BTS & SEVENTEEN

Chapter 1

Ready?

HAPPY READING

.

.

.

.

.

.

.

.

Writer : Hansollee

Mawar Hitam bisa di artikan lambang kematian atau sisi negative (hitam) manusia.

Baik-Buruk-nya arti sebuah bunga sebagai komunikasi tak langsung, pemberian dari seseorang yang di kenal atau tidak. Tidak ada bedanya..

Kesetiaan- ya, mawar hitam juga bermakna baik dan tidak selalu buruk. Jika di kemudian hari kau mendapat bunga mawar dari kekasihmu atau sahabatmu kau adalah orang yang beruntung mendapatkannya. Dan masih banyak arti yang baik lainnya.

Tapi kenapa, baginya, bagi seorang anak yang selalu di kucilkan di sekolahnya, bunga itu sebagai tandanya bahaya. Bukan dirinya yang bahaya; Tetapi untuk orang yang dekat dengannya.

"Hyung, kapan aku bisa bebas dari ini semua?". Pertanyaan sederhana, di malam hari yang sering ia sebut 'Red Night' ini, seseorang dengan warna rambut hitam legamnya meringkuk di atas karpet hitam lembutnya sembari menatap vas bunga yang mulai terisi setengah. Setangkai mawar hitam yang ada di dalamnya semula layu kembali tegap, segar seperti baru mekar. Awalnya jungkook tak mau melakukan hal ini, dia tidak benci melihat darah, lebih tepatnya dia takut- setiap jungkook melihat darah, tubuhnya akan gemetar dan mengeluarkan keringat banyak. Dan jungkook akan selalu teringat mendiang kakek-nenek dan ayah&ibunya. Namun, mesti sudah terbiasa selama setahun ini, jungkook tetap sedikit takut. Kakaknya selalu mengawasi, walau tidak terlihat dia entah di mana. Dan semuanya ia lakukan, semua yang bertolak belakang pada dirinya. Nyatanya tak seorangpun yang tahu akan hal ini, terkecuali dirinya dan Tuhan yang tahu.

Dia sering di sebut Aneh di sekolahnya. Pemuda dengan kaos hitam yang sedang duduk di dekat jendela kaca transparan itu berdiri. Mengambil vas bunga berisi cairan merah pekat dan berbau anyir itu, di letakannya di meja belajarnya lalu memakan sekelopak bunga kematian tersebut.

Jeon Jungkook-pemuda tadi mengunyah kelopak bunga mawar hitam dengan agak tidak nafsu. Selain rasanya aneh, kenapa ia harus melakukan hal ini? Kenapa ia harus menuruti semua perkataan kakaknya? Sekilas jungkook melihat darah di dalam vas bunga tadi menghilang dan bunganya- ia simpan di sebuah peti kayu kecil di bawah meja belajarnya.

Penjelasan sedikit,

Setiap menjelang tengah malam, ia harus segera bangun, membuka jendela dan meletakkan vas bunga dengan di isi setangkai bunga mawar hitam, di siram air sedikit lalu menatapnya selama darah yang keluar dari bunga tersebut tidak keluar lagi. Jungkook sebenarnya enggan melakukan ini, tapi melihat kakaknya marah, ia mengalah. Pernah satu kali, ia tidur hanya 3 jam saja- itu ketika ia ketiduran.

"Jika kau ketiduran, darah itu tidak akan keluar. Kau harus menatap -tidak boleh mengalihkan pandangan sedikitpun. Dan juga, jangan melewati di subuh hari, mengerti?"

Jungkook merengut. "Ya, aku mengerti hyung"

Dia normal seperti orang pada umumnya, dia bisa mandi, makan 3 kali sehari, sekolah, bekerja sambilan, belajar lalu tidur -dan tak lupa rutinitas setiap harinya.

Tapi dia mempunyai satu kelemahan; Dia benci melihat beberapa kelopak bunga terbang melewatinya.

Sudah satu tahun lebih dia seperti ini, dia sudah merenggang nyawa sahabat masa SMP nya dulu. Selalu, jungkook terbayang-bayang rasa bersalah kepada sahabatnya yang tidak tahu apa-apa. Itu karena sebulan setelah kejadian..

... di mana saat itu jungkook melangkah pelan memasuki rumahnya. Jungkook membuka pintu rumahnya malas, ia sangat lelah di hari itu, dia baru pulang les di malam hari.

"Aku pulang!" teriak jungkook, tangannya dengan cekatan mengganti sepatunya dengan sandal rumahan.

Ya, dia belajar 4 kali. Itu tuntutan dari kedua orang tuanya, sebenarnya itu hanya pengalihan agar jungkook jauh dari kakaknya.

Sekolah.

Les.

Les.

Dan belajar.

Semenjak dia masuk Junior High School, sangat jarang ia berkumpul bersama keluarga. Mereka hanya mengobrol di saat sarapan-siang hari saat jungkook pergi les-makan malam. Jungkook ingin menjadi anak pada umumnya, di antar-jemput ayahnya -bukan maksud jika jungkook itu manja-, membawa teman-temannya bermain di rumahnya -tapi tidak bisa-, bahkan saudara-saudari nya jarang berkunjung. Jungkook tahu maksud dari semuanya. Tapi belum tentu hatinya tenang jika ibunya dan seorang pembantu masih di rumah -ayahnya kerja di kantor- dengan kakaknya yang berkeliaran semaunya. Apa jadinya jika 'penyakit' kakak abnormalnya itu kambuh? Tidak! Tidak! Jungkook percaya, percaya itu semua tidak akan terjadi.

Jungkook tidak mendengar sapaan dari ayah dan ibunya. Kemana mereka?! Biasanya jika jungkook sudah pulang, ayah dan ibunya akan beranjak ke depan dan menyambut kepulangannya.

Jungkook melirik jam tangannya, 'pukul 8 malam' batinnya. Merasa ada yang tidak beres, kakinya melangkah cepat ke atas -kamarnya. Namun baru beberapa langkah memasuki rumahnya. Ia merasa tegang, mematung di dekat tangga dan jalan yang terhubung ke arah dapur. Dia tidak tahu kenapa, rasa sesak tiba-tiba datang menghampirinya, nafasnya tercekat dan jungkook masih diam tidak bergerak.

Tap

Tap

Tap

Tap

Matanya melirik ke arah tangga di samping kirinya. Jungkook membelalakan matanya.

"Hy-hyung"

Jungkook lemas, ia hampir terjatuh jika saja tangannya tak sempat menggapai tangga pembatas. Setetes air mata turun dari mata indahnya, mulutnya kaku tidak mampu berucap, bahkan tubuhnya bergetar hebat sekarang.

Jungkook yakin, yang semua ia lihat ini adalah MIMPI! YA. MIMPI! Tapi-

"Jungkook, kau sudah pulang?" tanya kakaknya yang sedang menjilati darah di sekitar bibirnya.

'Terkutuk kau hyung!' Umpat jungkook dalam hati. Bersumpah, hari ini adalah hari di mana kakaknya seperti seseorang yang asing. Jungkook bukan bocah yang tidak tahu cairan apa yang melekat di sekitar wajah, blazer sekolah, kemeja dan celana kakaknya. Berwarna merah pekat dan baunya...

Itu darah,

tapi sebenarnya apa yang terjadi?!

Jungkook tidak suka melihat darah.

Menghiraukan pertanyaan kakaknya. Jungkook melangkah ke arah dapur dengan jalan sempoyongan di ikuti kakaknya yang tertawa kecil melihat ekspresi jungkook.

Mereka tahu, semua orang tahu,

kakak jungkook tidak normal, kakaknya berbeda-mempunyai kepribadian ganda yang di benci semua orang termasuk jungkook. Kakaknya seorang psikopat, bertindak semaunya seolah hanya ada dirinya di dunia ini. Dan yang lain-hanya sebuah boneka percobaan miliknya.

Jungkook tidak pernah berfikir hal ini akan terjadi, semuanya baik-baik saja, apa yang kakaknya lakukan benar-benar membuatnya shock berat. Ayah dan ibunya, tergantung bebas di samping lemari es dengan tali yang melilit di sekitar lehernya. Kaki ibunya terlepas dengan tangannya penuh luka sayatan, begitupun ayahnya; kepalanya hampir putus dan isi perutnya yang terlihat keluar karena dagingnya sobek.

Tangis jungkook pecah, ia jatuh terduduk melihat kedua tubuh yang sangat ia cintai, yang sangat ia hormati setelah kakek-neneknya, mati mengenaskan dengan tubuh yang membeku di hadapannya.

Di bunuh, oleh kakaknya sendiri?!

Jungkook tertawa miris melihat ekspresi kesakitan ayah dan ibunya. Padahal jungkook sangat menantikan hari ini. Hari di mana ayah dan ibunya merayakan hari pernikahan mereka yang ke 20.

Dan dia sungguh tidak percaya, tidak mungkin!

"APPA! EOMMA! AARRRGGGHH"

Jungkook berteriak frustasi di barengi air matanya yang tak henti-hentinya keluar.

Kakaknya tertawa terbahak-bahak, pemuda kelahiran 96, wonwoo menyandarkan punggungnya ke pintu dapur dan jika di perhatikan lagi dia juga ikut menangis melihat kepergian kedua orang tuanya. Karena dirinya sendiri.

##

Keesokan harinya,

Rumah berwarna cat biru langit itu di penuhi beberapa polisi dan detektif. Mondar-mandir kesana-kemari mencari tahu sedikit informasi yang bisa membantu. Tetangga jungkook berdatangan untuk melihat apa yang terjadi, berbisik-bisik ketika melihat wonwoo dan jungkook keluar dari rumah. Garis kuning yang melintang di rumah jungkook terjaga beberapa polisi dengan siaga, takut-takut ada yang menerobos. Paman dan bibi jungkook hanya mampu menangis melihat kedua jenazah adik mereka di bawa masuk ke dalam mobil ambulance.

Wonwoo dan jungkook masuk ke dalam salah satu mobil pribadi. Di kursi penumpang, jungkook hanya terdiam membisu. Terlihat seperti nyawanya juga ikut melayang semalam.

Jungkook seperti orang mati, tubuhnya menggigil dengan tatapan kosongnya. Ia tidak tahu apa yang sudah terjadi, dia tidak mau tahu! Paman dan bibi serta kedua keponakannya langsung datang ke rumahnya saat beberapa jam jungkook menghubungi mereka.

Tentu saja, keluarga besar Jeon kaget dan sedih. Mereka tahu siapa pelakunya, mereka tidak bisa apa-apa selain hanya bisa berdo'a agar tidak menjadi korban selanjutnya. Jungkook memang masih duduk di bangku kelas 3 SMP, punya pendirian kuat, dia anak yang selalu membanggakan keluarganya, jungkook bukan seorang anak yang kekurangan kasih sayang sampai menjadi seperti -menganggap semua kejadian kemarin hanyalah sebuah peristiwa biasa. Dia tidak bisa menahan ketika lelehan air matanya turun. Perih hatinya setiap mengingat kejadian semalam; dia merasa bersalah karena pulang terlambat. Harusnya ia tidak menerima ajakan teman-temannya.

Jungkook melihat keluar jendela mobil. 'Eomma, appa, halmeoni, harabeoji.. apa yang harus jungkook lakukan? Menuruti semua perintah hyung?' batin jungkook miris.

Polisi maupun para detektif hanya bisa menginterogasi beberapa menit saja. Tidak mau bertanya -yang sedikit menyinggung tentang kematian keluarga jeon.

Setelah kakek-neneknya (pihak ayah).

Sekarang Ayah dan ibunya.

Lalu, apa dia selanjutnya?!

Ini tidak masuk akal! Apa yang ada di otak kakak abnormalnya itu?! Haruskah ia membunuh kakaknya sekarang juga?!

Kenapa ayah dan ibunya tidak membawa kakaknya ke psikiater atau pusat rehabilitasi saja?! Kenapa membiarkan kakak yang sangat ia rindukan sewaktu ia kecil itu berkeliaran di rumah?!

Wonwoo sejak pagi hanya diam dengan tatapan polosnya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Jungkook menyumpahi kakaknya dalam hati. Tanpa sadar mereka sudah sampai di kantor polisi.

"Jungkook, ini kantor polisi? Untuk apa kita kesini" tanya wonwoo saat mereka berjalan beriringan memasuki gedung yang biasa kita lihat sebagai tempat yang mengerikan, di mana para tersangka kejahatan berkumpul menjadi satu.

Beberapa polisi yang mengerumuni mereka sesekali menyapa teman mereka yang bertugas di dalam kantor. Jungkook dapat melihat ruangan apa yang ia tempati sekarang.

Semuanya serba putih. Ada 3 cctv di ruangan ini, 3 kursi, 1 meja panjang dan sebuah alat -entah apa itu- yang jungkook tahu itu adalah alat perekam. Wonwoo duduk di sebelah kiri jungkook menghadap 2 detektif dan dua polisi yang berdiri di belakang mereka. Berjaga-jaga.

Wonwoo tidak suka ruangan ini. Dan jungkook merasakan aura yang sulit di deskripsikan sekarang. Maka jungkook menatap tajam salah satu detektif di hadapannya.

"Bawa hyung-ku keluar dari sini, sekarang!" kata jungkook dengan nada tinggi di akhir kalimat.

Salah satu polisi mendekat dan membawa wonwoo keluar, di pindah ke ruangan sebelah. Jungkook menghela nafas pelan, lalu menundukkan kepalanya.

"Jungkook, apa yang terjadi?"

Jungkook menunduk, lalu menggeleng lemah. Dua detektif di hadapan jungkook saling tatap, salah satunya mengangkat bahu. Dan kembali menatap jungkook.

"Eumm jungkook, pukul berapa kau melihat kejadian?"

Awalnya jungkook tak mau membahas hal ini, dia masih sedih. Dan trauma sangat, apalagi ketika melihat ayah dan ibunya.

"Aku.. baru pulang les, itu sekitar jam-" jungkook menjeda, mengingat jam berapa dia pulang ke rumah. "Jam 8 malam aku sampai di rumah"

Detektif yang jungkook ketahui namanya -dengan melihat nametag-, tak yakin jungkook malah balik bertanya; "Apa kau yakin bisa menuntaskan kasus ini, Detektif Oh?"

Pertanyaan jungkook membuat kedua detektif yang berada di seberang meja, yang semula fokus ke jungkook dan mencatat sesuatu terdiam seketika, detik berikutnya terdengar helaan nafas. Polisi yang baru kembali tadi ikut terdiam. Iya benar, apa mereka mampu? Menyinggung tentang kata 'kematian' saja. Mereka tidak yakin bisa baik-baik saja.

Detektif Oh, pemuda berusia 27 tahun dengan kacamata minus nya yang berbingkai hitam itu tersenyum tipis. Jungkook mengkhawatirkan mereka.

"Aku, detektif oh dan detektif lee percaya. Kau bisa membantu kami, untuk itu", detektif oh berdeham lalu membetulkan letak kacamatanya. Menatap intens ke arah jungkook yang menatapnya kebingungan.

"Bisa kau jelaskan dengan rinci apa yang terjadi kemarin? Dan keadaan hyung-mu?"

DEG!

Ragu kini melingkupi hatinya, hatinya tiba-tiba mencelos setiap mengingat kebaikan kakaknya selama ini. Wonwoo tidak pernah melukainya, menatapnya benci atau hal-hal yang negative lainnya. Maka jungkook berfikir sebentar dan jungkook mau menceritakannya. Semuanya. Termasuk keadaan kakaknya sekarang. Jungkook ingin menangis rasanya.

"Terimakasih jungkook, jangan terlalu berlebihan menganggap hyung-mu itu berbeda. Jika kau mengajaknya untuk sekedar refreshing, dan kau selalu bersamanya. Kemungkinan berapa persen ke-normalan-nya akan kembali. Dia hanya percaya padamu"

Tidak tahu harus menjawab apa, jungkook malah menangis. Kedua detektif itu tersenyum tipis. Mereka tidak sepenuhnya yakin, tapi apa yang bisa mereka perbuat. Dalam kasus ini, sang tersangka berbeda.

"A-aku hiks... ku mohon, hiks.. lindungi keluarga pamanku. Aku ti-tidak bisa membiarkan hyung-ku ada di sekit-ar mereka, hiks ku mohon detektif.." ujar jungkook terisak pelan. Tubuhnya kembali bergetar.

"Jungkook kau anak yang baik dan pintar, bisa kau tambahkan dengan keberanianmu melawan hyung-mu?" papar detektif lee dengan tangannya yang sedang memakaikan mantel tebal ke tubuh jungkook. Kedua polisi yang berada di belakang mereka menatap iba ke arah jungkook.

Jungkook anak yang malang.

Sementara itu di rumah keluarga jeon yang masih di jaga polisi. Suasana sedikit lebih tenang. Paman dan bibi jungkook sempat di tanyai oleh aparat kepolisian. Paman jungkook gelisah, duduk tidak tenang di sofa ruang tamu. Kedua anaknya sudah pergi bekerja dan sekolah. Bibi jungkook menghampiri suaminya dengan membawa nampan berisi secangkir teh bunga Chryshin Flavon dan kue kering yang ia buat tadi.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya paman jungkook sembari menyandarkan punggungnya ke sofa empuk itu.

"Yeobo, kita tidak tahu apa yang wonwoo inginkan selanjutnya. Tapi aku berdoa bukan nyawa yang ia ambil kembali"

"Aku berharap"

Tapi kenyataannya sekarang apa yang jungkook dapatkan? Hidup di penuhi rasa bersalah. Selalu, setiap malam setelah melakukan ritualnya jungkook akan menangis karena teringat sahabat-sahabatnya. Dan dia sekarang hanya tinggal bersama bibi dan kedua keponakannya. Jangan menanyakan keberadaan pamannya.

Seminggu setelah kejadian itu, kakaknya kembali melakukan hal itu lagi. Dan bagaimana ia tahu? Saat itu paman mengantar kakaknya membeli sesuatu, sepulangnya kakak jungkook membunuh pamannya. Namun wonwoo salah tindakan, mereka masih di dalam mobil. Dan akhirnya mobil paman jungkook menabrak besi pembatas jalan dan tiang lampu jalan. Dan wonwoo mati di tempat.

Yang paling di kejutkan jungkook adalah...

Kakaknya, membeli sebuket bunga mawar hitam yang tergeletak di bawah kursi penumpang. Dengan note bertuliskan;

Ini untukmu adikku sayang,

Hyung akan sangat berterima kasih jika kau tidak membuang bunga ini,

maafkan hyung,

hyung menyayangimu kook-ah~!

원우

Saat itu juga, -setiap- malam harinya jungkook sering di datangi kakaknya.

Jungkook tersenyum miris mengingatnya. Tapi ia sangat bersyukur bibi dan kedua keponakannya masih selamat.

Hidupnya terlalu monoton untuk di nikmati, apalagi dia sudah masuk SMA. Harusnya ia mempunyai teman yang banyak, tapi kenyataan yang membuatnya bisu ketika ada yang bertanya; "Aku ingin berkenalan denganmu, namamu?". Jungkook dulu tidak seperti ini, dia anak yang mudah bergaul, punya banyak teman, keluarga yang harmonis, tapi itu DULU sebelum semuanya hancur karena kakaknya.

Kakak yang ia bangga-bangga kan. Yang selalu menjaganya, melindunginya, perhatian padanya, selalu memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Berubah menjadi seorang psikopat? Kenapa?

Jungkook tidak tahu, jungkook hanya ingat saat dia baru memasuki JHS, kakaknya mengalami kecelakaan sepulang sekolah saat bermain skeatboard bersama teman-temannya, ayah dan ibu memarahi kakaknya, dan semenjak itu kakaknya berubah menjadi pemurung, dingin dan tak lagi bermain bersamanya.

Jungkook tentu sedih, maka ia bertanya kepada ayahnya.

"Ayah, hyung kenapa? Kenapa hyung tidak mau bermain dengan jungkook dan selalu mengurung diri di kamar?"

Ayahnya menjawab; "Kaki hyung-mu masih sakit, dia harus istirahat, 2 minggu lagi ujian semester pertama dan dia harus rajin belajar. Jungkook juga?!"

"Ya appa"

.

.

Jungkook kembali mengingat. Ayahnya selalu menuntut anak-anaknya belajar dan harus menjadi orang yang sukses. Jungkook tidak terbebani akan hal itu begitupun kakaknya. Jungkook suka membaca dan menulis, atau apapun yang berhubungan dengan buku.

Tapi karena kejadian itu, jungkook mulai memahami...

Sehari setelah kejadian ayah & ibunya terbunuh, jungkook off sekolah beberapa hari karena masih shock, bahkan sampai harus di rawat di rumah sakit.

Jungkook begitu terpukul, dia sering melamun dan tidak mau berbicara dengan siapapun. Dan jika ia melihat kakaknya, jungkook akan berteriak histeris dan ketakutan. Paman dan bibinya sedih melihat jungkook menjadi seperti itu, seperti kehilangan jati dirinya sendiri. Kedua keponakan jungkook pun sama. Trauma yang di alami jungkook benar-benar bisa membuat jungkook berubah total.

Jungkook sakit, mentalnya sakit..

Di malam hari yang ketiga, hojoon menjenguk jungkook. Membawa bingkisan berupa buah-buahan dan beberapa kue kering. Seharusnya, ibunya yang datang tapi mengingat ibunya sibuk di rumah menyambut tamu yang datang untuk sekedar mengucapkan belasungkawa, ibunya juga sedikit mengurus wonwoo agar tidak keluar kamar.

Benar-benar di luar dugaan, wonwoo menurut saja. Dia tidak memberontak, begitu kata ibunya lewat telfon -saat hojoon dalam perjalanan pulang kuliah tadi, dan langsung ke rumah sakit.

"Jungkook-ah"

Dapat hojoon lihat, jungkook berdiri di dekat jendela, menatap lurus keluar sana. Tersenyum miris melihatnya, dia rindu senyum manis keponakannya itu, tawanya atau kejahilan jungkook setiap keluarganya berkunjung.

Hojoon meletakkan bingkisan di meja lalu mendudukkan dirinya di sofa. Hojoon terus memperhatikan jungkook yang tak bergeming sama sekali, dia sangat mengkhawatirkan keponakannya. Hojoon sangat tahu, bila dia ada di posisi jungkook, dia pun akan melakukan hal yang sama- atau bunuh diri sekalian.

Berfikir kenapa wonwoo berubah 180°, dulu wonwoo tidak seperti ini, kepribadian keluarga jeon itu hampir sama semua. Selalu ceria.

Tidak ada warna hitam yang bertahan di sekitar mereka.

Jungkook menghela nafas panjang, lalu berjalan ke sisi ranjang dan melihat hojoon yang sibuk dengan laptop dan beberapa kertas yang berserakan di meja.

Kacama bulatnya sesekali lepas lalu di pakainya kembali.

Jungkook merasa bersalah, merepotkan semua orang, tapi dia butuh perlindungan. Namun bukan perlindungan dari kakaknya lagi.

Hojoon yang merasa di perhatikan, mendongakkan kepalanya, ia terdiam melihat jungkook menatapnya dengan pandangan kosong. "Kook-ah, tidak apa-apa?"

Kemudian hojoon melihat jungkook menitikan air matanya. Sontak saja hojoon tertegun, ia langsung berlari menghampiri jungkook dan memeluknya. Jungkook terisak pelan. Maka hojoon semakin mengeratkan pelukannya, mencoba menyalurkan kekuatannya ke jungkook.

"Tidak apa-apa jungkook-ah, hyung di sini. Jangan menangis lagi"

De javu~

"Huwwaaa hyung~~ hiks hiks"

"ASTAGA JUNGKOOK!"

Saat itu jungkook yang masih berusia 10 tahun, sedang bermain sepeda di taman dekat dengan rumah mereka. Dan wonwoo yang sedang duduk di ayunan sembari mengawasi adiknya. Tak terduga, tiba-tiba adiknya kehilangan keseimbangan lalu jatuh tersungkur ke semak-semak. Wonwoo yang semula tersenyum cerah, perlahan memudar di gantikan jeritannya, tentu saja dia kaget, segara berlari menghampiri adik kecil manisnya itu.

"Hyung sakit huwwaa.. Hyung, hiks.."

Wonwoo membulatkan matanya, tercengang melihat luka yang serius di kaki adiknya. Terlihat jelas luka sobekan di kaki kiri adiknya, dan darahnya keluar terus menerus. Wonwoo panik saat mendengar tangisan adiknya semakin kencang.

"Jungkook-ah jangan menangis, maafkan hyung ya. Ayo kita obati lukamu, tapi- tapi-"

Tiba-tiba saja ada seorang anak kecil menghampiri mereka, dengan tas punggung yang ia bawa dengan tergesa-gesa. Mata anak itu ikut membola melihat kaki jungkook. Kedua anak bermarga sama itu menoleh.

"Kau tidak apa-apa?! Ini aku bawakan obat, ayo kita obati!"

Dan di sinilah mereka, berakhir di sebuah kursi taman. Wonwoo yang berjongkok mengobati luka jungkook yang sesekali meringis atau berteriak karena kesakitan. Dan anak kecil tadi hanya diam duduk di samping jungkook, sesekali membantu wonwoo atau menenangkan jungkook.

"Nah, sudah selesai", wonwoo mengalihkan tatapannya ke jungkook dan mengusap pelan pipi chubby adikanya yang masih sesenggukan.

Jungkook merengut di perlakukan seperti itu, namun tak di pungkiri ia merasa hangat ketika kakaknya begitu tanggap apapun yang terjadi pada dirinya. "Tidak apa-apa, jangan menangis lagi ya" ujar wonwoo dengan senyuman manisnya.

"Uhm.. Itu-"

Lagi, kedua jeon bersaudara itu menoleh secara bersamaan. Membuat anak kecil yang wonwoo yakin bertingkat sejajar dengan adiknya. "Oh ya, terimakasih untuk obatnya. Ini-", wonwoo memberikan kotak p3k ke anak kecil tadi. "Aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu, kau sungguh baik mau menolong adikku"

"Sama-sama emm-"

"Wonwoo, namaku jeon wonwoo. Panggil saja aku wonwoo hyung, karena aku yakin kau lebih muda dariku" kata wonwoo dengan senyumnya. Ia beralih duduk di samping kanan jungkook. "Dan ini adikku, jungkook perkenalkan dirimu dan ucapkan terimakasih padanya"

Jungkook mengangguk. Lalu menatap bocah seumurannya itu. "Namaku jeon jeongguk, kau bisa memanggilku jungkook. Salam kenal, dan terimakasih" ucapan jungkook terdengar lucu karena sehabis menangis tadi.

"Kkk~ kau lucu kook-ah, namaku kim min gyu, panggil saja mingyu dan sama-sama. Aku senang menolongmu"

Itu kejadian 6 tahun yang lalu...

Ya, kim mingyu. Jungkook masih mengingatnya sampai sekarang.

Hojoon terkekeh kecil saat jungkook berhenti menangis dan tertidur pulas di pelukannya. "Kau harus kuat kook-ah, maaf hyung tidak bisa membantumu" kata hojoon sembari membaringkan jungkook ke ranjang lalu menyelimutinya.

"Selamat malam kook-ah" ucap hojoon pelan di barengi senyumnya lalu berjalan menutup jendela. Melangkah pelan ke sofa, dan kembali melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda tadi. Semuanya, tugas kuliah yang menumpuk, skripsi yang baru setengah jadi, dan belum lagi harus menjaga jungkook. Dia sama sekali tidak merasa kerepotan menjaga jungkook. Di senang.

Karena, jungkook adalah satu-satunya harapan mereka setelah keluar dari rumah sakit nanti.

"Aku sangat berharap padamu kook-ah, dan kembalilah menjadi seperti dulu"

Dan seminggu setelahnya..

Jungkook keluar dari rumah sakit, ia tampak sehat dan ceria lagi. Tapi hojoon tahu, jungkook tidak baik-baik saja. Maka, hojoon hanya bisa mengikuti kemauan jungkook. Menyembunyikan jungkook di balik topengnya sendiri.

"Hyung! Aku ingin makan belut dan sashimi lagi! Ayo!" seru jungkook saat keduanya keluar dari kamar inap jungkook. Kalian tahu, walaupun jungkook berpura-pura kuat dan selalu menunjukkan keceriannya. Hojoon cukup senang melihat jungkook seperti dulu.

Hojoon menggeleng. "Tidak jungkook, kita harus pulang terlebih dahulu. Aku tidak bawa mobil" kata hojoon sembari berjalan cepat keluar rumah sakit setelah berbicara dengan seorang suster.

Jungkook merubah raut wajahnya sendu dan sedetik kemudian berganti wajah memelasnya. "Ayolah hyung~~ jika hyung kerepotan membawa tas tas itu. Aku akan bantu membawanya, aku sang~at ingin makan belut laut. Aku sudah lama menahannya!", jungkook tetap kekeuh pada pendiriannya. Ia rindu makanan favoritnya itu.

Kini mereka berdiri di trotoar jalan, menunggu taksi melintas. Hojoon menghela nafas, jungkook terus menerus merengek ingin makan makanan favoritnya itu.

"Jungkook, lebih baik kau mengajak teman-temanmu saja. Nanti malam di rumah, aku akan bilang ke ibu untuk buatkan masak masakan kesukaanmu itu, okay?-taksi!"

Jungkook memudarkan senyumannya, membeku di tempat. Entahlah, rasanya seperti saat kejadian seminggu lalu di rumahnya. Nafasnya terengah dan keringatnya bercucuran di sekitar pelipis dan lehernya. Ada apa ini?!

Hojoon melangkah ke belakang mobil, menaruh tas tas berisi barang-barang jungkook dan beberapa miliknya -yang cukup berat- ke bagasi mobil.

Hojoon terkejut melihat jungkook sedang menatapnya ketakutan.

"Ju-jungkook-ah"

Jungkook menggeleng cepat, dia tidak tahu apa yang terjadi. Ia merasa sesak, sampai ia berjongkok memukul dadanya. Hojoon mendekat dengan ragu, ia ikut berjongkok melihat keadaan jungkook seperti seseorang yang sedang sekarat.

"Jungkook kau tidak apa-apa?! Bangun, ayo ke dokter sekarang!"

Hojoon menarik lengan jungkook tapi tertahan.

"Tidak hyung", jungkook menggeleng pelan, dengan tangan kirinya yang masih berada di dadanya. Hojoon mengernyit bingung. Apa yang jungkook fikirkan?! Apa ia sedang bercanda di tengah ketakutannya?

"Jungkook! Jangan membantah! Ayo kita masuk! Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu!" teriak hojoon. Jungkook bersusah payah bangun dari duduknya, pak supir hanya diam melihat mereka tak mau mencampuri urusan mereka.

"Hyung-"

"Cepat jungkook-ah!", hojoon menarik jungkook. Tapi jungkook tetap menahannya, ini bukan yang jungkook inginkan.

"Hyung dengarkan aku!", suara jungkook begitu lemah, walau masih bisa berteriak namun tetap saja terdengar tidak ada apa-apa nya. Hojoon tersentak kecil. Ia berbalik menatap jungkook.

Jungkook mengatur nafasnya, ia masih merasa sesak walau tak separah tadi. Hingga ia terbatuk pelan, hojoon segera mengambil botol air di paperbag yang berada di dalam kursi penumpang tadi. "Ini minumlah", hojoon membantu jungkook. Kemudian ia membuka pintu mobil, "masuklah, ayo kita pulang"

Mata jungkook bergerak gelisah, jungkook bergidig merasakan angin berhembus melewatinya. Ini...

Jungkook menatap hojoon. "Hyung-"

Drtt.. Drtt..

Jungkook tidak melanjutkan ucapannya mendengar suara ponsel, itu milik hojoon. Dengan segera hojoon mengangkatnya.

"Halo eomma?"

"..."

"APA?!", hojoon beralih menatap jungkook dengan mata berkaca-kaca. "Eo-eoh, ya eomma, aku akan segera pulang"

Pip!

"A-ada apa hyung?"

"Masuklah kook"

Jungkook menurut, ia masuk ke dalam mobil di susul hojoon.

"Ayahku... Terbunuh"

Jungkook bagai tersambar petir di siang hari mendengarnya. Kakaknya... kembali lagi?

'Hyung, kau keterlaluan' batin jungkook.

Sesampainya di tempat kejadian,

Hojoon tergesa begitupun jungkook. Keluar dari taksi, dengan terburu-buru hojoon membayar , lalu cepat-cepat keluar di ikuti jungkook berlari ke kerumunan. Dan hojoon melihat ibunya menangis sembari menggendong adiknya.

"Eomma" lirih hojoon, ia geletakkan tas nya lalu berlari menghampiri ibunya.

Ibu hojoon memeluk erat nari yang berada di gendongannya, matanya menangkap siluet anak sulungnya.

"Hojoon-ah!"

"EOMMA!"

Sadar atau tidak, jungkook menitikan air matanya, menangis dalam diam. Sirine suara ambulance dan mobil polisi beradu, membuat yang mendengarnya akan terganggu. Jungkook tak menggerakan tubuhnya, berdiam diri sampai taksi itu pergi. Pandangannnya tak teralihkan dari bibi dan kedua keponakannya yang sedang menangisi kepergian pamannya.

Jungkook bingung harus bagaimana, apa yang harus ia lakukan? Jika mendekat, sepertinya ia tak yakin, takut bibi nya marah. Beanie berwarna biru tua yang sejak tadi ia pakai di lepas, tubuhnya melemas melihat beberapa petugas membawa jenazah kakaknya ke dalam mobil ambulance tak jauh dari tempatnya berdiri.

Tubuh jungkook bergetar hebat, matanya terpejam erat, dengan nafas terengah ia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Hyu-hyung hh.. Hyung!", jungkook kalut dengan segera bangun, berlari menghampiri mobil ambulance di mana kakaknya berada.

Kakaknya memang berbeda,

Kakaknya memang seorang psikopat,

Kakaknya memang selalu merepotkan orang lain -sama sepertinya,

Tapi kakaknya punya kelebihan,

Wonwoo menyayangi dirinya.

"Hyung!", jungkook menahan lengan salah satu petugas, lalu berucap; "ku mohon, beri aku waktu melihat kakakku"

Oh tidak!

"Jungkook-ah!"

Mendengar namanya di panggil, jungkook menoleh dan kembali melihat tubuh kakaknya, jungkook mengernyit, merasa tangan kanannya di tarik jungkook berbalik.

Hojoon; "ayo cepat kook-ah! kita ke rumah sakit sekarang"

Jungkook menggeleng. "Tidak hyung, aku di sini saja, aku ingin tahu apa yang terjadi"

"Jungkook, aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu-"

"Justru itu maksudku hyung!", jungkook menunduk sebentar lalu kembali menatap hojoon dengan tatapan sendunya. "Aku yakin, hyung punya alasan, pasti" tegas jungkook dengan wajah seriusnya.

Mau tidak mau, hojoon mengiyakan saja. Ia meninggalkan jungkook bersama beberapa polisi dan juga beberapa orang yang masih di sana, di dekat jurang.

Ini kawasan pegunungan menuju-heol, jungkook baru menyadarinya. Ini adalah daerah semasa ia kecil dulu liburan bersama keluarganya juga, keluarga hojoon.

'Apa yang hyung lakukan?' batin jungkook. Kembali ia memakai beanie nya. Menghapus air matanya kasar, lalu berjalan cepat ke arah garis kuning yang melintang di sekitar mobil pamannya. Rusak di bagian depan dan pintu. Jungkook memperhatikan seksama, ia meneliti setiap bagian mobil.

Dan matanya memicing tepat di bagian kursi penumpang. Pintunya terbuka sedikit, tanpa ragu ia melangkah mendekat, dan dugaannya benar.

"Mawar hitam?" tanya jungkook entah pada siapa. Suara teguran dua orang polisi yang sedang mengamati keadaan sekitar mengagetkan jungkook.

Jungkook mendudukkan dirinya perlahan di tepi kasur sembari menatap lurus keluar jendela. Melihat samar-samar pantulan dirinya dan kakaknya yang sedang berdiri di dekat pot bunga di halaman rumah dengan posisi membelakanginya. Banyak yang ingin jungkook tanyakan pada kakaknya. Jungkook yakin, kakaknya bisa menjawab.

Tapi apa yang bisa ia lakukan. Semuanya hanya ilusi semata. "Hyung, kenapa kau lakukan ini padaku?" lirihnya pelan, menatap nanar sosok yang ia rindukan menghilang.

Dan malam ini, sekali lagi -dan mungkin seterusnya. Jungkook hanya bisa menerima takdir yang begitu sulit di terima olehnya.

.

.

Pagi ini cuaca begitu mendukung untuk jungkook melakukan aktivitas seperti biasanya, setelah berpamitan dengan bibinya dan kedua keponakannya. Jungkook melangkah keluar rumah dengan wajah datarnya.

Ini termasuk aturan, kalian tahu? Jungkook adalah boneka percobaan kakaknya. Kakaknya yang mengendalikan dirinya selama setahun ini, dan jungkook selalu merasa takut tapi mampu ia tutupi.

"Jungkook tunggu!". Seruan keponakannya sedikit mengagetkan jungkook, tangan kiri jungkook yang sedang memegang pagar rumah beralih ia masukkan ke dalam saku celananya.

"Ada apa?" tanya jungkook datar. Wajah dan mimik yang sering ia tunjukan begitu berbeda dengan kepribadian aslinya. Ini juga termasuk aturan. Jungkook harus menggantikan kakaknya. Selalu, ingin rasanya ia bunuh diri saja daripada menjalani hidup seperti ini. Tertekan di bawah kendali kakaknya yang hanya bayangan ilusi sematanya, tapi jungkook di takuti perkataan kakaknya di malam ketiga jungkook melakukan rutinitas malam harinya.

"Jungkook, jangan mencoba melanggar aturan yang ku buat. Bila kau melanggarnya, aku akan menampakkan diriku di depan seseorang yang dekat di sekitarmu saat itu juga"

"Hyung! Berhenti mengaturku! Kau hanya imajinasiku! Pergi-"

Tatapan mata wonwoo berubah, raut wajahnya tenang. "Aku bukan imajinasimu jeon jungkook! Ini keinginanmu sendiri membawaku kemari! Seharusnya kau membuang bunga yang ku beli waktu itu! Kau membawaku ke sini hanya merusak moral dan fisikmu! Dan ku mohon, jangan dengarkan sisi negative-ku!"

Kembali, di saat itu juga jungkook membelalakan matanya. Nafasnya tercekat melihat sekumpulan kelopak bunga mawar hitam berterbangan di kamarnya. Memutar di atas kepala jungkook, lalu berjatuhan di sekitarnya.

Wuusshhhh

"Aku beri peringatan sekali lagi!"

Ini bukan kakaknya, astaga!

"Jangan melanggar jeon jungkook! Atau kau ingin bibi yoonhee, hojoon dan nari mati sekarang?!"

"Ja-jangan.. " suara jungkook bergetar begitupun tubuhnya. Ia paling takut melihat kakaknya begini.

Wonwoo menyeringai. "Kau yang terbaik"

Jungkook pingsan di dekat meja belajarnya.

Hojoon -keponakan laki-laki yang berbeda 5 tahun lebih tua darinya tersenyum tipis, memaklumi; mengapa jungkook begitu dingin menanggapinya. Ia tahu.

"Ini bekalmu, ibu lupa menaruhnya di tasmu tadi. Ya sudah-", hojoon memberikat kotak bekal berwarna hitam itu ke jungkook dan jungkook menerimanya, hojoon tersenyum tipis. "Aku pergi dulu kook-ah" katanya, sebelum memasuki mobilnya dan pergi dari pekarang rumah Jeon's yang begitu megah itu.

Ya, hojoon memang bukan bagian dari keluarganya. Tapi hojoon mampu mengatasi hal-hal yang menyangkut tentang perusahaan, ia harus bekerja keras demi mereka semua, dia tau bagaimana menjalaninya dan bagaimana ia seharusnya. Jungkook bersyukur, setidaknya ia tidak jatuh miskin karena kejadian waktu lalu. Dia tahu, ada banyak orang yang mendukungnya tapi hanya di belakang itupun jauh. Mereka tidak bisa mendekat atau terlalu lama berbicara dengan jungkook. Terkecuali oleh sebab-akibat ulahnya sendiri.

Karena wonwoo selalu ada di mana jungkook ada. Aura jungkook berbeda, mungkin jika para gadis di sekolahnya tidak mengetahui asal-usulnya. Mereka akan mengidolakan jungkook.

Tapi tetap, tidak bisa!

"Hati-hati hyung" lirihnya.

.

.

"Tae, kemana kau semalam?"

Pemuda dengan rambut dark brown-nya melirik sekilas ke samping kanannya, demi apapun mereka sedang belajar. Dan pelajaran kali ini adalah fisika, seharusnya sahabatnya ini tahu aturan di setiap pelajaran ini berlangsung. Apa sahabatnya ini gila? Heol, lebih baik dia mengabaikan sahabat pendeknya itu.

Seseorang di sampingnya menggeram. Dengan ekor matanya sesekali melirik ke depan, takut-takut ketahuan mengobrol.

"Taehyung jawab aku!", jimin -sahabatnya memekik pelan tepat di telinga kanan taehyung. Oh my! Dan taehyung hanya mendengus sebagai jawaban.

"Park Jimin-ssi, fokus ke depan"

Ini bukan suara taehyung, jimin tahu ini suara siapa. Ya, ketua kelas. Yang duduk di belakangnya.

"Ya Choi Seungcheol-ssi, aku tahu" kata jimin pelan. Merasa jengah juga, akhirnya jimin memilih diam menunggu pelajaran berakhir.

'Sialan kau kim! Awas saja kau!' rutuk jimin dalam hati.

Sedangkan taehyung menahan kikikan mendengar jimin di tegur sang ketua kelas.

10 menit kemudian taehyung merasa bosan, ia mengalihkan pandangannya -padahal Kang ssaem sedang menerangkan pembahasan belajar hari ini.

Taehyung melihat ke bawah, di lapangan basket outdoor dia melihat sekumpulan anak kelas 1 sedang berlari mengelilingi lapangan -dia tahu karena seragam olahraganya berbeda- dengan guru olahraga yang berada di dekat ring basket sembari meniup peluitnya, menyemangati anak didiknya. Mata taehyung jatuh ke arah seorang siswa yang berlari paling belakang, cukup jauh dari teman sekelasnya. Rambut hitam legam berponi-nya sedikit terbang karena guncangan saat ia berlari.

"Wow.." gumam taehyung pelan, bertopang dagu, ia terpaku melihatnya. Itu hoobae-nya, kenapa taehyung begitu terpesona? Ini aneh, tidak, tidak mungkin ia jatuh cinta pada pandangan pertama! Bahkan keduanya belum pernah bertemu. Heol, kim tae hyung dia bukan levelmu.

Memang benar, taehyung hanya menyukai gadis imut dan polos tapi memiliki sisi agresif jika mereka sedang berduaan. Itu imajinasi keterlaluan seorang kim taehyung. Ingin taehyung mengalihkan pandangannya, tapi tetap tidak bisa. Hoobae-nya terlalu menarik.

Dan membuat ia penasaran, hoobae yang ia lihat dan kagumi tadi hanya duduk sendirian di sebuah kursi di pinggir lapangan yang berjarak kursi lainnya. Begitu jauh dari teman sekelasnya.

"Kenapa?" monolog taehyung bingung. Dan...

BLETAK!

"Aww.." taehyung terkena penghapus papan tulis, ia menoleh ke samping. Di sampingnya jimin menunduk dengan tangan membekap mulutnya, jimin sedang menahan tawanya, lalu beralih menatap seisi kelas; ada yang cekikikan, heran, bingung dan yang lainnya.

Berakhir ia menatap ke depan, matanya membulat sempurna lalu ia berdeham dengan duduk tegapnya. Kang ssaem yang sedang melototinya, berkacak pinggang dan selanjutnya-

"KELUAR DARI RUANGAN SAYA!"

taehyung bersumpah, demi boxer jimin yang tidak pernah di cuci. Ia akan mencoret nama jimin dari daftar nama sahabatnya. 'Sialan kau park! Mati aku!', taehyung nyengir lalu melangkah keluar kelas.

Saat taehyung menutup pintu, tawa teman-teman sekelasnya pecah. Sampai ada yang terjungkal saking lucunya melihat adegan tadi.

"DIAM KALIAN SEMUA!". Kang ssaem kembali berteriak. Dan yang lain hanya mampu terdiam.

.

.

.

.

.

.

.

TBC^^

Note : gaje banget, Meanie chap depan muncul kok :3 dan maaf yg nunggu ff Death Code , belum bisa update cepat. Lagi sibuk ama tugas sekolah :'v