Summaryyy :
Apa yang paling berharga bagi kalian: Orangtua? "Tidak." Uang? "Tidak, itu hanya Kakuzu." Kekuasaan? "Sedikit." Wanita? "Tentu, kami pria normal, tapi tidak paling berharga." Akatsuki? "Perlu dijawab? TENTU SAJA!" Kalian mau tau anggapanku? "Hm, apa?" Sungguh, kalian hanyalah orang-orang bodoh.
.
.
Si pemuda berambut merah menutup resleting celana, menyusul sahabatnya yang sudah duluan. Walau menggunakan tatapan datar, mata hazel itu tetap menjelajahi lekuk tubuh gadis berambut pink yang ada di depan mereka. Lama, sampai akhirnya ia pindahkan ke pemilik mata biru yang berdiri di sebelahnya, Deidara.
Selama mata memandang di dalam ruangan, keduanya hanya menatap sebuah tempat tidur berukuran king size yang di atasnya sudah ada dua orang perempuan. Ya, tertidur tanpa satu helai benang pun di tubuhnya. Mereka berkeringat dan dipenuhi cairan kental di bagian wajah, dada dan selangkangan. Hanya terdengar dengkuran nafas, begitu tenang. Tidak seperti beberapa menit lalu ketika mereka menjerit-jerit dengan binalnya.
Pria berwajah baby face itu mulai mengambil kaos yang terdampar jauh di ujung kamar. Sudut bibirnya terangkat. "Dia lumayan."
Mendengarnya, Deidara hanya tersenyum puas sambil merengangkan badan yang sedikit pegal. "Hanya 'lumayan'?" Ia terkekeh sebentar. "Jangan sok keren, bilang saja kau senang dengan tubuhnya, hm?"
"Setidaknya aku bukan orang yang hobi memperkosa adik kandungnya sendiri." Balasnya sinis sambil menunjuk wanita pirang—di sebelah si pink—dengan gerakan dagu. "Hh, menyedihkan."
"Di rumah kadang membosankan, dan kebetulan dia lagi membawa teman. Kesempatan tidak boleh dibuang begitu saja. Ya, kan?" Deidara hanya tersenyum santai lalu menaikkan kedua bahunya. "Hm.. lagipula aku tidak memperkosanya, di awal dia malah sangat bergairah."
"Ya, dengan pil biru. Aslinya mana sudi dia melayani nafsumu."
"Sudahlah, daripada memperkosa lebih seru dengan pil biru, Sasori. Lagian, jangan lupa kalau kau juga memakaikannya ke si pinky yang di sana.." Iapun balas menyenggol bahu si rambut merah yang hanya menatapnya bosan.
"Terserahlah.."
"Yang penting aku membuatnya klimaks duluan, kau utang lima ribu yen padaku."
Sasori memejamkan kedua mata lalu menghela nafas malas. Walaupun jumlahnya kecil, taruhan tetaplah taruhan. Iapun mengeluarkan selembar uang dari dompetnya. "Cih, ini uangmu." Katanya sambil menggeplakan uang itu di dahi Deidara. "Tumben kau menang."
"Ino itu adikku, dan kami sering bermain bersama—tentu secara paksa—jadi ya sudah pasti aku hafal dimana letak G-spot-nya." Ia berbangga diri sambil berjalan mengikuti Sasori yang akan keluar kamar.
"Pantas."
.
.
.
THE MOST IMPORTANT
Sanpacchi's Fanfiction 2011
Naruto Masashi Kishimoto | Konan & Akatsuki, ItaKonanPein | Fanfiction(dot)net
Genre : Friendship, Humor, Drama, Romance | Warning : AU, OOC, No-Yaoi, Typos, Lemon, Lime, Bit-Incest, Moresome, dllA/N :Di awalnya, cerita ini emang ngga jelas jalan ceritanya mau ke mana. Tapi pas Konan udah mulai bisa bersosialisasi sama anggota Akatsuki.. menurutku sih udah keliatan walopun dikit. Ah, lanjut aja deh Jika ada kesamaan ide harap dimaklumi
MATURE CONTENT—YOU HAVE BEEN WARNED!
.
.
The Most Important no I. Anggota
.
.
Di lain tempat, berdirilah sebuah rumah besar. Ukurannya tigakali lipat dibandingkan rumah-rumah lain yang ada di sekitar. Karena sudah dikosongkan selama beberapa belas tahun, penampilan rumah itu menjadi sedikit berantakan; seperti cat dinding luar yang sudah banyak terkelupas—tentu saja karena terkena terik matahari. Tapi, meskipun sudah sedikit usang, masih ada sekelompok orang yang mau menempatinya. Mereka memang tidak mempunyai akta tanah maupun tanda kepemilikan lainnya, tapi inilah mereka, Akatsuki.
Rumah tanpa pemilik tadi dijadikan mereka sebagai markas. Selain itu, tentu saja dibuat tempat menginap, karena beberapa ada yang melepaskan diri dari keluarga. Tapi ada juga yang memang sengaja tinggal di sana.
Sekarang di salah satu kamar rumah, sudah ada seorang pria berambut oranye jabrik yang sedang duduk di kursi depan meja. Dia terdiam, tangan terlipat di dada dan mata ungu tak berekspresi ketika ia melihat benda kaleng yang disodorkan di hadapannya.
Dipejamkan mata sebentar untuk menghela nafas, barulah ia memindahkan pandangan ke dua orang yang sedang berdiri di depan meja, menunggu dirinya mengeluarkan sepatah kata.
"..Bagaimana?" Pria berambut perak klimis itu memaksakan diri untuk tersenyum lebar, lalu kembali menunjuk benda yang bertuliskan..
"Thinner?" Dengus yang ditanya dengan nada sinis. "Untuk siapa?"
"Siapa lagi pecandu berat selainmu, eh?"
Mendengar kalimat pria yang bernama Hidan, ia yang bernama Pein langsung menyender di sendaran kursi dan memandang mereka dengan tatapan datar. "Aku memesan Heroin, bukan benda murahan ini."
Kali ini pria berkulit coklat—di samping si perak—mulai membuka suara. "Kenapa bukan ekstasi?" mata hijaunya seakan tersenyum menatap mata ungu di depan dengan 'pandangan bisnis'. Pil Ekstasi memang jauh lebih murah, tentu ia ingin pelanggan setianya tidak cepat mati.
"Bosan, dan aku lebih suka Heroin dibandingkan benda itu." Jawabnya cepat. "Aku tau kau masih menjualnya dalam jumlah banyak, Kakuzu."
Yang dipanggil Kakuzu pun mengangguk santai. "Tapi kau akan cepat mati bila terus memesan Heroin. Kandungannya jauh lebih berbahaya."
"Aku membelinya dengan uang, dan aku tidak butuh nasihatmu."
"Thinner sama saja seperti psikotropika, sekali-kali kau harus mencobanya." Hidan mulai malas meladeni ketua Akatsuki-nya yang.. entahlah, mungkin dalam waktu beberapa tahun atau bulan lagi akan K.O alias overdosis.
"Kalau Psikotropika, aku lebih memilih Shabu, bukan thinner."
Kalimat terakhir dari Pein membuat salah satu alis Hidan terangkat. "Hentikan pembicaraan brengsek ini!" Bentaknya sambil menggebrak meja. "Maumu apa sih, Pein? Sudah susah-susah kami membelikanmu! Bahkan di awal Kakuzu menyuruhku untuk membelikan aibon dan bensin karena lebih murah!"
Sedangkan yang dimarahi hanya bisa menguap malas dan memejamkan matanya yang berair. Tentu saja melihat respon ketuanya, Hidan langsung dongkol habis-habisan.
Mendadak seorang anak kecil berumur 14 tahun muncul sambil membawa topeng-topengan yang entahlah dia dapat dari mana. Dengan muka ceria ia tolehkan wajahnya kearah senpai-senpai yang sedang berdebat di meja.
Saat matanya melihat thinner, cengiran khasnya keluar. Dengan semangat ia menyamperi meja dan mengambil thinner itu. "Pein-sama! Ini boleh buat Tobi?"
"Hn."
"TERIMAKASIH! YEAY!" ia mengangkat kaleng besar itu ke udara lalu berlari keluar ruangan sambil berteriak kegirangan.
Hidan mendelik melihat anak kecil itu membawa apa yang dibelinya. "Hah, untuk apa kau memberikan itu ke Tobi! Dia masih kecil!"
"Aku tidak percaya kalau kau mengkhawatirkan Tobi menghisap bau thinner.." Kakuzu tersenyum sinis.
"Goblok, dia itu autis! Kalau dia menghirup bau lalu meminumnya sih masih tidak apa! Tapi bagaimana kalau dia menaruh cairannya ke masakan atau apapun benda-benda yang bisa masuk ke tubuh kita!"
"Tidak mungkin dia se autis itu."
"Damn, kau bisa berpikir atau tidak, hah!"
"Daripada berisik, lebih baik kalian berdua keluar dari ruanganku."
.
.
: the mst imprtnt | snpcchi :
.
.
Sebuah rumah sederhana yang bisa dibilang megah, itulah tempat tinggal Itachi dan Ibunya yang bernama Mikoto. Mereka memang bukan suami-istri, hubungan mereka hanya sebatas status seorang Ibu dan anak. Tapi mereka harus tinggal berdua karena Mikoto sudah bercerai dari Fugaku Uchiha, yang sekarang sudah menjadi mantan suaminya. Tentu saja karena Mikoto memenangkan hak untuk menanggung Itachi, dan Fugaku bertanggung jawab atas Sasuke.
Namun setelah bercerai bukannya ketenangan yang Mikoto dapatkan, ia malah semakin terjerumus akan dosa berat karena anak sulungnya, Itachi.
...
"Hhnngg.. I-Ita-kun.. hen-hentikan ini—aahhh!" Erangan itu terdengar dari dalam kamar Itachi, tentu saja disertai dengan suara kecupan yang juga semakin terdengar liar.
"Ku-Kumohon, Ita-kun.."
Seorang wanita yang ada disana memohon dengan terisak, tentu saja karena ia terpaksa melakukan hal ini dengan pria itu.
"Tolong dengarkan aku.. sekali ini saja.."
Yang dipanggil Itachi itu sama sekali tidak menjawab, dia hanya diam dan terus menjelajahi tubuh wanita yang sudah setengah telanjang di depannya.
Trrrr..
Suara deringan dari ponsel membuat kegiatannya terhenti, helaaan nafas kesal menyertai saat ia mengalihkan pandangan ke benda yang membuat suara. Lalu sang pemilik ponsel itu turun dari ranjang, pria itu menampakkan tubuh atletisnya yang bertelanjang dada walaupun masih memakai celana panjang. Sedangkan wanita yang ditinggal langsung meringkuk di ujung ranjang, menutupi keeksposan lekuk tubuhnya dengan selimut tebal yang tersedia.
Setelah mendapatkan ponsel yang berada di atas meja, ia menekan tombol hijau.
"Hn?"
'Kau di mana, hah?' Tanya yang di sebrang. 'Aku akan segera kembali.'
"Aa, aku akan menyusulmu, Kisame."
Klik.
Berbarengan dengan kalimat terakhir, ia mematikan sambungan. Sesudahnya, ia menatap wanita berambut biru panjang 'kepunyaannya' dengan pandangan datar, lalu berjalan mengambil kemeja yang berada di tepi ranjang dan memakainya dengan asal tanpa dikancing. Setelah itu, ia menaiki ranjang dan mendekatkan diri ke wanita yang sudah gemetaran saking takutnya. Tapi Itachi sama sekali tidak peduli, malah dengan santai ia meraih kepala dan mengecup dahinya pelan.
"Aku pergi dulu." Ia berujar sambil mengelus pipi wanita itu dengan punggung jemarinya.
Sesudah pintu kamar tertutup karena Itachi keluar, wanita bermata onyx itu membenamkan wajah di kedua telapak tangannya yang pucat, berusaha tidak terlalu banyak mengeluarkan air mata.
"Ita-kun.." lirihnya dengan susah payah. "Aku.. aku ini Okaasan-mu, Ita-kun."
"Kenapa kau melakukan hal sehina ini padaku?"
.
.
: the mst imprtnt | sanpcchi :
.
.
"Oi, bad boy. Kau tampak berantakan." Sapa Kisame saat tiba-tiba saja berpapasan dengan Itachi yang sedang berjalan kearah markas Akatsuki.
Pria berambut hitam panjang itu hanya menolehkan wajahnya dalam diam, melihat temannya yang sedang berdiri di depan stand-stand kecil untuk festival nanti malam. Kisame bisa dibilang paling tidak suka kalau ada acara yang bisa membuat keramaian seperti ini, ya kecuali kalau ada stand yang menjual ikan hias.
"Kalau kau bertanya aku sedang apa, aku lagi membeli teman untuk ikan-ikan peliharaanku yang lain."
"Aa, sayangnya aku tidak bertanya." Dengan wajah tidak peduli ia berjalan mendekat, memperhatikan sekumpulan ikan hias yang akan dipilih Kisame.
"Si-Silahkan dipilih.." Seorang penjual yang tiba-tiba bersuara itu membuat Itachi refleks memindahkan pandangan ke dirinya. Gadis itu masih kecil, sekitar 15 tahun. Rambut biru panjang dan kulit pucat. Persis seperti ibunya, Mikoto. Tapi, matanya lavender.
"Ah, aku memilih yang merah." Pintanya sambil melempar koin 100 yen ke tangan gadis itu, yang dengan susah payah ia tangkap.
"Um.. baiklah, akan kuambilkan untukmu."
Sambil menunggu pesanannya, ia melirikkan matanya ke Itachi yang persis di sebelahnya. Dan yang membuat Kisame menaikan sudut bibirnya, ia melihat Itachi yang tampak fokus memperhatikan penampilan si gadis penjual ikan hias itu.
'Selalu saja yang senang dengan wanita berambut biru, ckck.'
"Nona, pilihkan satu lagi untuknya."
"Ba-Baik! Kalau aku yang memilih.." Ia melirikan matanya ke Itachi untuk melihat ciri-ciri ikan mana yang cocok dengannya, tapi hal itu malah membuat mereka saling bertatapan, yang tentu saja membuat si penjual tesentak dan membuang muka meronanya karena malu.
Itachi mendesah malas walaupun masih dengan wajah stoic-nya. Tentu saja Kisame berkata seperti itu untuk mengerjai si gadis. "Sudahlah, kau cukup membeli satu ikan perhari."
.
.
: the mst imprtnt | snpcchi :
.
.
Sesampainya di perumahan yang menyimpan markas mereka, Itachi dan Kisame memasuki teras rumah dengan alis tertekuk. Mereka tidak heran saat mencium bau thinner yang menusuk hidung, tapi heran karena tiba-tiba ada bangkai kucing di depan pintu masuk.
Tubuhnya dipenuhi luka bakar yang seperti baru, bahkan beberapa—yang menyerupai daging—sudah menjadi hitam karena gosong. Bagi mereka memang mengenaskan kalau si kucing lahir dengan rupa begitu, tapi tidak cukup mengenaskan kalau yang melakukannya adalah..
"TOBII! KAU INII!"
Terdengar suara Hidan dari dalam, disusul sebuah tawa cengengesan dari Tobi yang mungkin berbuat kesalahan. "Kakuzu, lihat apa kataku! Dia memasukan thinner ke dalam galon minuman!"
Mendengarnya, Kisame langsung terkesiap dan berlari menuju dalam rumah. Ia tampak cemas. Sedangkan Itachi hanya menyimpulkan bahwa kucing tadi adalah kerjaan sepupu kecilnya yang bernama Tobi. Tentu dengan bantuan thinner dan api.
Dan belum saja Itachi melangkahkan kakinya yang dari tadi terdiam, mendadak suara menggelegar Kisame menyambar seisi rumah yang memang ditempati inap oleh kedelapan orang itu—juga termasuk dirinya.
Dan setelah masuk, ia langsung melihat kearah akuarium milik Kisame yang berada di daerah ruang makan. Airnya menjadi seperti berminyak, dan.. puluhan ikan hias—yang menjadi satu-satunya barang terwarna-warni serta terindah di rumah ini—mengambang di atas air, tanpa terkecuali.
Itachi menghela nafas pasrah.
Segalanya memang terlihat tidak penting.
Tapi tujuh orang kacau ini adalah.. sahabatnya.
.
.
: the mst imprtnt | snpcchi :
.
.
Jauh dari markas atau tempat dimana banyak wanita muda disewakan. Di sanalah ia sekarang, tempat yang menghidupinya sebelum ia bertemu dengan Akatsuki.
"Aku sudah menyewamu untuk malam ini.." Seorang pria paruh baya tersenyum menggoda, terus mendekatkan diri ke wanita berambut biru yang terduduk di atas kasur—di mana dirinya sudah ternodai berkali-kali oleh pria hidung belang yang berbeda tiap malam. "Kita akan bermain bersama, sayang.."
"..."
Gadis itu terdiam, tidak takut maupun senang digoda. Mata dinginnya berpindah ke wajah pria yang sedang melepaskan satu persatu pakaiannya sendiri.
"Akan kubuat kau melayang ke surga.." Ia tertawa penuh nafsu memandang tubuh wanita itu yang hanya dilapisi kimono tipis berwana biru muda. "Tentu saja kau mau, kan?"
"..Jangan mendekat.." Wanita itu membuka suara. Suara mengancam yang penuh penekanan. "Atau kau akan menyesal."
.
.
TO BE CONTINUE
.
.
SANSAN's note :
Selesai juga chapter 1 *ngela nafas* padahal masih banyak yang harus chap-chap fic lain yang harus dikelarin -,-
Soal narkoba blablablaitu sebenarnya aku juga cari di mbah gugel dan juga wawancara dari sumber yang udah berpengalaman #plak. Tapi ngga tau benar atau ngga, jadinya ngaco. Kuharap tidak ada yang mencontoh para kelakuan Akatsuki ini (khususnya aibon, bensin sama thinner itu).
Kalau ditanya ini humor atau bukan.. sebenernya sih bukan. Tapi karena aku ngga bisa nyiptain suasana yang terlalu kelam, makanya aku jadiin beberapa orang yang bikin Akatsuki ada humornya.
.
.
NEXTchap :
"Pein, kita butuh wanita penghibur disini."
"Baiklah, kalian tinggal tanyakan ke yang lain ingin tipe yang seperti apa, nanti aku yang akan mengambilnya."
"Aku beli dia."
"Yang sekarang kupedulikan adalah aku sudah membelimu, dan kau.. harus melayaniku."
.
.
I'll be pleased if you enter your comment
Mind to Review?
.
.
SANSANKYU
