Disclaimer : Naruto © Masashi Kisimoto
Summary : Sekelumit kisah perjalanan hidup Hinata sang perawan mesum dalam menapaki jalan kedewasaan, bersama Naruto si gigolo submisif, apakah mungkin akan tersemai benih-benih cinta? [AU setting][Yang masih bocah, Husss! Jauh-jauh sana gih!]
Genre : Romance, Humor.
Rate : M
Setting : Alternate Universe
Warning : Typo, OOC, Gaje, Menistakan banyak chara dll.
Senin, 25 Juli 2016
Fic Kolaborasi aku dan NaruHina Legend
Happy reading . . . . .
Menuju Impian
Chapter 1. Impian Hinata.
I'm coming, pagi yang indah. Mengucek kedua mataku sebentar, kemudian bangun, menyingkap gorden lalu membuka jendela lebar-lebar, menghirup dalam-dalam udara sejuk pagi hari dan menikmati sinar matahari untuk katalisator produksi vitamin D di tubuhku.
Ahhh, lupakan istilah rumit tadi, saatnya mandi. Ada kelas farmakologi yang harus kuikuti pagi ini.
Aku, Hyuga Hinata, 19 tahun, mahasiswi semester 4 Fakultas Farmasi Tokyo Daigaku, universitas nomor wahid di Jepang. Aku cantik, itu pasti, tak satupun orang waras yang bisa menampik fakta ini. Walaupun tubuhku tidak terlalu tinggi, tetap saja aku sejajar dengan supermodel top kelas dunia. Bukannya sombong, itu kenyataan.
Sampai di kamar mandi, aku melepas piyama tidur, memandangi tubuhku sendiri di kaca kamar mandi. Aku sudah bilang kalau aku cantik kan?, apalagi kalau aku telanjang seperti ini.
Kaki jenjang, cek.
Paha mulus, cek.
Wajah cantik, cek.
Kulit seputih porselin tanpa cela, cek.
Perut langsing, cek.
Pinggul pas, cek.
Pantat sintal berisi, cek.
Dada, tentu saja besar, kencang, bulat, ideal, dan diimpikan jutaan perempuan di luar sana.
Aku sempurna, sekali lagi aku sempurna.
Kecualiiiii... pada satu tempat.
Aku meraba-raba ke daerah selangkanganku, ya di situuuuu! batinku berteriak panik. Lubang di situ masih bersegel, akuuuu, ak-aku masih perawan.
Apa perempuan lain juga begitu?, tidaaaak, tidak. Mana mungkin, teman-temanku selalu bercerita tentang kegiatan seks mereka padaku, dengan pasangan atau sekedar one night stand bahkan mungkin pesta seks beramai-ramai. Pasti mereka sudah tidak perawan.
Kembali ke topik!. Oke, ini masalah untukku.
Ini Jepang, aku tinggal di Tokyo. Negara ini adalah satu-satunya negara timur yang paling bobrok tentang moral. Seks bebas itu biasa, perawan di umur lewat 20 itu memalukan, sangat amat memalukan, dan umurku sekarang sudah hampir 20.
Nooooo...!
Hatiku berteriak, kalau begini bagaimana dengan impianku, impian terbesar dalam hidupku. Impian punya 100 pria partner seks setiap minggu. Apa impian itu tak akan pernah kuraih sampai aku mati?
Byuurrrr...
Aku sudah merendam tubuhku dalam bathtub, bikin kepalaku pusing saja.
.
.
.
"Bus sialaaaannn...!"
Aku berteriak keras pada bus yang baru saja berangkat dari halte tempat biasa aku menunggu. Kesal, tentu saja.
"Ah, terpaksa jalan kaki." aku mendumel sendiri di jalanan.
Begini-begini, biarpun aku keturunan orang kaya, aku kurang suka menggunakan mobil pribadi, nambah-nambahin polusi saja. Aku putri kandung pertama dari single Papa Hiashi, pengusaha kaya raya pemilik perusahaan farmasi dan perbankan terbesar se-Asia Tenggara, dan secara teknis aku yang merupakan keturunan keluarga utama Hyuga punya kekerabatan dengan kaisar Jepang, Kaisar Akihito, jadi aku masih mewarisi darah bangsawan. Ibuku? Tolong jangan ada yang tanya.
Cuma satu kilometer, tak apa-apalah. Aku masih sempat walau jalan kaki.
Melewati trotoar, daerah pertokoan, hingga pusat perkantoran. Aku berhenti di depan celah sempit antara dua bangunan.
Bukan tanpa alasan aku berhenti, di sana aku melihat ada dua kucing.
Si kucing betina mengeong-ngeong kencang, yang kutafsirkan mengeong keenakan karena ada kucing jantan yang sedang menindihnya, mengigit daun telinganya.
Pagi-pagi aku sudah disuguhi hal beginian. Berhenti dulu ah sebentar.
20 menit kemudian.
"Tidaaakkk, aku bisa telat." lagi-lagi aku berteriak sendiri.
Tak kusangka dua kucing tadi staminanya kuat banget. Biasanya kan kucing kalau bikin anak paling cuma tiga menit. Satu untuk menit PDKT, satu menit pemanasan, satu menit sisanya lagi untuk penetrasi. Ampun deh itu kucing, punya nafsu birahi kok bisa sampai segitunya.
.
.
.
Nah, ini kampusku, di depan pintu ruang tempatku menuntut ilmu.
Melihat-lihat kedalam sebentar, ternyata aman. Aku masuk.
Aku duduk disamping temanku yang berambut pink sebahu.
Puk...
Baru saja meletakkan pantat, bahuku sudah ditepuk keras si jidat lebar dada rata bertenaga monster. Ah, maksudku temanku yang berambut pink sebahu tadi.
"Hinata, kau dari mana sih? Kenapa bisa terlambat? Tapi syukurlah, Araragi-sensei yang killer itu mendadak tidak bisa masuk hari ini. Kalau tidak, tak tahu hukuman mengerikan apalagi yang keluar. . . . . . . ."
Ampun deh, ini cewek cerewet amat. Meski begitu, dia salah satu teman dekatku di kampus ini.
"Anooo, S-sakura-chan. Ak-aku ketinggalan bus."
Aku menjawab dengan sedikit gagap. Yah, kalau sama orang lain, begitulah aku. Menjadi sosok seorang gadis pemalu imut-imut yang sangat menjaga sopan santun. Aku tadi sudah bilang kan kalau aku ini gadis bangsawan? Jadi mana mungkin aku bersikap seperti Sakura-chan atau aku akan didepak dari daftar ahliwaris keluarga dan dilempar ke jalanan.
Ah, tapi dalamnyaaa..., oke. Aku akui kalau aku ini mesum, mesum akut. Tak ada orang lain yang tahu tentang sifatku yang satu ini. Hal-hal yang kulakukan sejak bangun tidur tadi sudah cukup untuk membuktikan itu, apalagi tentang impianku.
Aku memang masih perawan, tapi bukan berarti aku tak tahu apa-apa tentang seks. Aku punya banyak referensi film dewasa berbagai genre dari Milf, Loli, Hardcore dan lainnya. Membayangkannya saja sangat enak, membuat tubuhku merasakan sensasi luar biasa. Apalagi kalau nanti aku merasakannya secara langsung, aku jadi sangat penasaran.
Ugghhh... Ayolah, siapapun kalian wahai laki-laki, ambil keperawananku dan jadilah sex friend-ku seumur hidup.
Berhenti berpikir ngawur, sebenarnya yang membuat aku terlambat masuk kelas bukan hanya karena dua kucing tadi. Tapi ketika aku melewati taman depan kampus, aku melihat ada dua anjing juga sedang begituan. Ya, aku penasaran saja dengan sumber inspirasi dari sekian juta manusia yang menerapkan Doggy Style. Ini salah satu posisi yang ku favoritkan kalau menonton film dewasa.
Ternyata dua anjing itu lebih kuat staminanya daripada kucing yang kulihat sebelumnya, hampir satu jam dan itu bikin aku horny. Terpaksa, aku masuk ke toilet dekat taman dan menuntaskan hasrat birahiku dengan teknik tangan dewa di dalam sana sampai puas. Hanya ini yang bisa kulakukan, aku tak ingin selaput daraku robek oleh alat mainan para wanita kesepian, aku ingin penis laki-laki asli yang menghancurkannya.
"Hei, Ohaiyo."
Satu perempuan berambut coklat sebahu menyapaku dan Sakura.
"Kau terlambat lagi, Matsuri-chan?" tanyaku pada gadis yang baru saja menyapa tadi.
"Kheh, mana mungkin. Dia pasti sengaja bolos." Sakura menjawab pertanyaanku sebelum Matsuri bersuara.
"Mouu..." wajah Matsuri cemberut. "Tapi hei, kau punya barang baru tidak, Sakura?"
Huuffft, aku membuang nafas. Kalau sudah urusan ini, pasti wajah Matsuri jadi cerah.
"Ada dong. Nih. . . . ." Sakura meminjamkan tablet miliknya.
Sakura juga, sama saja.
"Ohhh, God. It's so hot."
Matsuri memekik girang setelah melihat isi tablet Sakura. Si pingky malah tersenyum aneh.
Aku tahu, mereka pasti sedang bertukar video porno baru.
Ah, dua teman baikku inilah yang berperan besar membuatku jadi mesum seperti sekarang ini. Setiap hari mereka selalu bicara tentang seks, berbagi pengalaman dengan pacar masing-masing, dan menjejali telingaku dengan hal-hal erotis sejak kami berteman di SMA. Yang paling parah itu, saat masih SMA mereka berdua setiap hari selalu membawa video atau majalan porno ke dalam kelas, dari yang straigh sampai yang menyimpang macam yaoi dan yuri. Aku jadi penasaran, selain dengan pacar masing-masing, apa mereka berdua juga sepasang lesbi?
Walaupun begitu, aku masih sanggup mempertahankan diriku sebagai gadis polos dan pemalu dihadapan mereka, tersenyum ketika mereka menyindirku masih perawan, tapi hatiku berteriak ingin merobek mulut mereka. Namun itu tak mungkin kulakukan, mau dikemanakan imej ku sebagai putri bangsawan?
Tak lama kemudian, suara nge-bass seorang pria tampan masuk menggetarkan gendang telingaku.
"Ohaiyo, Hinata-hime." sapanya sambil menyerahkan setangkai bunga mawar padaku,
Dia tampan, seksi, bikin setiap gadis ileran, playboy kelas kakap tapi dia pacar Sa-.
"Sasuke-kun. Aku pacarmu, tapi kenapa temanku yang kau sapa duluan?"
Ya, dia pacar Sakura.
Sasuke langsung beralih pada Sakura, "Maafkan aku, Saku."
Lalu berlanjut seperti adegan roman picisan kebanyakan. Pria ini, yang katanya hampir setiap malam menghangatkan ranjang Sakura. Membuat aku setiap pagi harus mendengarkan curhatan si pingky tentang kepuasan yang dia dapat karena ukuran penis Sasuke yang kelewat besar.
Ya, memang tampak sangat besar. Saat inipun aku sedang melirikkan mataku ke arah risleting celana Sasuke yang tampak sangat menggelembung.
Aku perawan dan aku ingin keperawananku segera berakhir. Walaupun Sasuke sering merayuku, tapi tak mungkin aku minta bantuannya. Selain karena dia pacar sahabatku, dia pasti hanya akan membuatku berteriak kesakitan saat selaput daraku robek, itu menurut yang aku baca. Aku tidak mau itu terjadi, itulah yang ada dipikiranku. Pokoknya aku ingin penis normal untuk yang pertama kali, yang besar-besar menyusul kemudian. Tapi siapa orangnya yang tepat untukku pertama kali? Bahkan sampai sekarang aku hampir tidak pernah melihat penis secara langsung.
"Kau mau kemana, Hinata-chan?"
Matsuri bertanya padaku ketika aku berdiri dari kursiku.
"Aku mau ke perpustakaan, Matsuri-chan." jawabku singkat.
"Ngapain?"
"Meminjam kamus bahasa inggris. Hari ini kan ada kuliah farmakoterapi dengan dosen tamu dari luar negri?"
"Loh, bukannya kamu sudah punya ya?"
"Ah ettoooo... anooo... K-kamusku ketinggalan." jawabku dengan wajah tersipu malu.
Tak mungkin kan aku menjawab jujur kalau sebenarnya aku menstabilo semua kata-kata yang berhubungan dengan sex dalam kamusku. Cumshot, virgin, anal, oral, orgasme, dan lainnya.
"Ikut yaaaa, please... Aku tak mau jadi obat nyamuk disini." pinta Matsuri manja.
"Matsuri-chwaaannn."
Kali ini seorang pria berambut merah tanpa alis tapi memakai eyeliner berteriak kearah kami. Dia tampan, wajahnya cool, tapi sayang kalau dengan Matsuri, dia tak lebih dari bocah gila.
"Enggak jadi deh, Hinata-chan. Eheheheeee..."
Aku mengangguk, lalu pergi sendirian ke perpustakaan. Aku paham, mana mungkin Matsuri bisa jauh-jauh dari Gaara, pria berambut merah tadi, pria yang selama ini selalu membagi spermanya hanya pada Matsuri-chan.
.
.
.
Aku berjalan di koridor menuju perpustakaan.
Tiba-tiba ada seorang laki-laki menghentikan langkahku. Dia tampan, keren, macho, hot, daaaan pokoknya tipe laki-laki yang membuat banyak wanita secara sukarela mengangkangkan selangkangannya. Laki-laki di hadapanku ini membungkuk sedikit dan berkata, "Hinata-senpai, maukah kau berkencan denganku?"
Yah, hal ini memang sering terjadi padaku karena aku primadona kampus.
Aku meletakkan jariku didagu, berpikir sejanak.
Aku membayangkan kencan dengannya, lalu dia membawaku ke Love Hotel, dia menelanjangiku, melebarkan kedua pahaku, kemudian dia tertawa mengejek, "Whooaa, bagian ini kelihatan aneh. Kau masih perawan ternyata, Hinata-senpai. Walau kau primadona kampus tapi kau tak sepopuler yang kukira."
Karena membayangkan itu, aku jadi malu dan berteriak dalam hati, 'Tidddaaaaaaaaaaaakkkkk...!'
"Maaf, aku sudah dijodohkan oleh ayahku." aku menolaknya dengan halus, sekali lagi kuingatkan kalau aku ini gadis terhormat keturunan bangsawan yang sangat menjunjung sopan santun.
Setelah itu, aku melewati kouhaiku yang menangis tersedu-sedu setelah kutolak. Maaf saja yah, kau itu kelihatan seperti laki-laki petualang seks, bukan tipeku. Aku ini perawan, jadi aku ingin yang perjaka, biar adil. Walau aku tahu bagaimana susahnya mencari laki-laki perjaka di Jepang, tapi aku akan berusaha. Ini semua agar aku tidak dipermalukan saat mengatakan 'Selamat tinggal keperawanaaaaaaaaan . . . . .'.
.
.
.
Aku sudah diperpustakaan, dan aku sedikit kesulitan sekarang.
Rasanya aku ingin marah pada Librarian di perpustakaan ini yang meletakkan kamus di rak bagian atas. Badanku kan tidak terlalu tinggi.
Aku berjinjit, tapi hanya membuatku menyentuh ujung kamus yang kuinginkan. Aku berjinjit lebih tinggi lagi, lalu rasanya badanku mulai oleng. Aku pasrah dan menutup mata, akhirnyaa,,,,
Brukkk.
Aku jatuh terduduk, "Tapi kok tidak sakit?"
Ketika aku membuka mataku, ternyata aku jatuh terduduk di atas badan seorang laki-laki. "Are?"
"Itteeeiii..."
Laki-laki yang menyelamatkanku mengaduh pelan, aah dia sepertinya tidak menyelamatkanku, mungkin kebetulan saja dia lewat di belakangku saat aku jatuh tadi.
Aku menatap laki-laki yang sedang ku duduki, wajahnya tampan, rambut pirang, kulit eksotis dengan goresan tanda lahir di pipi, mirip bule, tapi melihat gestur tubuhnya yang tak bereaksi apapun padahal aku yang seksi ini sedang duduk di atasnya, tiba-tiba pikiran liar mengisi ruang otakku. Sepertinya dia belum berpengalaman, dia pasti perjaka, jadi dia tak mungkin menakutiku. Kalau dia jadi partner pertamaku, pasti menyenangkan. Dia pasti cocok. Kyaaaaaaaaaaaaaaa...
"Namaku Hyuga Hinata."
"Hah?" dia menyerngit bingung. Apa dia tak paham kalau aku mengajaknya berkenalan?
'Pokoknya aku harus tanya, aku harus menanyakannya.' kataku dalam hati.
"Anooo."
"Ya?" alisnya tertaut bingung.
"Kau masiiiih..."
"Masih apa?"
"Masih,,,,,,, perjaka kan?" tanyaku dengan wajah yang sengaja kubuat manis.
Wajahnya langsung shock.
Belum sempat aku berkedip, dia langsung kabur.
Shiittt,,, harusnya aku menanyakan namanya tadi, bukan bertanya apa dia masih perjaka atau tidak.
Aaahh~, aku menarik-narik rambutku, tanda aku menyesali perbuatanku tadi.
Tatapan mataku berhenti di lantai, mungkin sepertinya keberuntunganku tidak berhenti sampai disini.
Sebuah benda berbentuk pelat datar berukuran kecil terbuat dari plastik tergeletak disampingku. Itu pasti kartu pengenal mahasiswa dari orang tadi.
Aku memungut benda itu, lalu membaca tulisannya.
'Uzumaki Naruto, Mahasiswa semester 4 Fakultas Teknik Todai.'
Aku bergumam, "Ternyata mahasiswa fakultas sebelah, aku harus kesana saat jam makan siang nanti. Merencanakan sesuatu untuk merebut keperjakaannya dan melepas keperawananku."
Aku memegang erat kartu itu, meyakinkan hatiku kalau masa perawanku yang sangat memalukan ini akan segera berakhir. Kheheheheeee...
.
.
.
Seperti rencana awal, saat jam makan siang aku berjalan menuju bangunan sebelah, tempat Fakultas Teknik berada.
Ketika aku berjalan, lagi-lagi ada laki-laki yang mencegatku. Dia tampak sopan, penampilannya tak kalah hot dibandingkan dengan laki-laki yang mencegatku di koridor perpustakaan tadi. Dia bertanya padaku, "Hinata-san?"
"Ah iya benar." aku tak mengenal laki-laki ini, tapi kalau dia tahu namaku, itu wajar saja karena aku terkenal.
"Apa aku boleh minta fotomu."
Aku tak langsung mengiyakan tapi berpikir sejenak, melakukan simulasi dalam otakku. Dia meminta fotoku, setelahnya dia bergegas mencari toilet dan nge-Fap sambil membayangkanku dengan foto yang dia ambil.
Imajinasiku membayangkan hal berbahaya, alarm peringatan berbunyi nyaring, jadi "Maaf, aku kurang suka difoto. Kata nenekku, kalau banyak berfoto, maka sudah banyak memiliki kenangan di dunia dan kematian akan lebih cepat menjemput. Aku tidak mau mati muda, jadi kumohon mengertilah.!"
Walau alasanku mengada-ada, tapi sepertinya efektif. Laki-laki ini langsung pergi dari hadapanku dengan wajah masam. Tapi aaahh, siapa peduli dengan dia.
Aku sampai di bangunan Fakultas Teknik. Aku mencari-cari laki-laki perjaka yang aku incar. Celingak-celinguk kanan kiri, tapi nihil. Mending tanya seseorang saja.
Aku berjalan kearah dua gadis yang sedang berbicara, mengganggu sebentar tak apa-apa juga kan?
Ketika aku sudah dekat dengan mereka, aku terhenti karena obrolan mereka menyebutkan nama Uzumaki Naruto, orang yang ku cari saat ini.
Gadis pertama bicara dengan pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
"Ugghh,,,, aku benar-benar puas tadi malam. Uzumaki-san memang hebat, dia tahu apa yang kuinginkan."
Gadis kedua menyahut, "Hah, beneran? Kau bayar dia berapa sampai dia mau bersamamu?"
Tunggu, pembicaraan apa ini? Aku sungguh tak mengerti.
"Lumayan lah, uang jajanku seminggu."
"Mahal banget, aku malam sabtu kemarin bayar dia tak sampai setengah dari itu."
"Tak apa lah, aku suka servicenya, sebagai gigolo, dia sangat profesional."
WHAATTT...? Jadi Uzumaki Naruto itu gigolo, dia bukan perjaka lagi dong. Shiiittt,,, aku tertipu wajah polosnya. Aku sangat amat kesal.
Aku hendak beranjak pergi namun perkataan dari salah satu gadis penyewa jasa Naruto tadi membuatku berhenti.
"Yup, gigolo submisif memang top banget." kata gadis kedua.
Gigolo tipe submisif? Aku jadi penasaran.
"Iya dong. Uzumaki-san mau disuruh melakukan apa saja, mudah diajak bekerjasama dan yang pasti kita sebagai perempuan yang mendominasi."
"Bener banget tuh, aku jadi kepengen deh menyewa jasanya lagi. Oh iya, kau punya nomor telepon Uzumaki-san tidak?, aku baru saja dapat kiriman uang dari ayahku, jadi aku ingin menggagahi dia malam ini."
"Dasar kau ini, gairah seksualnya yang seperti ini bikin hidupmu sangat boros tahu!"
Aku tak lagi mendengarkan omongan mereka. Sekarang aku mengerti, Uzumaki Naruto-kun itu gigolo, gigolo tipe submisif. Memikirkan hal itu membuatku sangat bergairah, badanku terasa sangat panas, aku ingin dipuaskan sekarang.
Sifat Hime-dere ku bergejolak. Persetan dengan perjaka, aku mau Naruto-kun. Gigolo submisif pasti lebih baik dari perjaka, berpengalaman namun tak menakutkan. Aku yakin dia adalah laki-laki yang di takdirkan menjadi budakku, pelayanku, boneka manisku. Ughhh,,, aku jadi membayangkan seperti pemeran wanita perkasa dalam film dewasa yang ada di laptopku, film yang kutandai 5 bintang dan tak pernah bosan kutonton walaupun sudah kuulang puluhan kali.
Ini luar biasa, selain ingin memiliki 100 partner seks, impian lainku adalah punya budak seks yang hanya untukku. Menyekap dia dikamarku setahun penuh, memuaskanku setiap saat, mendominasi dia dalam segala gaya diatas ranjang. Dia adalah laki-laki langka, dimana kebanyakan laki-laki tak sudi kalau mereka didominasi perempuan. Yaaaa,,, aku harus memilikinya, bagaimanapun aku ingin memilikinya, aku ingin memiliki Uzumaki Naruto untuk diriku sendiri.
Karena hal tadi, aku jadi ileran. Setelah membersihkan air liur yang keluar disudut bibirku, aku berjalan menjauh, mencari Uzumaki Naruto-kun sendirian. Kalau aku bertanya pada kedua gadis tadi, aku pasti akan disangka hendak menyewa jasa gigolo itu juga. Tidak, itu memalukan untuk gadis terhormat sepertiku.
Setelah lima belas menit mencari, akhirnya aku menemukannya. Aku menemukan Naruto-kun di parkiran mobil Fakultas Teknik.
Ah tapi dia tidak sendiri. Ada seorang perempuan yang bersamanya, pakaiannya modis dan seksi tapi dia menggunakan selendang hitam yang menutup kepalanya, serta kacamata hitam. Aku merasa familiar dengan perempuan itu karena ujung rambut blondenya yang sampai ke pantat dan poni yang menutup matanya yang sebelah kiri.
Aku sedikit mendekat, penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Daun telingaku menangkap suara mereka.
"Ini bayaranmu, apa kurang ?" perempuan itu memberikan sebuah amplop pada Naruto-kun. Suaranya… ini… aku sangat kenal suara ini.
Naruto-kun membuka isi amplop dan menghitung isinya, "Ti-tidak. Kau terlalu berlebihan membayarku, Yamanaka-San."
Bullseye!... Pantas saja aku familiar dengan wanita itu, wanita yang selama ini menghiasi layar laptopku, suara desahannya yang selalu terekam jelas di otakku. Dia, Yamanaka Ino, artis JAV profesional dengan bayaran paling fantastis selama empat tahun berturut-turut, pemain film dewasa yang menjadi favoritku, sosok yang selama ini kuanggap sebagai dewa seks olehku.
What the hell...! Tak kusangka, seorang Yamanaka Ino ternyata punya selera yang sama denganku? Padahal dia setiap hari berhubungan seks dengan banyak lelaki dalam filmnya, tapi sampai dia menyukai jasa Naruto-kun, maka laki-laki ini benar-benar hebat. Tak salah lagi, aku semakin yakin dengan pilihanku untuk menjadikan Naruto-kun sebagai budak seksku
"Uang segitu cocok untukmu, dan berhenti dengan Yamanaka dan -san itu. Ino... Panggil aku Ino saat kau merintih dan melenguh kencang dibawah kuasaku maupun saat diluar, mengerti?"
"Ah, baiklah, Ino-chan."
"Bagus. Kau benar benar memberikanku yang terbaik. Kau tau, aku menginginkanmu lagi. Well, aku akan mengirimimu email nanti. Segera, saat aku tak sibuk."
Yamanaka Ino memeluk Naruto, menjilat lehernya dan kupingnya, sebelum akhirnya dia masuk ke mobilnya dan pergi dari kampus Todai.
Aa..Aa..Aa… aku menutup mulutku, benarkah sebegitunya. Ini semua malah membuatku semakin bergairah.
Yamanaka Ino sudah pergi, maka sekarang giliranku.
Aku berjalan mendekati Naruto-kun.
"Tunggu!" seruku padanya sebelum dia berjalan pergi.
"Anda memanggil saya?" tanyanya sopan.
"Ya. Uzumaki Naruto kan?" tanyaku padanya, sekedar basa-basi. Aku berusaha memasang tampang angkuh dan arogan bak wanita-wanita sadistik dalam film yang pernah kutonton, walau dalam hati aku luar biasa gugup. Ini pertama kalinya aku merendahkan harga diriku pada seorang laki-laki hanya demi seks.
Dia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaanku. Tampaknya dia tak mengenalku, meski begitu dari wajahnya dia kelihatan sedang berusaha mengingatku.
"Aku orang yang jatuh menimpamu saat di perpustakaan tadi."
Dari ekspresinya, dia kelihatan hendak pergi dariku. Mungkin akibat pertanyaaku tentang keperjakaan telah menyinggung perasaanya.
"Ini milikmu kan?" aku menunjukkan kartu pengenal mahasiswa miliknya.
Dia tampak terkejut, tangannya langsung menggapai kartu itu. Namun aku tarik kembali tanganku, "Khuhuhuuu..." Aku menyeringai padanya.
Tanpa mempedulikan ekspresinya sekarang, aku mengambil amplop tebal didalam tasku, lalu menyerahkan itu bersamaan dengan kartu tanda pengenal mahasiswa Todai miliknya.
"Terima ini, dan besok malam temui aku di Imperial Hotel.! Kau ingat namaku kan? Tanyakan saja pada resepsionis dan pelayan akan menunjukkan dimana kamarnya." Sungguh, aku hampir saja kehabisan nafas hanya untuk mengatakan kalimat tadi. Aku ini masih perawan, bukan tante-tante kaya kesepian yang punya pengalaman segudang bermain dengan gigolo.
Imperial Hotel adalah salah satu hotel bintang enam ternama di Tokyo, bukan hanya karena mewah, lebih penting lagi karena hotel itu sangat menjaga privasi tamunya. Ini sangat penting agar tidak ada skandal yang merusak nama baik keluargaku.
Kulihat ekspresi Naruto jadi tenang, dia pasti paham maksudku. Lagipula aku yakin dia akan senang. Didalam amplop itu, ada segepok uang yang aku yakin isinya jauh lebih banyak dari yang diberikan Yamanaka Ino. Sebenarnya itu adalah uang tunai dari ayahku untuk donasi LSM kampus, tapi tak apa, aku bisa mengurusnya nanti.
Sebelum berpisah, aku mengatakan salam pada Naruto-kun. "Sampai berjumpa lagi, besok malam."
.
.
...TBC
.
Note : Chapter ini dari sisi Hinata dulu, chap depan dari sudut pandang Narutonya. Okeh.
Ada yang bisa ngasih saran judul, karena aku buat judul juga asal-asalan, Heheeeeee...
Ini cuma proyek kecil, MC 5-7 chapter. Update ga teratur dan yaaah, maaf kalau isinya berisi kata-kata kotor, aku harap pembaca sekalian sudah dewasa dan bijak untuk menyikapinya.
Terakhir aku ucapkan terima kasih untuk Mba Rin, Mba Linna dan beberapa orang lainnya yang terlibat dalam pembuatan FF ini.
