Sweet Trap of The Devil

Disclaimer: Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

Story: Sarasachi

Pairing: Hiruma Youichi & Anezaki Mamoru

Warning: OOC (maybe), Typo, Mature (a little)

Tidak ada yang tahu kapan seseorang akan jatuh cinta. Mereka juga tidak tahu dengan siapa mereka nanti akan jatuh hati. Tapi yang lebih mengerikan, mereka sama sekali tidak menyadari saat mereka sedang jatuh cinta.

Dan itu juga terjadi pada seorang gadis muda yang baru saja memasuki masa-masa perkuliahannya, Anezaki Mamori. Entah apa yang dia pikirkan tetapi, dia masih menjadi manajer klub American Football di tempatnya yang baru, Universitas Saikyoudai.

Lucunya dia juga bersama dengan orang yang paling dia tidak suka, dulu mungkin dia akan bilang begitu dan selalu menolak untuk mengakui pria itu. Tetapi dia malah mengikutinya sampai sekarang.

Hiruma Youichi adalah pria yang berhasil membuatnya jatuh. Padahal di sana banyak pria yang lebih tampan dan berkharisma darinya. Namun jebakan apa yang digunakan iblis itu sampai bisa memikat bidadari secantik Mamori.

"Oi manajer sialan!" seru Hiruma dengan nada lantangnya yang biasa. Dengan sekali toleh Mamori sudah bisa menghembuskan nafas panjang. Dia terlihat kelelahan akibat dari aktivitas klub juga kegiatannya yang lain di kampus.

"Ada apa Hiruma-kun?" tanya Mamori memandangi pria yang tak henti-hentinya mengunyah permen karet sambil bermain dengan laptopnya.

"Apa kau sudah mendapatkan rekaman yang kuminta?" Tanpa aba-aba Mamori berdiri dari kursinya, ia terlihat sangat terkejut.

"Aku melupakannya!" serunya, empat persimpangan sudah terlihat di jidat iblis itu. Dia mulai membentak wanita yang ada di hadapannya. Mereka saling beragumen hingga Mamori memutuskan untuk mengalah dan pergi dari ruang klub.

"Baiklah aku mengerti! Aku akan mengambilnya untukmu!" Momoi menutup pintu di belakangnya dengan kasar.

Dia berjalan cepat meninggalkan Hiruma sendirian di dalam ruang klub.

"Tcih..." Hiruma berdecih kesal, ia menutup laptopnya dan berdiri menendang kursi yang ada di ruang klub.

"Ini aneh bahkan untuk seorang iblis sepertimu." Kini pria dengan rambut ikal dan kacamatanya datang terkekeh geli melihat tingkah Hiruma.

"Apa maumu Agon?" tanya Hiruma yang terduduk kembali di kursinya.

"Kukukuku tidak biasanya kau tertarik pada wanita, sampai memarahinya karena hal sepele." balas Agon yang melempar bola amefuto pada Hiruma.

Tapi pria yang menangkapnya malah diam tak berkutik, dia mengabaikan teman semasa smpnya.

Di sisi lain Mamori berjalan dengan kesal, ia terus mengoceh tak jelas tentang sikap Hiruma. Tanpa sadar ia sudah berada di kursi penonton untuk sekedar mengamati tim lawan yang akan mereka hadapi minggu depan. Mamori mengambil tape recordernya dan mulai merekamnya.

Dia juga mencatat poin-poin yang bisa digunakan untuk melawan musuhnya nanti. Sebelumnya Mamori juga seorang manajer klub amefuto di SMA.

Benar, dia adalah manajer klub American Football SMA Demon bersama dengan Hiruma. Tadinya dia bergabung hanya untuk melindungi teman masa kecilnya yang sudah dia anggap sebagai adiknya dari Hiruma. Namun lambat laun dia malah melihat sosok Hiruma dengan pandangan yang lebih cerah. Mereka bahkan masih saling beragumen karena masalah kecil sampai sekarang.

Di sana Mamori terdiam memikirkan kaptennya itu, dia melamun karena akhir-akhir ini Hiruma selalu memarahinya dengan nada yang kasar dan keras tidak seperti biasanya.

Entah mengapa sudah sebulan ini Hiruma justru lebih pemarah dari biasanya, sedangkan Mamori menjadi lebih diam dan gampang mengalah.

Mungkin sudah jelas jika alasan Mamori menjadi lebih pendiam dari biasanya. Pertama, kedua orang tuanya harus pergi ke Amerika karena urusan pekerjaan ayahnya. Kedua, dia sudah merasa lelah berada di dekat Hiruma.

"Tunggu... Kenapa aku harus merasa lelah sekarang?" batin Mamori sedikit terkejut, ia meletakkan tangannya di depan dadanya.

"Bukannya dia sama seperti dulu? Kalau dipikir aku sudah terbiasa dengan sifatnya itu, jadi kenapa aku merasa lelah padanya?" Mamori menggenggam erat pakaiannya, ia terlihat murung.

"Mamo-nee!"

"Ah, Suzuna-chan..." Mamori menoleh dan tersenyum menyembunyikan semua keluh kesahnya.

Mereka bercakap sebentar dan akhirnya menonton jalannya pertandingan bersama. Setelah mendapatkan rekamannya, Mamori pergi membeli beberapa camilan untuk anggota klub. Dia kembali tapi sudah tidak ada siapapun di dalam ruang klub.

Yang tersisa justru kekacauan, baju-baju kotor berserakan dimanapun. Belum lagi beberapa majalah milik para anggota yang sifatnya sedikit bahaya dibiarkan di luar begitu saja.

Mamori menghela nafasnya, ia menggulung lengannya dan mulai membersihkan ruangan. Keadaan seperti ini membuatnya mengingat akan 3 tahunnya bersama dengan tim SMA Deimon. Dia tersenyum mengingat beberapa kenangan yang hangat dan menyenangkan. Namun tak berapa lama raut wajahnya justru sedikit murung. Ia terlihat kesepian di ruangan itu seorang diri.

"Sena, Suzuna, Monta, Kurita, semuanya..." batinnya yang kembali dari lamunannya, ia tersenyum tegar dan kembali membersihkan ruangannya.

Usai melaksanakan kewajibannya, Mamori tidak langsung pulang ke rumahnya. Dia menyiapkan beberapa dokumen juga poster yang harus ditempel untuk pertandingan minggu depan. Kemudian dia juga menyusun beberapa strategi cadangan yang mungkin bisa digunakan.

Tak terasa sudah hampir larut malam Mamori berada seorang diri di ruang klubnya itu. Karena takut tertinggal kereta yang terakhir akhirnya ia buru-buru mengunci pintu klub dan pergi.

Mamori berjalan sembari meniup kedua telapak tangannya yang membeku. Wajar saja, ini bulan april dan cuaca masih sangat dingin. Tapi gadis itu justru meninggalkan syal dan sarung tangannya di rumah. Untung dia mengenakan mantel yang cukup tebal.

Saat berada di depan gerbang universitas, Mamori menghentikan langkahnya. Ia melihat Hiruma berdiri sambil menggelembungkan permen karetnya seperti biasa.

"Hiruma-kun?" panggilnya dengan heran.

"Lama sekali bodoh. Apa yang kau lakukan selarut ini dasar manajer sialan." gerutu Hiruma kesal, namun Mamori masih terdiam kebingungan.

"Kenapa kau masih di sini? Dimana yang lainnya?" tanya Mamori masih bingung, Hiruma mengabaikannya dan menyuruh Mamori untuk berjalan.

"Cepatlah bodoh." balasnya singkat berjalan di depan.

Lagi-lagi kebahagiaan Mamori hilang karena menghela nafasnya lelah. Ia berjalan cepat menyusul pria di depannya.

Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun, Mamori hanya berjalan menundukkan kepalanya. Sedangkan Hiruma masih terus memainkan permen karetnya.

"Oi manajer sialan!" seru Hiruma yang membuat Mamori terkejut.

"Hm?" Mamori menoleh dan merespon singkat.

"Cepat bicara atau aku akan mati kebosanan dasar bodoh." Mamori mulai menunjukkan wajah tidak nyamannya, Hiruma sempat melihatnya dan sedikit menyeringai.

Dia kira Mamori akan membentaknya seperti biasa, namun tidak. Dia salah, gadis di sampingnya kembali menghela nafas panjang dan berjalan lebih cepat. Seringai Hiruma hilang, ia berjalan makin cepat dari Mamori. Melihat hal itu membuat Mamori kebingungan, dia justru berhenti dan berjalan seperti biasa.

Mamori duduk di stasiun menunggu kereta terakhir, untung dia masih sempat. Hanya tinggal dia seorang di sana, duduk melamun tanpa memikirkan apapun.

Hingga akhirnya ringtone ponselnya berbunyi, dengan segera ia mengangkatnya. Suara perempuan sangat lembut menyapanya, nadanya sedikit cemas karena putrinya belum kunjung kembali.

"Ah ibu, aku baik-baik saja. Un, masih sempat. Sebentar lagi keretanya datang. Un, tidak usah khawatir. Kalau begitu sampai nanti." Mamori tersenyum menutup panggilannya.

Sekali lagi dia menghela nafas panjangnya, ini sudah kesekian kalinya Mamori membuang kebahagiaannya. Ia menyandarkan bahunya pelan, kepalanya ia sembunyikan dalam tunduknya yang dalam.

Dan permata yang berkilau jatuh dari pelupuknya, entah karena apa tapi ia menangis. Tak lama kemudian suara kereta datang, dengan cepat ia menghapusnya dan bersiap pergi.

Sebulan terakhir sejak kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah ke Amerika sifatnya berubah. Kedua orang tuanya membuat putri mereka memilih untuk tinggal atau pergi bersama mereka dan mendaftar di universitas yang baru.

Mamori bilang akan memikirkannya, namun sebulan itu justru sifatnya berubah. Dia menjadi lebih mengalah dari biasanya. Senyumnya pun terlihat dipaksakan, dan jadi sering melamun.

Biasanya ia akan menceritakan masalahnya pada teman-teman kampusnya atau pada Suzuna. Namun itu juga hanya masalah kecil, kali ini mungkin masalahnya terlihat lebih rumit untuk dibagikan pada orang lain. Dirinya juga tidak suka bila dianggap manja, jadi ia memilih diam dan melaksanakan tugas-tugasnya.

"Tadaima." ucap Mamori melepas sepatunya. Ibunya menyambut hangat putrinya, ia masih mengenakan apronnya.

"Okaeri, mou mamo-chan sudah ibu bilang untuk tidak pulang terlalu larut." kata sang ibu membantu membawakan bawaan putrinya.

"Ah tidak usah bu, biar aku yang bawa." Mamori tersenyum mengambil bawaannya.

"Ibu sudah menyiapkan air hangat untukmu. Basuhlah tubuhmu kemudian kita makan malam bersama." Ibu Mamori tersenyum lembut membelai wajah putrinya.

"Eh? Ibu dan ayah menungguku? Maafkan aku, aku akan mengabari kalian bila aku pulang terlambat." balas Mamori tidak enak.

Ibunya menggelengkan kepalanya dan masih tersenyum dengan hangat. Perlakuan yang ia berikan sangat membuat Mamori nyaman.

"Tidak, bagaimanapun juga kau adalah putri kami yang berharga. Kami akan selalu menunggu kepulanganmu." mendengar ucapan ibunya yang begitu jujur membuat air mata tertumpuk di pelupuk Mamori. Dia menangis dan menghiraukan ibunya yang kebingungan, ayahnya juga ikut menghampirinya. Namun air mata Mamori tetap terjatuh tanpa diselingi kata-kata.

Pada akhirnya ia menghabiskan malam itu dengan kedua orang tuanya, kemudian tidur dengan mata yang agak bengkak.

Keesokan harinya Mamori terlihat sedikit cerah, ia mencoba untuk berhenti melamun dan menyapa teman-temannya kembali seperti biasa. Bahkan para fans lelakinya mulai ia sapa dengan ramah.

Selesai dari aktivitas belajarnya ia bergegas pergi ke ruang klub, di sana masih belum ada siapapun kecuali satu orang.

"Selamat siang Hiruma-kun. Are? Dimana yang lain? Apa mereka belum datang?" tanya Mamori meletakkan tasnya, ia membuka mantelnya dan mulai mengerjakan tugasnya.

Hiruma terus mengabaikannya, tapi ini aneh. Sangat jarang melihat Hiruma sesekali mencuri pandang pada manajernya itu. Sesekali ia memperhatikannya, namun kemudian kembali ke laptopnya, dan begitu hingga Mamori menyadari sesuatu.

"Hiruma-kun apa ada yang salah denganku? Kenapa kau terus memandangiku, itu mengerikan." kata Mamori dengan wajah yang tidak biasa.

"Diam dasar manajer sialan. Cepat bawakan aku rekaman yang kemarin!" bentaknya, Mamori mulai mengerutkan dahinya kesal. Tapi kembali lagi dia menghela nafasnya.

"Brak!" tiba-tiba Hiruma memukul meja dengan sangat keras hingga membuat Mamori terkejut.

"Jangan membuang karbondioksidamu di hadapanku manajer bodoh!" bentak Hiruma kelihatan kesal.

Mamori hanya terdiam membulatkan matanya, ia mengeluarkan sedikit keringatnya karena tiba-tiba Hiruma membentaknya.

"Apa kau tahu berapa banyak kesuraman yang kuterima saat bersamamu ha? Kau tahu kalau kau itu manajer sialan bodoh klub ini. Kau pikir untuk apa kau menjadi manajer klub!" kali ini ucapan Hiruma membuat Mamori membeku, ia tak dapat berkutik, perkataannya yang terakhir begitu mengenai hatinya. Dia mulai berpikir, dari awal apa yang dia lakukan di universitas ini dan untuk apa dia masuk ke klub amefuto. Mamori menundukkan kepalanya sejenak, tak berapa lama semua anggota klub lainnya masuk.

Mereka terdiam ketika melihat suasana aneh di antara manajer dan juga leadernya.

"Un... Kau mungkin benar, untuk apa ya aku ada di sini? Aku juga tidak tahu kenapa aku di sini. Jadi, sepertinya tidak ada alasan untukku tetap di sini kan? Aku akan meninggalkan klub ini. Terima kasih untuk semuanya." Mamori menundukkan kepalanya, dan bergegas mengambil barang-barangnya kemudian pergi meninggalkan klub.

"Hiruma-kun bodoh!" batinnya, ia berlari sambil menitikkan air mata.

Sementara itu kekecewaan terlihat di wajah anggota lainnya, terutama Agon yang langsung mencengkram kerah Hiruma.

Ia bertanya alasan yang terjadi di antara keduanya, namun Hiruma justru acuh dan menyuruh semua orang berlatih ke lapangan.

"Hentikan Agon-san, memang akhir-akhir ini Mamori-san sedikit aneh. Biarkan ia menenangkan pikirannya sejenak, begitu juga dengan kapten kita." kata Yamato menenangkan suasana.

Mereka pun berlatih seperti biasa dan mengabaikan masalah manajernya. Tapi sang kapten justru tidak fokus pada latihannya, ia mengakhiri dengan cepat dan pergi tanpa berpamitan.

Dilain pihak Mamori duduk sendiri di sebuah taman, ia masih memikirkan kata-kata Hiruma. Hari itu sudah mulai petang, tapi Mamori mengabaikannya dan hanya terduduk diam.

"Aku bergabung dengan amefuto hanya untuk melindungi Sena, tapi Sena sudah menemukan orang yang ingin dia lindungi dan itu adalah Suzuna-chan." Mamori tersenyum lembut, ia mulai mengayun pelan ayunannya.

"Tapi... Kenapa aku tidak bergabung dengan Sena dan yang lainnya? Aku justru mengikuti orang bodoh dan gila itu." kini Mamori justru mengayunnya cepat, ia terlihat jengkel.

"Bukankah Mamo-nee menyukainya? Tidak, mungkin kau sudah jatuh cinta padanya." tiba-tiba Mamori menghentikan ayunannya, ia membulatkan matanya mengingat ucapan Suzuna saat terakhir mereka bertemu.

"Dia merepotkan, menjengkelkan, dan yang paling penting mulutnya kasar bukan? Mamo-nee tidak suka yang seperti itu. Tapi kenapa Mamo-nee tetap tinggal? Sudah pasti itu karena kau sangat peduli dan menyukainya." kini wajah Mamori sudah semerah tomat, ia menyentuh kedua pipinya yang memanas.

Mengingat-ingat kapan dia mulai tertarik pada iblis berandalan itu. Dia kembali ke masa lalunya dan mulai menemui semua sifat-sifat lembut dan lemah milik iblis dari neraka itu. Hanya dia seorang yang mengetahuinya, tapi dia justru tidak pernah menyadarinya.

Mamori masih terdiam, dia tidak percaya kalau sudah jatuh sangat dalam ke jebakan iblis itu. Dirinya bahkan lebih memilih iblis neraka bertelinga elf daripada adik lelakinya yang manis.

"Oi manajer bodoh! Sampai kapan kau akan melakukan hal-hal bodoh menjengkelkan seperti ini." Kata Hiruma yang tiba-tiba berdiri tepat di belakangnya sambil memandangi Mamori dengan wajah datarnya dan memecahkan gelembung permennya.

"Hiruma-kun!" seru gadis yang terkejut itu, ia dengan cepat bangkit dan menjauh dari sang iblis.

Menyadari akan lamunan serta imajinasinya yang barusan membuat kedua pipinya terbakar memanas. Hiruma hanya terheran melihatnya, kini giliran dia yang duduk di atas ayunan.

Mamori masih berusaha untuk menenangkan dirinya, ia mengusap dadanya pelan dan menarik nafas dalam.

Jantungnya masih berdegup kencang, ia tidak bisa menatap Hiruma tepat di matanya.

"A-Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Mamori masih gugup.

"Bodoh, aku hanya ingin mengatakan ini padamu, mungkin kau bergabung dengan kami tanpa alasan yang jelas. Tapi aku sudah lihat seberapa bodoh, menyebalkan, dan mengganggunya dirimu." Balas Hiruma mengayun cepat ayunannya.

"Kau ini benar-benar membuatku muak!" Mamori masih bisa menahan emosinya.

"Aku juga sudah lihat betapa bergunanya dirimu. Jadi, bisakah kau tinggal lebih lama dengan kami? Mau bagaimanapun juga kau adalah manajer klub Amefuto Saikyoudai Wizards." Hiruma melompat dan berdiri di hadapan Mamori.

Degup jantung malaikat itu makin kencang, debarannya tak beraturan hingga membuatnya sedikit sulit bernafas. Sepertinya sang malaikat berhasil diracuni oleh iblis di hadapannya.

Kata-kata yang begitu kasar namun lembut di telinganya membuat suhu tubuhnya memanas. Kedua pipinya memerah, dia masih tidak bisa menjawab apapun. Namun detik berikutnya dia terbebas dari racun itu.

Ia teringat kembali akan tawaran orang tuanya untuk pergi ke Amerika. Mamori menggenggam dadanya erat sambil tertunduk.

"Ini tidak adil karena hanya aku saja yang berdegup kencang." Batinnya, Hiruma masih terdiam heran tidak mengerti. Ia terus memandangi Mamori yang sedari tadi tertunduk.

"Maafkan aku Hiruma-kun, sepertinya aku menemukan klub bagus yang lebih cocok untukku." Kata Mamori menolak, ia masih tidak menengadahkan kepalanya.

"Ha? Apa maksudmu?" balas Hiruma masih tidak mengerti.

Mamori hanya terdiam dan membalikkan badannya, ia hendak lari untuk yang kedua kalinya. Jika saja Hiruma tidak menahan tangannya.

"Oi jangan bercanda kau manajer sialan! Aku mengerahkan semua kebanggaanku untuk mengatakan hal itu padamu!" bentaknya, Mamori tetap berusaha supaya Hiruma melepas tangannya, tapi Hiruma justru semakin keras dan menyakitinya. Hiruma menarik lengannya hingga ia dapat melihat wajah malaikat itu.

Namun tidak seperti biasanya, sang malaikat justru menangis seperti kesakitan. Hal itu membuat sang iblis tertegun, sudah berkali-kali ia melihatnya menangis, tapi kali ini belum pernah ia melihatnya.

"Lepaskan aku! Aku sudah lelah! Aku tidak mau kalau cuma aku yang merasakan perasaan seperti ini! Ini menyakitkan!" seru Mamori, tidak biasanya dia lepas kendali.

"Hiruma-kun sangat egois! Kau bahkan tidak mau mendengarkanku saat aku harus berbicara padamu! Kau bilang bahwa anggota klub membutuhkanku tapi kenyataannya tidak! Bagimu tidak masalahkan jika aku tetap tinggal atau pergi ke Amerika sekalipun!" bentaknya lagi, kali ini Hiruma benar-benar membulatkan matanya dengan sempurna.

Amerika? Apa sebelumnya dia pernah berkata tentang Amerika dan semacamnya. Itulah yang Hiruma pikirkan, ia teringat ketika pertandingan dengan Enmai usai Mamori memanggilnya dan ingin membicarakan tentang sesuatu, tapi dia pergi dan mengabaikannya.

"Apa maksudmu manajer sialan?" tanya Hiruma dengan nada sedikit tinggi.

"Ayahku akan dipindahkan ke Amerika, ibuku juga ikut bersamanya." Balas Mamori masih sedikit terisak.

"Pft… Kekekekekeke kau membentakku karena hal itu? Apa kau bodoh? Kau ini anak manja? Kau seperti anak anjing yang tidak mau pisah dari induknya." Kesal dengan ucapannya, Mamori menamparnya. Ini pertamanya bagi sang iblis seseorang melukai wajahnya.

Hiruma terdiam, begitu pula Mamori dengan tangannya yang gemetar.

"Aku memang anak anjing itu. Aku takut… Membayangkan diriku pulang setelah aktivitas klub. Berjalan bersama teman-teman, melakukan hal menyenangkan, kemudian sampai di rumah tidak ada seorangpun yang menyambut atau sekedar menyalakan lampunya."

"Aku benci itu! Aku tidak suka kalau harus merasa kesepian dan sendirian! Aku tidak mau tinggal seorang diri!" Hiruma benar-benar melotot tidak percaya.

Mamori selalu bisa diandalkan, dia selalu melakukan semua tugasnya dengan baik, dia menjaga junior dengan penuh tanggung jawab, dan selalu terlihat kuat. Baru kali ini Hiruma melihat sisi lain Mamori yang sangat kekanak-kanakkan dan manja. Ia tersenyum penuh makna.

"Jadi hanya itu?" Mamori mendongak kesal menatap iblis di depannya tanpa ragu.

"Apa kau tidak tahu betapa berharganya kalian semua untukku? Aku bahkan tidak mau berpisah dengan Sena, Suzuna, atau bahkan dirimu! Tapi kau selalu seperti ini, aku sudah tidak tahan menghadapi dirimu! Di atas semuanya aku sangat benci karena aku mengatakan hal ini padamu!" Mamori berbalik dan pergi meninggalkan Hiruma seorang diri.

"Kalau begitu tinggal saja di apartemenku. Aku bisa menyalakan lampu untukmu." Hiruma menyeringai seperti biasa, dia sadar dengan tindakannya itu. Tapi dia tidak ingin gadis yang berguna untuknya pergi begitu saja.

Iblis tinggal satu atap dengan malaikat? Apa tuhan menyetujuinya? Atau bisakah sang cupid menyatukan mereka dengan panahnya?


Kembali lagi dengan fict hirumamo yeay! Duh flu merajalela, untung dapat libur 4 hari, okelah 4 hari ini bakal buat nyelesein fanfic ini. Selamat menikmati jangan lupa review untuk peningkatan kedepannya! Terima kasih!