Poker by Shizu Yummy
Bungou stray Dogs © Kafka Asagiri dan Sango Harukawa.
Saya ingatkan saya tidak pernah mengambil keuntungan sedikit pun dalam menulis ini hanya untuk asupan semata.
Warn! Yaoi! Shounen ai, Doctor AU! Typo, OOC dll maafkan saya. Rate bisa diganti kalo mood berubah.
Pair : Fyodor Dostoyevsky x Osamu Dazai (FyoDa or DosDaz or FyOs?)
•
~POKER~
•
Disebuah rumah sakit swasta Yokohama, Fyodor Dostoyevsky menghela nafas panjang, punggungnya ia senderkan pada senderan kursi. Kantung mata panda tanda kurang tidur tercetak jelas pada matanya. Lihat saja apa penyebab pria raven ini kekurangan tidur. Tak lain dan tak bukan adalah tumpukan dokumen pasien rumah sakit yang tak kunjung berkurang dimeja kerjanya. Fyodor lelah.
"Dokter Dostoyevsky ini dokumen pasien barumu." sapa wanita berparas cantik dengan surai hitam pendek dihiasi jepit kupu-kupu. Dokter Yosano, ia adalah salah seorang dokter bedah.
"Lagi!?"
"Aku bukan dokter kejiwaan tak mungkin mengambil tugas ini." Dokter Yosano menumpuk kembali dokumen diatas kertas yang sudah tertumpuk tinggi dimeja.
Menegakan tubuh, Fyodor mengambil dokumen yang diberikan Yosano, membaca kasus pasien apa yang harus ia tangani kali ini.
"Gangguan Identitas Disosiatif?" gumam Fyodor.
"Kau konselor sosiologi pasti mengerti betul tentang ini? Apa lagi sudah pernah menanganinya juga."
Fyodor terdiam sesaat menatap kembali data pasien "Aku tak ingin mengambil ini." balas Fyodor memberikan kembali dokumen pada Dokter Yosano.
"Bila kau tak mau katakan protes pada Dokter Mouri. Bukan aku yang berwenang." balas Yosano sebelum pergi meninggalkan ruangan.
~POKER~
Tugas Fyodor sebagai psikiater sangat lah banyak. Apanya yang seorang pisikiater hanya mendengar keluh kesah pasien? Persetan! bahkan pisikiater juga ikut terkena dampak stres bila sang dokter tidak kuat menangani depresi yang diderita pasien, dan Fyodor sendiri sekarang mungkin sudah gila dengan rutinitasnya.
"Mouri-san saya tidak bisa menangung pasien ini." ucap Fyodor yang kemudian menaruh dokumen pasien dihadapan kepala dokter.
"Kenapa kau menolaknya?"
"Aku hanya masih sibuk dengan kasus pasienku yang lain." Fyodor memberikan alasan.
"Setahuku kasusmu kali ini hanya depresi jangka pendek Fyodor."
Belum sempat Fyodor berucap kembali. Mouri mendahuluinya.
"Kasusmu yang lain bisa diambil oleh dokter lain. Aku ingin kau tangani pasien ini." Mouri memberikan kembali lembaran dokumen yang diberikan padanya.
"Kenapa harus aku?" Fyodor bertanya kembali. Ia yakin dokter selain dirinya masih ada yang lebih handal.
"Apa kau masih ada trauma pada pasienmu yang dulu?" ucap Mouri mendekati Fyodor lalu menepuk pelan pundak si dokter berkebangsaan Rusia.
Fyodor terdiam.
"Aku hanya bisa memohon padamu, pasienmu ini mantan muridku. Jadi tolong lah."
Bila sudah begini apa yang bisa Fyodor tolak? Mouri Ogai adalah kepala dokter disini yang otomatis adalah bosnya, mau tak mau ia harus turuti.
~POKER~
Esoknya Fyodor sudah membuat janji temu dengan sang pasien. Kalau boleh jujur Fyodor lebih suka melakukan janji temu dirumah sakit sedari pada harus mengunjungi rumah si pasien. Namun pasien yang ia tangani sekarang bersih keras untuk tidak keluar rumah mau tak mau Fyodor lah yang menemuinya.
–Ting tong... Ting tong... Ting tong...
Fyodor menekan bell apartemen berulang kali. Namun tak kunjung ada jawaban, apa pasiennya sekarang sedang keluar? Dihari janji korselingnya?
"Permisi Ap–"
"AAAKHHHH...! JANGAN LAGI...! KUMOHON JANGAN LAGI...!"
Mendengar jeritan Fyodor tersentak kaget, suara tersebut berasal dari dalam.
"Heyy anda baik-baik saja?" kali ini Fyodor menggedor pintu berulang kali. Tak ada suara lagi sejak jeritan tadi. Sekarang mau tak mau Fyodor harus mendobrak pintu. Menendang pintu kayu didepannya dengan keras Fyodor sedikit meringis. Tapi syukur lah pintu itu terbuka. Fyodor langsung berlari mengecek apa yang terjadi didalam.
"Kau melakukannya lagi Joker! Tubuh King bisa hancur."
Langkah kaki Fyodor terhenti tatapannya fokus pada ruang didepannya, sebuah ruang kamar yang pintunya terbuka lebar. Dan disana ada pasiennya sedang berbicara seorang diri.
"King sudah lama tak keluar dari ruangannya Queen bahkan mungkin dia sudah mati."
"Kau yang mengurungnya!"
"Dia sendiri yang ingin lenyap dari dunia ini. Aku hanya mengabulkan."
"Jokerku mohon padamu.. Keluarkan King.."
"Bila itu permohonanmu temui dia sendiri. Bahkan mungkin dia takan menjawab panggilanmu.. Sekali pun dirimu Queen..."
"King kumohon keluarlah." lelaki itu menangis. Fyodor yang melihat drama sabun namun diperagakan sendiri hanya terdiam, haruskah iya nenyapa pasiennya sekarang? Atau haruskah ia pulang? Yang ada dia dipecat akibat mengabaikan pasien.
"Ehem... Permisi...Dazai Osamu-san?" sapa Fyodor berdehaman pelan dan berjalan mendekati pria ikal yang kini masih menangis diatas kasur. Kondisi Dazai sangat terlihat kusut dan hampa ditambah dengan bercak merah dileher dan luka sayatan ditubuhnya yang terlihat jelas–karna Dazai sedang tidak menggunakan pakaian hanya celana pendek dan perban yang menutupi tiap luka ditubuhnya.)
Mendengar namanya dipanggil–Dazai Osamu pria yang kini sedang meringkuk menegakan kepalanya.
–Manik topas dan violet bertemu.
Wajah sedih yang awalnya tampak kosong kini berubah ekspresi menjadi ceria dengan senyuman lembut.
"Dokter... Sembuhkan aku.. Kumohon..." pintanya menggengam lengan Fyodor dengan wajah memelas.
"Empat alter egokah...?" Fyodor mendesah. Tampaknya pekerjaan kali ini akan terasa sangat panjang.
.
.
.
TBC
A/n : ngeeenggg... Sejujurnya saya tak pintar bila nulis serius saya ratunya receh. Tapi ini pengobat selesai uts dapat ilham yg bikin gatel padahal utang fic aja masih ada hinks... Dan lagi pasti banyak yg mikir kenapa bukan Fyodor aja yg jadi orang gilanya. Kali2 lah saya buat Fyodor tobat jadi dokter. Khusus buat kepribadian Dazai dijelasin CH depan. Kenapa judulnya poker? Ya gitu deh. Dan mungkin pairnya bakal banyak.
"Diriku bukan Dazai Osamu tapi sisi lembut pria itu."
"Kau yang meminta. Kau ingin lenyap?"
"Sudah kubilang King itu masokis!"
–mungkin spoiler bakal gini tapi bisa aja berubah. #yha.
I hope you like it this story! Mohon direview kalo sempat.
