Apa kalian pernah bertemu dengan Hero? Kalau kalian beruntung, kalian bisa menemukannya di desa kecil di tengah peta. Tersisihkan oleh kota dan di kelilingi desa-desa yang lebih mungil lagi. Dimana rumah-rumah berdinding kusam mengebulkan asapnya dari cerobong, dengan sinar matahari yang teduh dan tidak membuat mual. Desa kecil yang sederhana, tetapi jangan kaget kalau ternyata kalian bisa menemukan banyak sekali orang. Mereka bercanda, sekedar duduk-duduk ataupun yang mondar-mandir dari utara ke selatan.

Ini adalah tempat para Adventurer pertama berkumpul.

Bila dibandingkan dengan cafee di kota besar, atau villa kecil tempat nongkrong anak-anak kaya, desa ini jauh lebih terbuka dan ramah. Mereka menerima berbagai macam jenis manusia, mungkin karena terlalu terbiasa. Tidak sulit untuk bertukar teman dan memulai pembicaraan. Untuk kalian yang berkelana sendirian, ini adalah tempat yang cocok untuk berhenti dan memulai sebelum melanjutkan perjalanan ke kota. Melihat dunia yang jauh lebih besar dibalik pagar pohon pinus dan bukit kehijauan.

Kalau kalian beruntung, kalian akan bertemu dengannya di waktu yang sama seperti aku pertama melihatnya.

Di tengah tempat yang kelihatannya sederhana itu, membentang sungai lebar dengan jembatan batu untuk kami lewati. Pada waktu itu, airnya bergelombang dan mengalir cepat mengikuti arus. Kalian bisa melihatnya dengan jelas dari pinggir sungai yang tidak dibatasi oleh pagar. Saat yang menyenangkan untuk duduk mengamati aliran air sambil menunggu tahun baru.

Terlalu menyenangkan sampai kalian bisa merasakan sejuknya aliran air yang menerpa wajah, dibawa oleh angin. Lalu turun ke hati.

Dua tahun lalupun, masih sama seperti ini.

Kalian ingin kesana? Boleh saja, tetapi kuingatkan, sebagian dari kalian tidak akan menemukan apa-apa. Seperti hutan yang akan berubah penghuni seiring berjalannya matahari, kamipun kira-kira seperti itu. Cobalah datang pada kesempatan lain, saat kota-kota di duniamu mulai terlelap, atau pada tingkat terakhir senja.

Karena sesuatu yang nampak di malam hari, tidak bisa dijelaskan di siang hari.

Seketika mereka menjadi tempat yang hangat, rumah untuk pulang. Alasan untuk tetap tinggal. Keputusan konyol seseorang yang memindahkan paksa tempat berkumpul kami ke sini ternyata tidak buruk juga. Di tepi jembatan ini, kami bisa menemukan banyak orang. Manusia-manusia yang hilang maupun yang sedang istirahat. Yang butuh, maupun yang tidak butuh kami. Mungkin ini terlalu berlebihan, tapi tak apa. Aku tidak bisa begitu menjelaskannya, setiap hari berlalu sangat cepat.

Di situlah dia, berdiri membelakangi kami menghadap ke arah sungai. Dia selalu seperti itu, tidak pernah bicara kalau tidak ada perlu. Selalu berdiri membelakangi kami, biarpun ditawarkan atau diingatkan kalau ada wanita sexy yang datang dengan mobil putih. Sepertinya dia tidak tertarik dengan semua itu. Hal yang langka ditemui untuk desa seramah ini, juga dengan kebutuhan dunia saat ini.

Di balik pagar kayu yang menyembunyikan sebagian dirinya, aku bisa mengenali ciri-cirinya. Rambut hitam, memakai robe coklat panjang tanpa lengan, menampilkan pundaknya yang pucat. Tangan dan kakinya dibungkus oleh sarung tangan dan boots tebal.

Yah, aku tidak sepenuhnya lupa. Ada beberapa hal yang masih kuingat meski aku tidak memiliki fotonya.

Salah satunya adalah kenangan ini.

Dia adalah Hero.

.

.

.

Sayang sekali, terakhir kali aku kesana, tempat itu sepi, senantiasa.

Hanya tinggal aku.