Kuroko no Basuke and all identifiable characters and situations are created and owned by Fujimaki Tadatoshi. The author of the fan fiction does not, in any way, earn profit from the story and no copyright infringement is intended.


Suasana di kantin kampus pada siang itu cukup sepi, diduga karena sebagian besar mahasiswa masih berjuang dalam ruang ujian. Sebagian kecil mahasiswa lain yang tidak sedang ujian berkumpul di sudut-sudut kantin, bukan makanan yang ada di atas meja melainkan buku dan kertas dalam jumlah banyak.

Tokoh utama kita duduk di meja di luar ruangan, menikmati siang tanpa terik matahari yang jarang terjadi, ditemani tujuh pemuda dengan warna rambut pelangi. Hanya satu yang benar-benar serius belajar dan tokoh utama kita bukan orangnya.

"Hei, apa kalian pernah berkencan?"

Nah, itu dia tokoh utama kita.

Nyaris tidak ada yang mempedulikan pertanyaan itu. Bukan karena mereka tidak menyukai si pemberi pertanyaan tapi melainkan karena sebagian besar orang di sana terlalu malas untuk menjawab.

Raksasa dua meter yang asyik makan dengan wajah bosan, pemuda sawo matang dan alis cabang yang setengah tertidur, si kacamata yang memelototi ringkasan materi, pemuda yang hawa kehadirannya tipis membaca surat kabar kampus, dan seorang pemuda lagi main shogi di smartphone.

Untungnya satu dari mereka, pemuda cantik dengan surai matahari cukup baik untuk menoleh dengan senyum merekah. "Bukannnya mau sombong, tapi aku cukup sering berkencan-ssu."

Manik karamel bersinar-sinar. "Seperti apa rasanya?"

"Kalau kau punya waktu untuk bertanya hal tidak penting macam itu, kenapa kau tidak usaha memperbaiki IPmu yang pas-pasan-nodayo?"

Ia menggerutu sebal. Sebenarnya IPnya tidak separah yang dikatakan si kacamata, tapi memang ada satu dua mata kuliah yang dalam status bahaya kalau ia tidak giat-giat belajar.

Pemuda sawo matang memutuskan untuk bangun dari tidur ayam saat mendengar ada kesempatan mengejek orang lain. "Jujur aku masih kaget kau ambil dokter. Maksudku, siapa yang sangka kau bisa lulus ujian masuknya?"

Kise tertawa menyetujui. "Siapa sangka Furihata-cchi menguasai ilmu pengetahuan alam?"

Midorima mendengus, menggumamkan sesuatu tentang keberuntungan yang membuat orang yang diejek semakin jengkel.

"Terima kasih untuk perhatiannya," tukasnya sinis. "Tapi aku sedang membicarakan topik lain."

Kali ini si alis cabang yang menyahut. "Memang kenapa tiba-tiba memikirkan soal berkencan?"

Terdengar suara halaman surat kabar yang dibalik. "Stres masa ujian."

Ah, kenapa makhluk-makhluk aneh bin ajaib ini menyebalkan sekali sih? Sebenarnya ia juga gagal paham kenapa tiba-tiba ia bisa bergaul dengan kelompok yang bisa dibilang elit ini. Secara ajaib, mereka semua ternyata diterima di Universitas Tokyo, yang awalnya membuatnya curiga ada praktek KKN mengingat nilai Aomine dan Kagami yang mengagumkan. Tapi ternyata ia baru tahu belakangan kalau beberapa dari Generasi Ajaib dan Kagami diterima lewat jalur beasiswa non-akademik.

Bagaimana mereka bisa bergaul bersama? Yah, mengenai Midorima, itu tidak bisa dihindari karena mereka satu fakultas dan satu kelas di hampir semua mata kuliah-fakta yang membuat si kacamata shock pada minggu-minggu pertama kuliah. Sedang dengan yang lain, semua bermula dari satu pertemuan yang tidak disengaja di kantin kampus. Mereka yang faktanya berlainan fakultas (pariwisata, sastra, bisnis, kedokteran, hukum, dan psikologi) entah bagaimana rupanya cukup berjodoh dan sering bertemu di kantin. Tidak perlu satu bulan hingga mereka menetapkan kantin kampus sebagai basecamp mereka, dan ia tanpa aba-aba diikutsertakan dalam lingkaran pertemanan itu.

Ia menyandarkan kepala di meja, menggerutu. "Bagi kalian jelas ini konyol karena kalian kan sudah punya pasangan. Aomine dan Kise, Murasakibara dan Midorima, Kagami dan Kuroko, Akashi dan Tuan Putri dari negeri antah-berantah, tapi aku! Sembilas belas tahun dan masih single."

Manik hijau Midorima melebar sebelum pemuda itu menghajar kepala Furihata dengan ringkasan materi yang cukup tebal. "Diam kau."

Lain Midorima, lain Kise. Pemuda pirang itu tersenyum lebar mendengar hubungannya dipublikasikan, dengan sengaja bersandar pada bahu Aomine yang duduk di samping. Setelah hampir sepuluh tahun saling mengenal, Aomine tidak lagi sungkan untuk balas merangkul bahu Kise, menyeringai.

Furihata mengeluarkan suara ingin muntah sambil mengusap kepalanya. "Jangan pamer."

Kuroko tersenyum tipis, diam-diam melirik Kagami yang balas tersenyum meski agak kaku karena salah tingkah.

Tapi rupanya Furihata juga melihat itu dan menunjuk Kuroko, berseru dengan nada menuduh. "Jangan ikutan, Kuroko."

Suasana di meja kecil mereka agak ricuh beberapa saat, dihiasi gelak tawa dan godaan yang diarahkan pada Furihata. Oh, dan jangan lupakan pelototan dari Midorima. Hanya Akashi yang tetap tenang, menyesap tehnya.

Kemudian Midorima mengerjap, mengerling si surai merah yang tampak sudah memenangkan permainan shogi melawan online player. Pemuda anggun itu menyimpan kembali ponsel ke dalam saku, lalu menatap Furihata yang duduk di sampingnya.

Midorima yang duduk di sisi lain Furihata menyikut si pemilik manik karamel. "Kau mengganggu Akashi."

Tidak sampai satu detik, hening menelan canda tawa mereka. Semua kembali ke aktivitas awal; belajar, tidur, melamun, dan entah apa. Pura-pura tidak tahu. Furihata berdeham, sedikit merinding melihat manik merah itu terpaku padanya.

Ia baru saja hendak meminta maaf saat Akashi berucap.

"Furihata."

Rasanya semua orang di sana menelan ludah. Furihata sudah nyaris melompat menjauh.

"A-Apa?"

"Tsukiau ka-will you go out with me?"

Enam pasang mata melebar. Kuroko tersedak milkshakenya. Semua menunggu jawaban Furihata.

Manik karamel itu mengerjap, lalu tertawa lega. Ia sudah ngeri Akashi akan memarahinya.

"Tentu saja. Memang kau mau ke mana, Akashi?"

Ganti Akashi yang mengerjap. Enam pemuda di sana melotot. Sepertinya Furihata salah memahami pertanyaan Akashi.

Senyum tipis menghiasi wajah tampan si surai merah. Ia bergumam, terdengar senang. "Ke mana baiknya?"

Sementara Furihata dengan serius memikirkan pertanyaan Akashi, enam pemuda lainnya mati-matian menahan diri agar tidak menghajar si manik karamel. Yah, setidaknya tidak saat Akashi duduk di sana. Mereka kan masih sayang nyawa. Tapi lama-lama sepertinya Furihata sadar sedang dipelototi teman-temannya, kecuali Akashi.

"Kenapa kalian melotot begitu?"

Enam pemuda menjerit dalam hati.

Furihata, kenapa kau begitu tidak peka!?


FIN.

Ahaha ini menghibur sekali. Saya sangat menikmati menulis cerita ini, semoga kalian yang baca juga. Kali ini saya ingin mencoba menulis Furihata yang lain dari yang biasa saya tulis. Yang nggak cengeng dan tertindas. Dan karena di fakta aslinya katanya dia pandai dalam Biologi, saya buat dia jadi calon dokter di sini ehe.

Mungkin akan jadi multichapter setelah saya menyelesaikan TFIOS supaya feelsnya nggak campur aduk. Sigh, but I'm no good at writing multichaps so I really shouldn't have done this but I can't hold myself (lol)

Terima kasih sudah membaca! ^^ *bows*