Well, ini pertamakalinya saya menulis Fanfiction, jadi kalau ada kesalahan mohon dimaafkan. Sesuai judul dan Summary diatas, cerita ini berdasarkan mimpi saya, jadi kalau agak gaje mohon dimaafkan.
Disclaimer :
Bleach milik Tite Kubo
Yang milik saya cuma mimpinya dan jalur cerita
Warning: AU, tapi Ulquiorra masih tetap Hollow
Chapter 1
Pertemuan
Aku dengan cepat keluar dari rumahku, mengunci pintu rumah, lalu sambil mengantongi kunci itu, aku mengambil sepeda dan mengayuhnya cepat-cepat ke dalam kegelapan malam.
Bulan sabit bersiar terang di langit tanpa awan pada tengah malam ini, udara sejuk menerpaku saat aku mengayuh sepedaku dengan kuat, kebut-kebutan sepuasnya di jalan sepi yang tidak ada orang sama sekali.
Dengan satu tarikan kuat aku mengerem sepedaku di salah satu jalan gelap, berhenti untuk menghirup udara malam yang dingin.
Udara itu menyejukkan pikiranku.
Aku sering melakukan kegiatan ini, bisa mengamati dunia saat matahari tidak menyinarinya. Kelam dan gelapnya malam, sunyi dan sepinya, makin membuatku bisa melupakan realita selama sejenak.
Aku melihat kearah langit, bulan sabit bersinar keperakan diatasku.
Aneh. Bulan sabit dan gelapnya malam mengingatkanku pada seseorang. Dan lebih anehnya lagi, bukan seseorang yang nyata. Ya seorang tokoh fiksi.
Ulquiorra.
Nama unik yang membuat lidah kelu itu bergiang dalam pikiranku.
Mata hijau zamrud cemerlangnya, kedua bekas air mata berwarna hijau di mpipinya, helm setengah bertanduk di kepalanya, kata-kata tajam yang monoton tanpa perasaan, lalu kepribadiannya yang tidak mengenal hati. Karakternya sama seperti malam ini.
Aneh memang, aku mengidolakan seeorang tokoh fiksi. Tetapi aku yang melewatii hari-hari panjangku dengan menonton suatu anime tertentu, tentu aku merasa ada koneksi dengan karakter-karakter di dalamnya. Sekali lagi, kegiatan tersebut membantuku melupakan realita sejenak.
Aku menggeserkan tubuhku sehingga tanganku bersandar pada stang sepeda sambil duduk diatas sepeda.
"Kuharap Ulquiorra benar-benar ada, kuharap dia benar-benar ada…", aku mendengar diriku berbisik keras.
Setelah terkejut selama beberapa saat, aku mengulang kalimat itu, lagi, lagi, lagi lagi dan lagi.
Tiba-tiba terdengar suara seperti ada yang merobek udara.
Aku dengan panik duduk tegak dan menggeser kepalaku dengan cepat, mencari-cari sumber suara dengan ketakutan yang makin bertumbuh di dadaku.
Lalu aku menemukan sumber suara itu, beberapa meter diatas aspal di depanku.
Muncul robekan hitam di udara.
Mataku melebar dengan ngeri dan tidak pecaya, sebuah Garganta.
Dari Garganta tu, suatu sosok kabur berwarna putih keluar dari dalamnya dan terjatuh dengan suara berdebam keras.
Jantungku berdebar keras, bahkan saat Garganta tadi tertutup dan menghilang, dan bagaikan meledak saat aku dengan hati-hati turun dari sepedaku dan melangkah ke arah sosok itu.
Aku mengeluarkan jeritan tertahan saat aku mengenali sosok di depanku, dengan posisi telentang seakan tanpa nyawa.
Memakai baju putih yang dinodai darah, sabuk hitam dengan katana di pinggangnya, dilengkapi dengan hakama putih yang robek disana-sini.
Adalah Ulquiorra.
Mataku terasa berair karena ngeri saat melihat luka-lukanya; sayatan dari bahu kanan sampai ke sisi kiri tubuhya yang terlihat cukup dalam dan mulai menciptakan genangan darah,, dibagian lengan kiri dan hakama di bagian kanannya terdapat sobekan yang mulai dirrembesi warna kemerahan disekitar robekan itu.
Sunnguh, pemandangan di depanku mengingatkanku pada saat kematiannya. Hari dimana aku menangis karena sesuatu yang tidak benar-benar terjadi.
Setelah itu aku tersentak kembali pada realita.
"Astaganaga ular naga panjangnya, ya Tuhanku!" , kataku sambil membalikkan badan, "ini mimpi, ini mimpi, ini pasti mimipi, ini terlihat seperti mimpi, ini pasti mimpi….", aku berbalik lagi untuk memastikan sosok tadi tidak ada, namun- "…Argh! Ini bukan mimpi, tapi dia tidak nyata! Pasti mimpi, tapi dia di-di-disana! Ini mimpi, mimpi, mimpi…", aku berbalik sekali lagi.
Darah makin menggenang di sekitarnya.
Aku harus bagaimana? Astaga, dia akan mati, liihat darahya!
Lalu aku mengambil keputusan.
Degan berjalan hati-hati tanpa suara, aku mendekatinya. Perlahan aku berlutut disampingnya, tidak mempedulikan darahnya yang mengenai lututku. Aku memiringkan badanku kearahnya, berusaha mencari tanda-tanda kehidupan dari sosok tak bernyawa di hadapanku.
Lalu aku merasakan nafas pelan dan hangat yang hampir tak terasa di dinginnya udara malam.
Degan tarikan nafas terkejut aku menarik diriku dan duduk dengan tegak, menimbang-nimbang apa yang harus kulakukan dengannya.
Lalu aku melihat sayatan terbesar di tubuhnnya , dugaanku benar, sayatan itu memang dalam, saking dalamya aku bisa melihat tulang-tulangnya diantara darah yang tergenang di luka itu.
Jika aku ingin menolongnya, aku harus cepat melakukannya.
Tak mempedulikan darahnya, aku mengangkat tubuhnya lalu menyandarkannya padaku, berusaha membawanya ke sepedaku.
Membawa sepeda dan satu orang- tdak, bukan orang, tapi Hollow. Membawanya memang berat, tubuh ringanku terkadang hampir terjatuh dalam usaha menahan beratnya, 55 kg, kalau tidak salah.
Darah makin meresap kedalam bajuku, membuat sisi tubuhku basah, dan aku merasakan kondisi yang ingin kutolong makin melemah.
Dengan amat susah payah akhirnya aku bisa masuk kedalam rumahku.
Aku menarik nafas lega saat aku akhirnya bisa membaringkannya ke tempat tidur di kamarku.
Aku melihat darahnya meresap ke sepraiku dengan kecewa. Padahal baru kemarin aku mencuci seprai itu, dan mencuci seprai memerlukan tenaga yang tidak sedikit.
Tapi aku memakluminya setelah merasa lega dia masih hidup sekarang ini.
Gimana? Gaje ya? Namanya juga baru pertama kali, hehe.. Mau saya lanjutkan atau nggak?
Review please ^_^ (Kritik dan saran diterima)
#Nata
