Desclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Supernatural, Friendship, Romance, Humor
WARNING : Shonen ai, maybe OOC, maybe typo (s), ga-je,
Kado special buat adiknya tunanganku yang hari ini ulang tahun. Otanjoubi Omedeto Sasuke-kun…jadilah adik ipar yang baik kekekeke tapi yah, fic ini gak ada ultah nya Sasuke sih, tapi intinya peran utamanya si Sasuke. Maaf deh…
Summary : Aku tidak pernah percaya pada hal-hal yang bersifat tahayul, terutama hantu. Hantu itu tidak ada, hanya sebuah karangan cerita untuk menakut-nakuti anak-anak kalau mereka tidak mau menuruti ucapan orang tuanya.
.
.
.
Scaredy Ghost
.
.
.
Hari itu tanggal 10 October, daun-daun kering tengah berguguran, udara cukup sejuk dengan beberapa titik awan mendung di angkasa. Seorang bocah bersurai sepekat malam baru saja keluar dari gerbang sekolahnya, SMU Konoha, dan dari emblem di kerah lehernya, bisa diketahui kalau dia masih berada di tahun pertama. Sebuah mobil sudah menjemputnya di depan gerbang, tapi ia tak mempedulikannya.
"Aku sedang ingin jalan-jalan. Kutelfon nanti kalau aku sudah mau pulang," ucapnya sambil lalu.
Ia berjalan dengan tatapan lurus, atau lebih tepatnya tatapan kosong, kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, dan ia menulikan diri dari jeritan-jeritan yang ia dapatkan sepanjang jalan.
"Kyaaa…Sasuke-kun…"
"Ah, tampan sekali. Sikap dinginnya juga keren…"
"Sasuke-kun, sendirian saja?"
Ya, namanya Sasuke. Uchiha Sasuke. Tapi ia seolah tak memiliki nama itu karena ia sama sekali tak memberi reaksi saat para gadis meneriakkan namanya. Ia melanjutkan langkahnya melewati distrik yang cukup ramai hingga matanya teralihkan oleh sebuah toko kue. Banyak sekali kue-kue cantik terpajang di etalase toko, dan yang Sasuke herankan adalah fakta bahwa ia sekarang berhenti di depan toko itu. Dia sama sekali tidak menyukai makanan manis, juga tak tertarik untuk sekadar melihatnya, tapi kenapa kali ini ia malah berdiri di depan toko makanan manis itu?
"Selamat datang, silahkan masuk," ucap seorang pelayan gara-gara Sasuke terus mematung di sana. Daripada malu, Sasuke akhirnya masuk ke toko itu dan membeli sepotong cake ukuran sedang yang ia sendiri tak tau mau diapakan nanti. Ah, mungkin ia akan memberikannya pada aniki-nya, aniki-nya kan menyukai makanan manis, walau Sasuke sendiri tidak yakin apa aniki nya mau memakan kue itu. Sasuke melanjutkan langkahnya, kali ini mulai memasuki komplek perumahan, jalanannya tidak seramai tadi. Ia tidak tahu mau kemana, hanya mengikuti langkah kaki saja. Toh kalau dia tersesat dia tinggal menelfon driver nya saja. Hingga di salah satu sudut jalan, sesosok makhluk berwarna orange menarik perhatiannya. Sasuke mengernyit sesaat sebelum mengikuti makhluk berkaki empat tersebut. Sasuke terus mengikutinya, bahkan saat makhluk itu berlari ke arah bukit. Terhenti sejenak, menatap bukit itu. Sasuke dengar kalau dulu di bukit itu ada rumah seorang keluarga kaya, tapi seluruh keluarganya terbunuh karena kebakaran, dan bukit itu kini tak dijamah oleh siapapun karena bukit tersebut masih milik clan keluarga itu, dan tampaknya tidak ada anggota clan lain yang mengurusi lahan itu sejak kebakaran yang terjadi.
Kesrek!
Lamunan Sasuke buyar saat melihat rubah yang dikejarnya menerobos semak, memasuki hutan lebih dalam, Sasuke terus mengikutinya, hingga rubah itu berhenti berlari dan menoleh menatap Sasuke. Sedikit terkejut dengan reaksi hewan mungil itu, Sasuke mendekatinya pelan-pelan, tapi rubah itu tak menjauh bahkan saat Sasuke mengelusnya. Sasuke tersenyum tipis, lalu mencoba meraih rubah itu ke dalam gendongannya, lagi, rubah itu tak memberontak. Sasuke berdiri, masih mengelus rubah itu, berpikir untuk memeliharanya saat ia menatap ke depan dan baru menyadari kalau kini ia berada di depan sebuah rumah megah, hanya saja rumah itu sudah tertutup akar-akar, dedaunan dan tanaman rambat. Bangunannya juga sudah gosong dan sudah tidak utuh di beberapa bagian. Benar-benar seperti rumah hantu.
"Ah," Sasuke sedikit terkejut saat rubah itu turun dari dekapannya dan berlari menuju rumah itu, berhenti di depan pintu. Sambil menatap rumah itu, Sasuke menghampiri si rubah.
"Kau mau masuk kesana?" tanya Sasuke meski sudah tahu tidak akan mendapat jawaban apapun. "Baiklah," lanjutnya lalu memegang knop pintu, mendorongnya hingga pintunya terbuka dengan suara berderit, sedikit susah memang, mengingat banyaknya sulur-sulur yang merambat di pintu. Rubah itu kembali berlari, memasuki rumah itu lebih dalam. Sasuke mematung sejenak, menatap rumah bagian dalam begitu gelap dan lembab, hanya sedikit sinar matahari yang bisa masuk akibat terhalang semak dan pohon yang tumbuh di rumah itu, benar-benar habitat untuk hantu. Tapi Sasuke tidak peduli, dia tidak pernah percaya dengan hal-hal yang bersifat tahayul. Baginya, hantu itu Cuma isapan jempol. Sasuke pun melangkah memasuki rumah itu.
Graakk!
Sasuke sedikit terkesiap mendengar suara bergelotak, ia menatap sekeliling, tidak ada apapun. Ah, mungkin suara dahan pohon, pikir Sasuke dan kembali melangkahkan kakinya, kali ini sedikit lebih cepat. Ia berbelok, memasuki beberapa ruangan dan melihat rubah itu menyelinap masuk ke sebuah ruangan dengan pintu yang hanya sedikit terbuka. Sasuke meraih knop pintu ruangan yang dimasuki rubah itu, lalu mendorong pintunya hingga terbuka cukup lebar untuknya lewat. Begitu masuk, Sasuke menatap sekeliling, ruangan itu hampir hancur sebagian, salah satu temboknya hanya tinggal setengah dengan bingkai jendela yang masih terpasang di sana meski bagian atasnya sudah tidak ada. Sebagian atapnya sudah runtuh, dan di sebagian yang lain hampir seluruh permukaan tembok dan lantai sudah tertutup lumut dan tanaman rambat.
Kesrek!
Sasuke melihat rubah itu menunju ke salah satu sudut ruangan, tertutup semak sehingga Sasuke harus melangkah maju untuk melihat apa yang rubah itu lakukan. Dan…sesaat kemudian mata Sasuke terbelalak lebar. Bukan, bukan karena kini rubah itu kini bergelung bersama induk dan ketiga saudaranya, tapi karena makhluk semi-transparan itu. Ya, semi-transparan, karena Sasuke bisa melihat rubah tadi meski rubah itu berada di balik tubuh putih yang kini tengah berjongkok mengambang dan mengelus rubah-rubah itu dengan tangan transparannya. Sasuke mundur selangkah, menginjak ranting yang membuat keberadaannya disadari. Makhluk transparan itu menoleh, menatap lurus ke arah Sasuke dengan mata sapphire biru cemerlangnya yang sayangnya juga semi-transparan.
"Hantu," ucap Sasuke tanpa sadar dan tentu saja dengan nada datar.
Hening sejenak, hingga wajah makhluk ransparan itu berubah horror dan langsung berteriak.
"Gyaaaaaaaaa! Hantu?! Hantu?! Mana? Mana?" panic makhluk itu sambil memegangi kepalanya dan menoleh ke kiri dan ke kanan. Sasuke sweatdrop. "Woi! Dimana hantunya?" tegas makhluk itu dengan tampang ketakutan dan menghampiri Sasuke, mengambang tentunya. "Ja-jangan coba-coba menakutiku ya, Teme!"
Sasuke masih speechless. Dia baru tahu kalau tingkat kebodohan hantu bisa mencapai tahap akut.
"Dobe!" maki Sasuke datar dan berjalan menembus makhluk itu, menghampiri rubah-nya.
Hening, Sasuke heran dan menoleh ke arah makhluk transparan itu yang kini menoleh masih dengan tampang ketakutan.
"K-k-k-k-kau…ba-baru saja-…berja-jalan…menembusku…?"
Sasuke sweatdrop.
"Gyaaaaaa! Ternyata hantunya kau—…"
"Kau hantunya, bego!" potong Sasuke kesal.
"Eeeeehhhhhh?" hantu itu masih histeris. "Jangan seenaknya. Kalau aku hantu kakiku pasti tidak menyentuh ta—…" dan dia terdiam begitu melihat kedua kaki transparannya yang memang melayang, iapun kembali berteriak histeris.
"Urusai yo," kesal Sasuke yang mungkin tak didengarkan. Dia berjongkok dan kembali membelai lembut bulu si rubah.
"Eh, ta-ta-tapi…ma-ma-masa aku hantu?" hantu itu menghampiri Sasuke sambil menunjuk dirinya sendiri. "Ne, Teme, masa aku hantu?"
"Tch! Ingat-ingat saja kapan kau mati," jawab Sasuke asal.
"Eh?"
Hening. Sasuke melirik hantu itu yang tampak tak bisa merespon. Wajahnya terlihat bingung. Sasuke menghela nafas lelah lalu menggendong satu rubah dan membawanya duduk di jendela yang bagian atasnya sudah tidak ada itu.
"Jadi kau tidak ingat cara matimu?" tanyanya.
Hantu itu mengangguk. "Aku tidak bisa mengingat apapun. Aku Cuma tahu kalau tadi aku melihat rubah dan mengikutinya, lalu kau muncul dan berkata ada hantu."
Terdiam sejenak, menatap hantu itu. "Apa mungkin kau dulunya tinggal di rumah ini dan mati saat kebakaran terjadi?"
"Mana aku tahu," jawabnya dan melayang mendekati Sasuke, duduk di sampingnya walaupun dia cengok sendiri saat ia menembus tembok yang didudukinya.
"Namanu?" tanya Sasuke, ingin memastikan apa bocah itu memang anggota clan yang dulunya mendiami rumah ini.
"Aku mana ingat. Kan sudah kubilang aku tidak ingat apapun."
"Tch!"
"Apanya yang 'tch!' Teme!"
"Kalau begitu namamu Dobe. Namikaze Dobe"
"Huh? Jangan seenaknya memanggil Teme! Eh, Namikaze?"
"Itu nama clan yang dulu tinggal di tempat ini. Siapa tahu dulunya kau salah satu dari mereka."
"Kan tidak tahu juga Teme, bagaimana kalau aku bukan dari clan itu?"
"Lalu kenapa kau menghantui rumah ini Dobe?"
"Argh! Aku tidak menghantuinya," ia mengacak rambut blonde-semi-transparannya. "Aku sendiri tidak tahu bagaimana aku bisa di sini."
"Che," Sasuke kembali focus pada rubahnya. Rubah itu mengendus ke arah tas Sasuke. "Ah, kau mau makan?" tanyanya lalu mengambil cake yang tadi dibelinya. Tidak yakin sih apa rubah itu mau memakannya atau tidak, tapi cake itu ada strawberry nya, setidaknya rubah bisa memakan berry menurut yang Sasuke baca di buku.
"Waaaah, cake. Kelihatannya enak, aku mau dong Teme," ucap hantu itu.
Sasuke menyeringai. "Makan saja kalau mau."
"Horeee…" cengir si hantu dan meraih cake di tangan Sasuke. Tembus, tentu saja, dan membuatnya kini pundung di pojokan sementara Sasuke memberi makan rubahnya dengan tenang.
Cukup lama Sasuke berada di rumah tua itu bersama si hantu dan rubah di pelukannya, hingga matahari semakin condong ke barat dan Sasuke memutuskan untuk pulang.
"Tadaima," ucap Sasuke sambil memasuki rumah.
"Okaeri," sambut seseorang. "Darimana saja sampai sesore ini?" ia mengacak rambut Sasuke.
"Tch! Itachi-niisan, berhenti memperlakukanku seperti anak kecil," Sasuke menyingkirkan tangan aniki-nya itu yang malah membuatnya tertawa kecil.
"Nani, nani? Apa otouto-ku ini sudah punya pacar?" goda Itachi.
"Ghh…urusai yo," manyun Sasuke dan melangkah menuju tangga.
"Ah, Sasuke. Tadi Kakashi-sensei bilang akan kesini. Katanya untuk membahas olimp—…"
"Haik," potong Sasuke. Iya tidak ingin mendengarkan kelanjutannya. "Cih, paling dia datang untuk menemuimu," gerutu Sasuke setelah masuk kamar.
Sekitar pukul 08.00 p.m. bell pintu berbunyi. Saat itu Sasuke dan Itachi tengah berada di ruang tengah, Sasuke menonton TV sementara Itachi sibuk dengan tugas kuliahnya. Karena melihat aniki-nya tengah serius, Sasuke melangkah untuk membukakan pintu walaupun sebenarnya enggan.
Sasuke membuka pintu, mematung sedetik, lalu kembali membanting pintu itu. Itachi yang mendengar itu mengernyit dan segera menghampiri.
"Ada apa Sasuke? Kenapa ditutup lagi?" tanya Itachi seraya membuka pintu. Di depan pintu seorang pria bersurai perak dengan masker yang menutupi wajahnya tengah berdiri. "Ini kan Kakashi-sensei, Sasuke. Kenapa malah ditutup lagi dan bukannya dipersilahkan masuk?"
"Konbawa," sapa Kakashi.
Tapi Sasuke tak menjawab, pasalnya bukan Kakashi yang membuatnya tadi kembali membanting pintu, melainkan sosok transparan yang melayang di samping Kakashi. Tanpa kata, Sasuke langsung bergegegas ke dapur tanpa mempedulikan ekspresi bingung dari Itachi dan Kakashi, ia membuka pintu lemari dapur dan mengambil setoples garam dari sana. Ia berbalik dan nyaris berteriak saat makhluk transparan itu sudah ada tepat di belakangnya.
"Kau menghantuiku ya!" kesal Sasuke, siap melemparkan garam di tangannya. Well, mitos mengatakan kalau hantu takut garam. Sasuke tidak percaya pada mitos, tapi karena hal mitos seperti hantu yang tidak dipercayai Sasuke kini muncul di hadapannya, jadi Sasuke merasa apa yang salah untuk mempercayai mitos lainnya?
"Bukan begitu Teme, aku takut berada di rumah itu sendirian. Bagaimana kalau nanti ada hantu?"
"Kau hantunya, Dobe!" Sasuke meletakkan kembali garam dapurnya setelah merasa kalau hantu di depannya ini tidak menunjukkan rasa takut kepada garam, melainkan takut kepada hantu yang notabene dirinya sendiri.
"Ne ne, Teme, biarkan aku menginap malam ini ya…ya…ya…pliss…"
Sasuke Cuma bisa sweatdrop mendengarkan permintaan aneh dari seorang hantu. "Tch! Terserah. Asal jangan merasuki siapapun!" dengus Sasuke lalu melangkah keluar dari dapur, melewati ruang tengah dimana Itachi—…Sasuke terbelalak dan terpaksa mematung saat melihat sensei-nya tengah mencium Itachi. Sasuke menggeram, tangannya terkepal erat, lalu dengan langkah yang dihentak-hentakkan dia menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.
"Sasuke—…" terdengar Itachi memanggil dan langkahnya mengejar, tapi Sasuke tidak berhenti, ia malah mempercepat langkahnya lalu memasuki kamar sambil membanting pintu, menguncinya, dan barulah ia membanting bokongnya di tepian ranjang.
"Sasuke…Sasuke…" Itachi mengetuk pintu kamar Sasuke, tapi Sasuke sama sekali tak mempedulikannya.
"Ano…Sasuke?" si hantu menerobos masuk lewat pintu kamar Sasuke yang tertutup. "Kau ya—…"
"Urusai, Dobe!" potong Sasuke lalu beranjak dari tempatnya menuju ruangan sebelah. Kamar Sasuke bisa dikatakan terdiri dari dua ruangan yang hanya dipisahkan oleh lorong tak berpintu. Sasuke menuju ruang yang satunya, menghampiri jendela besar di sana lalu duduk di ambangnya, menikmati sejuknya angin malam, berharap dapat sedikit mendinginkan kepalanya.
"Ano sa, apa Sasuke menyukai sensei berambut perak itu?" tanya si hantu hati-hati. Sasuke Cuma melirik tajam, lalu menyambar rubik yang ada di meja, kembali ke jendela dan mulai mengacak-acak rubik itu. "Hng…ye-yeah, mungkin aku bisa mengerti perasaanmu. Well, memang tidak mudah…err…maksudku…argh! Aku hanya berusaha untuk mengobrol!" ucap si hantu.
"Belum ada satu tahun," ucap Sasuke.
"Eh?" bingung si hantu.
"Aku masuk SMU belum ada satu tahun, jadi baru selama itu juga aku mengenal dan mulai menyukai Kakashi-sensei. Dan mereka sudah jadian bahkan jauh sebelum itu."
"…" hantu itu hanya bisa diam. Tak tahu harus bereaksi apa.
"Yeah, aku tahu aku bodoh. Tapi tetap saja kan…" Sasuke melemparkan rubiknya yang sudah kembali tersusun rapi ke ranjang. Keduanya diam untuk beberapa saat, Sasuke melirik hantu itu yang masih menatapnya."Argh! aku tahu nii-san tidak salah! Tapi aku tidak bisa kan sekarang keluar kamar dan langsung tersenyum dan berkata aku memaafkannya?! Maksudku, dia bersama orang yang kusukai dan—…dan…"
"Hei, aku tidak mengatakan apapun," si hantu angkat tangan.
"Tapi matamu mengatakan kalau kau menyalahkanku!"
"Hei! Mataku juga tidak bilang apa-apa!"
"Hoi! Kau cari mati ya?"
"Katamu aku hantu. Mana bisa mati!"
"Aku bisa membunuhmu dua kali, Dobe!"
"Huh? Siapa yang kau panggil Dobe? Dasar Baka Teme!"
"Urusai Dobe!"
"Urusai Teme!"
"Dobe!"
"Teme!"
"…"
~OoooOoooO~
Sasuke memakai sepatu nya lalu keluar kamar.
"Jangan bilang kau mau mengikutiku ke sekolah juga?" kesal Sasuke pada benda transparan yang melayang di sampingnya.
"He? Memangnya tidak boleh?" jawab si benda yang diidentifikasi sebagai hantu.
"Tch!" Sasuke melangkah ke tangga.
"Habisnya Cuma Sasuke yang bisa melihatku. Aku tidak punya teman lain," si hantu mengikuti, tapi terbangnya (?) terhenti saat Sasuke menghentikan langkahnya di tangga, menatap ke lantai satu di mana Itachi tengah berjalan menuju pintu dengan sebuket bunga di tangannya. Tapi tidak terlihat kalau itu jenis bunga yang akan diberikan pada orang yang dicintai.
"He? Apa dia mau menjenguk orang sakit, Teme?" tanya si hantu.
"Che, mana kutahu. Sudah setahun ini dia selalu membawa bunga itu entah kemana pada tanggal 10 tiap bulannya," jawab Sasuke.
"Tapi bukannya tanggal 10 nya kemarin?"
Sasuke Cuma mengangkat pundak lalu melanjutkan langkah keluar rumah, menghampiri driver yang biasa mengantarnya ke sekolah.
"Sasuke-sama, saya harus mengantar Itachi-sama juga setelah mengantar Anda ke sekolah. Bisakah Anda menunggu sebentar, Itachi-sama bilang sedang menerima telfon," ucap si driver.
Sasuke mengernyitkan alis tak suka, lalu batal membuka pintu mobil. "Aku naik kereta saja," ucapnya sambil melangkah pergi.
"A-apa? Kereta? Tapi Sasuke-sama, Itachi-sama melarang Anda untuk—…"
"Urusai," kesal Sasuke tanpa menghentikan langkahnya.
"Ne~ Teme, apa kau ya—…"
"Kau juga jangan ikut-ikutan Dobe!" potong Sasuke yang membuat si hantu hanya bisa bungkam dan melayang mengikuti langkah cepat Sasuke.
"Mana Sasuke?" tanya Itachi beberapaa saat kemudian setelah mengakhiri pembicaraannya di telefon.
"A-ano…Itachi-sama…Sasuke-sama…"
Dan Itachi terbelalak begitu mendengar penuturan driver-nya.
~OoooOoooO~
Stasiun tak begitu jauh dari rumah Sasuke, hanya 10 menit jalan kaki. Dari luar, Sasuke bisa melihat kalau suasana stasiun cukup ramai, tentu saja karena ini jam orang-orang pergi ke tempat berktifitasnya. Sasuke melngkah sambal menatap orang-orang berlalulalang di stasiun, dan entah kenapa tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Ia menghentikan langkahnya di depan peron masuk, rasa tidak nyaman itu kembali menghantuinya. Tapi ia sendiri tak tahu kenapa ia merasa tak nyaman.
"Kau kenapa Sasuke?" pertanyaan si hantu membawa Sasuke ke alam sadar. "Kau pucat, sebaiknya kita kembali saja. Tidak apa kan semobil dengan aniki-mu?"
"Tch! Urusai Dobe!" Sasuke melanjutkan langkahnya memasuki stasiun.
"Ayolah Sasuke, kau tidak terbiasa naik kereta. Sebaiknya kau kembali saja…"
"Kenapa kau sangat tidak ingin aku naik kereta sih?!" kesal Sasuke.
"Bukan begitu Teme, aku cu—…"
"Dan bagaimana kau tahu aku tidak terbiasa naik kereta? Kau kan baru mengenalku kemarin."
Si hantu bungkam untuk beberapa saat. "A—…etto, karena…Sasuke diantar jemput, jadi kukira kau tidak biasa naik kereta."
Sasuke Cuma menatap dalam diam, lalu kembali memalingkan pandangannya. Ia kini berdiri di belakang garis, menunggu kereta yang akan dinaikinya. Kembali, suara langkah kaki orang-orang yang berlalu-lalang di stasiun membuat perasaan Sasuke tidak nyaman.
"Sasuke…ayo kembali saja…Sasuke…" rengek si hantu, tapi Sasuke tidak mendengarkan, atau lebih tepatnya…tak bisa mendengarkannya lagi. Kepala Sasuke entah kenapa tiba-tiba terasa kosong, suara langkah-langkah kaki yang didengarnya kini terdengar menggema, seoalah berlari-lari di dalam rongga kepala Sasuke, dan orang-orang yang berlalu-lalang itu menjadi siluet kabur yang berjalan begitu cepat di penglihatan Sasuke.
"Sasuke…Sasuke…Sasuke…ayo pergi dari sini Sasuke…Sasuke…" suara itu terdengar, namun begitu kecil, begitu menggaung, hingga indra pendengar Sasuke tak mempedulikannya.
Sasuke terus mematung, tanpa sadar keringat dingin mengalir di pelipisnya, mendampingi onyx hitam nya yang entah kenapa kini terbelalak. Bibir pucatnya kini bergetar pelan, terbuka untuk mengucapkan sesuatu, namun tertutup lagi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Nadi nya terasa membeku, seolah darah yang ada di tubuhnya telah berubah menjadi es, dan dia tersentak kaget saat mendengar suara yng begitu keras menggema di telingannya. Suara kereta api mendekat.
"Sasuke…! Ayo pergi Sasuke…! Sasuke!"
Suara kereta itu begitu keras, tidak hanya itu, setiap detik suara itu semakin keras, mengguncang gendang telinga Sasuke.
"Aa—…" Sasuke tak dapat mengucapkan apapun dengan bibirnya yang gemetar. "…aak—…" dan sebelum ia menjerit, sebuah tangan langsung mendekap tubuhnya, menyembunyikan kepalanya dengan sebuah telapak tangan mendekap belakang kepalanya, menyandarkannya pada sebuah dada bidang yang sedikitnya membuat Sasuke merasa aman saat suara kereta melaju terdengar begitu keras dari belakang tubuhnya kini.
"Haah…haah—…" Sasuke terengah, matanya masih terbelalak lebar dengan keringat dingin menetes di pelipisnya. Ia masih belum bergerak dari dekapan orang yang kini menyembunyikan wajah Sasuke di dadanya itu.
"Daijobu…Daijobu…" suara itu begitu menenangkan Sasuke, dan ia merasa nyaman dengan belaian di rambutnya yang tengah mencoba menenangkannya.
"Sasuke…kau tidak apa-apa? Sasuke…" suara si hantu membawa Sasuke kembali ke dunia nyata dimana suara kereta tadi tak lagi didengarnya. Sasuke segera melepaskan diri dari dekapan orang itu, menatapnya, tapi lalu menatap benci begitu melihat wajah aniki-nya. Tanpa kata, Sasuke melangkah cepat meninggalkan stasiun tanpa memedulikan panggilan aniki-nya.
"Sasuke…Sasuke—…"
.
.
.
~ To be Continue ~
Niatnya Cuma dua chapter, pan edisi ultah kekekeke (padahal maunya satu chapter tp kepanjangan ternyata –d-)
RnR please…
