Hamil? Semua yeoja di dunia ini pasti mengimpikan hal tersebut. Menjadi seorang ibu adalah anugerah terindah di dunia ini. Mengandung janin buah cinta dengan seseorang yang kau sayangi. Kemudian melahirkan malaikat kecil itu ke dunia. Dan semua itu adalah kebahagiaan yang tak terhingga terlebih mendengar tangis pertama sang malaikat.

Wu Yi Fan … namja blasteran Kanada-China. Namja berambut pirang dengan kulit putih pucat. Namja yang baru berusia enam belas tahun dua bulan yang lalu. Namja yang kini tengah mengutuk nasibnya sendiri di dunia ini.

Mengusap perut ratanya perlahan. Merasakan gerakan lembut yang bisa dirasakannya melalui aliran denyut nadinya yang ikut berdetak. Yi Fan tahu ada kehidupan baru di dalam sana. Kehidupan yang tak seharusnya berada di tubuhnya.

Semula bahkan ia tak percaya kalau janin itu hidup dan tinggal di tubuhnya. Terlebih dengan pasti Yi Fan tahu kalau sejak lahir jenis kelaminnya adalah namja. Namja yang tak mungkin hamil. Hanya yeoja yang memiliki rahim dan sel telur yang bisa menghasilkan janin saat bertemu sperma. Seingatnya itu pelajaran di kelas biologinya saat sekolah menengah.

Namun apa yang bisa dikata kalau salah satu kebahagiaan tersebut seorang wanita itu menimpanya. Entah bisa dianggap musibah atau anugerah. Beruntung ukuran perutnya yang masih belum membesar membuatnya tak harus mengarang cerita indah pada keluarganya.

Diusir itu kemungkinan terburuk yang akan didapatkannya dan mungkin dicoret dari keluarga Wu.

"Apa yang harus kulakukan?" bathin Yi Fan bingung, tangan kirinya meremas hasil kesehatannya yang baru saja diambil. Test yang terpaksa dilakukannya saat ketahanan tubuhnya menurun drastis bahkan sering pingsan. Bersyukur dokter itu mau menjaga privasinya dan membiarkan dirinya mengambil keputusan.

"Aku tak mungkin menggugurkanmu," bisik Yi Fan pelan, "kau bahkan tak tahu apa-apa saat ini bahkan saat lahir ke dunia nanti," ujarnya mengusap perutnya sendiri.

Lalu bagaiamana dengan ayah dari sang bayi. Yi Fan tentu berstatus 'ibu' karena dirinya yang mengandung sang bayi.

Yi Fan menggeleng pelan, ia tak bisa mengingat apa pun soal itu. Bahkan kejadian yang membuatnya kehilangan waktu pertamanya. Hanya sakit kepala kuat hingga dunianya yang berputar berada diingatannya. Dan tubuh telanjang di sebuah hotel saat pagi menyapanya.

Berpikir kalau semua akan baik-baik saja, Yi Fan bahkan melupakan pagi terburuk dihidupnya itu. Namun semua berbeda saat hasil malam itu berbuah dengan baik.

"Shim Changmin," ujar Yi Fan pelan. Menatap sebuah kartu nama yang ditemukannya di meja nakas. Tertinggal atau sengaja ditinggalkan. Ingin rasanya ia bertanya pada salah satu sahabatnya yang mungkin tahu siapa, hanya saja mereka pasti menanyainya dengan seribu pertanyaan yang tak dimiliki jawabannya.

"Kita harus pergi."

Putus Yi Fan pada akhirnya. Tak mungkin ia membiarkan kedua orang tuanya bersedih dengan kelainan anaknya. Di satu sisi Yi Fan tak mungkin menggugurkan bayi dikandungannya disisi lain ia tak bisa membuat wajah kecewa terpatri pada keluarganya dengan rasa malu yang begitu dalam.

"Mulai hari ini Yi Fan tak ada hanya Kris. Yi Fan sudah mati. Setidaknya aku akan memastikan kau akan melihat indahnya dunia, Baby."

.

.

Key of Heart

Cast:

EvilDragon aka Shim Changmin & Wu Yi Fan Kris

Genre: Romance/Family

Rated: T

Waning: AU, crack pair(?) gila-gilaan, typo, alur cepat, M-Preg

.

.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

Berniat meneruskan? silahkan…

.

.

Kalau tidak suka tolong beranjak dan menjauh, Mizu gak mau ngotori fict Mizu dengan flame bodoh di fandom ini, Ok^^

.

.

Anda sudah diperingatkan dear

.

.

"Yak Shim Changmin berhenti mengotori kantor ini dengan semua makanan milikmu itu."

"Tenang saja hyung, bukankah ada cleaning service yang akan membersihkannya."

Kepalan tangan namja cantik itu menggeplak kuat namja yang hendak memasukkan makanan kemulutnya. Membuat namja jangkung berwajah kekanankan itu terbatuk-batuk dan menyambar segelas air disisinya.

"Ya hyung. Kau hampir membuatku mati."

"Kau tak akan mati hanya karena tersedak makananan Shim Pabbo Changmin."

Shim Changmin namja jangkung itu memalingkan wajahnya kesal pada hyung cantiknya yang tiba-tiba muncul di kantornya dan membuat acara 'kencan' dengan 'kekasihnya' gagal total. Berniat membalas kelakuan sang namja cantik, otak seorang Shim Changmin sejenak berpikir sebelum akhirnya senyum manis terukir dibibirnya.

"Apa jatah yang diberikan Yunho hyung semalam kurang ya, Jaejoong hyung … sampai kau marah-marah begini? Yah walau kutahu kau tak akan pernah puas bermain dengan beruang besarmu itu, benar bukan?" tanya Changmin santai membuat Jaejoong melemparkan deathglarenya pada mulut Changmin yang seenak udelnya membongkar kegiatan malamnya yang selalu panas bersama sang kekasih.

Namja yang dipanggil beruang besar itu juga alasan Jaejoong berada di sini. Karena tiba-tiba saja Yunho menghilang saat dipagi hari ia membuka mata, padahal pagi adalah waktu yang tepat untuk melakukan sex—morning sex mereka.

"Yunho hyung sedang ke daerah Busan hyung, appa memintanya untuk mengecek proyek perumahan di sana."

Jaejoong mengangguk pelan saat niat usil Changmin menghilang melihat wajah sendu Jaejoong. Lagi pula kekasihnya sudah menunggu untuk dinikmati. Daripada mengurusi hyungnya yang terserang malarindu lebih baik bercumbu dengan makanan ini bukan.

"Min …"

"…."

"Changmin …"

"…"

"Ya, foodmonster dengarkan kalau aku berbicara."

Changmin segera menelan makanannya sebelum berbicara atau mungkin berteriak pada Jaejoong.

"Apa?"

"Kau tak berniat memiliki kekasih?"

Changmin terdiam sesaat Jaejoong melontarkan pertanyaan untuknya.

"Tidak. Aku tidak tertarik."

"Kau tidak normal y?"

"Ya Hyung aku ini masih normal, masih suka gadis-gadis cantik hanya saja aku belum menemukan yang cocok untukku itu saja."

"Kucarikan?"

"Tidak perlu, yang ada kau malah mencarikan namja untukku."

Jaejoong tergelak mendengar penuturan Changmin. Bocah evil yang selalu bisa menebak niat usilnya. Walau berstatus kekasih hyung Changmin dan namja yang selalu dipanggilanya bocah evil itu Jaejoong sudah menganggap Changmin seperti adik kandungnya. Terlebih usia Changmin yang tak terlalu jauh darinya—23 tahun—berjarak tiga tahun darinya—26 tahun.

"Kucarikan uke imut deh."

"Tidak tertarik."

"Namja cantik."

"Tidak."

"Namja manis."

"Kubilang tidak, ya tidak hyung."

"Namja cantik, putih, baik, mpreg?"

"Ya hyung. Kau benar-benar berniat membuatku belok seperti kalian? Tidak akan pernah. Lagi pula tak ada namja yang bisa hamil hyung di dunia ini. Kalau ada aku pasti menikahinya."

Jaejoong tertawa mendengarnya, "ya … ya … aku kan hanya bercanda Min, siapa tahu kan suatu hari nanti ada namja yang datang padamu menyerahkan seorang bayi dan berkata itu adalah anakmu, wah pasti menabjukan bukan?"

Changmin hanya menggeleng melihat Jaejoong yang berada di dunia nya sendiri. Membuat tumpukan map di meja kerjanya malah terlihat lebih menyebalkan terlebih makanan miliknya mulai habis.

"Ah tapi tak mungkin, kau bahkan belum pernah make love dengan siapa pun bukan?"

Changmin terpaksa melempar salah satu bantal duduk di dekat sofa duduknya menghentikan celotehan seorang Kim Jaejoong pada dirinya.

"Berhenti memikirkan apa pun yang ada diotaknya hyung. Kalau kau mengingkan bayi kau bisa meminta Yunho hyung membuatkannya untukmu."

Bukannya berhenti Jaejoong malah semakin mentertawakan dongsaeng kecilnya. Kekesalannya pada sang kekasih menguap begitu saja. Adu mulut dengan Changmin memang obat ampuh untuk rasa bosannya.

"Tapi aku rasanya pernah kok make love dengan seseorang hyung—"

Dan pernyataan akhir Changmin sukes membuat Jaejoong terdiam.

"Kau bercanda?"

"Tidak hyung. Hanya saja sepertinya aku mabuk berat dan tak mengingatnya, semoga yeoja yang kutiduri tidak hamil."

"Che, yakin sekali kau meniduri yeoja, bagaimana kalau namja?"

"Berarti aku aman. Karena namja tak mungkin hamil. Sekarang keluar dari ruanganku hyung, kau membuatku tak bisa bekerja," ujar Changmin mendorong Jaejoong keluar dari ruangannya.

"Ya! Changminie kau belum menceritakan kejadiannya."

Blam

Pintu ruangan Changmin tertutup dengan sempurna menyisakan teriakan dan gedoran Jaejoong di luar sana.

"Mian hyung akau berbohong. Aku memang tak mengingat apa yang terjadi. Tapi aku tak mungkin melupakan wajah tidurnya pagi itu. Cantik."

.

.

.

"Kris!"

Seorang namja berambut pirang tampak menjulurkan kepalanya dari jendela kamar apartemennya. Melihat seorang namja lainnya yang menenteng sebuah paper bag dan tersenyum padanya.

"Naiklah Lay. Kurasa Suho akan pulang sebentar lagi."

Namja bernama Lay itu tersenyum manis lalu berlari naik menelusuri tangga menuju salah satu kamar yang dihuni kekasihnya dan temannya.

"Aku tahu, Suho yang memintaku mengantarkan susu ini untukmu," ujar Lay sesaat ia sampai di atas dan langsung menuju dapur—membuatkan susu untuk teman sekamar kakasihnya.

"Apa restoran sedang ramai? Maaf aku benar-benar tak bisa masuk. Tubuhku lemas."

"Tenang saja, Suho membawa bala bantuan kok," ujar Lay sembari memberikan susu yang baru saja dibuatnya pada Kris.

"Bagaimana keadaannya Kris?" tanya Lay duduk di salah satu sofa di ruang tengah dengan Kris yang duduk di hadapannya. Melirik kecil pada perut Kris yang sedikit menggemuk.

"Dia baik-baik saja." Kris mengelus pelan perutnya. Janin yang kini berusia empat bulan diperutnya.

"Boleh aku menyentuhnya?"

Kris mengangguk kecil.

"Dia bergerak Kris." Lay tersenyum senang merasakan pergerakan kecil dari perut Kris. Matanya meneduh saat melihat wajah bahagia Kris. Jauh di dalam hati Lay bersyukur Kris baik-baik saja. Bertemu namja itu dua bulan yang lalu sungguh sangat mengenaskan. Namja itu terlihat pucat bahkan bayi dikandungannya hampir keguguran.

Bayi.

Lay dan Suho dan pulang berkencan dan menemukan Kris di tepi jalan sungguh tak menyangka kalau namja itu sedang hamil. Bahkan dokter yang memeriksa Kris tak bisa mengatakan tidak namun tak tahu bagaimana. Namun Kris benar-benar mengandung.

Kris. Berasal dari China. Namja itu mengatakan kalau sedang berlibur ke Korea namun baik ia maupun Suho tak mempercayainya—melihat bagaimana wajah itu selalu terlihat menyedihkan di malam hari menatap ke langit—namun Lay dan Suho tak memaksanya hanya memaksa Kris untuk tinggal bersama saja yang bisa mereka lakukan.

"Hoeekkk …"

Lay tersadar dari lamunannya saat mendengar suara muntahan dari kamar mandi. Entah sejak kapan Kris menghilang dan berada di sana.

"Kau baik-baik saja Kris?"

"Aku pulang."

Suara Suho yang masuk ke dalam menghentikan jawaban Kris, mengusap sudut bibirnya, namja China itu pergi masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apa-apa. Perutnya benar-benar tak enak.

"Apa Kris masih muntah-muntah?" tanya Suho mendekati kekasihnya, ia baru saja pulang dari restoran milik mereka.

"Iya, kurasa bukan hanya karena bayinya. Kris pasti sedang stress entah apa yang ada dipikirannya. Kuharap ia baik-baik saja."

Suho mengusap pelan helai rambut kekasihnya dan tersenyum kecil, "kita hanya bisa menunggu Kris untuk berbagi. Setidaknya memastikan Kris baik-baik saja dari jauh itu sudah cukup untuk kita."

"Kau benar," jawab Lay pelan lalu menarik tangan Suho menuju ruang depan. Sejenak mereka membiarkan Kris sendiri setidaknya Kris harus sadar kalau ada orang-orang yang masih peduli padanya. Bukan hanya menanggungnya seorang diri.

.

.

.

Malam ini masih sama seperti malam sebelumnya. Malam yang sama sejak Kris menginjakkan kaki di negeri gingseng ini. Bersyukur sedikit tabungannya cukup. Melarikan diri dari China ke Korea di tengah malam. Hanya berharap menyembunyikan dirinya hingga satu tahun ke depan. Setidaknya hingga janin di kandungannya lahir ke dunia.

Kris bersyukur bertemua pasangan SuLay itu. Keduanya begitu baik padanya walau pada orang baru seperti dirinya.

Manik milik Kris masih menatap ke atas langit—kebiasaan yang selalu dilakukannya. Walau sulit Kris akan berjuang untuk tetap hidup. Dan bila mungkin ia akan kembali bila waktunya tiba.

"Kenapa tiba-tiba jadi ingin es krim?" bathin Kris bingung. Jam sudah menunjukkan pukul satu. Tak mungkin ia membangunkan Suho di kamar sebelah hanya untuk memintanya membelikan keinginannya.

"Baby, sabar ne … tunggu sampai pagi saja yah?"

Seakan bayinya bisa berbicara Kris mencoba menenangkan sang janin yang kelihatannya tak mau tahu dan tetap memaksa Kris.

"Aishhhh … bagaimana ini?"

Menyambar jaket tebal miliknya Kris berjalan keluar dengan perlahan. Seingatnya ada mini market dua puluh empat jam di belokan jalan.

Angin yang berhembus terasa sangat dingin untung saja jaket yang digunakan Kris sedikit menghangatkannya terlebih jaket itu bisa menyembunyikan ukuran tubuhnya. Memeluk tubuhnya erat Kris berjalan seorang diri di tengah malam.

Senyum terukir dibibirnya saat menemukan sebuah mini market yang masih terbuka. Dan manik miliknya semakin berbinar saat menemukan berbagai macam es krim dalam berbagai ukuran. Namun hanya sekotak es krim dengan tiga rasalah yang menjadi incarannya.

Tangan Kris baru saja akan meaih sekotak es krim berwarna cerah itu saat tangan lainnya sudah terlebih dulu mendapatkannya.

"Kau mau ini?" tanya namja itu mengacungkan kotak es krimnya.

"Tidak."

Mengambil es krim lainnya Kris berlalu meninggalkan namja yang masih menatapnya tanpa berkedip.

'Dia disini?' bisik namja itu yang masih memperhatikan Kris di depan kasir hingga keluar dari mini market.

Tersadar, namja tinggi itu membawa sekotak es krim yang diinginkan Kris juga sekeranjang makanan yang hendak dibelinya ke kasir. Terburu-buru dan mengejar Kris yang berbelok dan menghilang di tikungan.

.

.

.

"Hah … padahal aku menginginkan es krim tadi," ujar Kris. Ternyata alih-alih pulang ke apartemennya Kris melajukan kakinya hingga duduk di sebuah taman tak jauh dari mini market tadi.

Matanya menatap nanar sekotak es krim pisang ditangannya. Padahal bukan ini yang diinginkanya. Namun tak mungkin ia mengiyakan dan meminta es krim yang berada di tangan orang lain. Sehingga ia asal sambar saja tadi.

"Aku merindukan mereka," bisik Kris pelan. Menerawang jauh pada keluarganya yang berada di China. Seandainya saja tidak ada bayi ini mungkin ia bisa tertawa dan menikmati hangatnya keluarga.

Keluarga Kris adalah keluarga yang bahagia, dimana ia punya seorang ayah yang berprofesi di pemerintahan namun tak pernah sekali pun tn. Wu melupakan keluarganya bahkan lelaki itu selalu menyempatkan diri melihat perkembangan anak-anak mereka. Ibu Kris hanya seorang ibu rumah tangga biasa, namun ny. Wu sangat menyayangi dirinya dan adik kecilnya. Entah bagaimana perasaan mereka tak menemukan Kris dan mendapati putra sulung mereka menghilang dari rumah.

Titik air mata mengalir di pipi putih Kris. Sangat. Dirinya benar-benar merindukan mereka. Walau disini ia memiliki Suho dan Lay namun bagaimana pun juga Kris hanyalah seorang anak yang masih berumur enam belas tahun bahkan usianya belum legal untuk menyentuh alkohol.

Selama ini Kris hanya bisa menangis di dalam hati. Tak mungkin ia memperlihatkan kerapuhannya. Karena pada awalnya ini adalah keputusannya sendiri.

"Mian ne, mungkin saat kau lahir nanti aku harus menyerahkanmu pada orang lain." Kris sadar ia tak mungkin membesarkan anak diperutnya seorang diri dan tak selamanya ia bisa bergantung pada SuLay.

"Seandainya saja aku bisa menemukan appamu, baby."

"Ternyata kau di sini."

Sontak Kris menaikkan wajahnya, dan menemukan namja yang 'mengambil' es krimnnya tadi ada dihadapannya.

"Ini."

Kris hanya menatap bingung pada namja yang menyodorkan kotak es krim padanya.

"Kenapa?"

"Entahlah. Wajahmu seakan ingin menangis hanya karena ini, kupikir kau benar-benar menginginkannya."

"Aku tak mau ahjussi."

"Ya. Apa yang katakan. Apa wajahku setua itu hingga kau memanggilku begitu. Panggil aku hyung."

"Wajahmu memang menipu tapi siapa tahu kau hanyalah ahjussi-ahjussi mesum."

Perkataan telak Kris seakan masuk dan menusuk dadanya, 'yah sedikitnya benar, sih.' Bathinnya.

"Sudah ambil." Namja itu meletakkan es krim miliknya di atas es krim Kris di pangkuannya, "dan panggil aku hyung."

"….."

"Apa yang anak kecil lakukan di tengah malam jam segini?"

"Itu bukan urusanmu."

"Ya kau ini benar-benar tak ada sopannya ya?"

"Apa aku harus sopan pada orang aneh yang tiba-tiba mendekatiku, memberikan es krim dan sekarang ingin tahu urusanku?"

Namja tinggi yang memakai jas hitam itu menarik surai hitam rambutnya frustasi menghadapi kelakukan namja yang diketahuinya pasti berumur lebih muda darinya.

Namun raut kesalnya berganti senyum kecil melihat namja brunette dihadapannya yang sedang menyendok es krim yang diberikannya. Apa lagi melihat senyuman namja cantik itu.

'Sudah kuduga kau benar-benar cantik kalau begini.'

"Apa yang kau lihat?" tanya Kris kesal, "ini milikku kau tak boleh memintanya," ujar Kris membalikkan tubuhnya membelakangi namja yang dipanggilnya ahjussi itu. Bibirnya masih asyik menikmati es krim.

"Aku tahu, dan aku tak menginginkannya. Hanya saja makanmu berantakan," ujarnya lembut membersihkan sudut bibir Kris yang belepotan es krim dengan sapu tangan. Membuat sang empunya tak berkedip hingga beberapa detik.

"Ya jangan menyentuhku." Kris menepis tangan namja tersebut matanya menyalang marah pada siapa pun yang seenaknya menyentuhnya.

"Mian. Aku tak sengaja. Ya sudah jangan pulang terlalu malam." Namja itu bergerak memberi jarak dari Kris, tangannya mengusap surai pirang milik Kris, "aku pergi dulu … sampai jumpa Yi Fan."

Kris terdiam bahkan tangannya tak lagi menyendokkan es krim. Keinginannya makan es krim hilang sudah.

"Kenapa?" tanya Kris bingung saat jantungnya berdetak kencang bahkan ada perasaan aneh menyebar di sekujur tubuhnya, maniknya memperhatikan namja jangkung itu meninggalkannya dengan mobil metalik hitam.

"Kenapa? Kenapa kau tahu namaku?"

.

.

.

A/N:

HAnya sebuah oneshoot yang terpaksa Mizu bagi 2 karena kepanjangan. Ini FF buat yang ngereq m-pres MinKris kemarin. Semoga suka ne^^