Seperti halnya acara pernikahan pada umumnya, kita akan melihat wajah-wajah ceria penuh senyum, termasuk kedua pasang pengantin yang tidak ada habisnya menebar rasa sayang kepada seluruh undangan. Dentuman musik disko pun makin memeriahkan pesta tersebut, sayangnya "tamu tak diundang" merusak pesta yang tadinya normal-normal saja. "Pesta" masih tetap berjalan, tapi sekarang dimeriahkan oleh teriakan-teriakan tamu undangan yang sedang digigit oleh zombie. Darah yang mengalir dari tubuh-tubuh tak bernyawa itu sekarang menghiasi lantai dansa. Santapan lezat yang tertata rapih di meja hanya jadi hiasan tak dipedulikan, karena mereka yang sudah terinfeksi lebih memilih mengejar manusia yang hidup dan mencicipi leher mereka.

.

.

WARNING: BL, M-PREG, Possible OOC, BLOOD, dan membosankan

Kuroko no Basuke milik Fujimaki Tadatoshi-sensei

Ai no Scenario terinspirasi dari sebuah film horror berjudul REC 3: GENESIS, dengan alur yang sedikit diubah

.

.

.

First

Inggris, 20 Januari 20XX

13.48 PM

Lelah,

Pemuda bersurai merah dengan manik crimsonnya—Akashi Seijuuro, melangkahkan kakinya sedikit menjauh dari kerumunan 'orang-orang berisik' itu.

Bukannya berisik, mereka hanya menanyai Akashi perihal pernikahannya, tentang bagaimana mereka bertemu, berteman lalu saling suka, sejak kapan dan sudah berapa lama mereka 'berpacaran' bagaimana mereka mendapat izin dari orang tua kedua belah pihak, dan pertanyaan semacam itu lah.

Mereka—Akashi Seijuuro dan Kuroko Tetsuya,

Sebenarnya adalah hal yang wajar menanyakan pertanyaan seperti itu, mengingat pernikahan Akashi dan kekasih bersurai biru mudanya itu masih dianggap taboo dan unik (karena ini juga mereka melaksanakan pernikahan mereka diluar Jepang).

Alasannya? Karena keduanya memiliki gender yang sama—laki-laki.

Bahkan seumur-umur, selama dua puluh dua tahun Akashi hidup didunia ini, tidak pernah terbayang akan menikahi seseorang yang bergender sama dengannya. Walaupun begitu, tidak ada yang salah dengan orang yang dipilihnya ini, karena dia—Akashi Seijuuro tidak pernah salah.

Akashi menyukai Tetsuya, Akashi menyayangi Tetsuya, Akashi nyaman berada didekat Tetsuya walaupun keberadaannya sangat sulit dideteksi oleh orang-orang, bahkan muncul rasa ingin memiliki kekasihnya seutuhnya. Kalau seudah begini, apa yang salah dengan menikahi Kuroko Tetsuya? Tentu saja tidak ada yang salah, kembali ke prinsip seorang Akashi, karena ia selalu benar.

Penjelasan rincinya disimpan dulu, kembali kecerita—

Mengabaikan pertanyaan mereka, bukannya Akashi sombong atau apa, apalagi saat pernikahannya sekarang ini ia ingin menjadi laki-laki yang sabar dan ramah dulu, meninggalkan kepribadiannya yang asli, sinis dan tidak suka basa-basi. Hanya kali ini saja, saat hari bahagianya tiba

Akashi hanya muak, atau lebih tepatnya bosan dan lelah, menjawab pertanyaan yang sama dari orang-orang yang berbeda selama tiga jam belakangan ini. Hello? Apakah perlu Akashi mengumumkannya lewat microphone agar semua orang-orang tau dan berhenti menanyainya.

Ditambah, Tetsuya-nya belum datang, membuat Akashi satu-satunya tuan rumah yang ada kerepotan, menyambut dan mengucapkan terimakasih pada para tamu yang hadir karena sudah repot datang jauh-jauh ke Inggris. Walaupun yang diundang hanya teman dekat dan keluarga dekat, tapi jumlah undangan hampir mencapai empat ratus orang.

Akashi berhenti setelah mendapat tempat yang enak, sedikit memojok dari kerumunan orang-orang.

Akashi meregangkan tulang lehernya yang terasa pegal

Kekasihnya itu—berani-beraninya membuat Akashi mengurus tamu-tamu itu sendirian selama tiga jam ini, lihat saja akan kuberi hukuman padanya. Sebuah ide terlintas dikepala Akashi, membuat sebuah seringai mengerikan mengembang diwajahnya

"Apa-apaan dengan seringaimu itu, Akashi? Dan hei—tuan rumah seharusnya berdiri menyambut tamu-tamunya, bukannya menyendiri seperti ini."

Akashi kembali memasang tampang datarnya, melirik kearah sumber suara, dilihatnya pemuda tan dengan surai navy blue yang sedang berjalan mendekat kearahnya, dia mengangkat tangannya kemudian merangkul pundak Akashi, memberi salam pertemuan ala sang pemuda tan tersebut.

"Kau bisa menakuti anak kecil dengan seringaimu itu, Akashi." Suara lain muncul diikuti dengan pemuda bersurai hijau berkacamata dengan pistol ditangannya.

"Hee—bukannya kau yang malah akan menakuti anak kecil dengan benda ditanganmu itu, Shintarou?"

"I-ini lucky itemku hari ini-nanodayo! Oha Asa bilang keberuntungan Cancer berada paling bawah dan benda keberuntunganku hari ini adalah pistol ini!"

Akashi mengangguk malas, memang sudah jadi kebiasaan si Oha-Asa freak ini membawa barang aneh yang diyakini sebagai lucky item atau benda keberuntungannya.

Terserah kau saja, asal jangan membahayakan tamu-tamuku.

"Doumo, Akachin~ maaf kami terlambat~" kraus kraus kraus

Dibelakang Shintarou muncul sosok pria dengan tinggi yang tidak normal, dengan tangannya yang dipenuhi oleh snack, juga mulut yang tidak pernah berhenti mengunyah itu.

"Hmm.. tidak apa, Atsushi. Aku mengerti."

Dan tidak lama setelah itu,

"O-ME-DET-TOOUUUU AKASHIICCHI!"

Suara itu—

Akashi hampir terjungkal akibat pelukan tiba-tiba dari orang itu, siapa lagi kalau bukan si pirang cempreng, Kise Ryouta. Orang ini—sebisa mungkin Akashi menahan emosinya.

Kembali mengingat ucapannya—setidaknya hari ini Akashi ingin menjadi seseorang yang ramah dan penyabar.

Kise melepas pelukannya, mungkin sadar kalau Akashi hampir kehabisan oksigen akibat pelukan mautnya itu.

Ternyata seperti ini rasanya jadi Kuroko yang selalu dipeluk oleh makhluk kuning ini. Sesak.

"Hehe.. gomen ne Akashicchi, aku hanya terlalu bersemangat saja." Kise memperlihatkan senyum cerahnya dan tertawa sedikit canggung, sambil menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal.

Bohong.

Akashi tau Kise dihadapannya ini sedang berbohong, terlihat dari jelas dari matanya, dan jangan lupakan kalau Akashi ini selalu benar.

Akashi juga tau, sangat tau malah tentang perasaan makhluk pirang ini kepada calon pendamping hidupnya—Kuroko Tetsuya. Mengingat kalau mereka adalah teman masa kecil. Sedikit, tapi terkadang Akashi merasa cemburu pada Kise yang sudah menghabiskan waktu lebih banyak daripada dia dengan Kuroko.

Tapi dilain sisi, Akashi juga harus berterima kasih dengan Kise karna berkat dialah Akashi bisa bertemu Kuroko.

"Eh? ngomong-ngomong dimana Tetsucchi?" Kise celingak celinguk disekitarnya, mencari sosok mungil bersurai langit musim panas disekitarnya, yaa barangkali Kise hanya tidak bisa mendeteksi keberadaannya. Ia sangat tau benar kalau sahabatnya itu memiliki hawa keberadaan yang tipis, membuat dia terkadang kewalahan bila sedang kencan dengan sahabatnya tersebut. Padahal jelas Kuroko ada disampingnya, atau mengikuti dibelakangnya, atau juga mampir ditoko yang menjual milkshake kesukaannya.

"Dia belum datang." Jawab Akashi mencoba mengcopy wajah datar milik kekasihnya. Bahkan sekarang dia berani-beraninya memanggil Tetsuya-ku dengan nama kecilnya, Hee~

"Hee?! Padahal acaranya sudah mau dimulai kan?!"

Mengabaikan teriakan Kise, Akashi melirik arloji miliknya ditangannya

15.53

Acaranya dimulai jam empat, berarti tinggal tujuh menit lagi

Akashi menarik nafas, kemudian mengeluarkannya perlahan. Ia berjalan kearah kerumunan orang-orang atau tamu undangan yang ia undang, kemudian memerintah—bukan, meminta mereka untuk segera memasuki gedung akad.

Semuanya telah masuk, tersisa Akashi yang masih berdiri didepan pintu. Melirik sedikit kearah gerbang gedung akad tersebut. Tak lama sebuah limousin hitam berhenti tepat dihadapan gerbang tersebut. Membuat seringa—senyuman seorang Akashi Seijuuro mengembang. Tanpa melihat siapa tamu terakhir yang datang

Akashi melangkahkan kakinya masuk kedalam gedung

Okaerinasai, Tetsuya

O0O

"Tetsu-niichan, dimana kau?! Cepatlah, Sei-niichan pasti sudah menunggu!"

Suara cempreng tersebut menggema dirumah tersebut. Pemilik suara itu tak lain adalah seorang gadis berumur 12 tahun, dengan surai berwarna biru langit dan iris mata senada.

Mata bulat gadis tersebut melirik kesana-kemari, mencari keberadaan Tetsuya-niichannya. Membuka satu persatu ruangan dirumah itu, namun hasilnya nihil.

"Aku disini, Tsuki-chan." kata Kuroko yang tiba-tiba muncul dari belakang Tetsuki, sontak membuat Tetsuki sedikit melompat menjauh.

"Mou~ nii-chan. Bisakah kau tidak mengagetkanku!" Tetsuki berbalik dan memandang kakaknya, dilihatnya kakaknya yang mirip sekali dengannya sedang memandangnya, tangan Kuroko menutupi mulutnya dengan sapu tangan, wajahnya sedikit berkeringat dan terlihat sedikit lebih pucat. Tunggu— pucat?!

"Tetsu-niichan? Ada apa? Apakah kau sakit?" tanya Tetsuki yang langsung mendekati kakaknya. Sedikit berjinjit, berusaha menggapai kening Tetsuya untuk memeriksanya.

"Tidak apa-apa, Tsuki-chan tidak perlu khawatir. Nii-chan hanya sedikit mual saja." Kata Tetsuya kalem.

"Eeh?! Ta..tapi, Tetsu-niichan terlihat pucat!"

"Wajahku ini memang pucat, Tsuki-chan. Sudahlah, kita harus segera berangkat atau kita akan terlambat. Dimana Okaa-sama dan Otou-sama?"

"Mereka sudah menunggu dimobil."

"Tunggu apalagi? Ayo kita berangkat, Tsuki-chan."

Tetsuya menggandeng tangan adik kecilnya tersebut dan menariknya keluar dari rumah itu. Tanpa disangka, bibir Tetsuya memperlihatkan senyum yang amat sangat tipis. Hanya seseorang dengan mata yang sangat jeli yang bisa melihat lengkungan tipis dibibir Kuroko

0o0

Sorak penonton mendadak pecah ketika melihat sang mempelai perempuan –coret- mempelai laki-laki memasuki gedung tersebut didampingi oleh kedua orang tuanya, Kuroko Tetsuya. Kuroko memakai tuxedo berwarna putih, sama dengan milik Akashi.

Setelah Kuroko berdiri dihadapan Akashi, Akashi memperlihatkan senyum tulusnya kepada Kuroko, kemudian mengulurkan tangannya. Kuroko yang melihat itu membalas uluran tangannya dan dengan cepat Akashi menarik Kuroko kedekapannya.

Sesaat manik mata mereka saling beradu, crimson dengan biru langit. Kemudian Kuroko menoleh kearah sang pendeta dan mengangguk, tanda kalau mereka sudah siap.

Upacara pun dimulai, janji-janji mulai dilatunkan dengan fasih oleh kedua belah pasangan.

"Dan kalian yang ingin mengikat pernikahan ini, satukan tangan kalian." Kata pendeta itu pada akhirnya.

Akashi mengambil satu cincin yang ada dikotak berwarna merah.

"Tetsuya, terima cincin ini sebagai tanda cinta dan kesetiaanku padamu." Katanya dengan lembut lalu memakaikan cincin tersebut ke jari manis Kuroko.

Pipi Kuroko sedikit merona kala mendengar ucapan Akashi, ia pun melakukan hal yang sama dan memakaikan cincin tersebut di jari manis Akashi, "Sei, terima cincin ini sebagai tanda cinta dan kesetiaanku padamu."

Akashi mendekatkan wajahnya kearah Kuroko dan mencium bibirnya lembut. Ciuman ini hanya berlangsung beberapa detik.

"Semoga pasangan ini berbahagia!"

"Selamat!"

Mengabaikan sorakan para tamu, Kuroko memeluk Akashi, menyandarkan kepalanya didada bidang milik Akashi.

"Aku mencintaimu, Sei-kun." Kata Kuroko berbisik.

"Aku lebih mencintaimu, Tetsuya." Bisik Akashi tepat ditelinga Kuroko.

Dan mulai hari ini, nama Kuroko Tetsuya telah berubah menjadi Akashi Tetsuya.

Akashi dan Kuroko keluar dari gedung tersebut dengan orang-orang yang mengikuti dan malah mengerubungi mereka. Ada juga yang memberikan bunga kepada Kuroko, juga ada yang memberikan ucapan selamat langsung kepada dua insan yang baru saja dipersatukan dengan ikatan pernikahan ini.

Kuroko hanya bisa membalas ucapan mereka dengan ucapan 'terimakasih' diikuti senyum yang lebar dan tulus, jarang untuk kita melihat ekspresi Tetsuya yang sekarang ini. Biasanya pemuda bersurai biru muda ini hanya akan menunjukan ekspresi wajah sedatar tembok Cina. Tapi entahlah, kali ini mungkin saking senangnya ekspresi Kuroko bahkan pecah. Tersenyum lebar, tertawa, bahkan ada sedikit air mata kebahagiaan diujung matanya.

Akashi menatap lekat kekasihnya yang sekarang menjadi istri (atau suami?) baginya ini. Melihat ekspresi senang di wajah Kuroko cukup untuk membuat hati Akashi senang dan ikut mengembangkan senyum tulus kepada tamunya—bukan senyum iblis yang biasa ia tampilkan.

Tentu saja, mereka harus mengabadikan moment ini. Mereka semua berfoto-foto. Ada foto Akashi dan Kuroko bersama dengan keluarga Akashi, foto Akashi dan Tetsuya bersama keluarga Kuroko, kemudian bersama teman-teman mereka. Bahkan para tamu pun tak lupa ikut berpartisipasi tak ingin ketinggalan.

Setelah puas dengan berfoto-foto, Akashi Masaomi—atau lebih tepatnya Ayahanda Akashi memerintahkan para tamu untuk segera menuju ke gedung resepsi yang letaknya bersebalahan dengan gedung tempat berlangsungnya pernikahan.

oOo

Akashi dan Kuroko berjalan bergandengan menuju gedung resepsi mereka. Letaknya tidak terlalu jauh, hanya berjarak beberapa meter saja dari gedung tempat berlangsungnya pernikahan mereka, jadi mereka tidak memerlukan mobil untuk mengantar.

"Ne, Sei.." Kuroko membuka suara, sekarang mereka telah berada di halaman gedung resepsi.

"Ada apa, Tetsuya?" Akashi menghentikan langkahnya. Dilihatnya Kuroko yang menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik poni panjangnya.

Kuroko menghembuskan nafasnya berat "Aku.. ingin memberitahumu sesuatu." Wajahnya ia dongakkan, matanya menatap mata Akashi penuh harap.

"Hmm?"

"Etto.. kau tau?" tanya Kuroko sedikit gugup dengan mata yang sedikit berbinar

"Tau apa, Tetsuya? Bahkan kau belum memberitahuku." Akashi terkikik geli melihat tingkah Tetsuya-nya. Dicubitnya pipi chubby Tetsuya gemas

"Sakit, Sei.." kata Kuroko setengah berbisik sambil mengelus pipinya yang merah bekas dicubit kekasihnya.

Akashi menempatkan tangannya dikepala Kuroko kemudian mengelusnya lembut. "Gomen, Tetsuya. Aku hanya tidak bisa menahan diri, kau terlalu menggemaskan apalagi dengan ekspresimu tadi."

Kuroko memejamkan matanya sejenak. Menikmati perlakuan Akashi. Kemudian matanya kembali menatap Akashi dengan pipi yang sedikit digembungkan, membuat Akashi benar-benar ingin melahap kekasih biru mudanya ini

Akashi mendekatkan wajahnya ke Kuroko, berniat mencium—

"Lihat? Siapa pengantin baru yang sekarang sedang pamer kemesraan disini." Ucap suara yang tiba-tiba menginterupsi.

Nya.

"Mou~ Sei-chan! Know your place. Aku tau kalian sudah menikah, tapi jangan memamerkannya. Apa kau ingin membuat kami iri?" suara lain berbicara

"Yo, Akashi!"

Akashi memandang sedikit jengkel kepada tiga orang laki-laki yang entah sejak kapan berada disampingnya. Gagal sudah rencananya.

Yang pertama, laki-laki tinggi dengan otot yang terbentuk sempurna di tubuhnya, Nebuya Eikichi.

Yang kedua, Laki-laki— tidak, Akashi masih ragu dengan gender orang ini. yang tinggi dengan bulu mata lentik menghiasi matanya, Mibuchi Reo

Yang ketiga, Hayama Koutaro, laki-laki berambut kepirangan dengan wajah yang selalu ceria— tunggu, kali ini ia lumayan pendiam tidak seperti biasanya.

"Kalian bertiga— bukankah sedari dulu sudah kuperingatkan untuk tidak menganggu kegiatan privasiku." Kata Akashi dengan nada tajam dan mengancam.

"Ma ma, Sei-chan. Maaf kalau kami menganggu. Kami hanya iseng." Mibuchi buka suara

"Salahkan dirimu yang tidak menyambut kami barusan. Oh ayolah, kami sudah jauh-jauh datang ke Inggris dan si tuan rumah malah mengabaikan kami." Tambah Nebuya

Ekspresi wajah Akashi berubah menjadi datar dan biasa, " Sumimasen, kalau aku mengabaikan kalian, dan Kotarou, ada apa dengan tanganmu yang diperban itu?"

Akashi tidak cukup buta untuk mengabaikan perban yang melilit pergelangan tangan kiri Hayama.

Yang ditanya malah tertawa, ia mengangkat tangan kirinya, ada perban yang melilit dipergelangan tangannya. "Ahh.. ini? Hanya kecelakaan kecil."

"Bisa tolong kau jelaskan, Kotarou." Jelas-jelas bukan permintaan, melainkan perintah. Yah, sebenarnya Akashi sedikit khawatir dengan mantan rekan tim basketnya saat di SMA dulu ini.

Sementara Kotarou menjelaskan ceritanya. Kuroko memandang jengkel kepada Akashi dan temannya yang sedang sibuk sendiri. Lagi-lagi, keberadaannya dilupakan.

Menyebalkan, padahal aku ingin memberitahu sesuatu yang penting.

Perlahan, agar tidak ketahuan, Kuroko memisahkan diri dari Akashi. Tadinya ia berniat menghampiri Ibunya yang sedang berbincang dengan rekannya. Tapi tiba-tiba, mata Kuroko menangkap sosok pirang yang sedang berjongkok sambil memandangi tanaman mawar merah yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Kise-kun.

Kuroko menghampiri makhluk pirang tersebut. Dilihat dari raut wajahnya, Kise seperti sedang melamun. Matanya menatap mawar mewah yang sedang ia raba, terlihat menerawang.

"Ehm, Doumo, Kise-kun." Kuroko berusaha memecah keheningan, kali ini suaranya sedikit ia tinggikan, cukup membuat makhluk pirang tersebut sedikit tersentak dan terjungkal dari posisi jongkoknya.

"Kurokocchi! Jangan mengagetkanku seperti itu-ssu!"

"Sumimasen, Kise-kun. Aku tidak mengagetkanmu. Aku sudah berada disini beberapa detik yang lalu tapi kau malah tidak menyadari keberadaanku."

Kuroko mengulurkan tangannya, membantu Kise berdiri. Setelah berdiri, Kise menepuk jas hitam yang sedikit kotor akibat terjungkal barusan.

"Kau melamun, Kise-kun. Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Kau bisa cerita padaku seperti biasa. Mungkin aku bisa membantu."

Hehe.. seperti biasa.. ya? "Tidak apa-apa Kurokochhi! Mungkin aku hanya kelelahan!"

Hening.

Suasana mendadak terlihat canggung bagi mereka berdua sesaat. Hingga sebuah suara memecah keheningan diantara mereka.

oOo

"Beruntung reflekmu bagus, Kotaro. Sehingga anjing itu tidak menyerang wajahmu atau bagian yang vital lainnya. Berterimakasihlah padaku yang dulu telah membuat latihan untuk mengasah gerak reflekmu." Akashi akhirnya tau penyebab luka ditangan Hayama.

Hayama bilang, kemarin, setelah ia sampai di Inggris, ia berjalan-jalan disekitar untuk sekedar melihat-lihat. Tiba-tiba, matanya teralihkan oleh seekor anjing dipinggir jalan yang kejang-kejang seperti sedang sekarat. Entah mengapa hati Hayama merasa kasihan, ia mendekati anjing tersebut kemudian mengelusnya. Tak lama, tiba-tiba anjing tersebut melotot, bangun dan langsung menyerang Kotaro. Sontak Hayama langsung melompat kebelakang sambil menutupi wajahnya dengan tangan kirinya. Tadinya anjing tersebut berniat menyerang wajah Hayama. Dan pada akhirnya anjing tersebut menggigit tangan Hayama, memang tidak terlalu dalam tapi cukup membuat Hayama berteriak kesakitan, mengundang perhatian beberapa pejalan kaki disekitar. Beberapa orang mendekati Hayama untuk menolong, muncul juga polisi yang langsung menembak beberapa kali anjing tersebut hingga mati. Sementara Hayama yang dilanda syok perlahan kesadarannya memudar.

Hayama terbangun di sebuah ruangan putih dengan bau khas obat-obatan yang menyengat.

Rumah sakit? Kenapa?

Ia melihat tangan kanannya yang tertancap jarum infus sedangkan tangan kirinya yang terbalut perban. Ia ingat sekarang

Aku diserang anjing gila. Sial.

Pintu ruangan itu pun terbuka, terlihat seorang suster datang dan langsung memeriksa keadaan Hayama. Beruntung Hayama lumayan mengerti bahasa Inggris jadi ia bisa menjawab serentetan pertanyaan yang diajukan oleh sang suster, walaupun tidak terlalu lancar juga.

Hayama bilang ia ingin pulang, karena teman baiknya akan menikah esok hari dan ia ingin bersiap-siap, ditambah kedua temannya, Mibuchi dan Nebuya pasti akan mencarinya karena berjalan-jalan terlalu lama. Tapi suster itu melarangnya, ia bilang ia harus melakukan pemeriksaan yang lebih detail lagi, takut-takut anjing tersebut terkena virus berbahaya atau apa. Hayama menolaknya, tentu saja. Bahkan ia sempat berdebat selama satu jam dengan suster tersebut. Pada akhirnya Hayama diizinkan pulang dengan syarat bila ia merasakan sesuatu yang aneh dan ganjil, Hayama harus segera memeriksakannya ke Rumah sakit

Perhatian Sekali.

Bahkan pacarnya tidak pernah seperhatian ini padanya.

Tunggu, bukannya selama ini aku tidak pernah berpacaran?

Dalam perjalan pulang ke hotel, Hayama baru sadar kalau selama ini dia Jones. #okeiniabaikan#

Kembali ke cerita— Akashi melirik kesebelahnya, ia baru sadar kalau selama ini Tetsuya-nya tidak ada disisinya.

Manik crimsonnya menyapu keseluruhan pemandangan taman digedung resepsi tersebut, dan pandangannya terhenti ketika manik nya menangkap sosok bersurai biru muda yang sedang berdiri berhadapan dengan sosok makhluk lain bersurai kuning. Mereka tidak terlihat mengobrol, hanya saling memandang.

Ahh, Akashi tau.

Buru-buru ia menghampiri mereka, "Tetsuya, kemana saja kau. Bukankah sudah pernah kubilang jangan tiba-tiba menghilang tanpa seizinku jika sedang bersamaku?"

Kuroko menatap sosok yang baru saja menghampirinya, "Gomen, Sei. Kau terlihat sedang asik mengobrol dengan mereka, aku tidak mau menganggu."

"Hmm.. dan Ryouta, kenapa kau tidak masuk kedalam? Yang lain sudah berada didalam, pestanya sudah dimulai."

Akashi menatap Kise tajam begitupun sebaliknya. Dan entah mengapa atmosfernya menjadi berat, membuat Tetsuya tidak nyaman.

"Ehem!" Tetsuya berdehem, mencoba memecah suasana berat diantara mereka.

"Kise-kun? Apa tidak ada yang ingin kau bicarakan lagi padaku?" tanya Tetsuya pada Kise

"Aku hanya ingin bilang.. Selamat, semoga kau bahagia." Katanya sedikit canggung. Kise menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal itu. Sambil mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman. Sedangkan Tetsuya tersenyum sambil membalas uluran tangan Kise

"Terimakasih, Kise-kun. Kau juga, harus cepat-cepat menyusul."

"Haha.. terimakasih Tetsucchi! Kalau begitu.. aku masuk dulu! Ja~" Kise melepas uluran tangannya kemudian berlari masuk kedalam.

"Ne, Tetsuya. Aku ada permintaan untukmu." Kata Akashi tiba-tiba

"Apa itu, Sei? Selama aku mampu akan aku lakukan."

Seringai muncul dibibir Akashi, membuat Kuroko sedikit merinding kala melihatnya. "Eh? benarkah itu, Tetsuya? Apapun selama kau bisa."

Tetsuya mengangguk ragu.

"Kalau begitu, ikut aku." Perintah Akashi, berjalan selangkah lebih depan dari Kuroko, sedangkan Kuroko dibelakang membuntutinya sambil berdoa semoga Akashi tidak menyuruhnya untuk melakukan hal yang aneh-aneh.

oOo

"Apa ini, Sei?"

Kuroko menggeram, tangannya dikepal kuat-kuat. Rasanya ingin sekali meng 'ignite pass' makhluk merah yang ada disampingnya ini.

"Diamlah Tetsuya, bukankah kau bilang kau akan memenuhi apa yang aku inginkan. Kau terlihat lebih manis sekarang."

Perempatan siku-siku muncul disudut kening Kuroko.

What the Hell.

Kesal, marah, dan malu. Itulah perasaan Kuroko saat ini.

Bagaimana tidak kesal dan marah. Ternyata kekasih absolute nya ini memintanya untuk memakai gaun pengantin wanita dalam pesta. Sekali lagi, GAUN PENGANTIN WANITA!

Malu! Mau ditaruh dimana wajahnya sekarang. Jelas-jelas gendernya ini positif mutlak dan pasti laki-laki. Disuruh memakai pakaian perempuan. Apalagi gaun pengantin. Hell no!

Saat ini Kuroko memakai gaun perempuan berwarna putih dengan potongan dada yang rendah, mengekspos bahu dan leher jenjangnya. Panjang gaun tersebut juga tidak biasa. Dikepalanya terpasang veil yang cukup panjang berwarna putih. Ia juga memakai high heel. Benar-benar cantik dan manis dan mirip sekali dengan perempuan. Bukan, bahkan perempuan pun kalah manisnya dengan Kuroko.

"Aku menarik kembali kata-kata ku, Sei." Kata Kuroko kesal sambil mempertahankan ekspresi flatnya.

"Tidak bisa. Dan sudah terlanjur." kata Akashi dengan senyum kemenangan terpampang jelas diwajahnya, membuat Kuroko ingin melepas sepatu high heel yang ia pakai dan menancapkannya ke jidat Akashi.

"Ayo masuk Tetsuya, jangan membuat orang-orang menunggu. Kita yang jadi bintangnya malam ini."

Mereka sudah berada didepan pintu Aula utama.

Dengan sangat dan amat terpaksa, Tetsuya melangkahkan kakinya masuk keruangan tersebut dengan Akashi tepat berada disampingnya, sambil menggandeng tangannya.

Menunduk. Sebisa mungkin wajahnya yang sekarang warnanya berubah seperti tomat ia sembunyikan.

Sesaat tamu-tamu yang ada diruangan tersebut terdiam. Terpukau dengan pemandangan yang tersaji dihadapan mereka.

Sesosok bidadari baru saja turun dari surga.

Saat pasangan ini berjalan menuju tujuannya mereka dihadiahi oleh tepuk tangan, sorak, dan siulan yang ditunjukan kepada Kuroko.

Sei.. Awas kau!

"Mou~ Tecchan! Aku tidak tau kalau ternyata selama ini anakku sangat cantik dan manis." Kata Ibu Kuroko

"Ara-ara- Pantas saja Sei-chan tergila-gila padamu, Tecchan!" tambah Ibu Akashi

Sedangkan Kuroko hanya bisa bersembunyi dibalik punggung Akashi saking malunya.

"Tidak apa-apa Tetsuya. Lagipula mereka ini keluarga dan teman-teman kita. Kau tidak perlu malu." Bisik Akashi.

Jelas saja kau tidak merasa malu Sei-kun. Karna aku disini yang sedang dipermalukan!

Seijuuuro dan Kuroko kini sudah berhenti didepan kue pernikahan mereka yang besarnya sampai bertingkat-tingkat.

Akashi mengambil pedang panjang yang letaknya disamping kue untuk memotong kue tersebut. Bersama-sama, tangan Akashi dan Kuroko membelah—memotong kue tersebut.

Akashi menempatkan kue yang sudah ia potong kecil dipiring kemudian memakannya sendiri.

"Aku juga mau, Sei." Pinta Kuroko

Akashi malah memakan kue tersebut, mengunyahnya.

Menatap Tetsuya-nya, tangan Akashi bergerak— mengangkat sedikit dagu Kuroko. Wajahnya mendekat, mencium—bukan, lebih tepatnya memindahkan kue yang Akashi makan tadi ke mulut Kuroko.

Menyadari hal tersebut, Pipi Kuroko langsung bersemu merah. Sambil mengunyah makanan yang telah 'disuapi' Akashi. Benar-benar, sekarang Tetsuya terlihat seperti seorang gadis yang sedang malu-malu kucing, manis sekali.

"Bagaimana, Tetsuya? Bukankah rasanya dua kali lebih enak?" tanya Akashi dengan nada menggoda.

Yang ditanya malah menyembunyikan wajahnya malu.

Setelah acara potong kue, acara dilanjut dengan dansa. Musik disko mengalun meriah diaula tersebut. Para tamu berdansa, tak terkecuali dengan Akashi dan Kuroko.

Acara berjalan mulus, sampai suara teriakan tiba-tiba menginterupsi kegiatan mereka.

"Oi Hayama! Apa yang kau lakukan, turun dari situ, BERBAHAYA!"

Suara Nebuya membuat pandangan para tamu beralih kepadanya. Nebuya sedang berteriak kepada seseorang dilantai dua, dan para tamu mengikuti arah pandangnya.

Terlihat laki-laki pirang yang dipanggil Hayama ini sedang duduk dipinggir balkon lantai dua dengan wajah linglung. Hampir jatuh.

Dan didetik selanjutnya, dapat terlihat kalau tubuh tersebut yang sudah kehilangan keseimbangan miring dan langsung jatuh kebawah menghantam meja panjang yang penuh dengan makanan, membuat meja tersebut hancur terbelah menjadi dua.

"Panggil ambulan cepat!"

Para tamu berteriak, panik. Mibuchi mendekati Hayama yang sepertinya setengah sadar.

"Hayama apa yang kau lakukan?! Kau ini bodoh atau apa?!" tanya Mibuchi emosi dan khawatir.

Mibuchi membalik tubuh Hayama yang membelakanginya, dilihatnya wajah Hayama yang.. lain. Tidak seperti Hayama biasanya.

"Hayama, kau—"

Belum sempat Mibuchi melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Hayama langsung bangun dan menyerang, lebih tepatnya menggigit leher Mibuchi. Mibuchi membulatkan matanya kaget.

Gigitan Hayama cukup dalam. Sambil menggigit, Hayama menarik leher yang ia gigit itu. Darah dan daging tersebar, sedangkan Mibuchi yang digigit langsung tumbang.

Para tamu berteriak makin panik.

Hayama bangkit, mendekati salah satu tamu yang tak jauh darinya kemudian mulutnya memuntahkan darah dan daging milik Mibuchi ke wajah tamu tersebut. Membuat tamu itu berteriak semakin histeris, seketika stuck— lupa untuk lari.

Para tamu berhamburan, berusaha menyelamatkan diri, saling menabrak, tidak memperdulikan apapun selain menyelamatkan nyawa diri mereka sendiri.

Sialnya kepanikan tamu-tamu itu membuat Akashi dan Kuroko terpisah.

Dalam kepanikan, mata Akashi menisik seluruh ruangan, berlari kesana-kemari mencari sosok kekasihnya.

Sial, Akashi lupa, kalau kekasihnya mempunyai hawa keberadaan yang tipis.

Sial sial sial.

Dan dimulailah kisah berdarah mereka berdua..

.

.

.

Oke ini perkenalan

maaf bila ceritanya kurang dimengerti dan kurang masuk akal, Author baru dan ini fic pertama saya. masih butuh bimbingan~