A/N: Hy minna..
Aq akhrny nulis fic yg multichap di kuroshitsuji..^^
Tp aq jg bkal update fic multichapq yg lain.
Met baca...
Disclamer: Yana Toboso yang punya Kuroshitsuji
Title: When I Met Devil
Rated: T
Genre: Friendship, Romance
Ket: Ciel: aku, Sebastian: dia.
Umur Ciel 16 tahun, Sebastian 20 tahun
When I Met Devil
Ini adalah kisahku.
Kisah yang menceritakan bagaimana awalnya aku bertemu dengannya, seseorang yang aku sayangi.
Namaku Ciel Phantomhive, seorang pemuda biasa yang hanya menjalani hari-hariku dengan biasa juga. Jujur saja aku mengakui kalau diriku ini sedikit kaku dan dingin. Memang banyak yang ingin menjadi sahabatku tapi aku hanya bisa menganggap mereka sebagai teman biasa. Entah kenapa aku merasa enggan mempererat suatu hubungan. Aku takut...
"Ciel jalanilah hidupmu dengan kuat."
Aku ingat ucapan orangtuaku itu saat mereka terakhir mengatakannya padaku, hingga mereka meninggalkanku sendiri di dunia ini. Saat ini aku tinggal sendiri di sebuah rumah yang tepatnya saudaraku berikan untukku. Karena aku tidak mau merepotkan mereka dengan tinggal bersama mereka.
"Huft.." gumamku sambil merebahkan diriku di atas kasurku yang empuk. Mataku melihat ke arah langit-langit kamarku. Pikiranku melayang-layang entah kemana. Masih terlintas kenangan akan orangtuaku. Aku memejamkan mataku dan membawa diriku ke alam mimpiku.
Keesokannya aku sudah bangun pagi, aku sedang bersiap-siap menuju sekolahku. Kurapikan seragamku hari ini dan ketika sudah rapi aku segera berlalu dari rumah.
Aku terus berjalan menuju sekolah dengan sunyi, menikmati hal apa yang bisa kulihat. Langit yang berwarna biru, angin yang terasa sejuk. Aku menyukainya. Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang hingga rambut kelabuku sedikit tertiup angin. Aku berusaha merapikan rambutku tapi tiba-tiba.
Bruk!
Aku terjatuh.
Aku tidak tahu kenapa diriku jatuh dan kulihat ada seseorang yang berdiri di hadapanku. Tampaknya dia adalah orang yang menabrakku hingga aku jatuh.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya orang itu cemas
Akupun melihat ke arah orang itu dan kulihat seorang pemuda berambut hitam dengan kulit putih pucat dan warna mata merah. Pemuda itu mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku berdiri, akupun menerima uluran tangannya.
"Terimakasih." ujarku setelah berhasil dibantu berdiri olehnya
"Sama-sama." ujarnya lembut. "Lain kali hati-hati ya?" Setelah bicara seperti itu, pemuda itu meninggalkanku sendiri. Aku hanya menatap datar punggungnya dan berbisik pada diriku sendiri.
'Dia orang yang baik.'
.
.
.
.
.
Aku tetap meneruskan perjalananku hingga sekolah dan menjalani waktu-waktuku seperti anak sekolah pada umumnya. Semuanya selalu sama, tidak ada satu halpun yang membuat hidupku ini lebih berwarna.
Cinta?
Ayolah, aku ini hanya pemuda berusia 16 tahun.
Memang sudah wajar kalau aku ingin mencari seseorang yang berarti dalam hidupku tapi aku tidak pernah memikirkannya. Memang banyak anak-anak cewek yang selalu mengejar-mengejar diriku tapi aku tidak peduli. Mereka hanya mengagumiku saja dan tidak lebih, karena itu aku juga tidak mau berpikiran yang macam-macam.
Waktu memang cepat sekali berlalu hingga waktu pulang sekolahpun tiba. Semua murid sudah bergegas untuk pulang termasuk aku. Aku melangkahkan kakiku hingga menuju gerbang sekolah dan untuk sesaat aku merasa terkejut. Bagaimana bisa pemuda yang kutemui tadi pagi, atau lebih tepatnya yang menabrakku itu berada di depan gerbang sekolahku?
Aku hanya berlalu saja dari sosoknya dan tiba-tiba kurasakan seseorang memegang lenganku dan kulihat pemuda itu memegang lenganku. Mata merahnya bertemu dengan mata biruku ini, aku hanya menatap datar pemuda itu.
"Kenapa kau ada disini? Dan kenapa juga menahanku pulang?" tanyaku datar padanya
Pemuda itu melepaskan genggamannya dari lenganku dan hanya menatap wajahku. Aku sedikit risih jika ditatap seperti itu. Akupun memalingkan wajahku darinya.
"Ada urusan apa?" tanyaku lagi
"Siapa namamu?" tanya pemuda itu
"Eh?"
"Iya, namamu."
"Ciel Phantomhive."
"Ciel, nama yang indah."
Aku sedikit tersenyum atas ucapannya, baru kali ini aku mendengar seseorang mengatakan namaku itu indah. Tapi aku juga memang tidak terlalu memusingkannya. Aku kembali menatap wajah pemuda itu. 'Siapa dia?' batinku. Tapi aku tidak ingin bertanya seperti itu. Tampaknya dia bisa membaca pikiranku hingga diapun menjawab.
"Namaku Sebastian Michaelis. Salam kenal." ujar Sebastian
Aku hanya mengangguk pelan dan berusaha berlalu lagi dari hadapannya, tapi lagi-lagi dia menghalangiku. Dia kembali menggengam lenganku erat.
"Ada apa lagi?" tanyaku yang berusaha menjaga agar tidak terdengar marah, walaupun mungkin akan terdengar seperti itu.
"Hanya sampai jumpa, Ciel." ujarnya seraya melepas lenganku dan berjalan menjauhiku.
"Kenapa sih dia?" gumamku yang kembali meneruskan perjalan pulang.
Keesokannya aku kembali berjalan menuju sekolah seperti biasa. Ah, apakah aku harus menceritakan aktivitas rutinku pada kalian? Pasti kalian akan bosan, begitu juga dengan diriku. Aku bosan dengan hidupku yang terus saja berputar seperti ini, tanpa ada sesuatu yang menarik.
Tapi tanpa aku ketahui aku menemukan sesuatu yang menarik. Pemuda itu, Sebastian menatap datar pohon sakura yang berada di dekatnya. Aku melihat wajahnya seakan-akan terkesan sendu dan itu menarik menurutku. Aku melangkahkan kakiku hingga sejajar dengannya.
"Sedang apa?" tanyaku padanya. Sebastian menoleh ke arahku dan hanya tersenyum tipis kemudian pandangannya kembali teralih dengan pohon sakura itu.
"Entahlah." bisiknya pelan
Keheningan menyelimuti kami berdua. Aku juga membiarkan diriku larut dengan pikiranku sendiri, dan masalah pemuda itu. Biarkan itu menjadi masalahnya sendiri, tanpa campur tanganku. Iya kan, itu masalahnya bukan masalahku.
"Sampai jumpa." ujarku yang pergi meninggalkannya sendiri di pohon sakura itu
Sama seperti hari-hari sebelumnya yang berlalu begitu saja dan membosankan menurutku. Hingga aku memutuskan untuk cepat pulang ketika bel pulang sekolah sudah berbunyi. Tapi lagi-lagi aku menemukan sosoknya berada di depan gerbang sekolahku.
"Hai." sapaku padanya
"Hai juga Ciel." ujarnya
"Kenapa kamu berada disini?"
"Aku ingin bertanya padamu."
"Eh?"
"Bolehkah aku menjadi temanmu?"
Kenapa untuk hal seperti itu dia masih bertanya padaku? Apa ada yang salah dengannya? Tapi mungkin saja dia sama sepertiku, hanya sebatang kara di dunia ini dan berusaha mencari seorang teman. Walaupun aku sebatang kara tapi aku berusaha bertahan, meski terkadang menyakitkan menanggung semuanya sendiri.
Aku hanya tersenyum saja padanya, sama seperti ketika teman-temanku ingin menjadi temanku. Kulihat dia juga tersenyum, senyum yang manis menurutku. Bisa seorang pemuda yang dibilang cukup tampan ini tersenyum dengan manisnya. Mungkin saja teman-teman cewekku bisa teriak histeris jika melihat Sebastian.
"Ayo pulang, aku capek." ujarku tiba-tiba
"Haha... Ternyata kamu minta diantar?" ujarnya sambil tertawa
Seketika aku langsung merasa malu karena ditertawakan, apalagi oleh orang yang baru kukenal. Akupun berjalan atau tepatnya berlari meninggalkan Sebastian sendiri. Kudengar dia meneriakkan sesuatu tapi aku tidak mendengarnya karena sibuk berlari.
Tunggu...
Aku lari karena apa?
Hah, entahlah..
Aku bingung. Begitu sampai di rumah, aku langsung membaringkan tubuhku di atas kasur. Mungkin aku kekanak-kanakkan karena ditertawakan begitu langsung lari, tapi jujur entah kenapa aku ingin berlari darinya. Aku merasa kalau wajahku tiba-tiba memanas.
"Apa-apaan ini?" gerutuku sambil memejamkan mataku. Pikiranku sudah melayang kemana-mana, sosok Sebastian yang baru kutemui beberapa hari ini bisa menyita perhatianku.
Tunggu...
Kenapa aku merasa seperti ini?
Aneh sekali, aku hanya tersenyum saja dan makin memperdalam pejaman mataku.
TBC
A/N: Huwaa..
Gomen minna, kalau ceritanya jelek n membingungkan.
Tw2 idenya terlintas aja.
Review y?
Biar aq semangat lanjutinnya..^^
Ok?
