Asano tidak habis pikir dengan pola pikir Sakakibara Ren. Bayangkan, karena anak itu, sekarang ia berdiri di depan gedung kelas 3-E dengan membawa sebuah amplop berwarna pink.
Disclaimer
Ansatsu Kyoushitsu by Yuusei Matsui
Warning : OOC, typo dan sebagainya
"Asano, kamu yang kena!" seru Sakakibara Ren girang. "Pilih truth atau dare?"
Asano pasang wajah kalem. "Dare saja." Ren dan five virtuosos saling berpandangan. Asano mulai merasakan firasat buruk. Apalagi sekilas ia melihat seringaian licik pada wajah teman-temannya. Ren berdehem.
"Baiklah, Asano. Kami putuskan dare untukmu adalah…" jeda sebentar, membuat hati Asano Gakushuu berdebar tak karuan meskipun wajahnya tetap datar seperti biasa.
"Kau harus mengirimkan surat cinta pada salah satu anak kelas 3-E."
Brak! Asano menggebrak meja dengan muka geram. Apa-apaan itu? Kenapa dare untuknya harus yang tidak masuk akal begitu?! Ini sungguh menghancurkan harga dirinya! Ren sih tidak merasa bersalah. Kapan lagi coba, bisa ngerjain si ketua OSIS kayak gini?
"Tenang saja. Surat cintanya nggak usah dikasi nama. Cukup kau masukkan ke salah satu locker sepatu anak kelas 3-E." ujar Koyama memberikan keringanan. Asano mendengus kesal. Ia mengambil selembar kertas dan mulai menulis.
"Hei, ketua OSIS. Surat ini kau yang buat kan?" Asano terperanjat. Di depan pintu ruang OSIS nya, seorang cewek bersurai pirang melambai-lambaikan sebuah amplop berwarna pink tak lupa dengan seringaian liciknya. Uh-oh. Sepertinya keputusan untuk meletakkan surat dengan asal-asalan (Asano memang tidak terlalu peduli soal ini) membawa malapetaka.
"Apa yang membuatmu berpikir kalau surat itu aku yang mengirimnya, Nakamura-san?"
"Uwaa… masih mengelak juga? Apa perlu aku membawa surat ini ke ahlinya untuk dibandingkan dengan sample tulisanmu?" Nakamura Rio tertawa geli. Ia benar-benar beruntung mempunyai teman dengan kemampuan observer yang hebat seperti Nagisa dan orang yang cukup sering berinteraksi dengan Asano, Isogai. Tulisan itu pun terdeteksi dengan cepat. (Kelas pembunuh memang mengerikan)
"Baik, baik… aku mengaku." Asano menghela nafas panjang. "Sekarang apa maumu?"
"Heee… tentu saja untuk menjawab pernyataanmu dong." Jawab Rio dengan senyuman lebih lebar. "Jadi, sepertinya aku…"
"Tunggu dulu. Sepertinya kau salah paham. Mustahil aku mengirimkan surat cinta kepada anak kelas 3-E." tukas Asano cepat. "Itu hanya permainan truth or…"
"Uwaaaaa bau parfumnya mawar… ternyata ketua OSIS kita punya selera tante-tante yaaa…" Rio tertawa dalam hati melihat Asano membatu. Ya, Asano mulai mengutuk Sakakibara yang menyemprotkan parfum entah merk apa ke amplop pink itu.
"Terserah. Sebenarnya apa maumu, pirang?!" Asano mulai nyolot. Gadis pirang ini benar-benar menguji kesabarannya. Rio sih cengar-cengir aja. Kapan lagi coba, bisa ngerjain si ketua OSIS kayak gini? (2)
"Hmm… Sepertinya bakal seru tuh, Ketua OSIS SMP Kunigaoka, anak kepala dewan pacaran dengan anak kelas 3-E…" Rio memandang Asano dengan tatapan menantang. "Kalau kita pacaran, aku akan merahasiakan ini." Sambungnya. Asano membisu. Hei, Rio tak sebodoh yang kau kira. Ia tahu benar kalau Asano kalah dalam suatu permainan sampai harus mengirimkan surat cinta. Celakanya, Rio melihat ini sebagai kesempatan emas untuk 'balas dendam' atas semua ulahnya pada anak-anak kelas 3-E. Jika Asano menyetujuinya, maka harga dirinya akan jatuh saat itu juga. Namun, jika ia menolaknya, Rio akan menyebarkan berita 'Asano Gakushuu mengirim surat cinta pada anak kelas 3-E'. Skak mat.
"Baik, aku setuju." Jawab Asano. Untuk kali ini saja, ia memilih untuk menghancurkan harga dirinya di depan gadis itu.
"Aaaah payaaah… mau sampai kapan kau berkutat dengan tumpukan kertas itu?" keluh Rio yang dengan seenak jidatnya tiduran di sofa ruang OSIS sambil membaca novel berbahasa inggrisnya. Muncul perempatan segi empat di pelipis Asano. Cewek ini benar-benar nyari perkara.
"Kalau mau pulang ya pulang saja sana."
"Aku kan pacarmu."
"Salah sendiri memaksa jadi pacarku. Kau benar-benar suka padaku ya?" balas Asano sinis dan narsis. Rio memutar bola matanya. Ia kembali membaca novel yang direkomendasikan oleh si gurita kuning itu. Suasana pun hening kembali.
Asano mengerjakan tugas-tugas OSIS yang menumpuk itu dengan tenang. Ia baru mengkemas barang-barangnya, bersiap-siap pulang setelah menyadari langit sudah berwarna jingga kemerahan. Namun, langkahnya terhenti begitu matanya menangkap sosok pirang yang tertidur di sofa ruang OSIS. Asano menepuk jidatnya keras. Ya ampun, dia benar-benar lupa dengan kehadiran Rio di ruang OSIS-nya.
Asano menghampiri Rio untuk membangunkannya. Ia sempat berpikir untuk mengguyur gadis itu dengan air. Tapi, bukan Asano namanya kalau melakukan tindakan kekanak-kanakan seperti itu. Tangannya terhenti saat akan menyentuh bahu Rio karena ia mulai menggumam tak jelas. Entah mimpi apa si pirang itu.
"Nagisa…" hanya nama itu yang dapat ditangkap telinga Asano. Asano mengurungkan niatnya pulang lebih cepat hari ini. Ia memutuskan untuk duduk dan minum kopi sambil menunggu gadis itu membuka matanya.
"Nggghhh…" Rio menggeliat. Sedetik kemudian ia bangun dengan kesadaran penuh. Astaga, aku tidur berapa jam? Batinnya panik.
"Oh, kau sudah bangun? Aku menunggumu dari tadi." Asano tiba-tiba muncul dari luar. Sepertinya ia baru saja kembali dari toilet. Rio manyun.
"Mestinya kau bangunkan saja aku."
"Seandainya aku sejahat itu." Asano mengambil tasnya dan merapikan berkas-berkasnya. "Cepatlah, kita akan pulang." Rio bangun dan meregangkan tubuhnya yang kaku akibat tertidur di sofa. Ia tertegun mendapati sebuah jas laki-laki menyelimuti tubuhnya. Rio tersenyum tipis. Ia mulai menduga, si ketua OSIS, ralat, pacarnya ini mengidap penyakit tsundere.
Langit sudah gelap ketika mereka keluar dari gerbang sekolah. Asano melirik gadis pirang di sebelahnya. Gadis itu memang berjalan biasa. Namun pandangannya kosong seakan pikirannya melayang entah di mana. Dalam pikirannya Asano bertanya-tanya, kira-kira apa yang disembunyikan gadis pirang ini dibalik senyum iblisnya itu? Agaknya Asano mulai mengkhawatirkan Rio sedikit. Ingat, hanya SEDIKIT.
"Hei, sampai kapan permainan ini berakhir?" tanya Asano memecah keheningan. Rio menoleh dan tersenyum. Bukan, itu seringai. Ukh, melihat seringaiannya itu ia jadi teringat dengan si iblis merah yang satunya.
"Heee… baru beberapa jam kau sudah tak kuat? Dasar lemah dasar payah." Manik ungu Asano mendelik.
"Aku tak ingin menjalin hubungan denganmu, tahu." Asano menghela nafas. "Lagipula tidak ada untungnya untukmu, kan?"
"Oh, tentu ada. Sebagai hiburan." Rio tertawa kecil. "Tunggu saja, sampai aku puas mengerjaimu." Sialan, Asano menahan diri untuk tidak menimpuk gadis pirang ini dengan tasnya.
"Huh, palingan sebagai pelarian saja kan? Orang yang kau sukai tidak menyukaimu balik." Ledek Asano. Merasa janggal karena tak kunjung mendapat jawaban, ia menoleh. Ekspresi Rio berubah menjadi lebih suram. Uh, Asano tak menyangka kata-katanya sangat tepat sasaran dan membuat Rio terguncang. Gawat, ia mulai merasa bersalah karena menyinggung perasaan gadis itu.
"Eh, itu… ngg…" Asano panik. Bagaimana minta maafnya nih?
"Oh, iya. Besok crossdress yuk. Aku ingin lihat pacarku pakai baju maid."
Pacar brengsek, umpat Asano dalam hati.
Setelah makan malam, seperti biasa Asano Gakushuu mengulang semua pelajaran dan mempelajari materi-materi yang akan datang sampai pukul 1 malam. Namun, berapa kalipun ia membaca, tak ada satupun kalimat yang masuk ke otaknya. Si pirang stroberi itu pun menyerah. Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya. Pikirannya menerawang memikirkan cara menghadapi Nakamura Rio besok. Ukh, mengingatnya saja sudah membuat kepala pening. Hah, sebaiknya ia tidur saja!
Asano memejamkan mata, namun sekelebat bayangan ekspresi sedih Rio muncul membuatnya kembali terjaga. Argh, Asano mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia berguling dan menutup wajahnya dengan bantal untuk menghilangkan bayangannya itu.
"Ada apa dengan Nagisa Shiota itu?" gumamnya sebelum ia pergi ke alam mimpi.
TBC
Nyahahahaha, akhirnya jadi juga 1 chapter ini. Gimana? Lanjut terus kah? Mungkin agak lama sih karena saya sibuk. *authorditimpuk*
Review?
