A/N : Halo semua! So I decided to make the new story! Sebenarnya aku udah punya banyak akun (dan ditelantarkan) -such a player-. Aku mengulang dari awal beserta nama, dan sebagainya! Jadi, 'mungkin saja' kalian pernah membaca fanfic-ku (aku hampir punya lebih dari 3 akun loh dan setiap akunnya punya banyak cerita, soo... terlebih yg NH freak karena dulu aku suka itu :3) tapi aku nggak bakal kasih tau nama akun yang lama~ Oh iya, aku mungkin akan melanjutkan fanficku yang Fairy Tail. Ditunggu aja ya :'). Oke mungkin terlalu panjang untuk author notesnya. Selamat membaca! Wajib membaca warning dahulu sebelum membaca ceritanya! Happy reading :)


.

.
~ Crypton Life ~
Disc : Yamaha Corp
Pairing : Len x Rin (NOT INCEST)
Genre : Romance, Friendship, Slice of Life
Rate : T
Warning : LenXRin! Typo(s)!
Note : Sekali lagi ditekankan, di dalam cerita ini Len dan Rin sama sekali tidak ada hubungan darah. Jadi bagi yang tidak suka dengan pairing ini, bisa stop scroll dan klik tombol back.

.

.


[ RIN POV ]

Halo kalian! Perkenalkan, namaku Rin Kagamine. Aku adalah anak tunggal, satu-satunya anak. Uh, menyedihkan ya? Mm, tapi kehidupanku bisa kubilang enak. Maksudku, dalam bidang finansialnya lho ya. Aku dititipi oleh ibuku dua maid yang cantik dan pengertian dari dua tahun yang lalu. Masih terbilang cukup baru. Tapi aku menganggap mereka sudah seperti kakak kandungku saja. Nama mereka adalah Hana dan Rena. Mereka jago memasak, pintar bersih-bersih, pokoknya perfect deh! Sayang, masih single. Mungkin karena tuntutan pekerjaan, mereka malah mengorbankan hidup mereka untuk menjagaku. Tck, aku kan tidak perlu di perlakukan seperti itu. Kecuali kalau aku orang penting seperti Duchess Kate misalnya.

Eh, meskipun begitu, ibuku jarang sekali memanjakanku. Mungkin dia bisa menyanggupi segala kebutuhanku, tapi untuk masalah sekolah, oh hell no! Ketahuan bermain laptop jam sebelas malam, aku akan dicoret dari kartu keluarga. Ibuku orangnya strict sekali. Pulang tidak boleh lebih dari jam sembilan malam, dan tentunya harus meminta izin terdahulu jika ingin pulang malam. Sehabis makan, cuci piring sendiri. Tiap pagi ibuku akan mengecek kamarku dan jika berantakan, aku harus membersihkannya dan itu akan membuatku telat ke sekolah! Benar benar menjengkelkan.

Dan sekarang, aku naik ke sekolah yang lebih tinggi yaitu SMA. Aku pikir SMA bisa bebas sehingga aku meminta ibuku agar SMA ini aku tidak dikekang. Dan tentu saja, ibuku menyanggupinya. Dan kau tahu, keesokkan harinya ibuku bilang aku akan masuk ke CHS ; Crypton High School. Dan aku jelas sekali menentang hal ini. Kenapa?

1) CHS adalah sekolah yang kelewat mewah, elite ; oke bisa kujelaskan. Maksudku, mungkin aku memang terbilang orang yang berada, tapi jika aku dibandingkan mereka, aku hanya seperti upil. Benar!
2) CHS ada di Tokyo dan aku tinggal di Hokkaido. Kau tahu apa itu artinya? Ibuku membelikanku apartemen mewah tapi tetap saja- aku harus tinggal sendiri, tanpa Hana dan Rena yang menjagaku.
3) Selain kelewat mewah, CHS juga penuh dengan orang-orang kelewat pintar ; ini sungguh loh. Kalau mau masuk sini, setidaknya otaknya harus encer seencer-encernya. Cuma berduit? Jangan harap! Yang ada kamu akan dibully habis-habisan disana. Dan aku? Aku tidak pintar! Um, tidak bodoh juga. Tapi, jika aku dibandingkan mereka, mungkin bukan seperti upil lag, melainkan satu sel otak. Benar, seberapa kecilnya aku itu? Aku harus menjaga mentalku agar tidak jatuh saat dibully.
4) Pembullyan! Sekolah favorit manapun, sepintar dan seterkenal apapun, pasti ada yang namanya tukang bully! Dan tahu tidak bagaimana jika si tukang bully ini kaya, cerdas, pintar, dan punya banyak teman? Aku harus menggali kuburanku dulu.
5) Least but not last, VOCALOID! Iya, Vocaloid! Ini adalah vocal group yang paling digemari seantero Jepang atau bahkan luar Jepang- aku tidak begitu yakin sih karena selera kami tuh sedikit aneh. Dan ketujuh-tujuhnya berada di Crypton! Mereka memang sudah dari SD di Crypton, jadi jangan kaget kalau mereka kelewat populer. Ini mengesankan! T-tunggu, maksudku ini menjengkelkan! Karena aku tidak mau satu sekolah dengan public figure.

Tapi lebih baik kita potong dulu karena aku SUDAH HARUS pergi sekarang juga. "Ibu aku akan merindukanmu," aku 'cipika-cipiki' dengan ibuku. "Aku sudah memastikan semua barangku tidak ada yang tertinggal."

"Baiklah, pokoknya Ibu tidak mau mengantarkan lagi barang kamu yang tertinggal! Bagaimana dengan boneka jerukmu?"

"Sudah!"

"Kartu ATM-mu?"

"Itu juga!"

"Peralatan sekolah? Seragam?"

"Sudah-sudah ibu."

Ibuku menarik napas. "Baiklah kau boleh pergi sekarang."

Helikopter sudah menungguku. Aku tersenyum melambaikan tanganku pada keluargaku yang tercinta. Oh ya, jika kalian bertanya tentang ayahku, dia sedang sibuk tapi dia tahu aku sekolah di Crypton. Aku memasuki helikopter dan aku melihat mata ibuku berkaca-kaca. Wah aku tidak pernah melihat Ibuku menangis seperti itu. Yah tapi dia yang memilihku untuk masuk Crypton.

Aku harap aku punya banyak teman disana.

"Jadi kamarmu nomor 107, Ms. Kagamine," seorang pelayan membukakanku pintu dan terlihatlah kamar apartemen yang sangat bagus. "Semua sudah kami cek dan semua baran berfungsi secara baik! Jika ada keluhan ataupun saran, anda bisa menelpon bagian Office di nol satu. Terima kasih dan semoga hari Ms. Kagamine menyenangkan!"

Dan dia menutup pintunya.

Aku bahkan belum memberikan dia tip atau membalas sapaannya. Biarkanlah! Um, jadi ini adalah kamarku yang akan kutiduri selama 3 tahun. Iya, disini. Kalian penasaran? Baiklah! Jika kalian masuk ke kamarku, dihadapan kalian ada TV led 32 inch dan dua sofa yang sangat empuk bagaikan marshmallow. Disitu ada beberapa rak kosong tapi tak berdebu. Oh ya, kamar ini mengusung gaya vintage. Itu aku yang minta. Hmm lalu ada beberapa bunga asli maupun palsu, juga ada lukisan-lukisan indah dan 'tidak menyeramkan'. Lalu kita masuk ke bagian dapur. Dapurnya terbilang kecil dan sempit, tetapi memiliki peralatan yang 'wah'. Oven, microwave, blender, pan, everything! Mangkuk kecil sedang dan besar. Bahkan gelas kaca untuk tamu pun tersedia hingga sembilan gelas. Oke, kita beralih ke ruangan yang sedari tadi tertutup. Oalah ternyata itu hanya sebuah sofa hitam dan dibawahnya karpet berbulu. Disitu ada piano yang terbilang kecil. Nah, di dekat ruangan yang barusan kita bicarakan, itu adalah tempat tidurku! Yay! Tempat tidur berukuran queen dan karpetnya yang berbulu. Dua lampu vintage didekat kasur itu. Pokoknya bagus deh! Aku mengintip ke bagian kamar mandi dan as expected, satu bath tub, satu shower, satu kloset duduk, perangkat mandi dari sabun hingga lulur, wastafel. Tapi, ada yang kurang...

Stop kontak! Yeah! Ini minus dari apartemen ini! Stop kontaknya sedikit sekali! Bahkan letaknya tidak di spot yang bagus. Ah menjengkelkan. Tapi tidak apa-apa. Aku punya powerbank. Aku merebahkan diri di kasur. Besok adalah hari pertamaku masuk. Hari pertamaku menjalani anak SMA. Aku melihat handphone-ku. Wallpapernya satu orang yang sangat kukagumi.

Kagamine Len.

Ah kenapa ya aku bisa kagum dengannya? Apa karena nama kami berdua ada Kagamine-nya? Oh bukan, Kagamine adalah nama belakang yang sangat sering dipakai. Mungkin di setiap sekolah akan mempunyai orang yang nama belakangnya Kagamine. Tapi ini sebuah kebetulan kan namaku bisa sama dengannya :P. Suaranya? Bisa jadi. Good Looking? Oh yes, mungkin dia shota tapi ya~ Siapa sih yang tidak mau dengannya? Um... kelakuannya baik? Sejauh yang pernah kustalk, dia tidak pernah merokok, minum, ngeclub, atau ngejudi. That's really my type. Atau... memang semua anak Vocaloid tidak merokok atau minum ya? Mungkin mereka sadar diri.

Aku lelah. Aku ingin tidur. Maafkan aku. Sampai ketemu besok.


[ AUTHOR POV ]

Rin menyalakan handphone-nya di tengah kegelapan. Dia melirik sudah jam berapa sekarang. "Jam lima?" Rin terduduk dan berjalan menyalakan lampunya. Karena ini aalah hari pertamanya, dan akan ada upacara penerimaan anak baru (dan maaf, di Crypton tidak ada MOS), Rin tidak akan membuat namanya jelek di hadapan seniornya. Siapa tahu, salah satu dari mereka bisa diembat Rin /disumpelin jeruk/. Rin pun mengambil handuk dan bergegas mandi. Setelah mandi, dia memakai baju seragam Crypton. Sebenarnya seragamnya biasa saja. Seperti seragam SMA biasa. Lengannya panjang, roknya selutut dan kaus kakinya juga selutut. Katanya sih buat meminimalisirkan hal-hal yang tidak diinginkan (iykwim). Dasinya juga seperti biasa. Palingan yang berbeda hanyalah betnya saja. Berlogo Crypton.

Rin memasak nugget lalu memakannya. Kemudian dia mengambil tasnya dan memasukkan kakinya ke dalam sepatu hitam yang mengkilap. Dia melirik jam dinding dan jam dinding menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Dia pun meninggalkan kamarnya. Tak lupa mengunci pintu. Dia memasukkan kunci kedalam tas bagian depan dan berjalan menuju lift.

Rin menekan tombol G dan lift pun turun dari lantai sepuluh. Tapi tiba-tiba berhenti di lantai delapan. Ternyata, ada seorang anak dengan masker dan jaket bertopi dengan seragam Crypton juga. Rin hampir tidak bisa melihat wajah anak itu. Yang ia tahu, dia perempuan, dan anak Crypton. Anak itu menekan tombol G.

"Ah, sudah dipencet ya?" katanya pelan.

Rin tersedak mendengar suaranya jika dia minum sekarang. Tapi karena dia tidak menelan apapun, dia tidak jadi tersedak. "I-iya..." Rin merasa familiar dengan suara perempuan ini.

Tapi tunggu, darimana dia mendengar suara ini? Atau jangan-jangan...

"K-kau anak crypton?" tanya Rin mencoba berbasa-basi.

"Oh, ya," jawabnya.

"Apa kau... Gumi-san?" Rin mencoba memastikannya.

Dia terdiam. "Maaf?"

"Ah, bukan ya maaf ya," Rin menunduk malu karena dia memang benar-benar suka Vocaloid. Tapi mengingat kejadian yang baru saja terjadi beberapa detik yang lalu, membuatnya malu. "Tapi kita kan satu sekolah, jadi bisa kita pergi bareng?"

"Tentu."

Lift pun terbuka. Mereka berdua keluar dari lift dan menitipkan kartu kepada penitipan kartu. Selama di perjalanan, mereka tidak berbicara sama sekali. Canggung. Mereka akan naik kereta menuju stasiun Crypton setelah ini. Rin melirik anak perempuan yang lebih tinggi darinya. Dia benar-benar tertutup. Berjaket, masker.

"Boleh kutahu, kenapa kau mengiraku Gumi?" tanyanya pelan, hampir seperti berbisik.

"Suaramu," jawab Rin sambil tersenyum. "Suaramu mirip sekali dengannya. Bahkan sama."

Anak itu melirik Rin. Kemudian tidak membalas perkataannya. Rin hanya tersenyum dan berpikir bagaimana cara mencairkan suasana. "Oh ya, kau kelas berapa?"

"Kelas satu," jawab anak itu. "Kita di level yang sama kan?"

"Iya," balas Rin.

Anak itu terdiam sebentar. Dia menepuk pundak Rin pelan.

"Ada apa?"

Anak itu tidak menjawab, melainkan menarik rambutnya dan menunjukkan rambutnya ke Rin. Rin yang merasa aneh dengan perilaku anak ini, memasang wajah bingung. Apaan nih, gue mau disantet ceritanya? pikirnya.

Tapi setelah dilihat lagi, warna rambutnya adalah hijau. Hijau adalah warna rambut Gumi. Berarti...

Rin terbelakak melihat Gumi yang menarik maskernya lalu tersenyum manis. Ya Tuhan mimpi apa semalam si Rin. Di hari pertama dia sudah bertemu dengan artis yang di idolakan meskipun tidak sebesar Len. Tapi ini suatu keajaiban! "K-kau benar-benar..."

Gumi tersenyum. Dia menarik topinya. "Hai kamu. Iya, aku Gumi. Aku awalnya tidak berniat untuk menunjukkan siapa diriku, tapi setelah kau menebakku karena tahu suaraku, rasanya kau fans Vocaloid banget ya?"

Rin tertawa. "N-nggak juga sih! Kepikiran aja, haha."

Gumi cekikikan. "Kita satu apartemen loh, mungkin kita bisa jalan bareng kalau mau ke sekolah?" tawarnya.

Siapa yang nggak mau jalan ke sekolah bareng idola? Siapa? SIAPA? "B-boleh! Tapi nggak apa-apa nih?"

"Hah? Ya nggak apa-apa," tawanya.

Rin ikut tertawa mendengarnya. Hebat sekali. Ini benar-benar hebat. Tidak pernah terbayang oleh Rin bisa bertemu dengan salah satu anggota Vocaloid di pagi-pagi buta di lift. Rin harus mencatatnya di diary bahwa dirinya bertemu dengan Gumi jam setengah tujuh pagi di lift saat ingin berangkat sekolah.

Gumi memandangi Rin. Lalu tersenyum. "Kau lupa sesuatu?"

"Um... tidak?" Rin menaikkan alisnya.

Gumi menghela napas. "Tanda tangan atau foto?"

Oh ya Rin baru ingat, Vocaloid adalah vocal group yang memang sangat bagus dan jarang berkeliaran di luar publik. Dan Rin salah satu orang yang beruntung bisa bertemu dengan Gumi. Tapi, kalau ia terka lagi, Rin tidak butuh tanda tangan atau foto mereka. "Tidak, aku tidak terlalu menginginkannya. Tapi jika kau mau-

"Tidak tidak!" potong Gumi dengan cepat. Ia langsung merangkul pundak Rin dan tersenyum. "Kita teman. Aku teman. kau teman. Jadi, jangan menganggapku suatu yang wah atau hebat, ya?"

Keajaiban yang lain datang! Diajak berteman oleh idola? Meleleh Rin maz :'(

"Iya, kita teman!" Rin balas merangkul Gumi.


[RIN POV]

Upacara penerimaan siswa baru memang membosankan. Aku sampai ngantuk mendengar pidato dari ketua OSIS di Crypton. Ah, rasanya ingin tidur dan bermimpi indah. "Ya jadi kalian datang kesini itu untuk menuntut ilmu, bukan mencari gebetan apalagi musuh. Eh gebetan boleh sih, yah cuma jangan kelewatan lah ya," ujar sang ketua osis yang tak aku kenal. Aku melihatnya dengan wajah mengantuk-antuk.

"Baiklah pidato sekian sampai sini. Sampai jumpa dan semoga harimu menyenangkan!" Ketua osis itu menyudahi pidatonya dengan tepuk tangan meriah. Serius ditepuk tanganin? Apa mereka benar kagum dengan pidatonya, atau hanya sekedar simpati atau bahkan mereka tidak sadar melakukannya dan hanya ikut-ikutan? "Baiklah kita langsung lanjut saja ke klub di Crypton ini. Klub Crypton terbagi menjadi dua, resmi dan non-resmi."

Ketua Osis itu mengode temannya yang mengatur presentasi dijawab dengan anggukan sang operator. Layar pun muncul. "Ini ada klub resmi. Basket, sepakbola, craft, lukis, sastra inggris, sastra Jepang, blah... blah... blah...," ketua osis itu berkomat-kamit mengucapkan klub resmi yang entah sampai kapan berakhir. "Dan yang terakhir renang," bagus, ia mengakhiri dengan olahraga yang sangat kusuka. Mungkin saja aku akan ikut ekskul itu. Tapi lihat nanti.

"Sedangkan klub non-resmi yang berarti klub ini dibuat sepenuhnya oleh siswa dan 50% difasilitasi oleh sekolah. Ada kira-kira empat klub non-resmi. Untuk mengikuti klub ini, kalian setidaknya mengikuti audisi atau admissionnya. Ada Harajima, klub inti sastra Jepang yang benar-benar privat dan berguna. Hanya ada dua puluh orangan di klub ini termasuk alumni. Mereka berpatisipasi dalam berbagai acara sekolah bernuansa Jepang. Kami hanya bisa membantunya. Lalu ada Vocaloid..."

"Astaga!"

"Vocaloid itu klub?"

"Ya ampun!"

Aku memandang mereka yang tampaknya tersenyum sumringah. "Vocaloid itu klub?"

"Iya," jawab Gumi enteng.

"Aku kira-

"Kami juga vocal group," potong Gumi cepat.

"Ada berapa orang di Vocaloid?"

"Hanya tujuh," cengir Gumi.

Tujuh? Itu terlalu sedikit untuk klub non-resmi. "Kau tidak berniat untuk merekrut anggota?"

"Hmm?" Gumi memandangku lekat-lekat. "Kalau kau ingin masuk ke Vocaloid-

"T-tidak terima kasih!" aku memalingkan muka. Aku tidak mau ikut Vocaloid kok, aku tahu diri. Iya. "Aku bertanya karena tujuh anggota itu terlalu sedikit untuk klub."

Gumi tertawa. "Benar juga. Kami akan mengadakan audisi dan merekrut satu orang. Kau mau ikut?"

"Tidak."

"Ya ilah, kukira kau tertarik," cibir Gumi.

Aku hanya tertawa. Dan saat ku memandang ke belakang, banyak orang-orang melempar glare yang mematikan yang membuatku takut. "H-hey, Gumi... kenapa mereka semua terlihat menyeramkan?"

Gumi tertawa. "Karena kamu dapat berbicara dengan anggota Vocaloid."

Aku menaikkan alis kananku. "Memangnya mereka tidak bisa berbicara denganmu?"

"Bisa tapi tidak se-friendly kita," Gumi mengedipkan matanya. "Tapi aku berteman denganmu ikhlas lho ya."

"Aku tahu itu."

"Baiklah," ketua osis itu berdeham. "Upacara selesai. Silahkan kalian kembali ke kelas masing-masing. Kalian sudah tahu kan kelasnya?"

"Oh iya aku lupa buka," aku mengambil lipatan kertas dan membuka. "Habis ini aku kelas biologi," ujarku.

Gumi tertawa. "Aku juga! Ayo kita ke ruang biologi sekarang!" ajak Gumi menarik tanganku. Kami jadi sorotan orang-orang karena 'seorang anak baru tak tahu malu ditarik oleh idola yang diidola-idolakan mati-matian oleh anak-anak disini'. Aku tidak tahu tapi Gumi itu jika dibandingkan Miku, kepopuleritasannya benar-benar beda jauh. Tapi jika aku diseret Gumi saja sudah seperti ini, apalagi kalau diseret Miku. Mungkin aku hanya tinggal nama :(.

"Aku heran sama mereka."

"Hmm?" Gumi bingung.

"Aku ditarik kau saja orang-orang sudah membenciku," keluhku.

"Oke, bukankah itu terlalu lebay?" Gumi tertawa. "Mereka hanya iri, that's all. Kau tidak perlu takut."

"Ehm, mungkin...," aku tersenyum.

Gumi tiba-tiba melambaikan tangannya.

"He?" aku mengikuti sorotan matanya. And this's shocking! Another vocaloid member!

"Hey, Gumi-cchin," sapa seorang wanita berambut pendek berwarna coklat dengan tubuh yang proposional, yang tak lain ini adalah Meiko-sama. Iya! Meiko-sama. Yang katanya punya hubungan dengan Kaito. "Habis ini aku tidak ada kelas. Mau ke kantin?"

"Nope!" bantah Gumi. "Aku ada biologi."

"Oh."

Meiko melirik ke arahku. Aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya. Aku pikir dia akan tetap diam, ternyata dia membalas lambaian tangannya. "Namanya Rin. Rin Kagamine," kata Gumi memperkenalkan Meiko denganku. Oke, ini hari terbaikku! Kuulangi HARI TERBAIKKU. Aku dikenalkan dengan salah satu member inti Vocaloid- yang tak lain adalah Meiko.

"Kagamine?"

"Bukan, bukan saudara atau siapa-siapanya Len," bantahku. "Dan senang berkenalan denganmu, Meiko-san,"

Meiko tertawa. "Hihihi baguslah kalau tidak ada hubungan saudara."

"Hah?" cengo, itulah aku sekarang.

Meiko berbisik. "Kau tahu sesuatu? Len itu, um... sedikit 'player'. You know lah... Jadi jangan salahkan aku kalau kau terjerat dalam jebakannya dan kau mati karena kekecewaan."

"Oh, begitu...," aku tidak suka cowo player. Oke, mungkin nama Len harus kuhapuskan dalam listku. Dan di listku, tidak ada siapa-siapa lagi.

"Well who knows," Gumi menarik napas. "Kalian itu mirip sekali. Mungkin aku bisa berteman denganmu karena kau mirip dengan Len?"

"Ah ya, bisa jadi. AKu tidak pernah bertemu dengannya," jawabku.

"Baiklah, Rinny-chan! Gumi-cchin! Aku mau pergi dulu. Bubye~," Meiko melambaikan tangannya. Rinny-chan katanya? A-aku dipanggil Rin-chan?

"Maaf ya, Meiko memang gemar sekali menambah-nambah nama belakang," kata Gumi sambil tertawa.

Aku menggeleng. "I don't mind at all."

"Wah, kalau gitu aku juga boleh ya memanggilmu, Rinny-chan!" Gumi merangkulku.

"Ya ya, terserahmu," balasku sambil tertawa.

"Oh ya speaking of nickname, Len itu dipanggil Lenny lho oleh Meiko," Gumi melemparkan senyum. Mendengar namanya aku tergelak. Feminim sekali.

"Eh, kalau gitu jangan panggil aku Rinny, aku jadi seperti kembarannya saja."

"Tidak apa-apa! Kau hanya perlu berteriak kepada dunia bahwa kau bukan saudaranya," kata Gumi dengan confident-nya.

"Tunggu, kenapa kita jadi ngomongin Len?"

Gumi tertawa. "Karena aku tahu kau tertarik dengan dia," ucapnya sambil menyenggol tanganku.

"Oh iya, sebelum mendengar dia adalah player."

Gumi cemberut. "Iya sih, kamu mau tahu siapa aja mantannya?"

"Siapa?"

"Ada banyak sekali! Meiko, Miku, dan Luka pun pernah masuk ke dalam daftar mantannya. Tapi yah, mereka baik-baik saja dan sekarang Miku punya Kaito. Meiko ngejomblo. Kalau Luka, entahlah, terakhir dia curhat kepadaku kalau dia diPHP-in sama Gakupo. Tapi nggak tahu juga sih," ujar Gumi dengan semangat.

"Mm... bagaimana denganmu?" tanyaku penasaran.

"Aku?" Gumi menatapku lalu tersenyum. "Pacar satu hari."

"SATU HARI?!"

"Duh, emang itu aneh ya? Maksudku, Len itu pacaran cuma dua minggu-an. Kalau aku sih satu hari langsung aku putusin. Karena aku tidak suka dengannya," cerita Gumi.

Aku mengangguk. Kami memasuki ruang biologi. "Nggak ada guru," ketus Michelle sambil keluar dari ruang bilogi. "Menyebalkan! Akan kusantet guru itu."

Semua siswa di kelas biologi pun kecewa. Banyak yang bilang guru biologi yang satu itu killer dan kalau sampai terlambat akan disantet /gak/, maksudku dicubit. Oke tenang, anak Crypton gak bakal lapor ke polisi kok /hem, no offense/.

"Baiklah, mau ke kantin?" tanya Gumi.

"Ah, ayo."

Gumi menarik lenganku dan berjalan menuju kantin. Kantinnya benar-benar hebat. Tahu restoran yang harga minimal per orangnya seratus lima puluh ribu? Nah ya, seperti itu kantin ini. Gumi mendekati sekumpulan orang yang sedang berbicara dan tertawa. Aku penasaran siapa mereka. Dan saat kulihat siapa yang didatangi Gumi...

"Crap," kataku otomatis dengan sangaat kecil.

"Crap?" seseorang berambut kuning langsung memandangku dengan tajam. No! I-itu... K-kagamine Len.

"Hah?" Gumi memandang orang itu.

"Tidak, sepertinya aku salah dengar."

Aku melihat ada enam orang di meja bersofa itu. Sial, itu vocaloid! Dan aku? Aku cuma bocah ingusan yang gak tahu apa-apa. "P-permisi. Sepertinya aku lancang sekali, ya?" aku baru saja membalikkan badan tapi di tahan oleh seseorang. Meiko?

"Rinny-chan kau mau kemana? Ayo duduk bersama kami," ujar Meiko dengan senyum lembutnya.

Meiko menarik kursi dan menyuruhku duduk disitu. "A-aku hanya siswi biasa j-jadi..."

"Dia siapa?" tanya seorang perempuan yang berambut hijau tosca itu.

"Kagamine Rin," jawab Gumi singkat.

"Uhuk!" Len tiba-tiba tersedak. "Air, air, gue butuh air! Cepetan!"

Laki-laki berambut biru gelap itu menjitak kepala Len. "Di depanmu tuh ada air. Lagian, lo bisa tersedak tanpa makan apa-apa."

"Namanya sama," komentar anak perempuan yang tadi bertanya 'dia siapa'. Iya, dia tak lain adalah Hatsune Miku, orang yang paling terkenal, top, populer di Crypton. Dia menjulurkan tangannya. "Disini Hatsune Miku," senyum Miku.

Aku mengambil tangannya dan menjabatnya. "Aku Kagamine Rin, dan biar kuklarifikasi lagi, aku dan Kagamine Len tidak ada ikatan darah."

"Semua orang tahu Kagamine Len itu anak satu-satunya," Len melipat tangannya.

"Oh ya, aku hanya bilang agar tidak ada salah paham. That's it," balasku kesal.

Len menatapku tajam. "Oh, Miss Crap." Aku langsung membalas tajam. Memangnya ada apa dengan kata crap.

"Apa? Kau tidak suka?"

"Tidak."

"OH urusi saja duniamu itu sendiri," aku melipat tanganku.

"Bodo amat."

BUG!

"K-kaito!"

Kaito menjitak kepala Len lagi. "Bersikap baik terhadap cewe," seru Kaito. "Maafkan aku ya, Kagamine-san. Namaku Kaito."

"Ya tidak apa-apa."

"Gak, gak kumaafkan."

Kami berdua menjawab bersamaan membuat kami saling memberikan death glare. Oke, pokoknya aku nggak bakal MAU suka sama Len. Nggak mau! Idih. Siapa tuh orang. Sombongnya minta ampun. "Berisik lo, diem!" teriakku.

Semua anggota Vocaloid tak terkecuali Len menatapmu. Aku langsung menutup mulutku. "Holy cheese!"

"A-aku permisi dulu!" aku langsung ambil seribu langkah meninggalkan anak-anak Vocaloid yang 'sepertinya' membenciku karena aku tidak menghormati salah satu anggota mereka. Sebenarnya sih aku tidak salah, iya, aku tidak salah. Anak itu memang butuh pelajaran. Aku ingin sekali menampar mukanya yang sok polos. Hey Len, aku udah tau kalau kau itu player. Jadi gak usah sok innocent gitu deh ya.

Au ah aku mau ke perpus dulu.


A/N : Finally! Haha! Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa REVIEW-nya. Aku akan update Insya Allah kira-kira setiap hari Minggu untuk fanfic ini! Makasih teman!