YOU'RE MINE!
Kai-centric with KrisHunHanYeol
Warning!
AU, OOC, CrackPair, Uke!Kai, Adegan menyerempet M-rated?
.
IF YOU DON'T LIKE IT, JUST KLIK [X]
-o0o-
Menjadi seorang CEO perusahan besar di usia muda bukanlah hal yang mudah. Dan seorang Wu Yifan sudah membuktikannya. Hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat saat memegang posisi ini. Tidak ada lagi Yifan yang suka main-main dan menghabiskan uang di club malam, balapan liar atau bahkan sekedar bermain wanita. Ah, ia tidak suka kaum mereka pula. Orientasinya memang agak menyimpang semenjak kenal dengan pemuda satu itu karena sebuah insiden tidak disengaja.
Siapa dia? Mungkin kalian bertanya-tanya. Dia adalah seorang pemuda bernama Kim Jongin. Yang kini berstatus sebagai pacarnya dengan usaha yang benar-benar tak mudah.
Yifan―mari kita panggil dia Kris mulai sekarang―sama sekali tak mengerti kenapa dia harus tergila-gila pada pemuda berkulit eksotis itu. Demi apapun, pemuda itu bahkan 5 tahun lebih muda darinya dan kini masih duduk di bangku SMA. Ha, apakah itu bisa disebut pedofil? Tidak tahu.
Asal tahu saja. Mungkin salah satu alasannya menyukai pemuda itu karena dia menarik. Dia berbeda. Kim Jongin―Kai bukanlah sosok manis dengan perilaku baik dan penurut. Sebaliknya. Pemuda itu agresif dan jauh dari kesan manis. Image-nya adalah sexy dan naughty. Benar-benar membuat Kris gila hanya dengan melihat senyum miring di wajahnya.
Oke? Ada apa ini? Kenapa dia jadi tiba-tiba membahas Kai?
Kris selalu sibuk, begitupun saat ini. Setelah menghadiri meeting, membaca laporan dan hal-hal lain yang seharusnya dilakukan oleh CEO akhirnya ia bisa bersantai sejenak. Menatap kota sibuk Seoul dari balik jendela transparan di balik meja kerjanya dari lantai 60. Jujur saja ia mulai bosan dengan semuanya, jengah. Harinya selalu sama. Bertemu dengan klien untuk membicarakan bisnis. Ia lelah―secara fisik maupun mental.
Terkadang ia merindukan dirinya yang dulu. Berjiwa bebas, semaunya dan egois―meski sampai sekarang pun dia masih egois sih.
Orang-orang lain mungkin tengah menikmati waktu luang mereka dengan hal-hal menyenangkan, dan dia malah terjebak bersama lembaran laporan yang mesti ditandatangani di sini.
Mungkin satu-satunya yang bisa membuat perasaannya lebih baik adalah Kai dan senyumannya (Dan permainan ranjang mereka, mungkin?―Kris tertawa memikirkannya). Kai, dia adalah sumber energinya, entah sejak kapan.
"Kris."
"AH?"
"Hahahaha," suara tawa nyaring terdengar.
Siapa lagi? Hanya Kai yang bisa membuat Kris nampak seperti orang bodoh dengan menertawakannya begitu lepas tanpa diprotes.
Kris hampir terlonjak dari kursi dan jatuh dengan tidak elitnya tadi, jika saja refleksnya tidak bagus. Ia mengutuk pintu dan sapaan yang begitu tiba-tiba saat ia tengah melamun barusan hingga membuatnya kaget. Ia berdehem mencoba menghilangkan rasa malunya. Matanya menatap tajam, "Kau harusnya mengetuk pintu saat masuk," ujarnya kesal. Hebat sekali, ia baru saja memikirkan Kai dan kini pemuda itu sudah ada di depannya.
"Iya." Kai mengangguk meski masih tertawa saat berjalan mendekati sofa di ruangan itu dan duduk. Wajah Kris benar-benar mirip angry bird sekarang. Dan itu membuat tawanya sulit berhenti.
Kris memijat hidungnya, merasakan kepalanya berdenyut hanya dengan mendengar suara tawa itu. Dia menekan teleponnya dan membuat panggilan, "Jess, tolak semua panggilan dan batalkan semua pertemuanku untuk sejam ke depan," ujarnya di speaker. Jessica―sang sekertaris pasti mengerti. Kris bangkit dari kursinya dan menghampiri Kai yang kini menatapnya dengan sebuah senyum menggoda.
"Mau apa kau, tuan CEO?" tanya Kai dengan pandangan yang tidak pernah lepas.
Kris melonggarkan dasinya dan duduk tepat di samping pemuda itu. Menyandarkan sebelah tangannya pada sandaran sofa. "Mau apa aku?" bisik Kris tepat di telinga Kai dengan nada seduktif. "Kau. Aku mau kau."
Kai tertawa dan mengubah posisinya―yang duduk bersila di atas sofa―menjadi menghadap Kris. Ia menarik dasi Kris dan membuat wajah keduanya begitu dekat. Sebuah seringai miring tercetak di wajahnya. "Memang aku akan memperbolehkanmu?"
Kris tidak peduli sungguh. Ia mendekatkan wajahnya. "Tidak. Lebih dari itu. Kau akan menikmatinya."
Dan jarak keduanya benar-benar terpangkas dalam sebuah ciuman. Ciuman yang perlahan berubah menjadi lumatan yang membuat kepala mereka berdenyut dalam kesenangan. Kai merangkak perlahan tanpa memutus pagutan mereka, bergerak untuk duduk di pangkuan Kris dengan kedua tangan mengalungi leher CEO muda yang kini sibuk mendominasi ciuman mereka. Membuat hisapan penuh minat pada bibir penuhnya.
"Nhhh…"
Sial, rutuk Kai dalam hati. Permainan lidah Kris memang yang terbaik. Tak ada yang bisa ia lakukan selain melenguh dengan memalukan sekarang. Mengacak rambut Kris adalah satu-satunya pelampiasannya.
Kris sendiri tidak bisa tidak menikmati kegiatan ini. Merasakan tubuh dipangkuannya bergetar dan lengungah pelan yang terdengar menjadi daya tarik tersendiri baginya. Tangannya tidak bisa diam, menyusup nakal dalam kemeja Kai, mengusap punggungnya dengan elusan pelan. Sebelah tangannya yang lain ia gunakan untuk melepas dua kancing teratas kemejanya. Menyingkapkan itu ke samping demi untuk memperlancar jalan bibirnya yang turun.
Menghisap dan mengigit perpotongan leher Kai.
"Akh!" Kai meringis sakit.
PUK!
Ia memukul bahu Kris keras. "Jangan digigit, bodoh!"
Kris tertawa dan menjauhkan wajahnya untuk menatap Kai, mengabaikan sebutan bodoh yang ia terima dari kekasihnya. "Sudah lama aku tidak membuat tanda di tubuhmu. Kau tidak merindukannya, hum?" godanya.
"Tidak, sama sekali tidak."
Kris sama sekali tidak percaya dengan itu, apalagi saat Kai memajukan wajahnya dan kembali menyatukan bibir mereka dalam ciuman yang sembarangan lagi.
Merasa belum cukup, Kris merubah posisi ke samping dan mendorong bahu Kai agar terbaring di sofa, dengan dirinya menindih penuh pemuda itu. Bibirnya dengan nakal menelusuri sepanjang garis leher Kai, menggoda di area tenggorokannya saat ia melepas semua kancing yang tersisa. "Hmmm… kau belum pulang?" tanya Kris, "Kau bahkan belum mengganti seragam…"
Kai melenguh sebagai jawaban, mengeliat di bawah Kris saat area sensitive di dadanya mendapat perhatian. Ia menggesekkan bagian bawah mereka dan kembali melenguh. "A-ahn," jawabnya mengangguk. Ia merasa gila hanya dengan foreplay begini dari Kris. "A-ku ssebenar..nya ingin mmmm-minta izin untuk―ahhhh… Kris…"
Mendengar kata 'izin' membuat Kris menghentikan aksinya. Ia bangkit dan melepaskan Kai. "Izin? Izin apa?"
Kai yang kesal acara mereka terhenti di tengah jalan juga mendudukkan diri. "Wisata alam―acara perpisahan sekolahku."
"Kemana?" tanya Kris tidak suka.
"Pulau Jeju."
"Berapa hari?"
"Tiga har―"
"Tidak boleh," kata Kris datar. Memotong. Pemuda keturunan Cina-Kanada itu bangkit dan menjauhi Kai yang menatapnya tidak percaya.
Kai tahu ini akan terjadi, meski begitu ia masih saja kesal. Kris itu terlalu posesif dan terkadang itu menjengkelkan. Kai mengancingkan kemejanya lalu menatap Kris jengah, "Ayolah, Kris. ini acara sekolahku."
Kris tiba-tiba berbalik dengan ekspresi marah yang menyeramkan. "Justru karena ini acara sekolahmu, itu membuatku kesal."
"Bisa kau katakan alasannya?" pinta Kai sambil melipat tangan di depan dada.
"Di sana akan ada si bocah tengik bernama Oh Sehun, lalu rusa jadi-jadian Xi Luhan dan idiot Park Chanyeol. Kau kira aku akan membiarkanmu bersama mereka, ha? Jangan harap."
Kai mendesah dan mencibir Kris yang memunggunginya. Ini tidak akan mudah…
Ketiga orang tadi―Oh Sehun, Xi Luhan dan Park Chanyeol―memang tiga orang yang dekat dengannya. Dan Kris selalu salah paham menganggap mereka sebagai rivalnya dalam hal entah apa yang tidak ia mengerti. Walau ia sendiri memang punya ketertarikan lain pada ketiganya dan sering menggodai mereka, toh yang menjadi pacarnya tetap Kris. Lalu apa masalahnya?
"Kris…"
"Tidak."
Kai menggeram kesal. Membujuk Kris yang sedang dalam mode seperti ini harus benar-benar hati-hati, pikirnya. Saatnya menggunakan jurus yang ia pelajari dari Jjangah―puppy-nya.
Kai memeluk Kris dari belakang. "Ini hanya tiga hari…"
"Tidak, Kai."
"Kris…" Kai berdiri di hadapan Kris, "Ya?"
Kris membuang muka, "Tidak boleh."
"Aku boleh pergi 'kan?"
"..."
"'Kan?"
"Tidak!"
"Ya, Kris?"
"Aku bilang tidak ya ti―"
Kai memotongnya dengan sebuah ciuman. Ekspresinya sudah seperti anak anjing terbuang. "Kumohon?"
"…"
"…?"
"…"
Kris menatap Kai lekat. Mendesah setelah diam berapa lama.
Ia tahu… ia akan selalu kalah dengan Kai yang merengek seperti ini.
"…"
"…"
Helaan nafas berat penuh ketidakrelaan terdengar, "Baiklah…"
Akhirnya. Dengan satu kata singkat itu Kai langsung mendorong Kris menjauh dengan kelewat semangat dan pergi dengan senyuman lebar, sebuah seringai penuh kepuasan yang mengganti ekspresinya sedetik tadi dengan begitu saja. "Aku tahu kau akan mengizinkanku!" Kris melongo melihat perubahan itu. Senyum lebar Kai seakan menyadarkan Kris bahwa ia telah dibohongi.
"Terimakasih!"
Blam!
Pintu tertutup.
"…" Dan―
.
.
.
.
DUK!
"ARHT! Sial!" Kris merutuk sambil menendang kaki meja dengan jengkel. Harusnya ia tak luluh begitu saja dengan tatapan anak anjing terbuang milik Kai tadi.
.
.
Jongin dalam balutan pakaian casual dan backpack di punggungnya terlihat begitu senang, tentu saja. Ia pergi saja sudah syukur. Meminta izin pada pacarnya itu memang sulit sekali, mengingat sifat egiosnya. Beberapa bulan tinggal satu atap dengan Kris, cukup membuatnya memahami sifat dan karakter CEO muda itu. Tak ingin memikirkan lebih banyak-karena ini adalah liburannya, ia pun menghampiri beberapa temannya yang lain. "Apa aku terlambat?" tanyanya."Kai!" itu Chanyeol, yang berteriak begitu riang menyambut kedatangannya, hyper sekali. "Kau tidak terlambat sama sekali. Tenang saja, jika kau terlambat pun aku akan menyuruh mereka menunggu," ujar Chanyeol dengan senyum lebarnya. Ia mengangkat tangannya untuk mengacak rambut Kai dengan gemas.
"Hyung!" protes Kai sambil menghindar, menjauhkan kepalanya.
Ia sedang sibuk menata rambutnya kembali saat merasakan seseorang menarik dan memeluk pinggangnya dengan sebelah tangan ke samping. Ia menoleh dan wajahnya kini begitu dengan wajah Sehun yang memperlihatkan senyum mesum, "Kukira kau tidak akan ikut, Kai." bisik Sehun seduktif.
"YA!" Chanyeol protes keras.
Belum sempat Kai menjawab atau memprotes, sebuah tangan lain sudah menariknya menjauh. Membuat keduanya kaget.
"Jangan berbuat mesum di sini, Oh Sehun." sebuah suara yang terdengar tenang terdengar.
"Luhan-sonsaeng?" heran Kai.
Luhan beralih menatap Kai dan tersenyum manis. "Hai, Kai." Sapanya. Dibalas oleh senyuman dan sapaan balik dari Kai dan dengusan kasar dari Sehun tentu saja. "Kau terlihat luar biasa dengan tampilanmu saat ini."
Kai dibuat bingung, dia melihat tampilannya dari atas ke bawah. padahal ia hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Setelan yang biasa saja.
Dan semuanya terjadi begitu cepat saat Luhan menyentuh tengkuknya dan menarik kepala Kai lebih dekat dan berakhir dengan sebuah ciuman singkat.
"HEI!" Chanyeol kembali protes. Kali ini sambil menarik Kai dan memeluknya posesif.
"Nanti kita lanjutkan, Kai. Dah!" Luhan tertawa sambil berlalu.
"…" Kai mematung. Terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Apa yang baru guru olahraga itu lakukan terhadapnya.
Sementara Sehun berdecak jengah sejengah jengahnya. "Apanya yang 'jangan berbuat mesum di sini, Oh Sehun'." Sehun menirukan nada Luhan saat menceramahinya dengan kesal, "Dia sendiri yang berbuat mesum dan berani-beraninya memarahi orang lain. Ck."
.
.
.
.
.
.
.
Mereka hanya tidak tahu. Tak jauh dari sana. Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang menyalang menatap kejadian-kejadian itu. Matanya memancarkan kemarahan yang amat sangat.
Giginya gemeletuk menahan kesal.
"Awas saja mereka...," geramnya dengan nada rendah.
Sebuah pukulan ia layangkan ke arah batang pohon di sampingnya dengan keras.
Kris tiba-tiba saja berfikir jika ia butuh liburan. Dan menurutnya... pulau Jeju adalah tempat yang bagus.
Sebuah seringai tercetak di wajahnya.
…Benar 'kan?
-o To be Continued o-
Note:
Hahahaha. Udah lama pengen bikin Kai!uke centic macam begini dan akhirnya kesampaian.
Apa ini? Bisakah ini disebut chapter 1 atau masih prolog karena kurang panjang?
Adakah yang mau chapter selanjutnya?
RnR Please? ^^
