jika aku punya banyak materia, aku bisa.."

"Dengar Yuffie," Cloud memotong.

"Kami tahu bagaimana keadaan Wutai," sambungmu, "tapi itu bukanlah sebuah alasan."

"Benar," angguk Cloud, "kami membutuhkan materia itu juga!"

"Aku tahu... Aku tahu itu... itu.." Yuffie menyeka air matanya. "Tuas yang kiri... Materia itu ada di sana..."

Cloud meninggalkan Yuffie, lalu menurunkan tuas kiri yang ada di mesin yang seperti ding dong. "Niiit!""Braakkk!" Sebuah turun kurungan mengurungmu, Cid dan Vincent. Sangat pas dengan karpet merah.

"Yuffie!" Teriakmu.

"Ha ha! Kalian harusnya mendengar! Materianya milikku! Kalian mau materianya? Kalau begitu carilah sendiri! Yah, benar. Ketika kalian mencari materia, ingatlah untuk simpan dengan baik. Hehehe!" Yuffie tertawa. "Sucker!" Ia melambaikan tangan dan melarikan diri.

"Cloud kejar dia. Biar aku yang urus tuas itu!" Teriakmu.

Cloud mengangguk dan langsung mengejar gadis itu.

"Bagaimana kita keluar?" Omel Cid.

"Lihat saja!" Kamu melempar rantaimu dan menarik tuas yang satunya dengan menyangkutkan rantai itu lalu menariknya. Kurungan terangkat dan kalian menyusul Cloud.

Begitu di luar, terlihat Cloud yang kembali lagi. "aku kehilangan dia..." Keluhnya.

Kalian memutuskan untuk ke daerah pagoda, Cloud menemukan pintu rahasia ketika ia iseng membunyikan lonceng. Kalian masuk ke dalam.

"Lepaskan!" Terdengar suara Yuffie, terlihat dia terikat dan di bawa oleh ninja hitam. "Aku bilang LEPAS! Hey! Kau kira aku sia... Ow! Apa yang kau lakukan!? Kurang ajar!"

Ruangan itu cukup terang dengan emas bertumpuk dan berserakan di sekitarnya. Dan kalian mengenali siapa orang yang sedang berdiri di tengah ruangan. Pria gendut berbaju merah di Wall Market, Don Corneo.

"Kau...!" Cloud terlihat terkejut.

"..." Corneo berbalik. "..ho...ho... hohi, hohi. Hohihi!"

"Corneo!" Seru Cloud.

"Hohi! Akhirnya aku dapat chicky yang baru! Sesungguhnya, dua untukku! Hohi, hohi!" Corneo tertawa.

"Dua?" Cloud bingung.

"Oh!" Kamu melihat ke arah tangga. "Elena!"

Elena terikat juga, sama seperti Yuffie, sedang dibawa ninja hitam. "H...Hey! Lepaskan aku! Kau akan dapat ganjarannya!" Teriak Elena. Tapi Corneo malah tertawa dengan aneh.

Kalian menerjang. Tapi...

"Itu dia! Itu Corneo! Jangan biarkan dia lari! Serang!" Prajurit Shinra muncul. Corneo menghindar dan para prajurit itu malah bertarung dengan kalian.

Battle with Soldiers

Kalian keluar mengejar Corneo, di luar ada Reno dan Rude.

"Hm... Corneo pandai melarikan diri..." Ujar Reno.

"...Elena." Rude terlihat khawatir.

"Ayo, Rude. Kita akan membuat mereka merasakan sesuatu yang bisa Turks lakukan. Terdengar bagus... Jika Elena ada di tangannya, itu akan membuat segala sesuatunya sedikit susah," Reno berbalik. "Dan... Uh..." Ia tidak melanjutkan perkataannya ketika melihat kalian.

"...Ok." Cloud buka suara. "Corneo mengambil Yuffie dari kami. Dan tanpa Yuffie tidak ada jalan untuk mengambil materia kami."

"Jangan salah paham... Kami tidak punya alasan untuk kerja sama dengan kalian. Tapi sekarang, kita berjanji untuk tidak mengganggu satu sama lain. Lagi pula..." Reno menghampirimu. "Tampaknya materia yang 'itu' juga tercuri ya?"

Kamu mengangkat bahu. "Ya... Aku tidak bisa memaafkan diriku kalau itu sampai hilang..."

"Begitu?" Reno terdiam sejenak, lalu kepada Cloud. "Jadi?"

"Baiklah. Tentu saja kami juga tidak punya niat untuk kerja sama dengan Turks. Sekarang, uh, sekarang ke jalan mana yang Corneo pakai untuk lari?" Tanya Cloud.

"Hmm... Pikiran bagus," ujar Rude. "Ada petunjuk, itu tempat yang kebanyakan paling mencolok."

Kalian semua ke Da Chao. Patung besar yang ada di tebing daerah situ.

"Kalian akhirnya ke sini, kita akan bagi dua kelompok. Lakukan apa yang kalian mau, tapi jangan bahayakan Elena. Tengan saja, Kami tidak akan berbuat apapun pada gadis itu, Yuffie. Untuk sekarang..." Kata Reno.

Kalian berpencar dan mencari. Akhirnya kelompokmu (bukan Turks), menemukan Corneo yang tengah mondar-mandir melihat Yuffie dan Elena yang terikat di mata Da Chao.

"Baiklah! Itu dia!" Seru Cloud.

"Hee-haw!" Corneo berbalik. "Apa... Apa yang terjadi? Siapa itu?"

"Oh, bagus! Cloud!" Seru Yuffie.

"Wheeeel, lama tak berjumpa!" Corneo tersenyum konyol.

"Jangan bilang kau lupa..." Geram Cloud.

"Manusia menjijikkan!" Makimu.

"Mungkin Tuhan memaafkan orang jelek $#^&* sepertimu, tapi aku tidak akan!" Teriak Cid.

"Diam!" Teriak Corneo. "Tidak satupun dari kalian yang tahu banyak tentang diriku. Aku telah banyak menderita dari dulu... Ini cerita yang panjang..., tapi..." Ia berbalik.

"... Masa bodoh dengan itu!" Sepertinya Vincent kehabisan kesabaran. "Kau akan melepaskan mereka, atau aku akan mematahkan lehermu..."

"Hmm..." Corneo berbalik lagi. "Kalian seius. ...Bagus, bagus. Tidak ada waktu untukku untuk hal bodoh... Kenapa kalian membunuh Aps-ku? Aku akan kalian BERMAIN dengan peliharaan baruku, jadi kamu tidak akan dapat jalan dalam pencarian pengantinku." Ia mengacungkan tangannya. "RAPPS! -Datanglah!"

Battle with Rapps

"Tunggu... Tunggu sebentar!" Corneo panik ketika Rapps-nya dikalahkan.

"DIAM!" Amuk Cloud.

"Dengarkan aku, itu tidak akan makan waktu lama. Kau pikir kenapa orang jahat sepertiku akan menelan kebanggaannya dan memohon untuk hidupnya. 1. Karena aku siap untuk mati, 2. Karena dia yakin akan menang, 3. Karena dia tidak tahu apapun." Corneo mengajukan itu lagi.

"Karena kau siap untuk MATI, BODOH!" Kamu menerjang dengan rantaimu.

"Salah!" Corneo menekan tombol remote di tangannya dan Yuffie juga Elena posisinya menjadi terbalik, kepala mereka ada di bawah.

"Eyaaaaah" Elena berteriak.

"Membuatku sangat MARAH!" Amuk Yuffie.

Kamu menghentikan langkahmu seketika. "Yuffie! Elena!" Berbalik pada Corneo. "Kau! Dasar ikan teri!"

'Teri...?' Corneo anime sweat drop mendengarnya sambil memandangi badannya yang gempal. Corneo menyombongkan remote itu. "Jika aku tekan tombol ini, mereka akan jatuh ke bawah, dan kita akan dapat SAUS TOMAT!"

"Sial!" Umpat Cloud.

Cid memandang Corneo dengan jijik. "Jadi begini cara hidup seorang pecundang!"

"...Permainan kotor..." Mata Vincent berkilat tajam.

Corneo tertawa. "Aku rasa aku yang tertawa pada akhirnya!"

"Tidak... Itu adalah kami."

Kamu tahu suara itu dan langsung berbalik, "Reno!"

"Yo..." Dia melewati kalian hampir di depan Corneo.

"Hee haw! Apa... Apa yang terjadi? Siapa itu? ... Turks!" Corneo terkejut.

"Kau tahu ini akan terjadi sejak kau membocorkan rahasia itu," kata Reno, "kami akan membereskanmu... secara pribadi."

"SIALAN!" Umpat Corneo. "Kemudian mereka semua mengangkapku!"

"Syuut! Srak!" Corneo terpeleset dan berpegangan pada tangan patung. Rude telah muncul dari balik patung, ia juga melempar sesuatu yang membuat Corneo terjatuh tadi.

"Timing yang bagus, Rude," kata Reno.

"... Ayo kita kerja," sahut Rude.

Reno menghampiri Corneo, kakinya di atas tangan Corneo. "Baiklah, Corneo. Ini akan berakhir dengan cepat, jadi dengarkan." Reno memandang wajah menyebalkan Corneo dengan senyum sinis. "Kamu pikir kenapa kami pergi ke semua masalah dengan cara bersekutu dengan orang-orang itu untuk menangkapmu? 1. Karena kami ingin mati, 2. Karena kami yakin akan menang, 3. Karena kami tidak bisa ditebak."

"Dua... Nomor dua!" Teriak Corneo.

'Bodoh...' Kamu tersenyum. 'Semuanya salah.'

"Semuanya salah," Reno menginjak tangan Corneo dengan keras.

"Tidak...! Tunggu, berhen...! Aaaaaaaaaaaaaa...p!" Corneo terjatuh dan entah nasibnya di bawah sana.

'Jawaban yang benar adalah.'

"Jawaban yang benar adalah..." Reno melihat ke bawah sana.

'Karena ini adalah pekerjaan mereka.'

"...Karena ini adalah pekerjaan kami," sambung Rude.

"Oh, terima kasih banyak...!" Seru Elena. "aku tidak pernah mengira kalian datang untuk menolong..."

Reno berbalik pada Elena. "Elena. Jangan bertingkah lemah begitu. Kau seorang Turks!" Omelnya.

"Ya... Ya, pak!" Sahut Elena.

Vincent berbalik ke arah Rude. "... Aku tidak tahu kau akan ada di balik sana..." Dan Rude hanya terdiam.

Tak lama kemudian terdengar bunyi PHS, itu punya Reno, ia telah mengangkatnya. "Ya... Di sini Reno. Ya... Ya... aku akan melaksanakannya sekarang juga..." Ia menutup PHS-nya.

"Apa dari kantor?" Tanya Elena.

"Yeah, dan mereka menyuruh kita untuk menemukan Cloud..." Jawab Reno.

Kalian langsung salah tingkah dan seperti bersiap untuk bertarung.

"Kita laksanakan...?" Tanya Rude.

"Tidak, kita sedang cuti," jawab Reno singkat.

"Bagus!" Kamu tersenyum senang.

"Hey-!" Yuffie berteriak. "Siapa yang peduli dengan itu? Turunkan- Aku-!"

Setelah itu...

Kalian sekarang berada di rumah Yuffie. Ia berjanji akan mengembalikan semua materianya, dan kini ia sedang memasangkannya pada armor kalian.

"Phew, sempurna. Sekarang materianya telah kembali ke tempat yang benar!" Yuffie tersenyum puas.

"...Apanya?" Kamu menatap gadis itu dengan lelah.

"Hey..." Cloud memeriksa materianya. "Tempatnya kacau semua."

"Huh?" Ia memperhatikan semuanya. "Oh, Itu akan baik- baik saja... Jangan jadi sangat berpilih-pilih! Lagi pula, itu sudah benar-benar dekat... Tidak, secara normal aku akan menendang pantat mereka, Boom, Bang!" Yuffie berbalik membelakangi kalian. "Corneo benar-benar orang yang mengesalkan. Aku lebih baik berhadapan dengan ayahku dari pada orang itu. Oh, ngomong-ngomong, sebagian orang dari Turks itu baik, huh? Paling tidak, setelah semua itu, kita mendapatkan kembali materia kita."

Yuffie masih berceloteh, sedangkan kalian berempat bosan dan memutuskan untuk meninggalkannya lebih dulu. Yuffie masih saja berceloteh ketika kalian pergi.

Kalian menunggunya di luar dan menukar materia yang tertukar, tak lama kemudian Yuffie keluar dengan Materia MP Absorb dan memberikannya ke Cloud. Yuffie meminta kalian ke pagoda karena ia ingin menyelesaikan sesuatu terlebih dahulu. Kamu memutuskan tidak ikut karena malas. Yuffie mengeluhkan kemalasanmu tapi tetap membiarkanmu tidak ikut.

Kamu memutuskan pergi ke restoran, di sana memang sudah tidak ada Turks. Kamu hanya tersenyum ringan. 'Mereka sudah pergi...' Kamu keluar dan merenung di atas jembatan sambil mengemati air jernih yang mengalir dengan tenangnya. 'Padahal materianya sudah kembali...' Kamu melepas salah satu materia yang terpasang di senjatamu. Summon materia.

'Bahamut Sin...' Kamu menatap materia itu dengan sedih. 'Materia berharga dari Heiren...'

Flashback

Mendengar dari Rufus dan Tseng sendiri bahwa Heiren dan Cecill akan melaksanakan misi untuk menjadi umpan AVALANCHE. Kamu langsung mencari keduanya dengan kalang kabut.

'Di mana kalian?' Kamu terhenti karena kelelahan.

"Shaffira... Kenapa kamu?" Sebuah suara menyapamu ringan.

Kamu mengangkat kepala, dan menemukan Heiren yang sedang menatapmu bingung.

"Heiren!" Kamu melompat memeluknya. "Jangan pergi! Kau bisa mati!"

"Hei... Hei...!" Heiren panik. 'Dari mana dia tahu?' "Tidak akan separah itu kok! Dengar..." Ia melepaskan pelukanmu dan memegang bahumu. "Ini tidak akan lama, dan aku akan segera kembali."

"Apa maksudmu?" Kamu berteriak marah. "Misi ini sangat...!"

"Diam dan dengar dulu!" Potong Heiren, ia merogoh sakunya, mengambil sebuah materia dengan sinar biru aneh dan menyerahkannya padamu. "Ini Summon Materia Bahamut Sin. Ini kutemukan waktu misi ke bawah laut dulu. Ini materia yang berharga."

Kamu mengambil materianya. 'Bukannya... merah... tapi...' "Summon Materia... Biru? Lalu?"

"Akan kuberikan ini padamu... Dengar dulu!" Serunya ketika kau akan memprotes. "Ini adalah janjiku padamu. Jaga materia ini sampai aku kembali. Jika aku tidak kembali, materia ini menjadi milikmu. Tapi karena ini materia yang berharga, jadi sebenarnya aku tidak rela memberikan ini padamu..."

"Heiren...?" Kamu bingung.

"Jadi aku akan mengambilnya kembali saat pulang nanti, dengan kata lain aku pasti pulang! Aku janji!" Kata Heiren sambil tersenyum. "Aku pasti mengambil meteria itu!"

"Janji..." Kau gemetar sambil menggenggam materianya. Seketika itu air matamu keluar secara perlahan. 'Kau janji... kan?'

"He... Hei... Jangan menangis!" Heiren jadi panik.

"Janji... kau akan mengambil materia ini ya!" Kamu mengangkat kepalamu sambil tersenyum pada Heiren.

"Shaffira..." Heiren menatapmu dengan sedih, tapi kemudian ia tersenyum. "Tenang saja! Aku janji!"

'Aku harap... Aku tidak mengingkarinya... Shaffira. Aku tidak yakin... Tapi...' Heiren memelukmu erat sebelum ia benar-benar pergi. 'Aku ingin menepatinya dan mengatakan hal itu...'

'You're always in my heart...'

Akhirnya ia pergi. Ia juga meneriakkan agar kau menjaga materianya dengan baik. Kamu mengangguk mengiyakan sambil melambaikan tanganmu dengan berat. Pada saat itu keyakinanmu bahwa Heiren akan kembali, juga Cecill, sangat kuat.

Tapi... Kenyataan berbeda dengan keyakinan, mereka tewas akibat bom yang disiapkan para AVALANCHE. Walau begitu, AVALANCHE pun tertangkap sebagian anggotanya. Kenyataan itu membuatmu membenci Shinra, dan pergi dari mereka.

End Flashback

'Heiren... Andai saja aku yang pergi waktu itu... Dan...' Kamu memejamkan matamu, menyipan kembali materia itu.

'Zack...' Nama itu kembali muncul di pikiranmu. 'Siapa kau sebenarnya...' Kamu menatap daun yang terapung. 'Aku... Sedang bingung denganmu juga Cloud... dari kalian berdua... Mana yang benar? Siapa kamu dan siapa Cloud? Kalian memangnya orang yang sama? Itu mustahil kan? Lagipula... Dari fisik saja sudah berbeda...'

"Haaah..." Kamu menghela nafas dengan berat. "Kalian berdua itu siapa sih?"

Berkecamuk dengan pikiran sendiri membuatmu tambah bingung. Pada akhirnya kamu memutuskan menyusul yang lainnya di pagoda.

Baru saja sampai di depan tangga, yang lainnya sedang beranjak turun.

"Sudah selesai?" Tanyamu.

"Begitulah..." Jawab Cloud. Dan Yuffie mendapatkan materia Leviathan."

"Hmm..."

-00-00-00-00-00-

Kalian melanjutkan perjalanan akan ke Gold Saucer, untuk mencari informasi lagi, tapi sebelumnya kalian menemukan rumah terpencil dekat pantai.

Kamu, Cloud dan Vincent memasuki rumah itu. Di dalam, seorang pria langsung menghampiri. "Hah? Oh, pelanggan lain lagi. Kalian sepertinya baru dari perjalanan yang jauh... Tapi kalau 'Keystone' itu yang kau cari, kau terlambat, kami sudah kehabisan."

Dahi Cloud merengut. "Keystone?"

Pria itu terkejut. "Apa? Kalian bukan datang untuk itu?"

"Bukan." Jawabmu. "Lalu apa itu Keystone?"

"Keystone adalah kunci untuk membuka gerbang ke temple yang sangat tua, di suatu tempat. Kau tidak akan percaya, tapi kudengar itu Temple of Ancient!" Pira itu menjelaskan dengan setengah berapi-api.

Kalian bertiga saling berpandangan. "The Temple of Ancients..."

"Hahahahah!" Pria itu tertawa. "Jangan dianggap terlalu serius. Itu hanya legenda!" Lalu ia melanjutkan pekerjaannya.

"Kau tahu di mana Keystone?" Tanyamu kemudian.

Pria itu berhenti bekerja. "Hah? Apa?"

"Di mana Keystone itu?" Cloud mengulangi.

"Sudah terjual. Baiklah, sebenarnya aku tidak benar-benar ingin menjualnya tapi... Ada sesuatu pada pria itu yang membuatmu merasa BUKAN ide yang baik kalau kau tidak menjual padanya..."

"Pada siapa kau menjualnya?" Tanya Cloud.

"Manager Gold Saucer... kalau tidak salah namanya..." Pria itu terlihat berpikir.

"... Dio..." Kamu membantu meneruskan.

"Ah, iya, namanya Dio! Katanya dia ingn menaruhnya di museumnya, lalu dia pergi." Lanjut pria itu.

"... Dio ya..." Kamu beralih pada Cloud yang kemudian mengangguk, seperti setuju dengan apa yang ada di pikiranmu. "Baiklah, terima kasih."

Kalian segera keluar dari sana dan menuju ke Gold Saucer.

Gold Saucer

"Di mana Dio?" Tanya Vincent ketika kalian sudah turun dari trem.

Kamu memutar bola mata, mengingat-ingat. "Ester dulu pernah bilang, Dio punya Show Room alias museum dirinya di Battle Arena. Kita ke sana saja." Dan yang lainnya mengangguk setuju.

Di Show Room

Kalian masuk ke Show Room yang ada di pintu samping meja pendaftaran. Di sana, Keystone terpajang di sebuah piring keramik di tengah ruangan.

"Itu Keystonenya..." Gumam Cloud.

"He, he, he." Kalian mendengar suara tawa dan kalian berbalik. Dio masuk ruangan sambil tertawa. "Lama tidak bertemu, anak muda. Hmm? Kau suka itu kan?"

"Boleh kami pinjam?" Tanya Cloud tanpa basa-basi.

Dio tertawa. "Maaf, tapi itu tidak dipinjamkan. Hmm..." Ia menatap Cloud dengan tatapan tertarik. "Tapi karena aku sudah bersikap manis padaku di masa lalu, AKU AKAN mengizinkanmu meminjamnya dengan satu syarat."

"Satu syarat?" Tanya Cloud.

Dio tertawa lagi. "Hiburlah aku!"

Kalian bertiga langsung merengut bingung mendengarnya.

"Maksudnya?" Kamu bertanya bingung.

Cloud melipat tangannya lalu melepasnya lagi. "Apa yang kau ingin aku lakukan?"

"Aduh! Anak ini! He, he, he, ini bukan hal yang sulit. Ini kan Battle Arena."

"Kau menyuruhnya ikut kompetisi ya?" Tebakmu.

"Benar!" Dio tampak senang. "Tunjukkan kemampuan bertarungmu. Tapi hanya kau, anak muda." Ia menunjuk Cloud. "Aku mengharapkan pertarungan yang bagus!"

Cloud menyetujuinya, ia segera mempersiapkan segalanya. Senjata, armor, support accesory, item, dan tentunya materia.

"Cloud!" Panggilmu ketika Cloud akan masuk Battle Arena.

"Apa?" Tanyanya.

"Bawa ini, dan ini akan berguna." Kamu melepas materia Bahamut Sin yang ada di senjatamu. "Ingat ini hanya kupinjamkan, nanti kembalikan." Kamu memberikannya.

"Materia apa ini? Agak aneh..." Kata Cloud, tapi ia memasangnya di bracelet-nya. "Ok, aku masuk sekarang."

"Berusahalah!" Serumu, lalu turun ke bawah lagi, menuggu bersama Vincent.

"Materia apa itu...?" Tanya Vincent.

"Bahamut Sin." Jawabmu sambil tersenyum.

"Bahamut Sin? Summon?"

"Ya... aku belum pernah memakainya, tapi aku tahu itu Materia yang hebat, sampai-sampai warnanya berbeda dari Summon materia pada umumnya."

"Kau dapat dari mana?"

"Eh?" Kamu menoleh pada Vincent. Tidak menyangka kalau pertanyaan itu akan keluar. Kamu tersenyum pahit. "Dari seseorang yang berharga... Dia memberikannya sebelum dia pergi untuk selamanya."

"Siapa?" Tanya Vincent lagi.

"Namanya..." Kamu menghela nafas. "Heiren..."

"..." Vincent menatapmu datar. "Aku tidak akan bertanya lagi..."

"Eh?"

"... Kalau jawabannya membuatmu menjadi ingat akan kenangan yang menyakitkan..." Vincent terdiam. 'Hal itu... Aku sering merasakannya... Karena itu...' "Aku tidak akan bertanya dan kau tidak perlu menjawab..."

"... Vincent..." Kamu menatapnya bingung.

Vincent hanya diam, dia tidak merespon apapun, tatapannya terlalu dingin dan sulit ditembus, kecuali... tatapan kesedihannya. Ia terlihat cuek dan tidak memperdulikan sekitar dengan gayanya itu. Tapi kamu tahu, ia orang yang baik.

"Apa?" Sadar kamu tatap, ia balik menatap.

Seketika wajahmu memerah dan langsung mengalihkan pandangan. "Ti...tidak!" Kamu jadi kikuk. 'Kenapa aku...'

"...Kau baik-baik saja?"

"Tidak apa-apa!" Kamu mengibaskan tanganmu dengan kikuk. "Sungguh!"

"Hmm?" Ia menatapmu dengan datar. "..." Lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.

Kamu menghela nafas lega, lalu tersenyum. 'Untunglah...'

Cukup lama kalian menunggu Cloud. Kamu yang bosan hanya bisa bersenandung kecil, karena Vincent tidak terlihat ingin bicara.

"Daylight breaking into the vas land

Tells us it's the beginning of a journey

Heading towards the future and running into wind

I inhaled it

A dream that's engraved only within eye

It presents a way out for us

Fly to the neverland

We're waken up by the boundless."

(Over the FANTASY by Ueda Kana)

"It presents a way out for us to nightmare?"

"Eh?" Kamu terkejut dan langsung menghentikan lagumu. Menatap Vincent bingung.

"... Lupakan..." Vincent tetap mengalihkan pandangan, entah tidak berani menatap, atau benar-benar tidak peduli.

Kamu hanya terdiam. Memikirkan kalimat Vincent, tapi kemudian kamu melupakannya. Kamu melongok sedikit ke arah pintu Battle Arena. Baru saja kamu ingin bertanya kapan Cloud keluar, pintu itu terbuka.

"Cloud!" Panggilmu. "Berhasil ya?"

"Yeah..." Jawab Cloud datar sambil menghampiri kalian berdua. Ia menatapmu dengan heran.

"Apa?" Tanyamu.

"Materia apa ini?" Cloud melepas materiamu dari braceletnya. "Terlalu kuat!"

"Ehh?" Kamu menerima materia itu. "Kenapa kau marah?"

"MP-ku langsung habis!" Amuk Cloud. "Untung saja aku punya Ether!"

Kamu terheran-heran melihatnya yang cemberut. "Memangnya kau pakai saat kapan?"

"Di tengah pertarungan... Langsung saja menguras habis MP-ku! Memang sih, monster itu menghancurkan semua musuhnya, tapi hanya satu ronde!" Kata Cloud lagi.

"Ha...ha..." Kamu tertawa dengan nervous. "Monsternya kuat ya? Aku tidak pernah pakai, jadi tidak tahu. Tapi namanya Bahamut Sin..."

Cloud menghela nafas ringan. "Siapa yang peduli... Lekas kembali ke Show Room."

Kalian kembali ke Show Room dan menemui Dio.

"Hebat! Sesuai dengan harapanku! Dan janji adalah janji. Ayo, ambilah Keystonenya, dan beberapa benda ini." Dio memberikan beberapa accesorry dan armor. "Kalau begitu, sampai bertemu lagi! He, he,he." Lalu ia pergi.

Kamu mengambil Keystone dari tempatnya. "Kini kita bisa ke Temple of Ancient," ujarmu sambil melemparkan Keystone pada Cloud.

"Hati-hati pada benda ini." Kata Cloud sambil menangkapnya. "Benda ini cuma satu."

"Aku tahu."

Kalian segera keluar dari sana dan menuju Station Square. Seorang pekerja berdiri di luar Ropeway. Kalian bertiga menghampirinya.

Pekerja itu membungkuk meminta maaf. "Permisi, Pak. Maaf. Tremnya sedang rusak."

Cloud terdiam bingung. "...jadi?"

"Mohon maaf sekali lagi! Terpaksa anda tidak bisa pergi sampai perbaikan selesai dilakukan," kata Staff itu.

"Menyusahkan..." Keluhmu.

"Ada apa?" Cait Sith datang dengan melompat-lompat. Wajah senyum kucing itu terlihat tidak bermasalah.

Cloud segera menjelaskan semuanya pada Cait Sith.

Cait Sith mengangguk mengerti. "Payah. Tapi, apa boleh buat. Aku tahu!" Ia mengacungkan jari kucingnya. "Ayo menginap di hotel! Di sini mereka kenal denganku. Aku akan bicara dengan mereka." Ia pergi. Kamu dan Cloud menghela nafas lelah.

"Akan saya beritahu begitu perbaikannya sudah selesai," kata pekerja yang tadi.

Kalian mengikuti Cait Sith ke hotel. Ghost Hotel namanya. Satu-satunya hotel di sana dan bernuansa horror. Sepertinya hotel itu tidak akan memberikan ketenangan pada penakut.

Semuanya telah berkumpul di lobi hotel. Semuanya berdiri menatap Cloud, kecuali Cid yang duduk di sebuah kursi besar dekat tangga.

"Kita jarang-jarang bisa berkumpul seperti ini, kan?" Cait Sith membuka suara. "Cloud, bagaimana menurutmu? Bisa cerita pada kami apa yang telah terjadi sejauh ini? Aku tidak begitu mengerti karena aku tidak di sini dari awal."

Cid mendongak. "Ya! Aku juga mau dengar!"

"Aku ikut dari awal." Kata Barret. "Tapi tetap tidak mengerti juga. Cloud, apa yang sebenarnya terjadi?

"Baiklah, begini ringkasannya... Huff..." Cloud menghela nafas panjang. "Kita mengejar Sephiroth. Sephiroth pasti sedang mencari Promised Land."

"Promised Land?" Cid bingung.

"Tempat yang penuh dengan energi Mako,... atau setidaknya itu yang dipercayai Shinra. Aku tidak tahu pakah hal itu benar-benar ada," lanjut Cloud.

"Para Cetra kembali ke Promised Land," Aeris maju selangkah, "tempat yang menjanjikan kebahagiaan yang tidak terbatas."

"Cetra?" Barret mengerutkan kening. "Itu sejenis penyakit ya?"

"Begitulah para Ancient memanggil diri mereka." Aeris memandang Barret. "He, memangnya kau tidak menyimak cerita para tetua di Cosmo Canyon? ...Kau bukan 'mencari tahu' di mana Promised Land para Ancient itu berada. Tapi kau mencari dan berjalan, hingga kau merasakannya. Seperti, yah... tahu kan, kita merasakan, 'Inilah Promised Land'."

"Aeris... Kau bisa merasakannya juga?" Tanya Cloud.

"Aku pikir begitu," jawab gadis itu.

"Jadi Sephiroth mengelilingi dunia karena mencari Promised Land? Begitu?" Tanya Tifa.

Aeris mengangguk. "Tepat. Dan ada satu hal lagi yang dicarinya."

"Black Materia..." Lanjutmu. Yang lainnya segera menoleh padamu. "Itu kebalikan dari White Materia yang menyembuhkan. Black Materia itu untuk menghancurkan, tapi bisa juga untuk melindungi kalua dipakai dengan benar. Sebenar-benarnya kedua materia yang berlawanan itu adalah satu. Nii-san mencari itu karena ingin membuat Promised Landnya... Mungkin..."

"Kudengar dari Dio, seorang pria berjubah hitam sedang mencari Black Materia," ujar Cait Sith.

Tifa menghela nafas. "Aku bahkan tidak tahu apa itu pria berjubah hitam... Sebetulnya ada beberapa pria berjubah hitam dan bertato nomor di luar sana."

"...Kau tahu, kan, tentu saja..." Red membuka suara. "Tatoku nomor 13."

Cloud berbalik. "Bagaimana kau mendapatkan tato itu?"

"... Hojo yang membuatnya. Bekas-bekas lukaku yang lain hanya bekas perang, tapi nomornya dibuat oleh Hojo," ujar Red.

"Jadi setidaknya ada 13?" Seru Tifa.

"... Tahu tidak... Kupikir Hojo melakukan sesuatu pada orang-orang berjubah hitam itu," kata Aeris. "Tapi aku tidak tahu apa hubungannya dengan Sephiroth... Itu sebabnya kupikir kita kita seharusnya hanya mengejar Sephirtoh saja."

"Yap, aku setuju!" Seru Barret. "Hal lainnya bikin pusing!"

"Dan..." Aeris mendekap wajanya dengan kedua tangannya. "Maaf, lupakan saja! Aku rasa, aku lelah. Aku mau tidur sekarang." Gadis itu berlari menaiki tangga dan memasuki ruanganya.

"Baiklah, kalau begitu aku juga," kata Yuffie, ia menyusul Aeris.

"Apa itu, kok tiba-tiba? Hanya itu?" Protes Cait Sith. "Bagaimana tentang Black Materia-nya?"

Cloud mengangkat bahu. "Kau tidak akan mengerti kalaupun aku beritahu."

"Sekarang yang perlu dilakukan tinggal beraksi! Kita mulai besok!" Barret terlihat bersemangat, lalu segera naik ke tangga dan masuk ke kamarnya.

"Cloud..." Red menatap Cloud. "Aku nomor 13. aku akan jadi gila juga?"

Tifa menghela nafas lalu berlutut di depan Red. "Aku tidak tahu apa yang dilakukan Hojo padamu, tapi sejauh ini kau baik-baik saja kan?"

Red menatap lantai. "Tapi..."

"Jangan takut," potong Tifa.

"Tapi, aku..."

"Hentikan Red XIII!" Tifa berdiri dan bertolak pinggang, wajahnya tampak marah dan cemas. "Kuatkan dirimu!"

"Tifa?" Cloud memanggil bingung.

"Kau bukan satu-satunya yang khawatir!" Ujar Tifa lagi.

"Tampaknya... Ini makin sulit..." Keluhmu.

"Aku tidak tahu ada apa ini, tapi kita berada dalam situasi yang buruk..." Timpal Cait Sith.

Vincent terlihat agak tidak peduli, ia menghampiri Cid. "Hei, Cid, lekas kita ke kamar..." Ajaknya, namun ia langsung terdiam ketika melihat Cid yang sudah tertidur pulas di kursi besar yang nyaman. Dengkurannya sampai terdengar.

Akhirnya malam yang sebenar-benarnya tiba. Aeris, Yuffie, Tifa sekamar. Barret, Cait Sith, Red XIII ada di kamar sebelahnya. Kamu bersama Vincent dan Cid. Cloud hanya sendiri. Tadinya Barret bersama Vincent dan Cid. Tapi karena Barret tidak memperbolehkanmu tidur bersama hewan, akhirnya dia mengalah untuk tidur bersama Cait Sith dan Red.

"Seorang gadis tidur bersama hewan!? Jangan bercanda! Aku punya anak perempuan! Dan aku tidak rela kalau dia diperlakukan seperti itu!" Itu kata Barret.

"Lalu apa hubungannya?" Kamu bertanya.

"Kalau kau anakku aku tidak akan membiarkanmu! Jangan $^&$%# protes lagi!" Dan Barret malah keluar, tapi sebelum itu ia berteriak pada Cid dan Vincent. "Kalian jangan macam-macam padanya yah!"

"&^*&%^ Kau kira aku ini apa!?" Balas Cid dan Vincent hanya membisu.

Kamu hanya mengangkat bahu. Kamu hanya mengira-ngira, mungkin Barret menganggapmu sebagai anak atau apa. Atau mungkin juga ia agak terpengaruh kalimat pemilik penginapan di Costa Del Sol dulu.

"Huff..." Kamu menjatuhkan diri ke tempat tidur. "Lelahnya..."

"Aku ngantuk. Aku akan tidur, kalian jangan berisik ya!" Kata Cid, ia menjatuhkan diri ke tempat tidur dan beberapa detik kemudian terdengar dengkurannya.

"..." Kau memandang Cid dengan absurd, "yang berisik itu siapa...Dan cepat sekali dia langsung tidur..." Kamu memandangi Cid yang memilih tempat tidur paling pojok dekat jendela.

'Sudah lama tidak tidur di tempat yang nyaman lagi...' Kamu memejamkan mata.

"Shaffira..."

Mendengar suara Vincent menyebutkan namamu, kamu langsung membuka mata. Lagi-lagi kamu menemukan mata merah, karena kamar itu agak remang dengan penerang yang hanya lampu gantung lilin, kamu jadi terkejut. "Waaah!" Kamu tersentak bangun dan... "Duakk!" Untuk yang kedua kalinya kepalamu dan Vincent langsung beradu.

"Wadaww..." Kamu meringis sambil memegangi dahimu.

"..." Vincent hanya diam sambil memegangi dahinya juga.

"Uhh... Maafkan aku... lagi... Vincent..." Ujarmu sambil menatapnya takut-takut.

"Tidak apa-apa..." Jawab Vincent. "... Kuharap kau tidak menjadi pemeran utama pada Sleeping Beauty..."

Mendengarnya wajahmu memerah malu. "Ma... maaf!"

"...Aku yang salah karena membangunkanmu.." Kata Vincent.

"Bu..bukan! Itu salahku yang bangun tiba-tiba!" Kamu terdiam sejenak memikirkan apa yang sebenarnya ingin Vincent katakan. "Apa apa sampai membangunkanku?"

"Oh..." Vincent terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangan. "Lupakan..."

"Eh?"

"...Hanya hal tidak penting..."

Kamu turun dari tempat tidurmu dan berdiri di depan Vincent. "Hal apa?"

"..."

"Hei" Kamu menunduk sedikit dan mencari-cari wajahnya.

"..."

"Vincent?"

Tapi Vincent malah keluar dari kamar. Kamu penasaran dan segera mengikutinya. Begitu keluar kamu bertemu dengan Tifa yang sedang berdiri dengan raut wajah cemas di depan pintu kamar Cloud.

Kamu menghampirinya. "Sedang apa kamu?"

Tifa terlonjak kaget. "Shaffira!" Ia jadi kikuk. "Aku... itu... nggak..."

"Hmm?" Kamu memandang pintu kamar Cloud, lalu tanpa ragu mengetuknya keras-keras.

"Shaffira!" Tifa terlonjak. "Apa yang...?"

"Berusahalah ya!" Kamu segera berlari menyusul Vincent sambil melambaikan tangan dan Tifa hanya memandangmu dengan wajah memerah. 'Kuharap gadis itu punya lebih keberanian... Jangan seperti aku...'

"Wahh!" Kamu nyaris saja berteriak lebih kencang kalau kamu tidak tahu kalau yang ada di balik pintu adalah Vincent. Pemuda itu muncul tiba-tiba di hadapanmu ketika kamu membuka pintu depan hotel. "Vincent..." Kamu menghela nafas lega.

"... Ikut aku," ia menarik tanganmu.

"Ap... apa?" Kamu bingung.

Vincent segera ke Wap Portal. Ia memilih ke pusat wap portal Gold Saucer.

"Apa sebenarnya?"

"Tidak... itu..." Vincent mengalihkan pandangan. Ia masih menggandeng tanganmu.

"Malam ini Malam Keajaiban! Semua atraksi gratis." Seru seorang staff di depan Event Square Portal. "Bagaimana dengan kalian berdua? Akan ada acara hiburan di Event Square!"

"Gratis?" Kamu menatap bingung.

"Benar! Hanya malam ini!" Sahut Staff itu.

Kamu tersenyum senang. "Tidak perlu pakai GP! Keren!" Lalu beralih pada Vincent. "Kita beruntung! Kita ke Event Square ya?"

"Terserah..."

"Bagus!" Kamu berlari kecil melepas gandengan Vincent. Berhenti sejenak di depan Wap. "Ayo!"

Kalian masuk ke Event Square. Di sana ada cukup banyak orang. Terlihat akan ada pertunjukkan.

"Kita ke sana ya?" Kamu setengah merajuk pada Vincent, karena takut kalau dia tidak mau.

"Sebelumnya sudah kukatakan..."

Senyummu mengembang. "Terserah! Thanks! Ayo Vincent!" Kamu berlari kecil menuju tempat duduk yang kosong. Vincent duduk di sebelahmu.

Panggung yang ada sangat sederhana. Menampilkan lukisan rumaah, Debu Chocobo dan nama GOLD SAUCER tertulis dengan huruf-huruf putih yang agak keriting.

Musik mulai dilantunkan, tanda pertunjukkan akan dimulai, sang narator mulai berbicara. "Dulu, dulu sekali... Bayangan kejaharan muncul di kerajaan Galdia... yang tentram. Putri Rosa diculik oleh Evil Dragon King, Valvados. Apa yang akan terjadi padanya? Lalu Pahlawan Legendaris, Alfred, muncul!"

Semua orang bertepuk tangan, termasuk dirimu kecuali Vincent. Tapi tepukanmu langsung berhenti ketika melihat sosok Cloud yang masuk, tampil di atas panggung. Ia terlihat sedang bingung.

Kamu melongo. 'Cloud!' Lalu ke arah Vincent. "Hey, itu?"

"Cloud kan?" Vincent juga terlihat bingung.

Kalian berdua hanya terdiam bingung dan memutuskan untuk tetap menonton.

Seorang ksatria muncul, ia mendekati Cloud. "Oh... Kau pasti si pahlawan legendaris... Alfred!"

Cloud sedikit kebingungan. Ksatria itu terlihat berbisik sesuatu. Cloud menunjuk dirinya sendiri, bertanya tanpa suara.

"Yap, kau, Ahem!" Ksatria mulai berbicara sambil memutar-mutar kepalanya, sok dramatis."Oh... Kau pasti pahlawan legendaris Alfred! Aku yakin. Tolong... tolong selamatkan Putri Rosa!" Ksatria itu berlutut dan menaikkan tangannya. "Sekarang... tolong bicaralah pada Sang Raja!"

Sambil menari, tokoh Raja keluar panggung. Cloud mendekatinya. Sang Raja mulai berceloteh. "Oh... sang pahlawan legendaris Alfred. Kau datang untuk menyelamatkan Rosaku tercinta... Di puncak gunung yang berbahaya itu ... hiduplah Evil Dragon King, Valvados... yang telah menculik Putri Rosa... Tapi... kau belum bisa mengalahkan bertarung dengan Evil Dragon King sekarang! Bicaralah dengan seseorang yang bisa membantumu!"

Seorang penyihir masuk ke dalam panggung sambil menari. Cloud terlihat bingung, tapi ia terdesak untuk tetap meneruskan pertunjukkan. Ia mendekati Ksatria.

"Aku hanya...ksatria rendahan... Bagaimana... aku bisa menolongmu?" Ksatria itu bingung dengan dramatis.

"Oh apa yang akan terjadi berikutnya...!" Narasi berbicara. "Oh... Pahlawan legendaris... Lihat!"

Mata semua orang langsung beralih ke sisi kiri panggung, terlihat sebuah boneka naga masuk ke panggung dengan membawa seseorang di ke dua tangannya.

"Tifa?" Kamu tambah melongo. "Apa yang mereka lakukan...?" Keluhmu. "Tapi mungkin akan menarik, benar kan, vincent?" Dan Vincent hanya mengangguk pelan.

"Hyaaaaaaaah! Aku Evil Dragon King... Valvados! Aku tidak akan menyakiti sang Putri... karena aku menunggu kau!" Seru Sang naga.

"Tolong aku... Pahlawan legendaris!" Seru Tifa, lalu ia berbisik pada Sang Naga.

"Hyaaaaaah! Aku datang, Pahlawan Legendaris... Alfred! YA, aku sudah tahu namamu!" Seru Naga lagi.

Ksatria berlari mendekati Naga dan mulai memukulnya. "Ufrrrrhgghh!"

Naga menjatuhkannya sampai terlempar. "Hyaaaah! Sekarang apa... Pahlawan legendaris?"

Cloud menoleh ke sana kemari dengan kikuk, panik dan bingung. Ketika matanya memandang seluruh penjuru bangku penonton, ia melihatmu dan Vincent. Kalian bertiga saling bertemu mata. Cloud terlihat tambah panik dan bingung, ia terlihat malu. Akhirnya Cloud berbalik dan menuju ke balik panggung.

Raja dan Penyihir mulai menari, seperti mencegahnya. "Ayolah hentikan!"

Tifa terlihat kesal melihat tingkah Cloud. "Hentikan Cloud!" Ia bangkit. "Apa yang kau lakukan?"

Raja dan penyihir berhenti menari, dan semua mata tertuju pada Tifa. "Pertunjukan ngaco! Sekarang aku benar-benar marah!"

Tifa mendekati Cloud dan meninjunya hingga berputar-putar beberapa saat dan jatuh. Tampaknya tinju Tifa sangat keras. Penonton langsung ber-ooh ria.

"Hyaaaaaah! Beraninya kau menghinaku!" Seru Naga.

"Diam kau mulut besar!" Tifa berbalik menatap Naga dengan amarah besar. Gadis itu menerjang Naga, mengangkatnya lalu melemparnya keluar panggung. "Menyebalkan!"

Penonton bersorak riuh. Mereka tampak menyukai pertunjukkan yang terlihat seperti komedi itu. Kamu juga tertawa sampai ingin menangis. "Aku tidak tahu, cerita yang biasanya romantis akan jadi begini!"

Narasi langsung berbicara. "Ya ampun... Tidak biasanya ada Putri yang perkasa! Jadi inilah legenda baru kepahlawanan Rosa dan cerita kitapun berakhir dengan bahagia!"

Semua penonton bertepuk tangan, termasuk dirimu. "Terlihat menyenangkan ya!" Ujarmu.

"Hn..." Vincent bangkit. "Kau ingin ke mana lagi?"

Kam menatapnya tidak percaya. "Bersedia menemani, eh? Aku tidak tahu."

"..." Vincent tidak berkomentar, ia berjalan menuju Portal dan kamu mengikutinya.

Sampai di pusat portal alias Station Square. Kamu langsung ke papan petunjuk. Setelah melihat sebentar kamu menghampiri Vincent.

"Kita naik kereta gantung di Round Square ya?"

"Ya..." Vincent mengangguk pelan.

Kalian masuk ke Round Square. Di sana, seorang staff langsung menghampiri. "Selamat datang, silakan naik. Tidak perlu membayar GP."

Kamu mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih..."

"Hari ini banyak sekali pasangan muda seperti kalian! Selamat bersenang-senang!" Seru staff itu sambil melambaikan tangan ketika kereta gantung yang kalian naiki mulai bergerak meninggalkan Round Square.

Kamu langsung awkward, 'pasangan muda? Umurku tidak muda!' Lalu memandang Vincent yang juga seperti drop. 'Begitu juga dengan Vincent kan?'

Kalian berdua duduk bersebrangan. Kamu selalu menatap keluar jendela. Sementara Vincent hanya diam dengan tangan terlipat.

"Keren!" Serumu. Vincent melirik keluar jendela. Kereta gantung melewati lampu sorot yang sangat indah, terus melaju di tengah kolam diantara lampu sorot, terlihat sangat menabjubkan.

"Chocobo!" Kamu berseru senang. Kereta gantung melintas di samping lintasan Chocobo. Chocobo yang sedang bertanding berlari kencang melewati kereta gantung.

"Syuuuuut! Blaarr!"

"Wah!" Kamu memandang takjub. Kembang api baru saja melewati kalian. Kemudian disusul kembang api lainnya, seakan kalian kini berada di dunia bintang yang berwarna-warni dan gemerlap.

"Indah ya..." Kamu tidak lagi memandang keluar.

"Hmm..." Baru pertama kalinya kamu melihat Vincent yang tersenyum. Begitu tulus.

"Vincent?" Kamu memanggilnya.

Vincent menoleh ke arahmu. "Ya?"

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau mengajakku?" Tanyamu.

"Ah..." Vincent langsung mengalihkan pandangan. "Itu..."

"Vincent?" Kamu memanggilnya, dia tidak merespon. Kamu mencari-cari di wajahnya yang masih mengalihkan pandangan. Kamu memberanikan diri untuk bangkit, lalu berlutut di depannya agar dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas. "Hei?"

Vincent terlihat terkejut sampai melepas lipatan tangannya. "Shaffira..." Raut wajahnya berubah, memerah, kemudian ia menarikmu, seketika itu, tanpa kamu perkirakan sebelumnya, bibir kalian saling menyentuh ringan.

"A... Apa?" Kamu jadi kikuk dan bingung harus melakukan apa. Kamu duduk kembali ke kursimu. Wajahmu memerah seketika. Kamu tidak bisa mengatakan satu katapun. 'Kenapa dia...? Uhh...'

Pemuda bermata merah di depanmu, Vincent, ia juga tidak mengatakan apapun, yang ada hanya wajahnya yang memerah seperti matanya, entah apa perasaannya. "Shaffira..." Ia memanggil. "Aku..."

Tapi, sebelum Vincent akan melanjutkan kalimatnya, kereta gantung sudah akan memasuki Round Square. Vincent tidak melanjutkan kalimatnya, ia mengajakmu langsung keluar ketika kereta gantung berhenti.

"Vincent?" Kamu mencoba memanggilnya, walaupun wajahmu masih semerah tomat.

"Le... lekas kembali ke hotel..." Ia terlihat gugup, ia menapak beberapa langkah, lalu berbalik. "Ayo..." Ajaknya.

Kamu mengangguk pelan, dan mengikutinya. 'A...ada apa ini sebenarnya... Aku...' Kamu bingung sendiri. 'Apa aku... Uh... tidak mungkin!'

"Shaffira..." Di depan wap Vincent terhenti.

"I...iya?" Kamu memberanikan diri untuk melihat wajahnya.

Vincent mengalihkan pandangan. "A... Aku..." Kemudian ia menggeleng. "Lu... lupakan..." Lalu ia masuk ke dalam wap.

'Aku jadi pusiiiing...!' Kamu mengikutinya.

Kalian berdua hanya bisa diam sampai akhirnya tiba di hotel. Sesampainya di kamar pun, kalian hanya bisa diam. Kamu memilih untuk duduk di sisi tempat tidurmu, dan menatap ke arah lantai yang berkarpet merah.

'Aku...' Pikiranmu berkecamuk, sesaat, kamu langsung teringat lagi kejadian di kereta gantung. Otakmu memanas dan wajahmu makin memerah. 'Aku tidak ingin ingat kejadian yang tadi!'

Suasana hening diantara kamu dan Vincent. Pemecah suara hanyalah suara dengkuran Cid yang agak keras. Pria berambut pirang itu terlihat sangat pulas tidurnya.

'Aaaah!' Kamu menjatuhkan diri ke atas tempat tidur dan langsung menarik selimut agar menutupi seluruh tubuhmu. 'Malah teringat makin jelas siih!' Tapi pada akhirnya kamu tertidur juga.

Esok harinya...

"APA?" Kamu terkejut mendengar cerita Tifa kalau Cait Sith mencuri dan memberikan Keystone pada Tseng. Dia sendiri adalah robot yang dikendalikan Reeve, salah satu petinggi Shinra. "Jadi kamu REEVE! HOI! KAU BERCANDA? Sudah kuduga! Aku sudah curiga!"

"Tenang dulu... Aku Cait Sith, hanya saja dikendalikan oleh Reeve. Aku tidak bisa berbuat apapun, tapi Reeve akan mendengarmu lho," kata Cait Sith.

"Mendengar...?" Kamu langsung menghampiri Cait Sith. "Reeve! Kalau kau benar-benar mendengarku, kuharap kau ingat ini! Hati-hati dengan Heidegger dan Scarlet! Mereka semua orang brengsek!" Setelah berteriak semua itu, kamu menjauh dari Cait Sith. Kamu benar-benar puas, tapi yang lainnya menatapmu dengan heran sampai kamu bertanya "Apa?" Lalu semuanya menggeleng pelan.

"Kenapa kau lama sekali, Cloud?" Cait Sith menoleh ke arah tangga, begitu juga yang lainnya. "Oh, ya. Soal Temple of Ancients. Kurasa jika kita terbangkan Tiny Bronco ke arah timur menuju laut, kita akan bisa menemukannya. Bagaimana? Kita berangkat? Siapa saja yang akan pergi?" Tanya Cait Sith.

Aeris langsung mengangkat tangan. "Aku ingin pergi! Sudah pasti!"

"Aku..." Cloud memandang yang lainnya, ia terhenti padamu. "Dan Shaffira..."

Kamu menghela nafas. "Yaa..."

Cait Sith menuju pintu, ia berbalik. "Kalau begitu, sampai nanti." Ia keluar.

Temple of the Ancient

Temple of the Ancient... Kalian telah sampai di tempat itu. Tempatnya seperti piramid, jembatan terhubung ke tempat itu. Aeris memandang sekeliling, lalu ia segera berlari ke tengah jembatan. "Ini... Temple of the Ancients... Aku tahu..." Ia jatuh di atas jembatan itu, menempelkan telinganya pada kayu jembatan. "Aku merasakannya... Pengetahuan Ancients Melayang..." Ia seolah berbicara pada sesuatu. "Kau bisa bersatu dengan Planet, tapi kau menghentikannya dengan kekuatan tekad. Demi masa depan? Demi kami?"

Cloud segera berlari menghampiri Aeris dan berlutut di sampingnya. "Kau bilang apa? Kau mengerti?"

Aeris bangun dan berlari lebih jauh, ke seberang, di bawah pintu masuk temple, di bawah tangganya. "Kau gelisah... Tapi bahagia?" Gadis itu melihat sekeliling yang kosong. "Karena aku di sini? Maafkan aku... Aku tidak mengerti..." Ia berlari ke arah Cloud.

Saat itu juga, sesosok orang berjubah hitam keluar dari pintu di puncak Temple. Orang itu terjatuh. Dan pada saat itu juga, rasa sakit di kepalamu muncul. Sakit yang sama seperti di Kapal Junon dan Costa Del Sol dulu.

'A...Apa?' Kamu menahan rasa sakit itu dengan memegang kepalamu.

"What is the reason to meet him?"Ngiiiiing...

Dengungan itu lagi. Ia seperti memanggilmu, menangisimu.

"Uhh..."

"What is the reason to call him?"Dengungannya makin keras, membuat sakit kepalamu bertambah. "Can you hear me?"Dengungan itu makin bertambah. Suaranya menusuk telingamu, tapi di dalam hatimu, kamu seperti mengerti suara-suara itu.

'A... Apa yang ingin kau katakan?'

"Why did you leave me alone?"

Nafasmu terengah, kamu menutup kedua telingamu ketika suara itu datang dengan lebih keras. "A...Apa?"

"I am calling your name..."

NGIIIIIINGG...! "Hentikan..." Kamu tetap menutup telingamu, mengelengkan kepalamu, berharap suara itu pergi, tapi yang ada suara itu makin keras. "Sia...pa?"

"Lifestream... It is all about..."

"A..." Kamu tidak tahan lagi. Kakimu lemas, tidak bisa menopangmu lagi. Kamu pun jatuh.

"Aku ingin masuk ke dalam!" Terdengar suara Aeris.

Cloud mengangguk. "Baiklah..." Ia berbalik ke arahmu. "Kita akan ke dalam, Sha..." Ia terpaku sesaat ketika melihatmu yang sudah jatuh terduduk sambil menutup telingamu. "Shaffira!" Panggilnya, ia langsung berlari menghampirimu bersama Aeris. Cloud berlutut di sampingmu. "Hei, kau tidak apa-apa?"

"My little... Little Angel..."

"HAH!" Kamu tersentak. Kali ini suara itu seperti menusuk jantungmu, terasa sakit... sakit sekali.

"Would you like to see me?"

Suara teriakan Cloud dan Aeris, tidak terdengar begitu jelas. Dengungan itu telah menyamarkan suara mereka. Kamu sudah tidak bisa menahan itu lagi, seluruh tubuhmu terasa sakit. "CUKUP!" Teriakmu dan saat itu juga, tubuhmu lunglai, akan jatuh ke tanah.

Cloud segera mengkapmu, ia terus memanggil namamu. Kamu bisa melihat mata birunya yang terlihat sangat cemas.

"C...Cloud..." Seketika itu pandanganmu langsung menghitam, dan hitam.

Darkness

Kamu terbangun dan hanya melihat kegelapan di sekelilingmu. Kamu hanya menoleh ke sana kemari. Hanya kegelapan, tapi anehnya perasaanmu mengatakan kalau ini akan baik-baik saja.

"Shaffira..."

Terdengar suara yang tidak asing lagi. Kamu menoleh ke arah suara itu. "Nii-san?" Kamu menemukan sosok Sephiroth.

Sosok itu melangkah mendekatimu. Kamu hanya diam menatapnya ketika ia berhenti di depanmu. Mata hijau yang sama seperti punyamu, terlihat dingin dan tidak terlihat perasaan yang berarti.

"Shaffira..."

Suara yang lain lagi, seketika itu Sephiroth yang berada di depanmu menghilang. "Eh? Nii-san?" Kamu mencari sosok Sephiroth, lalu berbalik dan saat itu juga semuanya berubah. Kamu berada di sebuah hutan, tapi terlalu sunyi, kabut yang tidak begitu tebal menyelubungi tempat itu.

"Aeris?" Kamu memanggil. Kamu tahu kalau suara itu adalah suara Aeris. "Kaukah itu?"

"Tee-hee..."

Kamu mengadahkan kepala, Aeris turun dari sebuah pohon di depanmu.

"Ini... di mana?" Tanyamu.

"Sleeping Forest,"Aeris tersenyum, "untuk menuju kampung halamanku..."

"Oh..." Kamu mengangguk pelan. "Lalu... Apa yang akan kau lakukan? Tadi kenapa Nii-san menghilang?"

"Aku akan melakukan sesuatu. Petaka akan datang, tapi Holy akan mengatasinya. Aku akan memintanya pada planet. Jadi tenang saja. Masalah Sephiroth... Serahkan padaku!"Aeris tersenyum, ia menghampirimu.

"Sekarang... kau akan pergi?" Tanyamu.

Aeris sedikit membungkuk untuk melihat wajahmu. "Benar!" Ia melompat kecil. "Sekarang aku pergi ya. Kalau semuanya sudah berakhir aku akan kembali! Sampai jumpa!" Aeris berlari ke tengah hutan, sebelumnya ia melambaikan tangannya dengan tersenyum.

"Aeris!" Kamu memanggil dan mencoba mengejarnya, tapi entah kenapa, kegelapan muncul kembali. Kamu terhenti dan menoleh ke sana kemari.

'Kegelapan?... Aeris?... Nii-san?'

Kamu mencoba memejamkan mata... Untuk tertidur dan tenggelam dalam kegelapanmu sendiri...

Writer's Pov

Vincent menunggui Shaffira. Gadis itu masih belum sadar. Cloud telah menceritakan semuanya dan mengganti Shaffira dengan Tifa. Vincent pun bersedia untuk menunggu sampai Shaffira terbangun di Inn Gongaga Village.

"Uh..." Terdengar suara Shaffira.

Vincent segera membuka matanya yang sejak tadi tertutup, walau begitu ia tidak tertidur. Ia hanya duduk sambil menunggu.

Your Pov

Kamu membuka mata, dan terlihat cahaya lampu di atasmu. "Uh..." Kamu membuka matamu seluruhnya sampai semua terlihat jelas, dan mencoba bangun. 'Apa yang...?' Kamu menyentuh dahimu.

"Bagaimana perasaanmu?"

"..." Kamu menoleh ke arah suara yang berasal dari kirimu. Terlihat Vincent berdiri di samping tempat tidur. "Vincent...?"

"Kau tidak apa-apa?" Tanyanya.

"Kurasa..." Kamu mengadahkan kepala. "Apa yang terjadi?"

Vincent menceritakan semuanya.

"Oh..." Kamu mengiyakan dengan agak kecewa.

"Cloud mengatakan kalau ini yang kedua kalinya. Kenapa bisa seperti itu?" Tanya Vincent.

Kamu menggeleng pelan. "Tidak tahu... Hanya saja, ketika itu suara seperti jeritan planet menusuk-nusuk telingaku sampai kepalaku terasa sakit. Mereka seperti menyalahkanku." Kamu menunduk dan menggenggam erat ujung bajumu. Badanmu gemetar. "Aku... takut..."

"..."

"Aku tidak ingin mendengar suara itu..." Kamu menggelengkan kepala dengan kuat. "Aku takut... Mereka seperti menyalahkanku, menuduhku... Aku... Aku..." Seketika itu, entah kenapa air matamu keluar. "Suara itu seperti menangis sedih... Terlalu menyakitkan... A... Aku rasanya... Aku..." Kamu memeluk dirimu sendiri, kesedihan mendalam memenuhi pikiranmu.

Tapi sebuah pelukan yang lain membuatmu sedikit tersentak dan sesaat melupakan kesedihan itu. Kamu menggerakkan kepalamu ke kiri. Vincent tengah memejamkan mata, kepalanya memakai bahumu sebagai topangannya. Kedua tangannya memeluk erat tubuhmu. Ia memelukmu dari belakang. "Vin... Vincent?"

"... Lupakan kesedihanmu... Tenanglah... Jangan sampai perasaanmu terluka oleh air matamu. Biarkan perasaan itu pergi... Walau untuk sesaat..." Bisik Vincent pelan.

Air matamu mengalir. Kamu memejamkan matamu. "Terima kasih..." Ujarmu lirih.

Vincent melepas pelukannya secara perlahan. Ia membalikkan tubuhmu hingga menghadap ke arahnya, lalu mendekapmu yang masih mengeluarkan air mata.

"Berhentilah menangis..." Vincent memainkan jari-jarinya ke arah wajahmu, ia menghapus air mata yang mengalir.

Jari-jarinya begitu dingin, namun terasa lembut. Kamu membuka matamu yang sedari tadi terpejam. Tanganmu mengentikan gerakan tangan Vincent, kamu meraih tangan pemuda itu, menggenggamnya erat.

Beberapa saat kemudian, kamu melepasVincent. Kamu mengalihkan pandangan dan mengucapkan kata maaf. Vincent hanya menggeleng pelan dan mengatakan kalau hal itu tidak apa-apa.

"Sebenarnya waktu itu... Waktu kita berada di kereta gantung... Aku ingin mengatakan kalau..."

"Apa?" Tanyamu ketika pemuda itu terhenti.

"Kalau aku..." Ia terdiam sejenak. "Maaf... Tapi aku tidak ingin mengatakannya."

Kamu menghela nafas ringan. "Aku rasa..."

Kalian berdua terdiam untuk beberapa saat, sampai Cid datang dan memecahkan suasana dengan teriakannya.

"Yoo! Shaffira! Kau sudah sadar?" Pria itu masuk dengan dengan santai. "Tampaknya kau baik-baik saja ya?"

Kamu tersenyum pada Cid. "Ya... Aku baik-baik saja."

"Baguslah kalau begitu." Cid tertawa ringan. "Aku mau keluar yah! Di sini sungguh membosankan." Lalu ia keluar.

"Vincent..." Panggilmu. "Temani aku ke suatu tempat... Mau kan?"

"Ke mana?"

"Sungai di dekat sini," kamu turun dari tempat tidur.

"Keadaanmu benar-benar sudah tidak apa-apa?" Vincent berdiri dan membantumu bangun.

"Uhm..." Kamu mengangguk, "aku tidak apa-apa."

Kalian berdua keluar dari desa Gongaga dan berjalan kaki menuju sungai yang ada di dekat situ, sungai kecil di dalam sebuah hutan yang cukup besar. Airnya mengalir deras, cukup sejuk, dan anginnya bertiup sepoi, sungguh alam yang sangat bersahabat.

Kamu melangkah ke tepi sungai, berlutut di sana dan merasakan sejuknya air itu.

"Keren kan? Ini foto yang kuambil di dekat Gongaga. Air sungainya sejuk dan alamnya bersahabat lho! Lain kali ke sana saja!"

'Cecill...' Kamu menatap wajahmu yang terpantul di air. Wilayah itu memang wilayah yang pernah Cecill tunjukkan fotonya padamu. Seminggu sebelum ia berangkat ke misi dan tewas.

Ketika mengangkat wajahmu, kamu melihat setangkai bunga lili hanyut, bunga itu melewatimu dan kamu segera mengambilnya sebelum bunganya hanyut lebih jauh.

'Lili?' Kamu memandang bunga itu dan teringat akan Aeris. 'Gadis itu... dan yang lain... Bagaimana ya?' Lalu kamu menghanyutkannya lagi.

Kamu bangun dari tempatmu dan menghampiri Vincent yang sedari tadi hanya menungguimu tanpa melakukan hal yang berarti. "Kita kembali. Terima kasih sudah menunggu," katamu.

Vincent mengangguk pelan. Ia tidak berkata apapun.

Gongaga Inn.

"APA?" Kamu amat sangat terkejut mendengar cerita Tifa. "Black Materianya ada di tangan Nii-san?"

Tifa mengangguk pelan. Gadis itu telah bercerita kalau Aeris menghilang secara tiba-tiba dan Cloud sudah seperti orang linglung. Cloudlah yang memberikan Black Materianya ke Sephiroth. Entah karena apa.

"Lalu Cloud?" Tanyamu lagi.

"Karena ia terus memukuli Aeris, Aku harus membuatnya pingsan, tapi setelah itu semuanya jadi putih dan Aeris hilang pada saat itu juga." Tifa menghela nafas berat. "Sekarang Cloud belum sadar. Ia ada di tempat tidurnya."

Kamu menggeleng. "Aku tidak percaya..." 'Kenapa dia? Kenapa ... Cloud?'

"Shaffira..."

"Nii-san... Mendapatkannya... dan Aeris...?" 'Dia benar-benar ke sana?' Kamu terdiam dengan tatapan bingung ke arah lantai. 'Ini semua! Aku tidak percaya!' Kamu langsung berlari keluar.

"Shaffira!" Tifa memanggilmu.

Kamu tidak peduli, kamu terus berlari, terus berlari, menyelusuri hutan, membantai angin, melompati sungai, mendaki gunung, sampai akhirnya kamu terpeleset.

"Aaaaaaaah!" Kamu berteriak, tanah becek yang membuatmu terpeleset berakibat fatal, karena kamu langsung terluncur ke jurang. Secepat mungkin kamu memutar otak dan melepaskan rantaimu, melemparnya hingga menyangkut di sebuah ranting pohon yang cukup besar di dinding tebing. Kamu terengah, lalu menghela nafas lega, tanganmu menggenggam erat rantai. Tubuhmu bergantung pada rantai.

'Mudah-mudahan saja ranting pohonnya cukup...' Krieet... KRAK! "WAAAAA!" Baru saja akan berharap kalau rantingnya cukup kuat, benda itu malah patah karena tidak kuat menopangmu.

Crak! Crak! Terdengar sebuah tembakan aneh. Tapi kamu selamat karena itu adalah suara jaring yang ditembakkan. Kamu terayun ke dalamnya.

'Si...Siapa?' Kamu mencoba mencari asal penembak dan menemukan dua sosok yang kau kenal. "Reno! Rude!"

"Sedang apa kau, Shaffira?" Tanya Reno dengan tampang lelah.

"Tidak biasanya kau terjun bebas..." Keluh Rude.

"Jangan mengejek..." Ujarmu. "Turunkan aku!"

Mereka berdua segera menurunkanmu. Kamu menepuk-nepuk bajumu, membersihkan sedikit debu yang menempel. "Terima kasih, Reno, Rude..."

"Bukan masalah..." Kata Reno sambil melempar jauh jaring.

Rude menghampirimu, "tapi, ini juga termasuk tugas..."

Kamu mengadahkan kepala, Rude memang cukup tinggi. "Mencariku, atau Cloud?"

"Ketiganya," jawab Reno.

"Tiga?" Kamu mengerutkan kening.

"Yang ketiga adalah Sephiroth..." Ujar Rude.

"Hmmm..." 'Nii-san...' "Lalu kalau tentang aku...? Untuk apa?"

Reno menghela nafas dengan berat dan lelah. "Presiden sendiri yang langsung memerintahkan kami. Entah apa tujuannya."

"Kami hanya mematuhi perintah," lanjut Rude.

Kamu memutar bola matamu. "Aku tahu... dan kini aku dihadapan kalian... Berarti tertangkap..." Kamu tersenyum. "Pertanda jelek?"

"...Tidak juga. Pada akhirnya kita bertemu lagi kan?" Kata Reno dengan senyum yang dipaksakan.

"Apa saja... Dan aku menyerah. Aku ikut kalian... Hmmph!" Seketika itu, seseorang langsung membekapmu dari belakang.

"Shaffira!" Reno dan Rude berteriak kaget.

Orang itu mengangkatmu, membawamu terbang, kembali lagi ke atas tebing. Ketika sampai di tanah, ia langsung melepaskanmu.

"Sia...?" Kamu terpaku melihat sosok di depanmu. "Vincent?"

Vincent's Pov

Aku sangat marah melihat Shaffira yang menyerah begitu saja di depan Turks. Entah kenapa aku marah dan langsung mengangktanya ke atas tebing.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Bentakku.

Shaffira terlihat bingung. "A...Apa?"

"Ikut dengan para Turks itu? Jangan bercanda!" Bentakku lagi, aku menarik tangannya. "Kita kembali!"

"...Tidak..."

Kontan aku berbalik, ingin marah lagi. "Apa maksudmu?" Tapi aku kemarahanku langsung luntur ketika melihat wajah sedihnya.

Shaffira menggeleng pelan. "Aku bisa gila menghadapi semua ini! Aku tidak bisa lagi! Aku takut! Benar-benar takut!" Tubuhnya gemetar. "Gara-gara aku semuanya jadi terkena masalah! Gara-gara aku tidak bisa bertemu dengan Nii-san dan menyadarkannya... Kalau aku bertemu dengannya, pasti Aeris dan Black Materia tidak akan hilang..."

"..."

"Lagi pula... Suara suara itu... Suara yang menyalahkanku itu... tidak pernah datang sebelumnya... Sebelum aku terlibat dengan semua ini... Jika aku meninggalkan dan menyudahi ini semua untuk diriku sendiri... mungkin... aku akan baik-baik saja... Aku tidak tahan lagi..."

Aku mendesah kesal. Pernyataannya membuatku amat-sangat marah. Marah pada dirinya yang menjadi seperti ini, marah pada diriku yang tidak bisa apa-apa, marah pada Hojo yang telah menjadikan kami seperti ini. Kemarahanku memuncak. Aku ingin melepaskan semuanya dengan kekerasan, tapi hal itu hanyalah pelampiasan omong kosong.

"Ayolah!" Desakku. "Kau tidak selemah itu! Selama ini kau hidup karena berjuang! Bukan karena lari dari masalah! Setiap orang punya masalah sendiri, tapi mereka akan tetap hidup, karena mereka akan mencari jalan mereka untuk menyelesaikan masalah itu!"

Aku melepaskan tangannya. "Kau akan kembali!" Lalu aku melangkah menjauh darinya. Aku akan membiarkannya berpikir.

Your Pov

Kamu menatap Vincent yang melangkah pergi. Ia telah mengomel panjang lebar. Dan kamu tengah memikirkan kalimat omelannya.

Tapi, kamu malah bingung dan menggelengkan kepalamu. "Apa? Apa yang harus kulakukan?"

"Shaffira!"

Kamu menoleh ke belakang. Terlihat Reno dan Rude telah mencapai bibir tebing, mereka mencoba untuk naik.

"Kau pikir berapa ton tenaga yang harus kami keluarkan untuk mencapai atas sini hah?" Omel Reno sambil membersihkan bajunya yang kotor ketika sampai.

"Kau sendiri?" Tanya Rude yang tidak melihat Vincent di manapun. "Di mana pemuda tadi?"

Kamu hanya tersenyum kecil. "Pergi... Dia benar-benar marah ketika melihatku yang menyerah."

"Begitu ya?" Reno terlihat kecewa.

Kamu mengadahkan kepala. Langit terlihat cerah. 'Semakin siang...' "Reno, sekarang jam berapa?"

"Bercanda ya? Kalau itu tanya pada Rude," kata Reno.

"Jam..." Rude terdiam.

"Kenapa? Jam berapa?" Tanyamu.

"Jam 2 dan ini akhir waktu yang diberikan untuk tugas menangkapmu," keluh Rude. "Gagal lagi... Reno..."

"Ya...ya..." Reno menggaruk-garuk kepalanya. "Yah... Kau tidak wajib ikut kami, Shaffira."

'Ikut atau tidak...?' Kamu terdiam, sesaat kamu memikirkan kalimat Vincent lalu teringat akan Cloud. 'Cloud... Dia bagaimana ya...?'

"Jawabannya tidak ya?"

Kamu menoleh pada Rude. Reno menghela nafas lagi. Ia terlihat benar-benar malas dan lelah. "Tidak masalah sih. Aku juga tidak ada niat untuk menjalankan misi ini."

"Tampaknya begitu... aku pergi... Salam untuk Rufus," kamu melambaikan tangan dan segera berlari kecil meninggalkan mereka berdua. Barelari untuk menyusul Vincent.

"Presiden eh?" Reno menghela nafas.

"Bukan hal yang bagus..." Keluh Rude.

Kamu berlari mencari-cari Vincent dan akhirnya terhenti melihat pemuda itu di depanmu. Langsung saja kamu menunduk. "Maafkan aku Vincent..."

"..." Pemuda itu hanya diam, lalu melangkah.

'Vincent?' Kamu bingung, tapi mengikutinya.

Dia berjalan di depanmu, kamu mengikutinya tanpa bicara, kalian berdua hanya diam sepanjang jalan di hutan itu. Tiba-tiba Vincent terhenti dan berbalik, ia menatap tajam ke arahmu. Kamu yang juga terhenti hanya menatapnya datar.

"Aku tahu..." Ia membuka suara. "Jadi... tidak perlu khawatir." Ia berbalik. "Kita kembali..."

Kamu hanya diam karena tidak mengerti, kamu berharap kalau pemuda itu tidak marah lagi. Dan kamu mengikutinya lagi sampai akhirnya tiba di Gongaga.

"Vincent, Shaffira!" Terlihat Tifa melambaikan tangannya di balik pintu gerbang. Ia bersama Cloud dan Barret.

"Kau baik-baik saja Cloud?" Tanyamu, ketika melihat wajah sayu Cloud.

Pemuda itu hanya tersenyum simpul. "Tidak apa-apa."

"Sekarang akan ke mana?" Tanya Vincent.

Barret mengacungkan tangannya. "Kita akan mencari Aeris. Tai tidak tahu harus ke mana."

TZRIT! "Ukh!""Bone Village..."Sebuah suara lewat dengan cepat di kepalamu, sampai membuatnya sedikit sakit. "Huh?"

"Kau tidak apa?" Vincent memegang bahumu.

Kamu menggeleng pelan. "Tidak..." Lalu berpaling pada semuanya. "Bagaimana dengan Bone Village? Ada di bagian utara. Kita belum ke sana, mungkin ada petunjuk baru. Kita juga bisa ke sana dengan Tiny Bronco."

Cloud mengangguk pelan. "Baiklah."

"Tampaknya kita terlalu banyak," komentar Barret, "aku akan bergerak dengan kelompok lainnya. Jadi kalian bergerak berempat ya."

"Tidak masalah," jawab Tifa, "hati-hati, Barret."

"Ok." Barret meninggalkan kalian semua.

Bone Village

"Selamat datang di Bone Village, kota bagi pencinta alam!" Sambu seorang penduduk di depan pintu sebuah rumah yang terselubungi tulang.

Tempat itu agak kacau. Sebuah fosil besar teronggok di sana, dibiarkan dan dimanfaatkan untuk tempat tinggal. Bangkai sebuah pesawat pun ada di sana. Di situ memang terkenal sebagai tempat penggalian.

"Kau tahu di mana Aeris berada?" Tanya Cloud pada penduduk.

"Maksudmu gadis itu?" Dia memutar bola matanya. "Aku sudah memperingatkannya, tapi dia pergi ke dalam Sleeping Forest juga."

'Sleeping Forest?' "Sleeping Forest. Untuk menuju kampung halamanku..."Kamu teringat kalimat Aeris dalam mimpimu. 'Aeris benar-benar ke sana.'

"Kau bisa membangunkan Sleeping Forest dengan Lunah Harp. Begitu terbangun, mereka bilang hutan akan membuka sebuah jalan untukmu. Gadis berpakaian pink itu pergi ke sana juga menggunakan sebuah Lunar Harp untuk masuk," lanjut penduduk. "Lunar Harp ada di bawah sini. Kita bisa menggalinya untukmu jika kau mau."

"Baik! Kalau begitu aku akan penjami kau sebagian stafku. Tunjukkan pada kami di mana kau akan menggali," kata penduduk itu.

Cloud menyuruhmu, Tifa, dan Vincent untuk menunggu di dalam rumah penduduk yang menjadi tempat peristirahatan para pendatang. Kalian menunggunya sampai akhirnya ia kembali.

"Mereka bilang mereka akan menggali sampai pagi dan menaruh apa yang mereka temukan di kotak harta dekat rumah ini," kata Cloud. "Hari semakin larut, lebih baik kita beristirahat."

Malam Hari

Bulan purnama terlihat terang, menyinari pekerja di Bone Village yang masih sibuk menggali. Cloud, pemuda itu termenung, duduk di sebuah batang kayu di depan penginapan. Samar-samar ia dapat mendengar suara jangkrik dan suara malam yang sunyi.

Cloud menghela nafas panjang lalu memejamkan matanya, memikirkan apa yang telah terjadi. "Cloud..." Mendengar panggilanmu, ia membuka matanya dan menoleh untuk melihatmu yang sudah duduk di sampingnya.

Kamu tersenyum simpul, sambil memandangi bulan purnama. "Kau tidak apa-apa kan?"

Cloud menoleh, ia menggeleng pelan, dan menatap tanah. Kamu menghela nafas pelan. "Banyak yang telah terjadi... Dan aku sangat khawatir. Aku menghawatirkan Aeris... Dia mengatakan... Mengatakan kalau masalah Sephiroth dia yang akan mengatasinya..."

Mata Cloud terbelak mendengar ucapanmu. Ia terdiam sesaat sebelum membuka suaranya. "Dia juga mengatakannya padaku... di Sleeping Forest..."

"Sleeping Forest... untuk menuju kampung halamannya."

"City of the Ancients..."

Kalian berdua terdiam. Cloud memandangi tanah dibawahnya, dan kau memandangi bulan yang masih bersinar dengan terangnya.

Kamu mendesah pelan sebelum akhirnya berdiri. "Selamat malam, Cloud. Kuharap... Tidak... Tapi kau dan aku berharap kalau Aeris akan baik-baik saja... Bukan begitu, Cloud?" Baru saja kau akan beranjak masuk ke penginapan, Cloud berdiri dan menarikmu ke dalam pelukannya. "Cl...Cloud?" Kamu terkejut dengan tingkahnya itu.

"Aku benar-benar khawatir... Aku tidak tahu lagi harus bagaimana... Katakan... Apa yang harus kulakukan..." Suara Cloud terdengar lirih sangat lirih, walau begitu kau bisa mendengarnya karena ia berucap di sebelah telingamu.

Kamu memejamkan mata sesaat lalu membukanya lagi. "Tenanglah... Semuanya akan baik-baik saja... Kuharap..." Suaramu terdengar gemetar, tanpa kau sadari setetes air mata mengalir keluar dari matamu. Tangisan tanpa suara yang tidak diketahui siapapun.

"..." Cloud melepasmu. Ia menundukkan kepala. "Semua ini salahku... Salahku... Salahku tidak bisa menjaga Aeris, salahku Black Materia jatuh ke tangan Sephiroth..."

Mendengarnya, kamu jadi teringat kata-katamu sendiri. "Gara-gara aku semuanya jadi terkena masalah! Gara-gara aku tidak bisa bertemu dengan Nii-san dan menyadarkannya... Kalau aku bertemu dengannya, pasti Aeris dan Black Materia tidak akan hilang..."

'Kenapa... Kami menyalahkan diri sendiri...? Kenapa? Kesadaran itu... Kenapa?' "Jangan Cloud..." Kamu menggeleng. "Jangan menyalahkan dirimu... Semua itu akan membuatmu terjerumus ke dalam kegelapan yang lebih dalam... Kumohon, jangan sampai hal itu terjadi... Jangan sampai kau menjadi diriku yang kedua... Jangan sampai aku melihat diriku yang terburuk dalam dirimu."

"Shaff?"

"Gara-gara aku semuanya jadi terkena masalah! Gara-gara aku tidak bisa bertemu dengan Nii-san dan menyadarkannya... Kalau aku bertemu dengannya, pasti Aeris dan Black Materia tidak akan hilang..." Kamu menggenggamkan tanganmu. "Itu salahku..." Kamu gemetar. "Anggap tidak ada yang salah... Anggap kita tidak pernah salah..."

Cloud hanya terdiam, sampai akhirnya kamu berbalik. "...Selamat malam, Cloud..." Lalu memasuki rumah lagi.

'Tapi kami... tidak mungkin tidak menyalahkan diri sendiri...'

Esok Hari

Cloud membuka peti harta di dekat rumah dan mengeluarkan Lunar Harp. Tanpa banyak bicara, ia menuju ke Sleeping Forest. Tifa memandang pemuda itu dengan cemas sebelum akhirnya kalian mengikuti Cloud.

Sleeping Forest... Sama seperti yang ada di dalam mimpimu. Cloud menggunakan Lunar Harp di dalam Sleeping Forest. Seketika udara hijau bertiup dan terdengar desisan lembut

"Sleeping Forest terbangun..."

Kabut yang menyelubungi tempat itu memang masih ada, tapi hutan itu tidak terlihat menyesatkan, malah seperti akan membimbing ke tempat tujuan kalian.

Kalian menelusuri Sleeping Forest. Di tengah kabut, sebuah materia merah melompat pada Tifa. Tifa segera menangkapnya. Ia memandangi materia itu. "Apa ini?"

Kamu menghampiri Tifa. "Di tegah kabut begini... Dengan elemen yang membingungkan mungkin itu adalah Kjata. Penguasa Elemen."

"Hmm..." Tifa memandang materia itu sebelum memberikannya pada Cloud.

Di sisi lain hutan, ketika kalian mencapai akhir, kalian tiba di suatu kota mati, City of the Ancients atau lebih dikenal dengan Forgotten City. Rumah-rumah, jalan-jalan dan dinding-dinding terbuat dari kerang dan batu karang, seolah-olah kota tersebut pernah ada di bawah laut sebelumnya. Kota tersebut benar-benar tidak di huni. Di salah satu rumah kalian menemukan beberapa tempat tidur. Rumah itu pun tidak rusak, masih bagus seakan terawat dengan baik, walau debu masih menempel banyak di sekitarnya.

"Di sini tampaknya nyaman," komentarmu.

"Apa kita istirahat di sini?" Tanya Tifa.

Cloud mengagguk. "Ayo istirahat."

Malam Hari

"Tidakkah kamu merasakannya?"

"Apa?"

"Dua orang itu..."

"Nii-san dan Aeris...?"

"Mereka di sini..."

"Kau tahu?"

"Tentu... dan petaka akan datang... karena itu bangunlah..."

"Hei!"

"Shaff..."

Kamu membuka mata dan melihat Cloud yang tengah membangunkanmu. Kamu bangkit dan menanyakan ada apa.

Cloud hanya diam lalu berjalan menjauh. Yang lainnya juga bangun, tampaknya mereka dibangunkan oleh Cloud. Cloud memandang ke arah atas. "Aku merasakannya..."

"Cloud?" Tifa menegurnya heran. "Ada apa?"

"Tengah malam seperti ini..." Vincent menggumam. "Ada apa?"

"Cloud?" Tifa mengerutkan kening.

Cloud berbalik menatap kalian semua. "A..."

Sebelum Cloud melanjutkan kelimatnya kamu langsung menyambungnya. "Aeris ada di sini... Begitu pula dengan Nii-san..."

"Sephiroth?" Vincent terkejut.

"Shaffira, apa kau yakin?" Tifa bertanya cemas. Ia merasa khawatir. Tidak hanya terhadap keselamatan Aeris tapi juga kamu dan Cloud.

"Benar..." Timpal Cloud. "Mereka ada di sini..."

"Tapi bagaimana kalian bisa tahu?" Tanya Tifa lagi.

"Aku merasakannya..." Jawabmu. Kamu berpaling pada Cloud. "Bukan sekedar alasan. Aku merasakannya dalam jiwaku." Kamu melanjutkan jawaban bersama Cloud.

"Lekas kita berangkat," kata Vincent.

"Benar..." Cloud mengiyakan. Ayo kita segera temukan Aeris."

Kalian bergegas keluar dari rumah kerang. Cloud dan kamu berjalan yakin ke arah tengah kota. Cloud memandang ke arah utara. "Suara Aeris... Datang dari sini?"

Kalian segera ke utara. Melewati terowongan, mencapai sebuah kolam mirip cermin yang terpencil dan tenang. Kalian memasuki sebuah rumah kerang yang ada. Tempat ini telah kalian jelajahi sebelumnya dan hanya ada ikan di tengahnya. Tapi ikan itu tidak ada dan berganti menjadi sebuah anak tangga kristal.

"Tangga ini tidak ada saat kita ke sini sebelumnya," ujarmu.

Cloud mendesah kecil sebelum menuruni tangga itu. Anak tangga yang panjang dan bersinar kebiruan. Di bawah, kalian mencapai sebuah kota yang sangat luas dan elegan.

'Cristalline...? Kota apa ini?' Kamu bertanya-tanya ketika melihat tulisan kecil di sebuah papan dekat tangga.

Kalian meneruskan lagi, menyelusuri tempat yang seperti kastil itu dan menemukan sosok pink di sebuah tempat, seperti kuil. Sosok itu, sosok Aeris yang sedang berlutut dan menggenggamkan kedua tangannya, seperti sedang berdoa.

"Aeris?" Cloud memanggil gadis itu, ia melompati tangga dan di bawahnya ada kolam biru yang jernih.

"Aeris..." Tifa memanggil dan mencoba menyusul Cloud, namun Cloud menghentikan langkahnya dengan memberi isyarat tangan. "Cloud?" Tifa menjadi bingung.

"Biar aku saja," ujar Cloud. "Kalian tetap di sini."

Tifa menatap Cloud sejenak lalu mundur. Cloud melompati tangga-tangga yang seperti kaca, sampai akhirnya mencapai kuil. Dia melangkah di anak tangga yang mengarah ke tempat Aeris berada. Gadis itu masih tidak bergerak, tampaknya ia belum menyadari kalau Cloud ada di depannya.

"Uh..." Mendadak saja kepalamu sakit dan kamu langsung memegangnya.

"Ada apa?" Vincent bertanya padamu cemas.

"Gadis itu... Gadis Ancient itu... Akan berakhir..."

Kamu mendongak. "Cloud?" Dan melihat Cloud yang melakukan hal yang sama denganmu. Meringis kesakitan sambil memengangi kepalanya.

Entah apa yang ada di pikiran Cloud, pemuda itu mencabut pedangnya dan menghampiri Aeris yang masih juga belum bergerak. Perlahan tapi pasti, ia mengangkat pedangnya dan siap mengayunkannya ke kepala Aeris.

"CLOUD!" Jerit Tifa.

"Apa yang kau lakukan?" Teriak Vincent.

"Hentikan!" Serumu.

Mendengar kalian, Cloud terkejut dan menggelengkan kepalanya, pedangnya diturunkan. "Ugh..." Ia mundur setapak. "A...Apa yang aku lakukan?" Dengan nafas sedikit terengah, Cloud membuka matanya. Ketika tatapannya jatuh pada wajah Aeris, ia terdiam bingung.

Perlahan mata Aeris pun terbuka. Pandangannya dan Cloud saling bertemu dan Aeris tersenyum manis, terlihat senang melihat kehadiran pemuda yang ada di depannya. Cloud terpaku melihatnya dan saat itu juga ia merasakan detak jantung yang aneh di dalam dirinya.

"We meet again..."

"Ah!" Kamu meringis. 'Suara itu...'

"Sister..."

"Uhhh..." Kamu jatuh terduduk sambl memegang kepalamu.

Vincent segera memapahmu dengan khawatir. Ia terus memanggil namamu dengan suara cemas.

"Ah!" Suara Tifa. "Itu!"

Kamu dan Vincent segera mendongak ke arah yang dilihat Tifa. Sosok Sephiroth melayang turun dengan masamune terhunus. Mata hijaunya berkilau dan ia tersenyum dengan sinisnya. Dengan suara bising metal yang menjengkelkan, ia menusukkan pedangnya, menembus tubuh Aeris. Gadis itu tersentak sejenak, sebelum tubuhnya lunglai, dan genggaman tangannya terlepas. Sambil menyeringai, Sephiroth mencabut pedangnya.

"Ah..." Cloud tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. "Aeri...s..."

Tubuh Aeris jatuh, bersamaan dengan itu, pita pink yang dikenakan dengan manis sebagai pengikat rambutnya, terlepas. Sebuah materia yang bersinar kehijauan keluar dari balik rambutnya, melayang, lalu memantul beberapa kali dilantai. Suaranya murni dan berdenting nyaring. Materia itu memantul dan memantul, lagi dan lagi, melewati tangga hingga jatuh dari tangga ke dalam air jernih di bawahnya, tenggelam.

Kamu, Tifa, dan Vincent, hanya bisa terpaku melihatnya. Tidak percaya, kalau hal yang mengerikan itu akan terjadi. Tifa tersentak dan segera menutup mulut degan kedua tangannya.

'Nii-san?' Bibirmu gemetar tidak karuan.

Tanpa mempedulikan Sephiroth, Cloud segera meraih tubuh Aeris sebelum roboh ke lantai. Berulang kali ia memanggil namanya, mengguncangkan tubuhnya, namun gadis itu tidak bergeming, tidak menyahut panggilannya.

"Tidak..." Cloud menatap tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. "Ini tidak mungkin!" Ia memeluk tubuh Aeris.

"Aeris..." Kamu menggelengkan kepala dengan lemas. Tidak ingin melihat sosok sang kakak yang ada di atas sana.

Sephiroth tertawa terbahak-bahak, ia terlihat senang. Dan akhirnya menatap Cloud. "Jangan cemas..." Ujarnya dingin. "Segera, dia akan menyatu dengan lifestream, menjadi bagian energi Planet ini. Kini tugas yang tersisa adalah pergi ke utara. The Promised Land telah menungguku di lapangan bersalju. Di sana aku akan menjadi sebuah makhluk baru dengan bersatu dengan planet. Sama seperti halnya gadis ini..."

"Diam!" Potong Cloud. Ia gemetar dan langsung menatap Sephiroth dengan penuh amarah. "Segala lingkaran kehidupan dan rencana bodohmu, semua itu tidak ada artinya!" Perlahan Cloud memalingkan wajah ke arah Aeris. "Aeris telah tiada. Ia tidak akan bicara, tidak lagi tertawa, menangis... atau marah... Bagaimana dengan kami... Apa yang harus KAMI lakukan?" Bentaknya.

Cloud menatap Aeris. Tangannya gemetar, tangan yang berlumuran darah Aeris. Pemuda itu berpaling dan menatap Sephiroth dengan penuh amarah. "Bagaimana denganku?" Ia gemetar. "Bagaimana dengan kesedihanku ini? Jariku gemetar, mulutku kering, mataku perih..."

Sephirtoh melirik Cloud dengan tajam, ia tersenyum sinis. "Bicara apa kau?" Tanyanya dengan suara mengejek. "Kau kira kau juga meiliki perasaan?"

Dengan cepat Cloud berdiri menghadap Sephiroth. "Tentu saja! Kau kira aku ini apa?"

Sephiroth mulai tertawa. "Berhentilah berpura-pura seolah kau sedih. Tidak perlu berpura-pura seolah marah juga."

"NII-SAN!" Teriakmu dengan keras. Kamu bangkit dan segera berlari ke arah tempat Cloud, Aeris dan Sephiroth berada.

"Shaffira!" Vincent dan Tifa memekik kaget.

Sephiroth menoleh sebelum akhirnya ia terkejut dengan sebuah tabrakan seseorang. Sebuah pelukan keras darimu. Sephiroth menatapmu dengan tatapan tidak percaya. "Kau..."

"Nii-san, Nii-san, Nii-san!" Kamu memanggilnya berulang kali. "Kumohon hentikan..."

Mata Sephiroth sedikit terbelak, namun tidak lama kemudian ia tertawa kecil, dan tawa itu makin lama makin keras.

Kamu melepas pelukanmu dan menatap Sephiroth. "Nii-san?"

"Shaffira..." Tawa Sephiroth terhenti, ia memagang bahumu sambil tersenyum dingin. "Apa yang harus kuhentikan?" Ia tertawa kecil sambil menatapmu. "Aku akan mengambil alih dunia bersama ibu, kita akan hidup bahagia dengan Promised Land kita. Kau hanya perlu tenang dan menunggu."

"A... Apa?" Kamu terpaku.

Sephiroth tertawa lagi. "Kau tidak perlu khawatir..." Ia mendekatkan wajahnya melewati telingamu. "Karena kita bersaudara..." Ia membisikkannya tepat di telingamu.

"Do not try to be selfish..."

Seketika itu, kau merasakan perasaan ngeri dan sakit kepala yang luar biasa. Semua itu membuatmu memekik tertahan dan akhirnya jatuh terduduk sambil memeluk tubuhmu sendiri yang gemetar. 'A...Apa...' Kamu gemetar lebih kuat.

"If you do that..."

'Perasaan apa ini...' Air matamu keluar. Seluruh tubuhmu seakan tertusuk jarum, seakan kau dikelilingi oleh kegelapan dan segala kengerian.

"You will be gone... Gone for good..."

"Uhhhh..." Kamu memeluk tubuhmu lebih erat. Air matamu tidak bisa berhenti keluar, matamu terbelak, menatap lantai dengan takut.

"Kau masih merupakan bagian dari diriku..." Sephiroth membelai rambutmu. "Dan kau, Cloud..." Ia melepas tangannya darimu. "Jangan berpura-pura lagi dengan perasaan omong kosongmu... Karena kau adalah..." Sephiroth melesat, berputar, naik ke angkasa, meninggalkan apa yang ada di bawahnya. Ia melemparkan sesuatu yang akhirnya bersinar ketika menyentuh lantai.

Battle with Jenova-LIFE

"Karena kau adalah... boneka." Samar-samar terdengar suara Jenova di kepala Cloud.

Cloud meringis sesaat lalu bergumam kecil. "Aku... boneka...?"

Semuanya ada di tempat Aeris. Aeris terbaring di dekat salah satu sisi dinding. Tifa menghampiri jasad Aeris, mengusap rambut Aeris sehingga wajahnya terlihat. Air mata menetes di pipi Tifa, bergegas ia berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil menutup mulutnya.

Vincent menghampiri jasad Aeris juga. Ia memandangnya sebentar sebelum berbalik dan mengangguk pada Cloud.

Kamu hanya bisa terpaku di depan jasad Aeris. Kamu berlutut di depannya. Suara-suara dan kengerian yang kau dapatkan sudah hilang bersamaan dengan musnahnya Jenova-LIFE. Kamu menundukkan kepalamu di depan jasad gadis itu. Air matamu juga keluar. 'Maafkan aku... Maafkan aku yang tidak bisa mencegah apapun... Maaf... Aeris...' Karena tidak tahan lagi kamu segera bangkit dan pergi dari situ.

Lama Cloud menatap Aeris sebelum akhirnya berlutut untuk mengangkat jasad gadis itu. Kalian semua berjalan meninggalkan tempat itu, meninggalkan Cristalline dan keluar dari gedung kerang.

Dengan jasad Cetra terakhir di kedua tangannya, Cloud berjalan memasuki air di danau yang ada di luar gedung kerang. Diiringi pandangan dari kalian semua, dengan perasaan menyesakkan, Cloud perlahan melepas tangannya, membiarkan tubuh Aeris turun ke dalam air danau yang biru dan jernih.

Aeris mengapung di permukaan air beberapa detik, lalu tubuhnya perlahan memasuki air. Tubuh Aeris makin memasuki air, masuk dan masuk, ia tenggelam. Rambut cokelatnya terkibar di dalam air, menyeruak dengan teratur, tangannya yang sebelumnya digenggamkan oleh Cloud, perlahan terbuka, ia seakan menyambut dunia dalam air yang jernih, biru dan tenang.

Di rumah kerang yang sebelumnya.

Kalian semua telah berkumpul. Perasaan berkabung masih tersimpan dalam lubuk hati masing-masing.

Cloud memandang ke arah lain. "Semuanya dengarkan aku..." Ia berbalik. "Aku Cloud, mantan SOLDIER, terlahir di Nibelheim. Aku datang untuk membalas Sephiroth."

"...Ada apa ini?" Tifa bertanya bingung.

"Aku datang kemari secara sukarela... Atau begitu yang kukira. Namun..." Cloud mengibaskan tangannya. "...Sebenarnya, aku takut pada diriku sendiri. " Ia berbalik dan sedikit menjauh. "..Ada bagian dari diriku yang aku tidak mengerti. Bagian itu membuat aku memberikan Black Materia pada Sephiroth.

Cloud tampak ketakutan pada... sesuatu yang ada di dekatnya, ia terlihat sedikit gemetar namun langsung kembali normal sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "Jika kalian tidak menghentikan aku, Aeris mungkin sudah... Ada sesuatu dalam diriku. Seorang yang bukan diriku yang sebenarnya." Ia berbalik dan menggelengkan kepala. "Karena itu, sebaiknya aku mundur dari perjalanan ini. Sebelum aku melakukan sesuatu yang mengerikan."

Pemuda itu mengengkar satu kepalan tangannya. Dia gemetar. "Tapi aku akan tetap berjalan. Dia menghancurkan kampung halamanku lima tahun lalu, membunuh Aeris, dan sekarang berusaha menghancurkan planet. Aku tak akan melupakan... Sephiroth." Cloud berhenti gemetaran. "Aku... aku harus terus." Ia menurunkan kepalan tangannya. "...Aku punya satu permohonan pada kalian."

Kamu memandangnya dengan sendu, "apa itu?"

"Maukah kalian semua ikut denganku?" Cloud memandang ke atas dan menggelengkan kepalanya. "Untuk mencegahku melakukan sesuatu yang mengerikan."

Vincent maju selangkah. "Tenang saja, kita akan menghadapinya saat itu terjadi."

Cloud menggelengkan kepalanya. "aku tidak tahu bagaimana Aeris berusaha menyelamatkan planet dari meteor. Dan kurasa sekarang, kita tak akan pernah tahu. Tapi!" Ia mengengguk. "Kita masih punya kesempatan. Kita harus mendapatkan Black Materia itu sebelum Sephiroht menggunakannya."

"Nii-san mungkin tidak akan pernah mau untuk mengerti..." Kamu melangkah sedikit. "Tapi aku tahu, kalau mungkin aku... tidak, tapi, kita semua dapat mencegah hal yang paling terburuk." Kamu menggelengkan kepala dengan lemas. "Nii-san tampaknya ingin membuat Promised Land, dan tampaknya aku tahu seperti apa Promised Land Nii-san, yaitu sebuah kehancuran... Kita harus mencegahnya!"

Cloud mengangguk yakin. "Ayo kita pergi!"

Luar Rumah Kerang

"Sephiroth... Kira-kira dia pergi ke arah mana?" Tanya Tifa.

Ngiiiiiiing... Suara dengungan yang melengking keras terdengar lagi di kepalamu, kamu menutup mata sejenak untuk menahan sakit yang diakibatkan lengkingan itu, ketika kamu membuka mata, seluruh pandangn berubah menjadi hijau kelam, dan kamu melihat Sephiroth yang berjalan ke utara.

"Bagaimana dengan utara? Padang bersalju yang dingin... Akan membuatmu ingat segalanya..."

"Cloud! Shaffira!" Terdengar suara Tifa.

Seketika itu, pandangan hijau dan sosok Sephiroth menghilang. Kamu memandang Tifa dengan tatapan pusing. "Ah... aku tidak apa-apa..."

Cloud seperti menyadarkan dirinya sendiri. "Hmm... Sephiroth mengatakan... Pergilah ke utara..."

"Padang bersalju?" Tanyamu memastikan.

Cloud mengangguk. "Ya... Melewati padang bersalju..."

-00-00- Time Skip -00-00-

Icicle Lodge/Inn

Party: You, Cloud, and Vincent

Kamu memejamkan mata ketika berhenti di gerbang Icicle Inn, merasakan udara dingin di sana untuk kedua kalinya. Begitu membuka mata, matamu langsung tertuju pada rumah kedua dari kiri.

'Gast... Ilfana...'

Flashback

"Siapa kamu?" Suara lembut itu membangunkanmu yang sedang tertidur di bawah sebuah pohon yang mati.

Salju sedikit menutupi rambutmu. Walau salju sedang turun kamu tidak kedinginan walaupun kamu tidak memakai mantel ataupun sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh. Sejak pengasuhmu meninggal, kamu mulai menjelajahi dunia sampai akhirnya tersesat di padang yang bersalju.

Sama sekali tidak merasakan dingin, entah kenapa, kamu tidak merasakan dinginnya salju, karena sesuatu yang lebih dingin telah meliputi hatimu. Masih saja terbayang, kesedihan saat pengasuhmu meninggal karena penyakit yang dideritanya.

"Kamu baik-baik saja...?" Suara itu memanggil lagi. Terdengar lembut dan hangat.

Perlahan kamu membuka mata dan langsung bertatapan dengan sepasang mata kehijauan yang sejuk. Terlihat seorang wanita dengan baju merah, rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dan terkibas mengikuti angin yang bertiup.

"..." Kamu hanya terdiam menatap wanita itu.

"Kau tidak kediginan?" Wanita itu melepas mantel ungunya dan menyelimutinya ke tubuhmu. "Segelas cokelat hangat akan membuatmu sangat baik," ia tersenyum.

Kamu terdiam lagi dan menatapnya dengan pandangan lurus tidak berarti. Dia mengajakmu untuk pergi ke rumahnya, uluran tangannya kau sambut dengan baik, tanpa ragu, kamu hanya ingin mengikutinya, entah karena apa.

Sepanjang jalan, wanita itu terus bertanya. Namamu, dari mana asalmu, umurmu, dan sebagainya. Ia terus bertanya walau kamu tidak menjawabnya.

"Kau sudah makan?" Ia bertanya lagi.

Kamu terhenti dan mendongak padanya yang tersenyum. Kamu membalikkan pandanganmu dan menggeleng pelan.

"Kita sudah hampir sampai di rumahku," ujarnya. "Aku akan membuatkan sesuatu agar kau merasa lebih baik."

Sesampainya di rumah wanita itu, seorang pria berjas putih langsung menyambutnya dan menanyakan siapa dirimu. Wanita itu menjelaskan apa yang terjadi dan pria itu hanya mengangguk dengan tersenyum.

"Namaku Ifalna dan yang tadi suamiku, Gast," ujar wanita itu ketika ia meletakkan sebuah mangkuk berisi sup panas dan segelas cokelat yang juga panas di depanmu. "Kau belum menyebutkan namamu lho."

Kamu menatapnya, lalu mengangguk pelan, "Shaffira..."

"Eh?" Wajah Ifalna langsung berubah.

Tiba-tiba saja Gast menghampirimu, "siapa?"

"...Shaffira..." Kamu mengulanginya lagi.

Ifalna dan Gast saling berpandangan, mereka terlihat tidak percaya.

End Flashback

'Mereka langsung saja bertanya-tanya lagi tentang diriku dan menceritakan semuanya tentang Cetra, Summon, juga Weapon. Sephiroth, Jenova, semuanya Ifalna ceritakan dengan lancar tanpa beban. Dan aku pun, entah kenapa, bisa langsung mengerti semuanya. Mungkin karena aku masih punya Jenova Cell...'

"Kau kenapa?" Cloud menghampirimu.

"Uh-Oh?" Kamu kikuk, dan langsung menggeleng. "Ti... Tidak apa-apa..."

"Benarkah?" Cloud tampak tidak percaya, namun ia langsung berkata kalau dia akan ke toko Weapon sebentar setelah kamu mengibaskan tangan dan berkata tidak ada apa-apa.

Sekembali dari Weapon Shop, kalian pergi ke utara kota.

"Di sana tempat Snowboarding. Biasanya sih dibuka," ujarmu.

"Kau tahu tempat ini?" Tanya Vincent.

"Aku pernah tinggal di sini... Waktu kecil," jawabmu.

"Jangan! Dari sini, jalannya menurun. Berbahaya, jangan ke sana!" Seorang Pria memarahi Cloud ketika pemuda itu bilang kalau kalian akan melewati jalan utara itu.

"Aku akan tetap pergi," protes Cloud.

Pria itu nampak kesal. "Sial aku kan hanya mencoba berbaik hati..."

Kalian semua mendengar sesuatu yang gaduh dari gerbang.

Pria itu berbalik dan bersama kalian menatap ke arah gerbang. "Apa yang...? Siapa orang-orang itu? Kelihatannya akan ada seperti masalah..."

"Uh-oh..." Kamu tersadar ketika melihat siapa yang membuat kegaduhan. Kamu menunduk dengan lelah. "Elena dan bawahannya..."

"Itu mereka, cepat!" Teriak Elena begitu melihat kalian.

"Siap, bu!" Kedua prajurit yang bersamanya segera memberi hormat.

Mereka bertiga segera berlari menghampiri kalian. Elena berlari dengan cepat sehingga ia kelelahan sendiri. Nafasnya terengah-engah begitu sampai di depan kalian.

"Cloud...haaaah... Whuihhh... aku tidak akan membiarkanmu pergi lebih jauh lagi!" Kata Elena.

Cloud mengangkat bahu. "Ada apa di sana?"

Elena menegakkan badannya. "Itu RA-HA-SIA. Tidak penting! Tapi kau sungguh berani mencelakakan bosku seperti itu!"

"Boss maksudmu...?" Cloud mengerutkan dahi.

"Tseng ya?" Kamu menatap Elena dengan lelah. "Itu bukan kami, tapi Sephiroth... Bagaimana sih kamu..."

"Tidak!" Bentak Elena. "Jangan kita kau bisa menipuku, pembohong!"

"Kau ini..." Kau menghela nafas. "Sudah kubilang bukan kami... Tapi Sephiroth... Masa kau tidak bisa investigasi dengan benar?"

"Jangan berlaku polos dan menyalahkan orang lain." Elena membentak lagi, "aku tidak akan pernah melupakan perbuatan kalian!"

Cloud menggaruk kepalanya. "Ya ampun..."

Elena mengetukkan kakinya. "Sepertinya kita tidak ke mana-mana hanya dengan bicara. Kau harus merasakan sebikit rasa sakir! Hanya kau... dan aku!" Ia menunjuk Cloud.

"Tung...!" Seorang prajurit melangkah maju, raut wajahnya cemas melihat Elena.

"Jangan, aku bisa menanganinya!" Kata Elena sambil merentangkan satu tangannya. "Dia tidak akan bisa menghindari tinju-tinjuku!"

"Apa?" Cloud terlihat bingung, lalu menghela nafas panjang. "Baiklah..."

Elena melakukan ancang-ancang, lalu ia menerjang meninju Cloud. Cloud menghela nafas lelah sebelum ia menghindar ke samping. Elena terpeleset, dan dia jatuh, karena tanah telah menjadi lantai salju yang licin, tubuh Elena langsung menggelinding ke arah belakang kota.

"Whuaaaaa!" Elena berteriak keras.

"Ele... Elena?" Para prajurit yang mengikutinya bergegas mengejar.

Pria yang sebelumnya memarahi Cloud karena kalian ingin ke utara datang, ia melihat Elena dan kawanannya dengan absurd. "Apa yang...? Mereka kok lemah sekali untuk standarnya Shinra. Maaf, kalau aku tadi langsung seperti itu..." Ia tersenyum dengan nervous. "Soalnya tadi sepertinya akan ada masalah. Pokoknya, kalian tidak bisa turun bukit itu tanpa snowboard."

"Kita harus cari Snowboard..." Kata Vincent.

"Aku akan cari ke suatu tempat," ujarmu ketika Cloud akan mengatakan sesuatu. "Kalian juga cari ya! Dah!" Kamu langsung meninggalkan Cloud dan Vincent, kamu memang tidak ingin mereka bertanya ataupun akan mengejar.

Sesegera mungkin kamu ke tempat Gast dan Ifalna dulu. Gagang pintu rumah mereka sangat berdebu dan dingin. Ketika kamu memutarnya, pintu itu terbuka, tidak terkunci, dan tanpa ragu kamu masuk ke dalamnya.

Rumah itu masih seperti dulu, sederhana tapi banyak alat-alat elektronik kepunyaan Gast. Berdebu dan sedikit berbau jamur. Kamu melangkah ke arah tangga yang menuju ke bawah. Ketika matamu tertoleh ke dinding ruangan, kamu menemukan sebuah foro yang terpajang. Fotomu bersama Gast dan Ifalna di depan rumah itu.

Kamu menatap foto itu beberapa saat. Dan teringat betapa manjanya dirimu kepada mereka berdua, dan betapa egoisnya dirimu yang meninggalkan mereka, diiringi isak tangis Ifalna.

"Aku mencarimu ke mana-mana..."

Secepat mungkin kamu langsung berbalik. 'Sejak kapan dia...?'

"Sedang apa kau?"

"Uh... Cloud..." Kamu jadi salah tingkah.

Cloud menghampirimu. "Tempat ini... Sungguh berdebu... Apa tidak ada yang tinggal?" Ia memperhatikan sekeliling.

Kamu menggeleng pelan. "Aku tidak tahu, tapi dulu aku pernah tinggal di sini."

"Lalu Snowboardnya?" Cloud beralih padamu.

Wajahmu langsung memerah. Kamu ke tempat itu memang bukan untuk mencari Snowboard. Di tempat itu tidak akan ada Snowboard. "Tam...tampaknya tidak ada..."

"Atau tidak pernah ada?" Cloud menatapmu dengan lurus.

'Whuaaa... Kenapa dia bertanya itu...? Di sini memang tidak pernah ada Snowboard...' Wajahmu bertambah merah.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Cloud ketika melihat wajahmu yang memerah. "Kau sakit?" Ia mengangkat tangannya dan akan meletakkannya ke dahimu.

"Tii...tidak!" Kamu menepis tangannya kikuk. "Aku tidak sakit..." Tapi wajahmu masih belum kembali jadi normal.

"Benarkah?" Cloud mengangkat tangannya lagi.

Kamu akan menepisnya, tapi sebelum itu terjadi, Cloud langsung menangkap tanganmu yang akan menepis dengan tangan satunya. Dan dia langsung memegang dahimu, begitu tanganmu yang akan menepis tertangkap.

"Panas sekali..."

"Ber...bercanda ya! Aku baik-baik saja!" Serumu dengan kikuk. Kamu langsung mencoba melepaskan diri dari Cloud. Tapi Cloud malah memegangmu lebih kuat, seperti tidak mau melepaskan tanganmu.

"Hmm..." Cloud menundukkan kepalanya, mencari-cari di wajahmu. "Ada apa denganmu?"

Jarak wajahmu dan Cloud sangat dekat. Menatap mata birunya, kamu jadi semakin kikuk dan wajahmu semakin memerah. 'Berhentilah menatapku!' Umpatmu dalam hati.

"Kau tidak apa-apa kan?" Tanya Cloud lagi.

Kamu mundur selangkah. "Be...benar kok! Aku tidak ap...! Whoa!" Ketika mundur, sepatumu tersangkut pada lantai kayu yang menyembul keluar karena lantai itu sudah tua. Akibatnya kamu tersandung ke belakang dan Cloud ikut terbawa karena ia masih memegang tanganmu.

"BRAAKK!"Kalian berdua langsung terjatuh dan membentur lantai kayu.

"Uhhh..." Kamu meringis. "Punggungku sakit..." Kamu membuka mata. 'Eh...?' Kamu terpaku melihat sepasang mata biru di hadapanmu. 'C...C... Cloud?' Kamu baru tersadar kalau Cloud berada di atasmu, ia menahan tubuhnya dengan menapakkan telapak tangannya pada kayu, sehingga ia tidak terjatuh menimpamu.

"Ma...maaf..." Cloud langsung berdiri, dia membantumu bangkit. "Aku tidak bermaksud..."

'Huaa...' Wajahmu makin memerah, lalu mengibaskan tanganmu. "I...itu salahku... Aku yang tidak hati-hati..." 'Uh... Payah!'

"Lekas keluar... Lalu cari Vincent." Cloud yang juga wajahnya memerah segera mengalihkan pembicaraan. Kamu hanya mengangguk menurutinya, dan kalian berdua keluar dari rumah itu.

"Shaffira..."

Ketika kamu akan beranjak keluar pintu kamu merasa ada yang memanggilmu, kontan saja kamu menoleh ke belakang dan sekilas kamu melihat Ifalna dan Gast berdiri berdampingan dan tersenyum padamu. Kamu terkejut, seketika itu mereka berdua menghilang.

"Ada apa Shaff?" Cloud memanggilmu dari luar.

Kamu menatap tempat kamu melihat bayangan Gast dan Ifalna sesaat, lalu segera berpaling pada Cloud. "Tidak... Tidak ada apa-apa..." Kamu hanya bisa tersenyum menatap langit.

After Snowboarding

Kalian bertiga mendarat di sebuah hutan cemara, dingin, dan bersalju. Lemparan akibat tanjakan jalur Snowboarding sangat kencang dan membuat kalian terlempar jauh.

"Ugh..." Cloud bangun dan menggoyang-goyangkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya sendiri. Dia langsung memandangmu dan Vincent yang tengah mencoba untuk bangkit. "Aku rasa kita tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja," kata Vincent.

"Yeah, mungkin baik kalau kita bisa segera melanjutkan perjalanan," ujarmu.

"Jadi di mana kita sekarang? Sepertinya kita telah meloncat cukup jauh."

"Kau benar Cloud. Oh, kalau tidak salah, pemilik rumah yang tadi memberikan kita peta bukan? Kita bisa melihatnya dengan petunjuk yang telah ada," ujarmu.

Cloud mengambil peta yang kau maksud dari katong celananya, melihatnya sebentar, lalu menyimpannya kembali. "Tempat ini memang sangat dingin. Kita akan membeku kalau tetap di sini lebih lama lagi."

Kalian mulai menjelajahi pegunungan yang membeku. Karena kesalahan Cloud membaca peta, kalian sampai ke tempat yang ada telaga air panasnya.

"Kita beruntung, walau tersesat kita masih bisa menghangatkan diri di sini." Kamu menyentuh air panas. "Aku suka air panas di cuaca seperti in..."

"Kau ini bercanda eh?"

Seketika kamu terpaku. Lalu menoleh pada Vincent dan Cloud. "Kalian dengar sesuatu?" Tapi Vincent dan Cloud mengeleng.

"Air panas itu menyebalkan!"

Terdengar lagi. "Kamu langsung bangkit dan menghampiri dua pemuda di belakangmu. "Serius! Kalian tidak dengar sesuatu? Suara seorang wanita. Dia berkata air panas itu menyebalkan!"

Dahi Cloud mengerut. "Kau sakit lagi?"

"Aku tidak dengar apap..."

"Aku tidak suka air panas!"

Vincent langsung terdiam. Ia juga mendengar suara yang kau dengar. "...Aku dengar..."

"Kalau yang barusan aku juga dengar." Sambung Cloud setelah beberapa lama terdiam.

Kamu berbalik, lalu berteriak pada telaga. "Hei! Siapa itu?"

Seketika itu muncul badai salju kecil yang membuat kalian menutup mata sejenak. Dari dalam badai salju itu, muncul seorang wanita muda serba putih, dari rambutnya, kimononya, sampai kulitnya. Semuanya seputih salju, hanya saja mata birunya bersinar indah.

"Siapa kamu?" Tanyamu pada wanita itu.

Wanita itu menatapmu dingin. "Orang-orang menyebutku Wanita Salju atau Yukionna. Terserah kalian mau memanggilku apa, karena aku tidak tahu namaku yang sebenarnya."

"Kau ini siluman salju?" Tanyamu lagi.

"Apa katamu?" Yukionna langsung mendelik marah. "Aku ini wanita biasa yang sudah berumur 200 tahun!"

"Biasa katamu...?" Kata Vincent dan Cloud. "Bercanda..."

"Kalian ini!" Yukionna kesal. "Aku sangat tidak suka air panas di sini, membuatku kesal saja. Apa lagi batu merah yang datang ke sini 20 tahun yang lalu itu, membuat air dan udara tambah panas."

"Kau bercanda lagi... Di sini sangat dingin..." Katamu, Cloud dan Vincent berbarengan.

"Kalian benar-benar menyebalkan!" Dia mengeluh, "yah, walau begitu, kalianlah orang yang tidak lari ketika melihatku... Dengan begitu aku bisa minta tolong pada kalian."

"Tentu saja mereka lari... Kau datang tiba-tiba dengan pakaian serba putih..." Katamu.

"Berisik!" Protes wanita itu. "Tidak usah dibahas lagi. Aku ingin minta tolong pada kalian..."

"Apa itu?" Tanya Cloud.

Yukionna merogoh lengan kimono putihnya dan mengambil sebuah batu merah yang agak bersinar, Summon Materia, begitulah jika kalian menyebutnya. "Batu ini datang sekitar 20 tahun yang lalu, dan membuat udara sekitar sini bertambah panas. Aku ingin kalian menyimpannya." Ia menyerahkan materia itu pada Cloud.

Kamu memandang materia itu dengan tawa aneh. 'Itu kan materia...'

Flashback

Kamu pergi dari Icicle Inn dan melewati Jalur Snowboarding. Kamu terlempar ketika sudah sampai ujung jalan, dan salah satu Summon Materia terjatuh dari sakumu, kamu berusaha meraihnya, tapi sayang, tangan kecilmu tidak sanggup menggapainya. Kau dan materianya terjatuh. Beruntung kamu tersangkut di dahan pohon, tapi materianya tidak tersangkut melainkan menggelinding melewati jalan sungai kecil yang membeku. Dan kamu hanya bisa berteriak memanggil nama materia itu, Alexander.

End Flashback

'Ternyata sampai ke wanita ini...'

"Kau tahu ini apa?" Tanya Cloud sambil menunjukkan materianya padamu.

"Alexander," jawabmu cepat. "Itu materia... Lupakan..."

"Ada yang salah?" Selidik Cloud.

"Tidak, aku hanya lupa," elakmu dengan tawa ganjil.

"Aku tidak ingin melihat benda itu lagi, jadikan itu milik kalian," kata Yukionna. "Aku akan pergi sekarang." Ia mengibaskan lengan kimononya, badai salju kecil datang lalu menghilang bersama dengan Yukionna.

-00-00- Time Skip -00-00-

Kalian semua akhirnya pingsan karena tidak tahan dingin.

Bertemu Holzoff, pria yang menolong kalian.

Dia menceritakan tentang tebing dan gunung.

Menjelajahi Gaea Cliff.

Terowongan Gaea Cliff

Sosok berjubah hitam terlempar ke dalam terowongan. Kalian segera memeriksanya dan kemudian mendengar suara keras.

Battle with Schizo

Ujung terowongan itu berupa sebuah pelataran sempit di atas tebing. Kalian memanjat tebing dan sampai ke puncak sebuah kawah. Kalian kemudian menuruni dinding kawah.

"Kawah tua... Sesuatu jatuh dari langit dan mendarat di sini... Menimbulkan luka pada planet," kata Cloud. Ia terhenti dan membuat kalian ikut terhenti.

"Benar-benar luar biasa. Planet mengumpulkan semua energi di sini dan mencoba untuk menyembuhkan dirinya sendiri," kata Vincent.

"Nii-san mengambil energi tersebut dan mencoba untuk memanggil meteor. Lain kali lukanya tidak akan sekecil ini," ujarmu sambil memandang sekeliling.

Perjalanan tinggal sedikit lagi.