hy ^^...
I'm back! ada yang kangen sama saya gak? *ditimpuk sandal*
yah setelah hiatus total selama 2 bulan -dan semi hiatus di bulan bulan sebelumnya- akhirnya saya bisa update fic lagi yeah... berhubung saya sudah lama gak nulis saya buat fic ini sebagai pemanasan *smile* semoga gak seancur yang saya duga. berhubung fic ini pasaran banget sebelum baca tolong lihat warningnya dulu ya^^
moga suka ^^
Warning!
1. fic ini pasaran dan membosankan. terutama buat yang sudah sering baca timetravel fic karena alurnya akan mirip atau bahkan hampir sama. saya dapat idenya juga dari beberapa fic yang pernah saya baca sih ^^ V. jadi santai aja ya...
2. saya gak akan nulis tentang cara Sasuke kembali ke masa lalu. males mikirnya *ditimpuk* jadi kalau ada sesuatu yang membingungkan. silahkan bertanya dan saya akan berusaha menjelaskan sejelas jelasnya ^^
3. No pairing! fic ini hanya akan lebih fokus ke friendship antara Sasuke dengan Naruto dan tim tujuh. saya lagi agak susah buat romance nih ^^
4. Berhubung saya gak terlalu mengerti soal AT, AU, CANON,dll. silahkan baca aja dan nanti tolong kasih tahu saya ini termasuk golongan apa ya ^^
5. saya gak terima flame ^^ kalau kritik, boleh deh...
udah baca warning diatas? resiko tanggung sendiri ya ^^
Disclaimer : Naruto by Masashi Kishimoto
Warning II : Typos, ooc, gaje, pasaran, um... apalagi ya?
No Pairing!
Sasuke timetravel fic!
DON'T LIKE DON'T READ!
.
.
.
Malam itu bulan bersinar penuh di langit desa Konoha. Sinarnya yang putih pucat terlihat menyelimuti seluruh desa yang kini tengah trtidur lelap. Tak terkecuali sebuah kompleks perumahan di tepi desa tersebut. Meski dengan sinaran sang purnama, kompleks itu tetap terlihat gelap. Dingin dan sunyi. Lebih menyerupai sebuah kompleks pemakaman daripada sebuah kompleks perumahan sebuah klan terpandang di desa terkuat di Negara api itu.
Mungkin memang lebih tepat di sebut kompleks pemakaman mengingat 4 tahun yang lalu, seluruh penghuni kompleks itu telah dibantai habis. Oleh seorang ninja berumur 13 tahun hanya dalam satu malam. Dan hanya menyisakan satu bocah berumur 8 tahun.
Di salah satu rumah terbesar di tengah kompleks mati tersebut, di sebuah kamar remang-remang yang hampir semuanya di dominasi warna biru, sepasang mata sekelam malam perlahan terbuka. Menatap langit-langit kamar yang gelap tanpa penerangan. Selama beberapa saat ia hanya menatap kosong sebelum kembali menutup manik oniqnya. Ia menghirup nafas dalam-dalam. Seakan ingin menyesapi aroma khas kamarnya yang terasa familiar namun juga asing.
Tak lama kemudian, sosok berambut raven itu bangkit dari posisinya yang tengah berbaring. Ia duduk sambil memandang sekeliling dengan seksama. Beberapa tumpukan buku tertata rapi di atas meja belajar di samping tempat tidurnya. Rak buku dan lemari berjajar rapi di dinding sebelah kiri. Bersanding dengan sebuah simbol klan berbentuk kipas putih dengan gagang merah disisinya.
Sosok itu menunduk. Membuat dua belahan rambut hitamnya bergerak membingkai pipinya yang pucat. Oniq itu menatap telapak tangannya yang kini terlihat terlampau kecil baginya.
'Jadi … jutsu itu benar-benar berhasil.' Pikirnya sambil mengepalkan tangan. Mencoba merasakan kekuatan pada tubuh kecil itu.
Perlahan sosok berumur 12 tahun itu berdiri dan berjalan keluar. Menghilang dalam kegelapan. Membiarkan selimut berwarna dark blue itu terjatuh di lantai yang dingin.
Diluar, sekumpulan awan hitam menutupi sang rembulan. Membuat bayangan gelap menutupi beberapa sisi tebing yang berpahatkan wajah 4 hokage yang pernah memimpin desa Konoha. Di salah satu tebing, tepatnya di wajah sang Yondaime Hokage, sesosok bayangan terlihat berdiri terbalik di salah satu cuatan rambut patung. Menatap seluruh desa Konoha dengan sepasang mata semerah darah. Tiga tomoe dalam mata itu berputar pelan.
Perlahan bayangan hitam sang awan berarak pergi. Membiarkan sinar rembulan menerangi sosok misterius tersebut. Menampakkan wajah tanpa ekspresi seorang Uchiha Sasuke.
.
.
.
## The Raven Decision ##
By : Ayushina
.
.
.
Seberkas sinar mentari terlihat menembus jendela di sisi kamar itu. Mencoba menyinari ruangan kamar yang gelap tanpa penerangan. Kamar itu kosong. Walau suara gemericik air yang yang terdengar menandakan sang pemilik kamar tengah membasuh dirinya di kamar mandi.
Tak lama kemudian suara itu berhenti diikuti suara pintu yang terbuka. Sesosok pemuda berkulit pucat terlihat memasuki kamar dengan balutan handuk di pingang. Rambut berwarna kelam itu masih basah. Membuat beberapa tetes air jatuh dari surainya dan mendarat di lantai tanpa suara.
Sang Uchiha terakhir itu membuka lemari. Sejenak tertegun saat memandang deretan baju berwarna darkblue berkerah tinggi memenuhi tempat itu. Sedikit bernostalgia, ia memakai baju itu tanpa mengatakan sepatah katapun. Tak lupa celana pendek selutut berwarna putih dan sepasang penghangat lengan berwarna senada.
Sudah lama sekali…
Terakhir kali ia mengenakan baju seperti ini adalah saat ia meninggalkan desa. Dan saat pertarungannya dengan Naruto di lembah akhir.
Mata oniq itu sedikit melirik kalender yang terpasang di dinding. Ia tak ingat betul setiap tanggal yang terjadi di masa lalu. Jika jutsu itu benar-benar berhasil, berarti kini ia ada di hari kelulusan akademi. Dimana untuk pertama kalinya tim 7 berkumpul dan bertemu dengan kakashi.
Sasuke menatap keluar jendela. Mengingat hal yang akan terjadi hari ini.
Atau hal yang ia biarkan akan terjadi.
Seraya mengambil kantong senjata di atas meja, sosok itu melangkah pergi dan menutup pintu.
# # #
Ruangan kelas di akademi itu ramai. Dipenuhi oleh para genin yang baru saja lulus ujian ninja. Dengan bangga mereka memamerkan ikat kepala yang menandakan bahwa mereka telah resmi menjadi ninja. Tak menyadari status itu takkan bertahan lama jika mereka gagal melewati tes yang akan di berikan oleh para jonin pembimbing.
Di salah satu kursi berderet itu, Sasuke duduk sambil menumpukan kedua tangannya di bawah dagu. Wajahnya tanpa ekspresi. Walau ia tengah mengendalikan rasa kesal yang mulai ia rasakan.
Ia lupa betapa berisiknya bocah-bocah ini terutama para wanita. Di masa depan dimana dia adalah criminal kelas S, tak ada seorangpun yang berani bertatap muka dengannya, alih-alih memanggilnya dengan nada menjijikkan seperti ini. Saat itu mereka pasti sudah jadi cincangan daging.
Mengacuhkan semua penggemar wanitanya, Sasuke memandang sekeliling dalam diam. Ia bisa melihat versi bocah dari beberapa ninja yang ia kenal di ruangan itu.
Mereka tertawa. Bahagia. Seakan tak menyadari gelapnya jalan seorang ninja yang menanti mereka.
Sasuke pernah membenci tawa itu. Karena tawa itu seakan meremehkan seluruh kematian klannya. Merendahkan seluruh pengorbanan Itachi. Dan mengolok-olok semua penderitaannya.
Namun kini, saat ia memejamkan mata dan mendengarkan suara itu dengan seksama ia mengerti mengapa Itachi mau membantai seluruh keluarganya. Mengapa ia mau mengorbankan diri sejauh itu demi desa yang melabelinya sebagai ninja penghianat. Jika saja Itachi membiarkan klannya melakukan kudeta, mungkin para bocah ini tak akan bisa tertawa lepas seperti ini.
Mengingat tentang Itachi, Sasuke jadi bertanya-tanya dimana sang kakak sekarang. Mungkin masih berkeliaran dengan ninja biru berwajah ikan di luar sana.
Sasuke menatap papan tulis hitam yang ada di depan kelas dalam diam. Mungkin ia harus menyebarkan berita bahwa ia mati di misi pertamanya keluar desa. Agar si kakak bodoh itu bisa meluangkan waktu untuk 'pulang'. Saat itu pasti akan jadi sangat menarik.
Pemikiran Sasuke itu langsung terpecah saat pintu kelas menjeplak terbuka diikuti seorang bocah orange yang masuk sambil berteriak "PAGI SEMUA!" dengan senyum lebar terpasang di wajahnya.
"Kau berisik, Naruto." Gumam Shikamaru di sudut kelas sambil menguap.
Manik hitam Sasuke sama sekali tak bisa berpaling dari bocah jinchuriki berumur 12 tahun itu. Ia hanya bisa meatap saat Naruto adu mulut dengan Kiba atau bahkan saat Sakura dan Ino datang dengan persaingan bodohnya. Berebut siapa yang akan duduk dengan 'Sasuke-kun'. Dan menghajar Naruto saat menghalangi jalan.
Ia benar-benar lupa betapa 'bocah'nya para bocah ini.
Dan kini, sepasang mata biru itu menatapnya dengan penuh kekesalan. Naruto kini duduk di atas mejanya dengan wajah yang hanya berjarak satu jengkal dari wajahnya. Seakan menantangnya karena telah merebut perhatian 'Sakura-chan'nya yang berharga.
Sepasang oniq itu menatap balik. Melihat biru, seperti langit yang jernih dan menenangkan. Mata itu menyala penuh tekad dan harapan. Sama sekali tak berubah. Meski saat dilanda perang, meski saat tubuh itu berlumuran darah dan sekarat. 'Langit' itu masih bersinar terang.
Bayangan wajah Naruto dewasa kembali terlintas di benak Sasuke. Terbaring berlumuran darah dengan luka menganga di dadanya. Si bodoh itu bahkan masih sempat tersenyum dan berkata 'semua baik-baik saja'.
Apanya yang baik saja jika langit itu tak lagi bersinar. Apa baiknya jika Madara mati tapi dia tak ada. Tersenyum seperti orang idiot saat menghembuskan nafas terakhir. Ia bahkan tak sempat menjadi Hokage, setelah semua yang telah ia perjuangkan. Dia benar – benar orang idiot di seluruh dunia orang idiot.
Sasuke memejamkan mata dan berpaling ke samping. Menghindari Naruto yang sengaja di dorong dari belakang oleh Kiba. Membuat wajah berkulit tan itu mencium sudut meja dengan bunyi 'bugh'.
Sambil mendengarkan umpatan bocah rubah dihadapannya, sang Raven berjanji dalam hati. Bahwa ia akan merubah segalanya, meralat semua kesalahan yang telah ia buat. Dan kali ini, ia akan memastikan semuanya berjalan sesuai yang ia inginkan.
# # #
Hatake Kakashi, jonin yang terkenal dengan julukan Copy Ninja Sharingan itu kini tengah duduk di balkon atap akademi sambil menatap 3 –calon- ninja genin yang akan menjadi muridnya.
Satu gadis berambut pink panjang dengan baju berwarna merah menyala. Seakan berkata 'Datang dan bunuhlah aku' pada musuh yang akan dengan mudah melihatnya. Tubuhnya yang kurus dan tanpa otot menandakan ia tipe kutu buku yang tak mempunyai kemampuan taijutsu sama sekali.
Satunya lagi seorang bocah pirang. Dengan seragam mengerikan berwarna orange yang menyakitkan mata –apa bocah ini benar-benar ingin jadi ninja?-. bocah paling bodoh di kelasnya dan juga seorang jinchuriki itu berwajah familiar. Membuat sang jonin mersakan denyut sakit di dadanya. Bocah itu terlihat sangat merepotkan.
Yang terakhir si Bocah Uchiha. Wajah bocah berambut hitam itu tanpa ekspresi. Mata hitamnya terlihat datar dan dingin. Terlalu dingin hingga membuat Kakashi merasa tak nyaman. Seorang genin tak mungkin memiliki tatapan mata seperti itu. Seolah ia telah melihat banyak hal. Kehilangan banyak hal. Tapi mungkin sang Uchiha itu merupakan pengecualian, mengingat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana klannya di bantai habis oleh sang kakak. Walau begitu, ada sesuatu yang ganjil pada sang Uchiha terakhir itu.
Mengesampingkan rasa tidak nyamannya, Kakashi memilih untuk segera mengatakan hal yang harus ia katakan. Dan ia bisa pergi dari hadapan tiga bocah merepotkan itu.
Mereka bertiga duduk di undakan tangga. Menatapnya dengan penuh curiga –kecuali si Uchiha tentu saja-.
"Karena semua sudah ada di sini. Kenapa tak perkenalkan diri kalian? Katakan nama, hal yang disukai dan tak disukai, hobi cita-cita… hal-hal semacam itu." Kata Kakashi dengan nada bosan.
"Bagaimana kalau kau duluan ,sensei?" pinta si Gadis Permen Karet. Menatapnya kesal karena telah membiarkannya menunggu selama 4jam.
"Baiklah." Kata Kakashi sambil tersenyum.
"Namaku Hatake Kakashi. Hm… yang kusukai dan yang kubenci tidak penting… aku punya banyak hobi… dan cita-citaku… kupikir kalian tak akan ingin tahu." Kata Kakashi sambil tersenyum menatap wajah cengo dua genin di hadapannya.
"Jadi yang kita tahu hanya namanya?" gerutu Sakura.
"Kau duluan, Pirang." Perintah Kakashi.
"Baik!" kata Naruto penuh semangat. Ia tersenyum dan memegang ikat kepala di dahinya dengan bangga.
"Namaku Uzumaki Naruto-ttebayo! Aku suka ramen, iruka sensei… dan warna orange! Aku benci tiga menit saat menunggu ramen instanku matang, hobiku berlatih dan suatu saat nanti aku akan menjadi Hokage terhebat, dattebayo!" kata sang Junchiriku itu dengan berapi-api.
Tanpa sadar Kakashi tersenyum di balik maskernya. Meski wajahnya mirip sensei, tapi sifatnya benar-benar mirip Kushina.
"Selanjutnya kau, Pinkie." Kata Kakashi berganti menatap satu-satunya gadis di kelompok itu. Tiga sudut siku-siku terlihat di dahi lebar sang gadis sebelum ia tersenyum manis.
"Namaku Haruno Sakura, yang kusukai –ia melirik ke arah sang uchiha-… cita-citaku…-ia melirik lagi sambil tertawa kecil- … yang kubenci adalah Naruto!" teriak gadis itu di bagian akhir.
Huh… kunoichi yang lebih mementingkan cinta daripada menjadi seorang ninja rupanya. Kakashi menatap gadis itu selama beberapa saat sebeum berpaling pada bocah terakhir.
"Terakhir kau." Kata Kakashi sambil menatap bocah berambut gelap di depannya.
Hening selama beberapa saat.
"Uchiha Sasuke." Bocah itu akhirnya bicara dengan nada datar dan dingin.
"Tak ada hal yang kusukai dan ada banyak hal yang kubenci. Aku tak punya hobi. Tapi aku punya ambisi, untuk membunuh seseorang…" kata Sasuke dengan kedua tangan menopang dagu. Pandangannya menatap jauh ke depan.
Hening lagi… bahkan suara angin yang menyapu dedaunan terdengar jelas.
"Selain itu…" Sang Uchiha tiba-tiba menambahkan.
"Aku akan memastikan si idiot di sampingku ini akan menjadi Hokage seperti yang ia impikan." Lanjut Sasuke sambil menopangkan kedua lengan di samping tubuh dan mendongak. Menatap langit tanpa awan di atasnya. 3 ninja yang lain hanya menatapnya tanpa bisa berkata-kata.
Hening…
"APA-APAAN ITU TEME! KAU MENYINDIRKU YA?" teriak Naruto sambil berdiri dan menunjuk Sasuke dengan jarinya.
Sasuke hanya diam seolah sama sekali tak endengar.
"Tentu saja Sasuke-kun hanya bercanda, bodoh! Mana mungkin kau bisa jadi Hokage! Dan berhenti menunjuk Sasuke-kun seperti itu! kau tidak sopan!" kata Sakura sambil menjitak kepala Naruto.
Kakashi memandang Uchiha terakhir itu dalam diam. Ia sudah pernah mendengar bocah Uchiha itu berencana membalas dendam pada sang kakak. Tapi membantu Naruto menjadi Hokage? Itu tidak seperti yang ia dengar dari Iruka. Sejak dulu dua bocah itu tidak pernah akur dan selalu bertengkar. Apa yang menyebabkan bocah raven itu mengubah sikapnya?
Sasuke tidak bercanda. Kakashi tahu itu. Ia serius dengan kata-katanya. Sangat serius hingga terlihat di mata hitamnya yang sejak tadi tanpa emosi. Sesuatu pasti terjadi diantara dua bocah itu.
"Baik. Setelah tahu tentang diri masing-masing. Besok kita bisa memulai ujian akhir." Kata Kakashi sambil tersenyum.
"Apa? Tapi kami kan sudah lulus ujian di akademi?" protes Sakura.
"Sebenarnya kemungkinan kalian bisa jadi ninja di ujian besok hanya 30%." Kata Kakashi dengan nada gembira.
"APA?" Naruto dan Sakura berteriak.
"Jadi, sampai jumpa besok di lapangan latihan nomor tujuh jam 05.30 dan ingat! Kalian tidak boleh sarapan atau kalian hanya akan muntah." Kata Kakashi sebelum menghilang dalam kepulan asap.
"Aaaaah… bagaimana ini? Besok harus ujian lagi!" teriak Naruto frustasi.
"Bagaimana kalau kita berlatih bersama, Sasuke-kun?" Tanya Sakura sambil berbalik menghadap Sasuke dengan rona merah di pipinya. Namun yang ditanya sudah menghilang dari tempat itu. Meninggalkan Naruto dan Sakura di atap akademi yang mulai dingin.
# # #
Dalam sebuah pusaran angin kecil, sosok raven itu muncul di tengah jalan di kompleks klan Uchiha. Ia berjalan dalam diam sambil menunduk. Membuat sang mentari tak bisa menyinari wajahnya yang tertutup poni.
Sasuke terus seperti itu hingga ia berhenti di samping sebuah pohon yang tumbuh di tepi jalan. Tangan pucat itu bergerak menyentuh dahinya yang kini penuh keringat. Berusaha meredakan rasa pusing yang tiba-tiba mendera kepalanya.
Sasuke sudah menduga bahwa ingatan di tubuh 12 tahun itu akan kembali dan menyatu dengan ingatannya dari masa depan. Seperti pelajaran-pelajaran remeh yang harus ia ingat di akademi, ingatan-ingatan remeh tentang detail hal yang terjadi kemarin. Termasuk ingatan tentang pembantaian klannya, Akan berputar ulang di kepalanya.
Tapi dia tak menyangka semuanya akan kembali dengan kecepatan seperti ini. Seperti air terjun yang mengalir deras tanpa bisa berhenti. Awalnya ia bisa bertahan dengan semua kenangan itu.
Namun ia lupa betapa bocahnya dirinya saat itu.
Betapa ia mendendam pada sang kakak. Bagaimana ia membencinya karena telah membuat dirinya sendirian. Bagaimana ia benci hidup sendiri di rumah yang pernah penuh darah.
Bagaimana ia kesepian.
Di masa depan, ia sudah hampir gila dengan semua kebencian itu, tapi ia bisa bertahan.
Sepertinya kali ini tidak.
Kebencian itu seakan bertambah dua kali lipat. Apalagi ditambah dengan apa yang terjadi di akhir perang. Bagaimana ia kehilangan ikatan terakhir yang ia punya.
Ia benci.
Benci.
Benci.
Benci.
Aura hitam berwarna keunguan perlahan menguar keluar dari tubuh Sasuke.
Ia harus melampiaskan kebencian ini. Atau dia akan meledak dan tak bisa mengendalikan dirinya lagi.
Aura hitam itu perlahan membentuk tulang-tulang yang mengelilingi tubuh Sasuke. Mulai membentuk sosok yang dikenal sebagai dewa Susanoo.
Duar…
Pohon di samping sasuke langsung hancur saat ia menyarangkan chidorinya di batang pohon berwarna kecoklatan itu.
cip cip...cip..cip... bunyi petir dari chidori yang melingkari tangan Sasuke terdengar jelas di tengah kompleks mati itu.
Mungkin ia bisa membunuh beberapa penduduk desa.
Atau beberapa ekor Anbu. Atau…
Danzou.
"Ha..ha..ha…" Sasuke tertawa pelan mengingat nama itu.
Ia lupa tua bangka itu masih hidup di masa ini.
Dan dia akan 'sangat' senang bisa membunuhnya sekali lagi.
Dalam keremangan senja yang mulai meredup itu. Sebuah seringaian dan mata semerah darah bisa terlihat jelas sebelum menghilang dalam kegelapan.
...
Esok harinya, mayat Danzou ditemukan berceceran di seluruh pelosok desa. Dengan kepalanya yang tergeletak manis di atas meja sang Hokage. Dengan semua daftar dan bukti kejahatan dan data para anggota Anbu Ne di sampingnya.
###
Sudah 5 jam berlalu dan orang-orangan sawah itu belum juga menujukkan batang hidungnya. Sasuke tak terlalu peduli. Dia hanya duduk di bawah sebuah pohon sambil memejamkan mata. Dia sedikit bersyukur sebenarnya. Karena dia benar-benar harus mengistirahatkan tubuhnya. Tubuh 12 tahun ini benar-benar menyedihkan. Selain cakranya yang jauh sangat sedikit daripada yang ia punya di masa depan –walau ia juga membawa sebagian cakranya dari masa depan- tubuh ini juga lemah dan kurang latihan. Menggunakan Susanoo dan Eternal mangekyo selama beberapa saat saja sudah membuat tubuh ini kelelahan. Untung saja ia sudah tahu kelemahan Izanagi milik danzou dan tua Bangka itu terlalu meremehkannya. Jika tidak, ia tidak akan bisa membunuhnya.
Sasuke menghembuskan nafas pelan dan membuka mata saat merasakan cakra seseorang yang familiar mendekat. Dipandanginya juga sosok Naruto dan Sakura yang juga tengah menunggu sambil mengantuk.
"Yo!" sapa Kakashi yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka dengan wajah ceria. Seolah tak terlambat sama sekali.
"KAU TERLAMBAT!" teriak Naruto dan Sakura sambil menunjuk guru mesum itu.
"Ha..ha… ada nenek tua yang tersesat, jadi aku membantunya mencari jalan pulang." Jawab Kakashi sambil tersenyum. Tanpa berkata apapun Sasuke berdiri dan mengikuti Kakashi yang memasang sebuah jam alarm di atas salah satu tonggak kayu. tak mengindahkan Naruto dan Sakura yang berteriak "KAU BOHONG!" pada sensei mesum di depannya.
"Aku punya dua lonceng." Kata Kakashi sambil menunjukkan dua lonceng yang ia pegang di hadapan tim 7 yang berbaris rapi.
"Tugas kalian adalah merebut lonceng ini dariku sebelum alarm ini berbunyi siang nanti. Yang tak bisa merebut lonceng tak akan dapat makan siang dan akan diikat di tonggak ini sementara aku akan makan di hadapannya." Lanjut Kakashi sambil tersenyum.
"Kalian hanya butuh satu lonceng, yang gagal akan aku kirim kembali ke akademi." Kata Kakashi serius.
"Apa?" teriak Sakura protes.
"Gunakan seluruh senjatamu. Kalian tak akan berhasil jika tidak menyerangku dengan niat membunuh." Kata Kakashi tak menghiraukan protes Sakura.
"Tapi sensei. Kau bisa terluka." Kata Sakura ragu.
"Ya! Kau bahkan tak bisa menghindari penghapus kapur yang aku pasang." Kata Naruto sambil menunjuk Kakashi.
Sasuke memutar bola matanya. Mereka benar-benar maih bocah. Apa mereka pikir bisa melukai Kakakshi yang tidak hanya seorang jonin tapi juga ninja yang dikenal sebagai copy ninja Sharingan?
"Yah terserah, biasanya yang paling bodoh itu yang paling banyak bicaranya." Kata Kakashi sambil melirik Naruto. "Ujian dimulai saat aku bilang…" kata-kata Kakashi itu terpotong saat tiba-tiba Naruto menyerangnya dengan sebuah kunai di tangan. Dalam sekejap saja, Kakashi sudah berdiri di belakang Naruto dan menarik tangannya sehingga kunai itu terarah di belakang kepala Naruto.
"Tenanglah, aku belum bilang mulai kan? Yah setidaknya kau sudah bersiap dengan keinginan membunuhku." Kata Kakashi sambil memandang Naruto yang berusaha meronta.
"Sepertinya aku mulai menyukai kalian. Sedikit." Kata kakashi lagi."baik, kita lanjutkan… bersiap… Mulai!"
Dalam sekejap, Sasuke sudah menghilang dari hadapan Kakashi. Begitu juga Sakura.
Sasuke muncul diatas pohon tak jauh dari tempat Kakashi berada. Dengan santai ia duduk di salah satu cabang dan melihat Naruto yang kini berdiri dihadapan sang jonin tanpa berusaha untuk sembunyi. Dipandanginya bocah orange yang dengan bodohnya menyerang Kakashi sambil berteriak lantang. Dibandingkan Naruto yang berumur 16 tahun, bocah idiot itu benar-benar harus banyak belajar.
Menghadapi Naruto yang seperti itu, Kakashi hanya mengeluarkan buku orangenya sambil menghindari serangan Naruto yang lambat. Sasuke memperhatikan bagaimana kakashi mengajari Naruto apa yang di sebut dengan taijutsu dan bagaimana saat bocah orange itu terpental ke udara saat Kakashi menyarangkan jurus konyol yang disebut 'Derita Seribu Tahun'. Membuat Naruto jatuh ke sungai tak jauh dari tempat itu.
Sebuah sneyum tipis tersungging di bibir sang raven saat dari dalam sungai munsul 8 clone naruto yang langsung menyerang kakashi lagi. Setidaknya si Idiot itu masih sama dalam hal pantang menyerah.
Sasuke memperhatikan bagaimana Kakashi menggunakan Kawarimi no jutsu saat clone-clone Naruto mengepungnya. Membuat Naruto mengira Kakashi menyamar sebagai salah satu dari mereka dan mulai saling pukul antar sesama clone.
Masih sambil duduk santai di atas pohon, Sasuke memutuskan akan membiarkan tes ini berjalan seperti sebelumnya. Lagipula semua berjalan dengan lancar pada akhirnya. Dia hanya harus mengingat hal apa saja yang ia lakukan dulu.
Dengan seringaian yang maih terukir di bibirnya, Sasuke melemparkan shurikennya ketika melihat Kakashi lengah saat bicara pada Naruto yang terkena jebakan.
Ini akan jadi sangat menarik.
# # #
Tepat di tengah hari, alarm yang sebelumnya dipasang Kakashi berbunyi nyaring. Menandakan ujian itu telah berakhir. Sasuke berjalan pelan menuju tengah lapangan dimana Naruto telah diikat di salah satu tonggak dengan wajah yang ditekuk. Sasuke dan Sakura segera duduk di bawah kanan kiri naruto.
"Maa… kalian terlihat lapar." Komentar Kakashi sambil menunduk menatap mereka. Tentu saja, mereka sudah ada di lapangan itu sejak jam6 tanpa sarapan dan harus menunggu selama 5 jam. masih harus melawan ninja tingkat jonin di tengah hari yang panas. Siapa yang tidak kelaparan?
"Setelah apa yang kulihat di ujian hari ini… kalian tak perlu kembali ke akademi." Kata Kakashi membuat Naruto dan Sakura menghela nafas lega. Sebelum sang jonin menambahkan."Ya, seharusnya kalian berhenti menjadi ninja."
"Berhenti jadi ninja? Apa maksudnya itu?" protes Naruto sambil berusaha meronta. "Kami memang gagal mengambil lonceng itu, tapi kenapa kami harus berhenti?"
"Karena kalian tak pantas menjadi ninja." Jawab Kakashi dengan wajah serius. "Apa kalian tak mengerti maksud dari ujian ini?"
"Memang apa maksudnya?" Tanya Sakura bingung.
"Kerjasama tim." Jawab Kakashi sambil menatap tiga genin itu satu persatu. "kalian bertiga seharusnya bekerjasama untuk mendapatkan lonceng ini."
Hening selama beberapa saat.
"Apa maksudnya bekerja sama? Loncengnya kan Cuma ada dua. Itu hanya akan membuat kami saling berkelahi nantinya." Kata Sakura bingung.
"Tentu saja ujian ini untuk menguji kalian. Apa kalian akan bisa bekerja sama dalam keadaan seperti ini. Walaupun begitu… kau Sakura. Kau hanya peduli pada Sasuke, sama sekali tak memikirkan Naruto yang ada di dekatmu. Naruto, kau hanya berusaha seorang diri. Dan kau, Sasuke. Kau hanya mengira yang lain akan menghalangi jalanmu." Kata Kakashi panjang lebar.
Sasuke hanya memejamkan mata dan mendengarkan dengan bosan saat Kakashi menjelaskan apa tugas ninja yang sebenarnya lalu berjalan mendekati batu memorial dimana banyak nama pahlawan yang terukir disana.
"Hey, sudah kuputuskan! Aku akan menjadi pahlawan dan mengukir namaku di batu itu juga dattebayo!" teriak Naruto penuh semangat.
Membuat Sasuke menggeram marah sambil menatap Naruto yang masih terikat di tonggak kayu.
"Apa kau benar-benar idiot? Mereka adalah pahlawan yang mati saat menjalankan misi. Apa kau ingin mati seperti mereka, Dasar Idiot?" bentak Sasuke penuh amarah. Ia tak pernah menyadari kata-kata Naruto itu akan menjadi kenyataan. Rasanya masih seperti kemarin, saat ia berdiri di depan batu itu dan mendapati nama Uzumaki Naruto terukir di sana. Dan ia bersumpah tak akan membiarkan hal itu terjadi lagi kali ini.
Bentakan Sasuke itu menghapus senyum di wajah Naruto dan membuat dua ninja yang lain terdiam. Memandanga Sharingan Sasuke yang penuh amarah dengan tiga tomoe yang berputar pelan di dalamnya. Untuk sesaat tak ada yang bisa berkata-kata.
"Kau bisa mengaktifkan Sharinganmu?" Tanya Kakashi tiba-tiba. Membuat Sasuke memejamkan mata dan menghirup nafas pelan.
"Ya." Jawab Sasuke sambil menatap sang sensei dengan mata yang sudah kembali berwarna kelam. Sasuke hanya mengumpat dalam hati menyadari kecerobohannya. Seharusnya Kakashi tak boleh tahu ia sudah bisa mengaktifkan sharingannya sekarang.
"Sejak kapan?" Tanya Kakashi curiga.
"Sudah lama." Jawab Sasuke.
"Kenapa tak ada seorangpun yang tahu?" Tanya Kakashi lagi. Ia ingin bertanya kapan tepatnya mata itu aktif namun mengurungkan niatnya. Tak ingin membuat uchiha terakhir itu merasa seperti diinterogasi. Lagi pula mata itu sudah di tingkat tiga tomoe. Ia harus segera membicarakan hal ini pada Hokage.
"Ini bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan." Jawab Sasuke berusaha kembali tenang dengan menumpukan kedua tangannya dibawah dagu.
Kakashi menatap Sasuke selama beberapa saat sebelum kembali berpaling menatap Naruto dan Sakura yang masih terdiam.
"Aku akan memberikan satu kesempatan lagi. Setelah makan siang kalian boleh mencoba lagi, tapi kali ini aku akan lebih serius. Kalian boleh makan bekal itu tapi jangan bagikan pada Naruto sedikitpun." Kata Kakashi Serius.
"Eh?" pekik Naruto kaget.
"Jika ada yang member Naruto makanan, ia akan langsung gagal. Aku yang membuat aturan disini. Kalian mengerti?" kata Kakashi sebelum menghilang dalam pusaran angin. Meninggalkan tiga genin dengan salah satunya terikat di tonggak sedang dua lainnya duduk sambil memegang sekotak bento.
"Huh… aku tak lapar." Kata Naruto lantang. "Aku tak butuh makan." katanya lagi sambil meronta dan menendang, berusaha menunjukkan kekuatannya. Namun semua usahanya sia-sia saat perutnya berbunyi keras menandakan ia tengah kelaparan setengah mati.
Sasuke melirik Naruto sambil membuka kotak bento miliknya. Sekilas ia melirik isi bento itu sebelum tanpa pikir panjang menyodorkan pada bocah orange di sampingnya.
"Ini makanlah." Kata Sasuke sambil memejamkan mata. Mendengarkan pekikan kaget Naruto.
"Tapi, Sasuke-kun! Sensei bilang kita tak boleh berbagi dengan Naruto." Kata Sakura pelan. Melirik bento miliknya lalu melirik Naruto.
"Aku tidak lapar. Lagipula kita butuh tenaganya untuk merebut lonceng itu nanti." Kata Sasuke datar sambil menatap Naruto yang masih memasang wajah kaget. Sakura menunduk memandang bentonya. Lalu perlahan gadis berambut pink itu juga mnyodorkan bentonya pada Naruto. Membuat ninja orange itu semakin terkejut sebelum kemudian sebuah senyum lebar tersungging di wajah yang berhias tiga goresan itu.
"He..he… terima kasih." Kata Naruto pelan. Ia tersenyum tulus menatap dua kotak bento yang disodorkan oleh dua teman satu timnya. Ini pertama kalinya ada yang mau berbagi bekal dengannya. Teman. Entah mengapa kata itu terasa indah baginya.
Momen itu terhenti saat tiba-tiba Kakashi muncul dihadapan mereka dengan pusaran angin dan debu.
"Kalian…" geram Kakashi membuat Naruto dan Sakura berjengit ketakutan.
"Lulus." Lanjut Kakashi sambil tersenyum.
Hening selama beberapa saat. Sasuke hanya memutar bola matanya.
"Eh? Lulus? Kenapa?" Tanya Sakura tak mengerti.
"Kalian yang pertama. Sebelumnya semua bocah itu hanya mengikuti apa yang kuperintahkan tanpa berpikir. Seorang ninja harus selalu menaati peraturan. Ninja yang melanggar peraturan disebut sampah. Tapi… ninja yang menelantarkan temannya lebih rendah dari sampah." Kata Kakashi. Membuat Naruto dan Sakura semakin bingung sementara Sasuke hanya mendengus pelan.
"Ujian hari ini berakhir. Kalian semua lulus! Mulai besok tim tujuh akan mulai bertugas. Kita berkumpul di jembatan jam 7. Ja ne!" kata Kakashi sambil tersenyum sebelum kembali menghilang dalam asap. Naruto dan sakura saling pandang selama beberapa saat sebelum keduanya bersorak kegirangan.
Sasuke hanya diam dan bangkit berdiri. Ia membersihkan debu yang menempel di celananya lalu melangkah pergi. Sakura segera ikut berdiri dan mengikuti Sasuke, berusaha mengajak Sang raven makan bersama yang hanya ditanggapi dengan dingin. Sasuke terus berjalan pergi hingga menghilang di salah satu belokan. Meninggalkan Naruto yang masih terikat di tonggak kayu sendirian sambil meronta kesal.
Tak lama kemudian, sosok Sasuke kembali muncul di hadapan Naruto dalam sebuah pusaran angin. Membuat bocah pirang yang barusaja berhasil melepas ikatannya tersentak kaget. Ia refleks melangkah mundur hingga punggungnya membentur tonggak kayu di belakangnya.
"Teme! Kau membuatku kaget!" teriak Naruto sambil memegangi dadanya. Ia memandang Sasuke yang perlahan berjalan mendekat hingga berdiri tepat dihadapannya.
Sasuke memandang Naruto dalam diam. Menatap bocah orange yang kelak akan menjadi sahabat baiknya. Yang akan bisa mengendalikan kyuubi dalam tubuhnya dan menjadi pahlawan dalam perang dunia shinobi. Yang akan mati di usianya yang masih 16 tahun.
"Kau bilang kau ingin menjadi hokage, Kenapa?" Tanya Sasuke tiba-tiba. Berusaha menghilangkan sosok penuh darah dalam ingatannya.
"Eh?" Tanya Naruto kaget. Tak menyangka akan ditanyai hal semacam itu.
"Tentu saja karena Hokage adalah orang paling kuat dan dihormati oleh seluruh desa. Jika aku menjadi hokage, mereka semua akan mengakui keberadaanku." Jawab Naruto lantang.
Sasuke terdiam sesaat.
"Jika aku memintamu memilih antara menjadi Hokage dan menyelamatkan Iruka sensei, mana yang akan kau pilih?" Tanya Sasuke. Ia merasa bodoh karena menyamakan Iruka sensei dengan dirinya di masa depan. Apakah ia cukup berharga bagi Naruto?
"Apa ,maksudmu?" Tanya Naruto tak mengerti.
"Hokage bukanlah gelar yang bisa kau dapatkan dengan mudah. Itu adalah posisi dimana kau harus mendahulukan keselamatan seluruh desa daripada keselamatanmu sendiri atau orang yang berharga untukmu. Jika disaat itu kau harus memilih untuk menyelamatkan desa dengan mengorbankan Iruka sensei, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Sasuke lagi.
Bocah berjaket orange itu diam dan terlihat berpikir keras. Untuk sesaat Sasuke mengira pertanyaan itu terlalu sulit untuk seorang bocah berumur 12 tahun. Apalagi bocah itu adalah Naruto. Tapi ia tak bisa membendung rasa ingin tahunya tentang pilihan Naruto.
"Aku akan menyelamatkan desa tanpa mengorbankan Iruka sensei." Jawab Naruto tanpa ragu. Membuat Sang raven tertegun.
"Itu tidak mungkin bisa." Sangkal Sasuke.
"Maka aku akan mengubah itu menjadi mungkin." Jawab Naruto menatap lurus manik oniq Sasuke. Mata yang sama seperti yang Sasuke ingat dimasa depan.
Perlahan sebuah senyuman tersungging dibibir Sasuke.
'Dia benar-benar tak berubah' batin Sasuke sebelum tiba-tiba kegelapan menyelimuti pandangannya. Dan tubuh pucat itu ambruk di hadapan Naruto yang langsung menangkapnya.
# # #
Saat Sasuke membuka mata, ia menyadari ia tak berada di kamarnya maupun dirumah sakit. Melainkan di sebuah kamar dengan dinding berwarna orange kusam.
"hei, akhirnya kau bangun juga, Teme!" teriak sebuah suara yang langsung membuat Sasuke menoleh. Memandang Naruto yang duduk di sebuah kursi tak jauh dari tempat ia berbaring. Sasuke memandang sekeliling, menatap ruang apartemen yang terlihat berantakan. Sebuah baskom dan kopres tergeletak di meja samping tempat tidurnya.
"Kau tadi tiba-tiba pingsan. Membuatku kaget setengah mati. Apalagi setelah kau bertanya hal aneh seperti itu. Ternyata kau benar-benar sedang demam. Karena aku tak tahu dimana rumahmu, jadi aku membawamu ke apartemenku." Kata Naruto panjang lebar.
Sasuke terdiam. Ia memandang seluruh tubuhnya yang kini tertutup selimut. Menyadari ia sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhnya. Sepertinya efek dari Susanoo dan eternal mangekyo yang ia gunakan semalam mulai berdampak pada tubuhnya. Selain itu ia sudah menggunakan sisa cakranya untuk membuat Gokakyuu no jutsu saat ujian tadi siang. Cakranya benar-benar sangat sedidkit sekarang. Sasuke mendengus, tubuh ini benar-benar menyedihkan.
"Aku tak bisa menggerakkan tubuhku." Kata Sasuke sambil menolehkan sedikit kepalanya untuk menatap Naruto.
"Apa? Apa kita harus ke rumah sakit? Sial! Harusnya tadi aku langsung membawamu kerumah sakit." Kata Naruto panik sambil buru-buru berdiri.
"Aku tak apa. istirahat sebentar nanti aku akan segera sembuh. Aku tak ingin pergi ke rumah sakit." Kata Sasuke datar. Ia tak ingin menarik kecurigaan setelah kematian danzou. Walau ia yakin tak ada orang yang akan berpikir seorang genin berumur 12 tahun sepertinya bisa mebunuh danzou yang dikawal oleh sekumpulan Anbu.
Sasuke melirik keluar jendela yang kini gelap gulita. 'sudah berapa lama ia pingsan?' Tanya Sasuke dalam hati sambil memperhatikan jam yang menunjukkan pukul sebelas malam. Ia berpaling menatap Naruto yang terlihat menahan kantuk. 'apa sejak tadi Naruto terus menungguinya seperti ini?'
"Ya. Aku mengerti. Rumah sakit itu menyebalkan." Gumam Naruto sambil mengerutkan alis.
"Kau tidur disini saja, Teme. Aku akan tidur dibawah." Kata Naruto sambil menguap lebar dan mengambil sebuah futon dari lemari.
"Kalau kau butuh sesuatu panggil saja aku." Kata Naruto lagi saat ia berganti piama dan bersiap tidur.
"Hn." Jawab Sasuke pelan sambil menatap sosok Naruto yang dalam sekejap sudah tertidur pulas.
Sambil mendengarkan hembusan nafas dari sahabat baiknya, Sasuke kembali memejamkan mata.
# # #
Esoknya, pagi-pagi sekali Sasuke sudah bangun. Sambil duduk di tepi ranjang, ia mengepalkan tangan dan berusaha menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku. Sasuke mengerutkan alisnya. Ia harus segera memulai latihan untuk meningkatkan kekuatan tubuh ini. Atau ia akan kesulitan menghadapi Orochimaru dan Madara nanti.
Sambil berpikir latihan apa yang harus ia lakukan, Sasuke berdiri dan berjalan menuju dapur. Melewati sosok Naruto yang masih tertidur pulas di bawahnya. Ia membuka kulkas dan terdiam melihat sekotak susu yang sudah kadaluarsa. Sasuke menutup kulkas itu dan memandang sekeliling. Dapur itu berdebu, dalam lemari hanya berisi ramen instan. Bagaimana Naruto bisa hidup selama ini hanya dengan susu basi dan ramen?
Sasuke melangkah pergi tanpa menyentuh apapun lagi dan menuju kamar mandi. Alisnya semakin berkerut saat menyadari air panas di kamar mandi itu mati. Hanya mengalirkan air sedingin es di tengah musim dingin yang tengah berlangsung kini.
Sebuah ketukan di pintu depan membuat Sasuke menoleh dan keluar dari kamar mandi. Ia memandang Naruto yang masih tertidur pulas dan memutuskan untuk membuka pintu yang kini diketuk semakin keras dan tidak sabar.
Sasuka hanya diam memandang seorang pria paruh baya berambut coklat yang berdiri di depan pintu dengan wajah kesal. Tubuhnya yang agak gemuk membuatnya terlihat seperti orang tolol.
"Siapa kau? Dimana bocah sialan itu?" Tanya pria itu sambil menatap tajam Sasuke. Membuat Sang raven harus menahan keinginan untuk mencincang pria itu sekarang juga.
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Sasuke dingin. Menatap sosok yang kini berusaha memandang ke dalam apartemen.
"Bukan urusanmu! Hei bangun kau bocah sialan!" bentak pria itu sambil berusaha masuk. Membuat Naruto terbangun dengan kaget. Sasuke mencengkeram tangan pria itu yang kini tengah mendorong pundaknya kasar. Berusaha masuk dengan paksa.
"Urusan Naruto adalah urusanku." Kata Sasuke sambil mengeratkan genggamannya. Membuat pria paruh baya itu mengernyit kesakitan.
"Ada apa, Sasuke?" Tanya Naruto yang muncul di samping Sasuke sambil menguap lebar dan mengusap sebelah matanya. Sasuke melepas cengkramannya dan sedikit mundur kesamping. Membiarkan Naruto berhadapan dengan tamunya.
"Kau sudah bangun rupanya, Bocah sialan! Aku mengambil uang sewa untuk bulan ini. Cepat berikan!" kata pria itu sambil mengusap pergelangan tangannya.
"Ya..ya… tunggu sebentar." Kata Naruto sambil melangkah masuk dan kembali sambil menyodorkan setumpuk uang.
"Kau juga harus membayar lebih karena dia juga tidur disini." Kata pria itu sambil menunjuk Sasuke.
"Hei… tapi dia hanya menginap semalam!" protes Naruto.
"Aku tak peduli. Aku sudah berbaik hati mau menyewakan apartemen ini pada bocah monster sepertimu. Kalau aku bilang tambah ya tambah!" kata pria itu sambil mencengkeram kerah naruto dengan kasar.
Naruto sudah akan protes lagi sebelum sebuah tangan pucat mencengkeram tangan pria itu dan memutarnya hingga terdengar bunyi gemeretak. Naruto menoleh dan terdiam saat melihat Sasuke tengah menatap pria itu tajam dengan sepasang mata semerah darah.
"Jaga bicaramu, Lintah." Desis Sasuke.
"Uang itu sudah cukup untuk sewa apartemen selama setahun. Dan tempat bobrok ini tak pantas di sebut apartemen." Kata Sasuke dingin sambil mengeratkan genggamannya, membuat suara tulang patah semakin terdengar diikuti jerit kesakitan pria itu.
"Sudahlah Sasuke." Kata Naruto sambil tersenyum."lepaskan dia, aku akan mengambil tambahan uang."
"Tidak. Kau tak perlu melakukan itu. Kita pergi." Kata Sasuke sambil melepaskan pria itu dan berbalik masuk. Ia membuka lemari Naruto dan mengeluarkan semua pakaian yang ada di dalamnya.
"Hei, apa yang kau lakukan?" taya Naruto panik memandang semua pakaiannya berserakan di atas ranjang.
"Kemasi barang-barangmu. Kau akan pergi dari tempat ini." Kata Sasuke sambil mengeluarkan sebuah tas ransel besar dan memasukkan pakaian Naruto secara asal-asalan.
"Apa maksudmu, Teme! Aku tak punya tempat lain." Protes Naruto.
"Diam dan turuti perintahku." Kata Sasuke tajam dengan Sharingan aktif. Naruto menelan ludah dan mengangguk pelan. Ia menuruti perintah Sasuke dan mulai membereskan semua barang-barangnya.
Tak lama kemudian Naruto melangkah keluar sambil menjijing sebuah tas ransel besar. Mengabaikan pemilik apartemen yang masih berdiri di depan pintu sambil memegangi lengannya yang terlihat bengkak.
Sasuke keluar terakhir sambil berjalan mendekati sang pemilik apartemen dan mendorongnya hingga membentur dinding. Ia mendekatkan bibirnya di telinga sang pria yang kini mulai ketakutan
"Jika aku dengar kau memanggil dia monster lagi, akan kupastikan kau tak akan bisa bicara lagi seumur hidupmu. Mengerti?" bisik Sasuke sambil melirik sang pria dengan mata semerah darahnya. Paman itu mengangguk cepat lalu segera lari dari hadapan Sasuke.
"Kita pergi. Dobe." Kata Sasuke sambil memejamkan mata dan melangkah pergi. Naruto hanya mengikuti di belakangnya dalam diam.
Keduanya terus diam saat mereka menyusuri jalanan Konoha yang mulai ramai. Naruto sesekali melirik Sasuke yang menatap tajam semua penduduk desa yang berani menatap mereka berdua.
"Kita mau kemana?" Tanya Naruto saat ia mulai memasuki kompleks Uchiha yang sepi. Sasuke tak menjawab. Dia hanya diam sambil berusaha mengontrol emosinya. Ia tak pernah tahu Naruto diperlakukan seperti wabah oleh penduduk desa.
"Dimana ini?" Tanya Naruto lagi saat mereka berdua memasuki sebuah rumah paling besar di tengah kompleks itu. Dia hanya mengikuti Sasuke saat mereka menyusuri lorong rumah dan berhenti di depan sebuah pintu.
"Ini kamarmu. Taruh barangmu disini. Aku akan menyiapkan sarapan." Kata Sasuke sambil melangkah pergi. Meninggalkan Naruto yang masih bengong di depan kamar bernuansa gelap itu.
# # #
Sasuke dan Naruto memakan sarapannya dalam diam. Onigiri dengan tomat dan segelas susu.
"Ini rumahmu?" Tanya Naruto setelah beberapa saat tak ada yang memulai pembicaraan.
"Hn." Jawab Sasuke.
"Dimana… keluargamu?" tanya Naruto pelan.
"Mereka sudah mati." Jawab Sasuke datar. Membuat Naruto tersedak susu yang tengah diminumnya. Sementara Sasuke hanya meminum jus tomatnya dalam diam.
"Oh.. Maaf." Kata Naruto pelan. Ia menghabiskan onigirinya tanpa menyentuh tomat dihadapannya sedikitpun.
Hening.
"Ano… apa tak apa aku tinggal disini?" Tanya Naruto lagi.
"Disini ada banyak kamar dan aku tinggal sendiri. Kau boleh melakukan apapun yang kau mau." Kata Sasuke sambil berdiri dan memasang kantong senjata di pinggangnya. Naruto segera mengikuti sang raven dan keduanya segera berjalan keluar. Bersiap menjalankan misinya sebagai tim 7 untuk pertama kali.
Langkah Naruto terhenti saat melihat sebuah foto berbingkai kayu yang terpasang di dinding. Memperlihatkan seorang pemuda yang mirip Sasuke dengan garis halus di bawah matanya.
"Dia siapa?" Tanya Naruto spontan. Sebelum buru-buru menutup mulutnya saat mengingat perkataan Sasuke di meja makan tadi.
"Kau tak perlu menjawabnya kalau tak mau." Kata Naruto cepat saat Sasuke mendongak dan menatap foto itu lama.
"Dia kakakku." Jawab Sasuke.
"Apa dia juga…" Naruto tak menyelesaikan pertanyaannya.
"Tidak. Dia masih hidup. Dia sedang menjalankan misi keluar desa. Sebentar lagi dia juga akan pulang." Kata Sasuke dengan sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya. Membuat Naruto ikut tersenyum lebar.
"Eh… apa dia akan mengijinkan aku tinggal disini?" Tanya Naruto sambil memakai sandal shinobinya dan mengikuti Sasuke keluar.
"Hn." Jawab Sasuke.
"Apa maksudnya 'Hn'mu itu, Sasuke?" Tanya Naruto saat keduanya berjalan menyusuri kompleks Uchiha.
"Hn."
"Kau benar-benar menyebalkan, Teme!"
Diiringi sinar mentari yang perlahan keluar dari balik awan. Kedua ninja itu berjalan diantara kompleks Uchiha yang entah mengapa terasa lebih hangat dari biasanya. Untuk pertama kalinya selama 4 tahun –atau 9 tahun- bagi Sasuke, pagi harinya dimulai dengan sebuah senyum tipis dan bocah pirang yang tak hentinya berceloteh riang di sampingnya.
.
.
End. 1.
.
.
^^ ok... gaje banget kan? berhubung ini cuma fic selingan. jangan dianggap terlalu serius ya.
iya. chap ini udah end. walau saya ada niat buat chap 2nya. kalau yang ini banyak yang suka. Walau nanti cuma nyeritain gimana waktu Sasuke ketemu sama Itachi aja sih. saya lagi gak bisa mikir terlalu serius ^^
untuk fic saya yang lain... saya usahakan minggu depan update. tapi mohon reviewnya untuk fic ini ya... sepertinya 'api' saya buat nulis mulai berkurang nih. butuh banyak 'bensin'. mana sekarang bbm pada naik ^^
hum... terima kasih udah mau baca fic gak jelas ini ^^ kalau gak keberatan...
REVIEW PLEASE...
