Semilir angin meniup helaian surai hitam lembut pada tiap sisi. Angin musim semi yang menyejukkan. Tetesan embun yang menyapa pagi mengalir perlahan—menyisakan jejak basah pada tiap benda yang terendap tetesan udara pagi.

Kim Jaejoong menatap papan nama berukuran ekstra sebuah sekolah berasrama terkemuka di pinggiran Kota Incheon, Korea Selatan. Menenteng sebuah tas baru yang ia peroleh kemarin siang serta mengenakan seragam baru atas nama dirinya.

Sekedar informasi, pemuda androgini berperawakan tinggi pas rata-rata itu merupakan murid baru—pindahan dari Osaka, Jepang. Tinggal sejak berusia lima tahun di Osaka bersama sang chichi—ayahnya. Dirinya yang baru duduk di kelas 2 SMU terpaksa harus pindah kembali ke tanah kelahirannya dikarenakan sang chichi yang ingin mengembangkan perusahaannya ke Korea Selatan. Dan dengan tidak berkeperi-ayahan, pria tua itu malah meninggalkan Jaejoong dan langsung mendaftarkannya tanpa persetujuan ke sekolah berasrama khusus laki-laki di Incheon.

Cih. Jaejoong berdecih jengkel kala mengingat perdebatan sengit antara dirinya dan chichiue kemarin.

Arigatou ne-.. Chichi.

.

.

.

.

.

"Selamat pagi, anak-anak!"

Seruan bernada malas menjadi balasan dari sapa sang guru. Seakan memang telah kebal dengan perilaku menyebalkan itu, sang guru malah tersenyum lebar—memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi. Tak lupa membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. "Kita kedatangan teman baru dari Osaka, Jepang. Baiklah, untuk lebih jelasnya, silahkan perkenalkan dirimu. Aku ada jam mengajar setelah ini. Kuharap kau cepat akrab dengan mereka semua."

Guru itu menepuk pundak Jaejoong dua kali dan berlalu dari kelas. Jaejoong mengangguk singkat sebelum maju dua langkah lalu memperkenalkan dirinya sembari membungkukkan tubuh singkat. "Halo. Aku Kim Jaejoong. Pindahan dari Toho Gakuen. Mohon kerjasamanya-.."

Perkenalan singkat Jaejoong menggunakan bahasa Korea yang agak terbata-bata itu malah ditanggapi dengan senyuman miring yang terpatri pada masing-masing siswa di kelas tersebut. Tak lama kemudian-..

PRANG

Sebuah wadah stainless berukuran besar tiba-tiba jatuh begitu saja tepat di atas kepala pemuda androgini itu. Ringisan pelan keluar dari sela-sela bibirnya. Menyuarakan seberapa besar rasa sakit yang mengenai ubun-ubun kepala. Ditengadahkan kepalanya ke langit-langit kelas. Mengira-ngira di mana benda sebesar itu ditempatkan sebelumnya.

Nalarnya bersuara: Tidak hanya itu, tentu saja.

"Oi, Kim-"

Jaejoong menatap waspada pada seorang siswa yang sedang berdiri di pojok kelas. Memegang sebuah bola sepak dengan posisi tubuh siap menendang bola tersebut kapan saja. Oh, tak menyangka bahwa ia akan disambut seantusias ini oleh calon teman-teman sekelasnya.

BUK

Pemuda androgini itu menahan laju bola yang mengarah padanya menggunakan tas. Bola sepak tersebut bergulir pelan setelah terpental jatuh beberapa kali. Ternyata bukan hanya bola sepak itu saja. Masih ada tiga bola berbeda macam mengarah padanya.

Mata bulat Jaejoong memicing tajam. Memperhatikan tiap arah dan pergerakkan bola-bola dengan cermat. Tentu bukan hal yang sulit karena bagaimana pun, Jaejoong adalah salah satu altlet terbaik di SMU-nya yang dulu.

Tas berbentuk kotak dengan logo rasi bintang Cassiopeia berwarna merah digenggam Jaejoong erat. Bola pertama; bola voli. Kena! Tertampar balik mengenai beberapa murid yang mengaduh kesakitan. Bola kedua datang; bola takraw rotan tebal. Kembali dapat dikembalikan oleh pemuda androgini itu ke arah di mana bola tersebut berasal. Yang ketiga dan terakhir; bola tenis lapangan. Bola berwarna hijau muda itu melesat dari arah pojok kiri belakang kelas.

Jaejoong menyeringai. Bola yang dilempar dengan cepat itu melambung. Ya, melambung. Kondisi yang tepat untuk memberi sedikit 'pelajaran' pada sang pelempar.

Tangan Jaejoong yang memegang tas terangkat sebatas kepala. Lalu kemudian ditekuknya siku lengan ke belakang serta menariknya dengan bahu yang ikut tertarik. Setelah memantapkan posisi, bola itu datang. Jaejoong memukul bola dengan keras dan tepat. SMASH!

Bola tenis hijau muda itu melesat kencang, menukik dengan akselerasi yang tajam. Nampak puluhan pasang mata yang menyaksikan terbelalak lebar. Terlebih sang pelaku pelemparan bola yang duduk di bangku pojok belakang kelas—yang hanya dapat membeku dengan mulut yang menganga.

HOSHHH

Helaan nafas luar biasa lega dihembuskan sang pelempar karena bola tenis itu ternyata meleset! Hanya mengenai beberapa helai rambutnya yang mengacung lemas.

SREEET

"Good mornIIIIIIIING-!"

Kim Jaejoong. Kau benar-benar dalam masalah.

.

.

.

.

.

GREET GREEET

Jaejoong menyeret koper berisi baju-baju miliknya yang baru bisa ia bawa ke asrama. Sementara barang-barangnya yang lain masih dikemas oleh chichi di rumahnya yang berada di Jepang sana dan baru tiba esok hari. Ia belum mendapatkan kamar. Karena berdasarkan apa yang pihak administrasi katakan padanya, jika ia bebas memilih kamar di asrama mana saja.

Jaejoong gagal paham.

Soal masalah tadi pagi, ia merasa sangat bersalah sebenarnya. Tak menyangka jika spike maut andalannya hampir saja merenggut masa depan seorang pria.

Khekhe-.. Jaejoong terkekeh mengingat kejadian lucu tadi pagi. Sambutan seperti itu memang menjadi budaya di sekolah ini. Tidak bertujuan untuk membully, tapi hanya untuk menguji ketahanan fisik dan mental dari murid yang baru bergabung ke sekolah bernama Dong Bang Academy. Sekolah asrama khusus laki-laki berbasis nasional dengan segala fasilitas lengkap yang memadai; ruang belajar-mengajar yang nyaman, ruang asrama lengkap dan bersih, serta berbagai macam gelanggang cabang olahraga tersedia di sana—fasilitas terlengkap di Korea Selatan.

"Annyeong!"

Jaejoong berjerengit kaget saat mendapati seorang pemuda tinggi berpakaian olahraga menghadang langkahnya dengan senyum lebar yang mengembang. "Kau Kim Jaejoong, murid baru dari Osaka yang masuk kelas 2-6 'kan? Perkenalkan, aku Shim Changmin, kelas 2-1—Wakil Ketua Asrama 2. Salam kenal-…" cerocos pemuda tinggi yang mengaku bernama Shim Changmin itu sambil membungkuk singkat.

Tatapan datar Jaejoong tak jua menghapus senyuman lebar dari sang Wakil Ketua Asrama 2. "Baiklah. Aku mendapat tugas dari Wakil Kepala Sekolah untuk membawamu berkeliling dan mengenalkan seluk-beluk tentang Dong Bang Academy. Semoga kau tidak bosan."

Jaejoong tersenyum kecil, "Tentu, Shimu-san," balasnya dengan aksen Jepang. Sepertinya Jaejoong lupa untuk berkomunikasi menggunakan bahasa ibu. Changmin menggaruk tengkuknya canggung, "O-oh.. Baiklah. Ayo, aku akan menjelaskan sistem di asrama secara rinci."

Changmin mengajak Jaejoong melintasi beberapa gedung sembari menjelaskan secara rinci perihal Dong Bang Academy. Mulai dari sistem belajar-mengajar sampai sistem pemilihan asrama.

"Jadi sebelum senja, kau sudah harus memutuskan akan masuk asrama yang mana; Asrama 1, Asrama 2 ataukah Asrama 3."

Changmin melangkahkan kakinya memasuki lobi gedung administrasi. Pemuda tinggi itu kemudian menarik seutas tali yang menggantung yang-entah-dari-mana-asalnya. Memunculkan sebuah panel besar yang menampakkan ilustrasi dari asrama-asrama yang ada. Jaejoong kembali dibuat bingung—maju mundur dengan kepala yang mendongak mencari asal muasal panel tersebut.

Jaejoong gagal paham—lagi.

"Ehem-" Deheman keras Changmin menyadarkan Jaejoong dari ribuan tanda tanya tanpa spasi yang memenuhi kepalanya. Kembali ia alihkan atensinya kepada pemuda tersebut.

"Jadi begini-.." Changmin mengawali sambil menunjuk panel itu menggunakan sebuah tongkat panjang seperti lidi yang terbuat dari bahan stainless—hampir mirip dengan antena radio zaman dulu. "Asrama di Dong Bang Academy terbagi menjadi tiga sub, di mana tiap asrama akan mewakilkan kepribadian masing-masing juga kegiatan ektra-kurikuler apa yang diikuti.

"Asrama 1; terletak di bagian utara, tahun ini diketuai oleh Kim Heechul. Asrama ini merupakan asrama khusus bagi murid pekerja seni. Seperti model, penyanyi, penari atau bahkan aktor film maupun teater. Kau dapat menjumpai beberapa artis muda yang sedang naik daun di sini jika kau beruntung.

"Lalu Asrama 2; letaknya di bagian timur, tahun ini diketuai oleh Park Yoochun. Asrama 2 berisi murid-murid yang berminat pada bidang olahraga, apapun itu. Kau bisa menemuiku di sini karena itu asramaku.

"Dan yang terakhir, Asrama 3; ada di bagian selatan, diketuai oleh Kim Hyunjoong. Bermuatan murid-murid kelewat jenius. Kau akan mendapati kafetaria yang sepi di sini. Murid di Asrama 3 lebih memilih membaca buku-buku tebal ketimbang bermain-main. Asrama itu adalah asrama terhening di Dong Bang Academy."

Jaejoong mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Aku-.."

"KIM JAEJOOOOONG!"

Changmin dan pemuda androgini yang menjadi objek teriakan membahana itu terlonjak kaget. Suara menggelegar cetar membahana badai membuat telinga mereka berdengung seketika. Tak lama kemudian, murid laki-laki dalam koloni besar berlari ke arah mereka dengan beringas.

Jaejoong terpana. Changmin kalut luar biasa, kemudian menarik pergelangan tangan Jaejoong yang kurus untuk di bawa lari bersamanya.

"Oaaaa-.. Ada apa ini, Changmin-ssi?!" Jaejoong menaikkan nada suara karena sedang berlari melawan udara. Pemuda jangkung itu menarik Jaejoong seperti kesetanan. Berbelok ke halaman belakang, lalu bersembunyi di balik pohon.

Nafas keduanya berderu kencang, sebanding dengan debaran jantung yang dirasakannya kini. Menghela nafas dalam sebelum berbicara—Changmin melepaskan pegangan tangannya pada sang murid baru. "Tadi itu-.. Murid Asrama 1, kelompok teater. Jika kau sampai tertangkap mereka, habislah kau!"

Jaejoong bersidekap, "Tapi kenapa harus aku?" Terang saja, siapa yang tidak terkejut jika dikejar-kejar seperti itu. Apalagi ia adalah murid baru di sini. Apa jangan-jangan ada hubungannya dengan masalah tadi pagi?

"Kabar tentang keberhasilanmu melewati 'rintangan' di kelas sudah tersebar di seluruh asrama."

"Hah?" Jaejoong menaikkan sebelah sulaman alisnya dan mulut yang terbuka. Changmin menghela nafas kembali. "Itu adalah hal yang sangat langka. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melewatinya."

Jaejoong kembali tertegun. Changmin pun melanjutkan perkataannya. "Artinya-.. Kau adalah orang yang paling diincar saat ini. Jika sampai senja kau belum menentukan di mana asramamu, maka kau akan terus-terusan di kejar oleh mereka."

Dan dalam detik itu juga, Jaejoong mengutuk sang chichi dalam hati. Kenapa ia tidak dimasukkan ke sekolah biasa saja sih?

.

.

.

.

.

Asrama 2, Kamar 033.

BRUG

Jaejoong menghempaskan koper dan tasnya sekaligus ke lantai kamar barunya. Pemuda androgini itu segera membuka sepatu dan meletakkannya di rak samping pintu kamar yang tertutup. Sebuah kamar berwallpaper hijau dan putih. Natural, menyejukkan.

Di rak sepatu, Jaejoong bisa melihat beberapa pasang sepatu sport di sana. Mungkin milik penghuni kamar ini. Melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya; jam enam sore. Tak menyangka jika ia telah berlari selama kurang lebih dua setengah jam. Dikejar-kejar oleh murid kelompok teater dari Asrama 1 sungguh melelahkan sekaligus mengerikan.

Kamar ini dihuni oleh dua orang murid. Di mana satu kamar terdiri dari satu kamar mandi dan dua tempat tidur yang letaknya berlainan; yang satu ada di bawah dan yang satunya lagi terletak di lantai atas. Jaejoong melihatnya persis seperti interior kamar asrama di salah satu dorama terkenal. Tidak buruk juga.

Jaejoong segera naik ke lantai atas. Karena yang lantai bawah sudah terisi—dilihat dari barang-barang serta satu setel seragam yang menggantung di dekat tempat tidur bawah. Pemuda androgini itu kemudian segera merapikan kopernya. Dibuka benda kotak berukuran besar tersebut dengan hati-hati. Sebuah bingkai foto menyambut. Seorang pemuda brunette bermata serupa rubah yang sedang berdiri dengan gagah di atas sebuah panggung gemerlap terpotret di sana. Salah satu dari ribuan foto yang paling Jaejoong sukai. Idolanya, seorang penyanyi yang sangat terkenal di Jepang, U-Know.

Senyuman manis terulas dibibir, mata menatap penuh kekaguman terhadap idola idaman. Jaejoong segera memajang bingkai foto tersebut di atas nakas samping tempat tidur—masih dengan mata yang terpancang pada benda tersebut. Mengagumi betapa sempurnanya sang idola.

Kapan aku bisa bertemu dengannya?

CEKLEK

Penghuni kamar ini, mungkin.

Jaejoong segera bangkit dari duduknya guna menyambut sang penghuni kamar yang akan menjadi teman sekamarnya mulai dari sekarang.

"Selamat dat-.. –tang-"

Kedua mata onyx bulat Jaejoong terbelalak lebar.

U-KNOW!

.

.

.

.

.

TBC

Merasa familiar? :D

So, mind to review?