Kyungsoo baru saja membuka kedua matanya saat ia merasakan adanya guncangan ditubuhnya dan mendengar seseorang memanggilnya. Kyungsoo membuka kedua matanya dan menyesuaikan pandangannya dengan cahaya matahari yang memasuki kamarnya. Kedua matanya melihat sang ibu yang sedang membuka jendela kamarnya.
"Selamat pagi sayang, maafkan ibu yang tidak bisa menjemputmu semalam."
Ibunya berjalan kearah Kyungsoo yang masih bergelung dibalik selimut. Tangan kanan ibunya membelai rambut Kyungsoo dengan lembut sehingga membuat Kyungsoo terbuai untuk kembali tidur.
"Hari ini aku ingin bangun lebih siang ibu." Kyungsoo benar-benar merasakan kantuk yang menyerangnya, mengingat bahwa ia baru saja menutup kedua matanya pukul satu pagi setelah menempuh perjalanan hampir delapan jam dari kanada.
"Makanlah terlebih dahulu setelah itu kau boleh melanjutkan tidurmu." Ibunya kini mulai membuka selimut yang menggulung tubuh Kyungsoo. "Lihatlah tubuhmu yang kurus ini. Apa ayahmu tidak mengurusmu dengan baik?"
Kedua mata Kyungsoo yang semula menutup kini terbuka saat mendengar ibunya yang mulai mengomel tentang berat badannya. "Apa ibu akan percaya jika aku bilang bahwa ayah tidak mengurusku dengan baik?"
Ibunya mengembangkan senyum dan menggelengkan kepalanya. "Apa ayahmu baik-baik saja? Bagaimana dengan nenekmu?"
Kyungsoo mulai bangun dari tidurnya lalu merentagkan kedua tangannya. Kemudian ibunya membawa tubuh Kyungsoo kedalam pelukkannya, ini adalah pertemuan pertama mereka setelah hampir enam bulan berpisah. "Keadaan nenek dan ayah baik-baik saja ibu. Nenek juga menyampaikan salam untuk ibu."
Pelukkan mereka terlepas dan sekarang pasangan ibu dan anak ini saling memandang. "Basuh mukamu dan gosoklah gigi terlebih dahulu atau kau bisa mandi terlebih dahulu."
"Kyungsoo akan menggosok gigi dengan masakan lezat yang ibu buat." Kyungsoo tertawa dan ia segera bangkit menuju kamar mandi sebelum ia mendapat pukulan bantal terbang dari ibunya.
Do Kyungsoo, ayahnya adalah keturunan Kanada-Korea dan ibunya adalah warga Korea asli. Empat tahun yang lalu kedua orang tuanya telah resmi membuat keputusan untuk saling berpisah. Ayahnya kembali ke Kanada untuk memegang perusahaan keluarga yang ada di Kanada serta menjaga neneknya. Perpisahan ayah dan ibunya benar-benar membuat Kyungsoo terpuruk empat tahun yang lalu. Saat itu ia benar-benar bingung kenapa kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah, selama tinggal bersama Kyungsoo sama sekali tidak pernah melihat atau mendengar pertengkarang kedua orang tuanya. Tapi sekarang Kyungsoo sudah bisa menerima perpisahan kedua orang tuanya. Meskipun kini ibu dan ayahnya telah memilih jalan hidup yang berbeda mereka tetap saling berbagi kabar dan tetap memperhatikan keadaan Kyungsoo seperti sebelumnya.
"Meskipun saat ini ayah dan ibu telah berpisah, tetap percayalah Kyungsoo bahwa kau tidak akan pernah merasakan perbedaan. Kau tetap anak kami dan kami tetap orang tuamu. Ayah tau ini keputusan yang besar, tapi kau bisa pegang janji ayah. Bahwa tidak akan ada yang berubah dari perpisahan ini." Itu janji yang ayahnya ucapkan sebelum pergi menuju Kanada.
Dan setelah perpisahan ayah dan ibunya, Kyungsoo benar-benar tidak merasakan dampak dari perpisahan kedua orang tuanya. Ia merasa ayahnya hanya hidup terpisah untuk mengurus neneknya di Kanada. Hampir setiap hari ayahnya akan menghubungi Kyungsoo maupun ibunya. Sampai sekarang pun hubungan ayah dan ibunya tetap terjalin baik, mereka bahkan terlihat seperti sepasang sahabat.
Setelah selesai mandi dan berpakaian kini Kyungsoo keluar dari kamarnya. Ia menolehkan kepalanya menatap meja panjang yang berada di dekat pintu kamarnya. Di meja itu masih terpasang rapi foto-foto keluarganya. Foto ayah dan ibunya juga masih rapi pada tempatnya. Lau Kyungsoo mulai melangkahkan kakinya dan mengedarkan matanya kepenjuru lantai dua ini. Saat ia akan sampai di lantai bawah Kyungsoo melihat seorang laki-laki yang semalam menjemputnya.
"Jongin." Ini adalah suara ibunya, lalu laki-laki yang Kyungsoo lihat tadi segera berjalan menghampiri ibunya yang berada di dapur.
Kyungsoo mengerutkan keningnya, seingatnya ia tidak mempunyai saudara sepupu bernama Jongin. Ia juga tidak pernah mendengar ibunya menyebut nama Jongin. Kyungsoo melanjutkan langkah kakinya dan menghampiri ibunya yang berada di dapur bersama laki-laki yang ibunya panggil Jongin.
"Ah, apakah ini laki-laki yang sering ibunya bicarakan? Tapi kenapa laki-laki ini terlihat seumuran denganku?." Batin Kyungsoo.
"Nah, Kyungsoo kemari. Tolong bantu Jongin menyiapkan meja makan."
Kyungsoo tetap melangkah menuju ibunya yang saat ini tengah menunggu kedatangannya dengan piring yang ada ditangan ibunya. Tidak sengaja pandangan mata Kyungsoo saling bertemu dengan Jongin da nada gejolak aneh yang Kyungsoo rasakan. Ia tidak tahu apa, tapi ini pertama kalinya ia merasakan gejolak aneh ini.
Kyungsoo segera menerima piring dari ibunya dan membawanya menuju meja makan, di belakangnya Jongin menyusul dengan membawa satu hidangan yang telah selesai ibunya masak. Kyungsoo menata empat piring itu dimeja. Ia bertanya-tanya siapa lagi yang akan ia jumpai pagi ini setelah Jongin.
Kyungsoo hendak meninggalkan meja makan setelah menata piring beserta sendo dan sumpit yang Jongin bawakan, namun Jongin datang menghampirinya dan mengulurkan tangan kanannya.
"Hai, Kyungsoo. Perkenalkan aku Kim Jongin."
Kyungsoo serasa tersihir mendengar suara Jongin hingga membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Beberapa detik setelah Kyungsoo mendapatkan kesadarannya kembali, ia mulai menjabat tangan Jongin.
"Halo, senang bertemu denganmu."
Kyungsoo merasakan perasaan hangat menjalari tubuhnya saat tangan mereka saling menjabat. Sungguh, ini pertama kalinya Kyungsoo mengalami perasaan aneh semacam ini. Apa ini juga efek dari jet lag yang ia rasakan?
Jongin lebih dulu melepaskan tangannya dan tersenyum kepada Kyungsoo lalu Jongin berjalan menuju pintu saat mendengar suara pagar rumah terbuka. Kyungsoo mengerjapkan kedua matanya lalu ia mengampiri ibunya yang saat ini tengah tersenyum.
"Ibu ingat kau dulu selalu merengek kepada ayah dan ibu karena ingin memiliki adik laki-laki setelah melihat adik perempuan Hyunsik."
"Itu sudah sangat lama ibu." Kyungsoo berjalan menuju kulkas dan mengambil sebotol air mineral.
"Apa kau masih ingin memiliki adik laki-laki?"
Kyungsoo menolehkan kepalanya setelah membuka tutup botol air mineralnya, untung saja ia belum meminum airnya. Jika ia sudah meminumnya mungkin Kyungsoo bisa tersedak karena ucapan ibunya.
"Apa ibu berencana mengangkat anak?"
Ibunya menggelengkan kepalanya. "Bagaimana kesan pertamamu kepada Jongin?"
Kyungsoo kembali mengerutkan keningnya saat mendengar pertanyaan ini. Apa adik laki-laki yang dimaksud ibunya adalah Jongin?
"Anak yang sopan."
Ibunya tersenyum lebar setelah mendengar jawaban Kyungsoo. "Tolong bawakan buah-buahan ini."
Setelah memberikan piring yang penuh berisi buah-buahan kepada Kyungsoo, ibunya segera berjalan menuju pintu sama seperti Jongin yang sebelumnya telah mengahmpiri pintu. Kyungsoo yang merasa sangat penasaran juga ikut berjalan menghampiri pintu setelah menaruh buah-buahan itu di meja makan.
Tapi sebelum Kyungsoo sampai di depan pintu, ibunya besrta Jongin dan satu orang laki-laki memasuki rumah. Laki-laki ini terlihat seumuran dengan ayah dan ibunya, ia datang dengan membawa satu kantung belanja yang penuh dengan sayuran. Kyungsoo bisa melihatnya secara jelas karena beberapa batang wortel dan brokoli menyembul dari dalam kantung belanja itu.
"Kyungsoo kemarilah." Panggil ibunya.
Jongin segera mengambil kantung belanja yang tadi dibawa oleh laki-laki itu. Dengan langkah yang sedikit berat Kyungsoo berjalan menghampiri ibunya dan laki-laki itu, sedangkan Jongin pergi menuju dapur untuk menaruh kantung belanja itu.
Ibunya memeluk pundak Kyungsoo. "Kenalkan Kyungsoo ini adalah teman ibu, namanya Kim Joonmyeon."
Dengan berat hati Kyungsoo membungkukkan badannya untuk memberi salam setelah itu ia mengulurkan tangan kanannya. "Halo paman, semang bertemu denganmu. Aku Do Kyungsoo."
Paman Joonmyeon tersenyum sambil membalas jabatan tangan Kyungsoo. "Akhirnya paman bisa bertemu langsung dengan kau, Kyungsoo."
Kyungsoo mengembangkan senyum diwajahnya. Ia merasa benar-benar canggung kali ini. Kyungsoo tahu kemana arah pembicaraan ibunya, ia ingat ibunya pernah menyebut nama Joonmyeon disalah satu panggilan telepon mereka. Ayahnya juga pernah bercerita kepadanya bahwa saat ini ibunya sedang dekat dengan seseorang, tapi Kyungsoo tidak menyangka bahwa orang yang dimaksud ayahnya adalah Kim Joonmyeon yang pernah ibunya ceritakan.
"Ibu, makanannya hampir dingin."
Jongin datang memecah kecanggungan ini dengan sedikit mengadu tentang makanan yang sudah tertata rapi di meja makan, tapi apa yang ia bilang tadi? Apakah hanya perasaan Kyungsoo saja yang mendengar Jongin memanggil ibunya dengan sebutan ibu?
"Aku sampai lupa. Ayo kita sarapan dulu, Kyungsoo pasti sudah sangat lapar."
Kini Kyungsoo telah berada didalam kamarnya lagi, setelah sarapan ia memutuskan untuk kembali kedalam kamar dari pada terlibat lebih jauh dalam kecanggungan. Kyungsoo belum terbiasa dengan suasana baru seperti ini dan orang-orang baru seperti Jongin dan paman Joonmyeon.
Selama sarapan tadi Kyungsoo memperhatikan gerak-gerik dari ibunya yang sangat terlihat jelas sedang jatuh cinta kepada paman Joonmyeon. Ibunya memperlakukan paman Joonmyeon sama seperti dulu memperlakukan ayahnya saat sedang makan. Ibunya akan mengambilkan nasi dan lauk, lalu mengisi air putih dan mengambilkan sesuatu yang dibutuhkan oleh paman Joonmyeon.
Saat sarapan berlangsung tadi, Kyungsoo juga mengetahui bahwa Jongin adalah anak dari paman Joonmyeon. Jadi Kyungsoo tahu kenapa ibunya benar-benar ingin Kyungsoo pulang ke Korea, bukan berarti selama ini ibunya tidak menginginkan kepulangan Kyungsoo. Namun menjelang lima hari sebelum kepulangan Kyungsoo, ibunya kerap berkata ada kejutan besar yang menantinya di Korea.
Kyungsoo membaringkan tubuhnya diranjang, lalu tangan kanannya ia angkat. Kyungsoo memandangi tangannya yang tadi berjabat tangan dengan Kim Jongin. Kyungsoo mencoba mengingat pertemuan pertamanya dengan Jongin tadi malam saat dibandara namun tidak banyak yang bisa ia ingat, mungkin karena terlalu lelah hingga ia tidak bisa mengingat keseluruhannya.
Yang Kyungsoo ingat adalah saat ia keluar dari pintu kedatangan ada namanya tertulis diselembar kertas dan Kyungsoo menghampiri laki-laki pembawa kertas yang bertuliskan namanya itu. Sebelumnya ibunya telah berpesan kepada Kyungsoo karena tidak bisa menjemputnya dan sebagai gantinya akan ada seseorang yang akan menjemput Kyungsoo menggantikan ibunya. Tidak ada percakapan diantara mereka setelah Jongin menanyakan kepadanya kalau benar ia adalah Kyungsoo. Lalu Jongin membawakan koper Kyungsoo dan menuntun jalan menuju mobil. Setelah sampai dirumah Kyungsoo pun langsung memasuki rumah tanpa membawa kopernya dan ia segera memasuki kamar lalu jatuh tertidur di tempat tidurnya.
Kyungsoo menghela napasnya dan memejamkan kedua matanya. Terlalu banyak kejutan di hari pertamanya di Korea. Rasanya kepala Kyungsoo berdenyut memikirkan semuanya dan tiba-tiba saja ia merindukan ayahnya, neneknya dan Kanada.
*KAISOO*
Hujan datang dengan sangat deras, suara petir pun saling bersautan dan angina bertiup secara kencang. Tapi Kyungsoo tetap bertahan di depan jendela kamarnya yang masih terbuka dengan lebar sehingga membuatnya bisa merasakan percikan air hujan. Lalu ada sepasang tangan yang melingkari pinggangnya. Kyungsoo menolehkan kepalanya saat melihat pemilik tangan ini.
"Apa tidak terasa dingin?" Jongin menaruh kepalanya di ceruk leher Kyungsoo.
"Tadinya ia, tapi sekarang sudah terasa hangat." Kedua tangan Kyungsoo kini saling bertautan dengan tangan Jongin yang berada di atas perutnya.
Kyungsoo kembali menolehkan melihat turunnya hujan saat ia rasa Jongin tidak akan berbicara lagi, karena saat ini Jongin sedang sibuk menghirup leher Kyungsoo. Ada perasaan geli yang menjalari tubuhnya saat Jongin meggesekkan pangkal hidungnya dengan kulit leher Kyungsoo.
"Bolehkah aku berkata sesuatu?" Tanya Jongin yang masih setia menghirup leher Kyungsoo.
"Katakan."
"Aku mencintaimu."
Jongin mulai mengangkat kepalanya dari ceruk leher Kyungsoo. Ia memutar tubuh Kyungsoo sehingga mereka sekarang sedang saling menatap.
"Bolehkah aku bersikap egois?"
Tangan kanan Kyungsoo terangkat untuk membelai wajah Jongin yang terlihat sendu. Kyungsoo benar-benar tidak menyukai tatapan sendu yang Jongin perlihatkan kepadanya.
Ibu jari milik Kyungsoo membelai lembut permukaan wajah Jongin. Ia mencoba tersenyum agar membuat Jongin sedikit tidak tegang saat ini. Lalu Kyungsoo sedikit menjinjitkan kakinya sehingga kini wajahnya sejajar dengan wajah Jongin.
"Aku juga mencintaimu Kom Jongin."
Bibir Kyungsoo mencium bibir Jongin yang terasa hangat. Napas hangat milik Jongin pun menyapa kulit wajahnya. Bibir mereka saling menciumi satu sama lain. Bergantian mengercap bibir atas dan bawah. Kyungsoo mengalungkan kedua tangannya pada leher Jongin lalu Jongin membawa tubuh Kyungsoo bergantung di tubuhnya. Ciuman mereka semakin liar hingga Kyungsoo sadar saat ini ia telah berada di atas tempat tidurnya dengan Jongin yang berada diatasnya yang masih setia menciumi bibirnya.
Jongin melepaskan ciuman mereka, lalu ia memberi jarak agar Jongin dapat menatap kedua mata Kyungsoo. Mereka saling menatap dan tersenyum sambil mengatur napas yang marih terengah-engah. Jongin menggesekkan kedua pangkal hidung mereka. "Aku mencintaimu Kyungsoo."
Goncangan dibahu Kyungsoo beserta suara ibunya yang memanggil namanya membuat Kyungsoo mau tak mau membuka kedua matanya. Kedua matanya masih menmbiasakan dengan bias cahaya lampu di kamarnya ini. Napasnya sedikit terengah saat mengingat mimpi apa yang baru saja ia lalui.
"Waktunya makan malam sayang." Ibunya membuka selimut yang menutupi tubuh Kyungsoo.
Kyungsoo menggerakkan tubuhnya hingga kini ia terduduk di atas tempat tidurnya. Tangan kanann Kyungsoo memegang kepalanya yang terasa berdenyut. "Apa boleh aku makan dikamar saja?"
"Apa kau ingin diperiksa dokter? Ibu bisa minta tolong Jongin untuk memeriksamu."
"Aku hanya kelelahan ibu." Elak Kyungsoo, rasanya untuk saat ini lebih baik ia tidak bertemu lebih dulu dengan Jongin.
"Tidak. Ibu akan membawa makananmu ke kamar dengan Jongin. Kau harus diperiksa, ibu tidak mau kau sakit."
Ibunya sudah lebih dulu beranjak pergi meninggalkan kamar Kyungsoo sebelum ia mengatakan sesuatu. Ah, berdebat dengan ibunya memang bukan keahlian Kyungsoo dari dulu, ia selalu kalah jika berdebat dengan ibunya.
Kini Kyungsoo sudah bergelung kembali kedalam selimut, tiba-tiba saja tadi setelah ibunya pergi meninggalkan kamar ia merasa kedinginan. Kyungsoo juga baru menyadari bahwa diluar sedang hujan saat ini. Memikirkan hujan membuat Kyungsoo memikirkan mimpinya tadi. Kyungsoo merasa bahwa mimpinya tadi terasa sangat nyata.
Ibunya datang dengan semangkuk bubur dan air putih beserta Jongin yang ada dibelakangnya. Ibunya meletakkan bubur dan air putih itu di meja sebelah tempat tidur Kyungsoo. Sementara Jongin duduk di sebelahnya sambil meletakkan tas hitam dipangkuannya. Kyungsoo mengamati Jongin yang mengeluarkan stetoskop dari dalam tasnya.
"Permisi Kyungsoo." Jongin mulai menempelkan alat itu pada dada atas Kyungsoo lalu bergantian pada perut Kyungsoo.
Setelah selesai dengan stetoskop yang kini Jongin masukkan kedalam tasnya lagi. Jongin mengeluarkan alat pengukur tekanan darah. Jongin sedikit mengangkat lengan kiri Kyungsoo lalu membelitkan kain dilengan atasnya lalu Jongin menekan tombol yang ada dialat ysaat ini Jongin pegang. Hingga alat itu mengeluarkan suara Jongin mulai melepas kain yang membelit lengan Kyungsoo.
"Kyungsoo terkena flu dan tekanan darahnya rendah." Tangan kanan Jongin menyentuh dahi Kyungsoo. "Sepertinya Kyungsoo juga demam."
"Syukurlah. Apa perlu ibu mengompres Kyungsoo?"
"Kompres dengan air hangat ibu."
"Baiklah." Ibunya segera keluar meninggalkan Kyungsoo dan Jongin yang masih berada di kamar. Suasana sedikit canggung. Kyungsoo juga melihat Jongin yang sedang sibuk memasukkan alat pengukur tekanan darah itu kedalam tasnya.
Jongin berdiri dari duduknya lalu ia sedikit membungkukkan badannya dan tangan kirinya yang tidak menjinjing tasnya itu menjulur menuju kepala Kyungsoo. Tangan kiri Jongin mengusak rambut Kyungsoo. "Cepat sembuh dan habiskan makananmu." Lalu Jongin berjalan meninggalkannya.
Kyungsoo menghela napasnya yang entah sejak kapan ia tahan. Kyungsoo merasakan jantungnya berdetak lalu ia masih bisa merasakan bekas sentuhan tangan Jongin di rambutnya. Lalu ia merasakan panas menjalari wajahnya.
AN: haloo, saya author pendatang baru didunia fanfictionnet ini, sebelumnya saya selalu menulis di wattpad dengan akun B_Kyung (jika ada waktu kalian bisa mampir baca ceritaku yang lain) oh iya, cerita ini akan saya usahakan update setiap hari kamis setiap minggunya-jika tidak ada jangguan. cerita ini juga saya publish di wattpad juga. jadi salam kenal semua.
B_Kyung^^
