Gintama © Sorachi Hideaki

.

Partner in Crime

.

.

.


"Masukan seluruh buku teks dan catatan kalian. Hari ini kita ulangan."

"EEEEEHHHH?!"


Sistem Belajar Kebut Semalam Tak Akan Berguna Bila Ulangannya Dadakan


Suara bel yang terdengar nyaring menjadi pertanda bahwa kegiatan belajar mengajar akan dimulai di kelas 3-Z pagi itu. Ginpachi-sensei selaku wali kelas, masuk ke dalam ruangan beberapa menit setelahnya dengan wajah mengantuk seperti biasa.

Namun, tentu saja, ada yang tidak biasa hari ini. Bukannya mulai mengajar setelah seluruh muridnya memberi salam, Ginpachi-sensei malah membagikan setumpuk kertas ujian.

"Tu...tunggu sensei, kenapa tiba-tiba kita ulangan dadakan begini?" Kondo Isao mengutarakan protes mewakili kawan-kawannya.

"Kalau tidak tiba-tiba namanya bukan ulangan dadakan, Kondo-kun," jawab guru bermata ikan mati itu.

Iyasih.

"Tapi kami belum belajar, sensei!" kali ini teman dekat Kondo, Hijikata, yang melempar protes pada gurunya itu.

Seisi kelas pun menjadi gaduh karena menyetujui pernyataan Hijikata.

"Sudah, sudah. Kerjakan saja sebisa kalian, anak-anak."

"Meski sensei bilang begitu, tetap saja kami keberatan. Kenapa sampai lima pelajaran utama sekaligus yang diujikan?" Shinpachi ikutan mengeluh saat menerima lembar demi lembar soal ujian itu.

"LIMA-LIMANYA?" beberapa anak berteriak tak percaya saat mengecek kertas ujian di tangan mereka.

Sudah bisa ditebak seisi kelas gaduh kembali. Tentu saja ini memberatkan mereka. Bahkan saat ujian tengah semester atau ujian akhir semester, mereka masih diberi waktu istirahat sebentar sebelum mengerjakan soal ujian mata pelajaran lain.

"Tidak masuk nilai, kok. Kerjakan saja, ya. Aku hanya ingin lihat kemampuan kalian sudah sampai mana," Ginpachi-sensei mengetuk-ngetuk rokok (yang sebelumnya dia bilang permen lollipop) ke asbak portable yang dia bawa sebelum melanjutkan, "waktunya setengah jam, oke?"

"MANANYA YANG OKE?!"


30 menit kemudian—


"Waktu habis. Ayo kumpulkan jawaban kalian."

Hampir seluruh siswa sudah menyerah mengerjakan soal-soal itu bahkan sebelum sensei-nya mengumumkan bahwa waktu telah habis.

Toh nilainya tidak akan dimasukkan ke laporan...

"Oke, selagi aku memeriksa jawaban kalian, buka buku teks Ilmu Sosial kalian halaman 56-59 dan kerjakan soalnya," Ginpachi-sensei berjalan ke tempat duduknya lalu mulai memeriksa lembaran-lembaran jawaban yang baru saja siswa-siswa kelas 3-Z kumpulkan.

"Ano... Sensei, sekarang ini jadwalnya pelajaran Matematika dan seharusnya kita mulai ke bab baru..." sebagai ketua kelas yang bertanggung jawab, Shinpachi berusaha mengingatkan guru tidak bertanggung jawab itu.

"Ano... Shinpachi-kun, aku sensei-nya dan sensei yang paling tahu apa yang dibutuhkan oleh murid-muridnya. Kelas 3-Z ini masih jelek sekali dalam bidang Ilmu Sosial. Lihat saja contohnya, Gori—Kondo-kun yang tidak bisa bersikap wajar pada orang yang disukainya dan malah menguntitnya terus-terusan."

"Tadi sensei mau bilang Gorilla, kan? Iya, kan?" Gori—Kondo memprotes panggilannya.

"Sudah pasti, kan, Gori-kun," Otae mengomentari.

"Kejamnya Otae-chan..." airmata (buaya?) menggenangi pelupuk mata Gori—Kondo. Dia masih bisa menerima dengan lapang dada bila orang lain bahkan penulis memanggilnya dengan sebutan primata berbulu lebat itu, tetapi kalau Otae yang berkata demikian sungguh sakit rasanya.

"Intinya kalian harus lebih banyak belajar Ilmu Sosial dan cara bersosialisasi yang benar. Jadi lakukan saja yang sensei minta."

Ah sudahlah, terserah sensei-nya saja.

Shinpachi membuka buku teks pada halaman yang dimaksud gurunya itu.

Apa-apaan. Ini kan bagian sejarah, tak ada hubungannya dengan sosialisasi sehari-hari.

Tapi dikerjakan juga soal sejarah itu olehnya. Shinpachi sudah lelah menjadi tokoh tsukkomi. Suaranya habis, tapi bayarannya sama saja (tepatnya sih tidak dibayar). Yang lain juga sepertinya sudah malas memprotes Ginpachi-sensei.

"Oke, sudah selesai. Sekarang akan sensei bagikan hasil ulangan dadakannya tadi."

CEPAT SEKALI.

"Eto... pertama Katsura..."

"Katsura janai, Zura da. Eh, salah, maksudnya Zura janai, Katsura da."

"Total nilai 50."

Suara tawa yang tertahan terdengar seantero kelas.

"Nilaimu setengah harga, ya, Zura, hahaha," Catherine tertawa terang-terangan sambil menghina pemuda yang rambut panjangnya sering dipermasalahkan sekolah tetapi tidak dipotong-potong juga.

"Catherine, total nilai 8."

Kali ini seluruh kelas tertawa terang-terangan.

"Nilainya bahkan tidak menyentuh dua digit angka, hahaha."

"Jangan berisik, akan sensei lanjutkan," Ginpachi-sensei membenarkan letak kacamatanya, "Yamazaki 35. Aku bisa memberimu 80 kalau ini ujian kaligrafi dengan tema anpan, sih."

Yamazaki menggaruk belakang kepalanya seakan tidak ada masalah menulis nyaris seluruh jawaban dengan kata anpan.

"Shinpachi 75. Kondo 42. Hijikata 88. Otae 80. Kyuubei 80..."

"Sepertinya kita berjodoh, ya, Otae-chan," Kyuubei tersenyum manis pada teman sebangkunya yang hanya menjawab dengan senyuman.

"Sarutobi, um, tulisanmu disensor semua, Sensei tak bisa mengoreksinya," Ginpachi-sensei merobek kertas ujian Sacchan di hadapan seluruh kelas dengan muka malas.

"Kyaaaa~"

Astaga, gadis M ini...

"Oke, biar kulanjutkan. Takasugi, Matako, Henpeita, Bansai, nilai kalian semua 68."

Tak ada jawaban.

"Takasugi?"

"Sepertinya Takasugi bolos lagi, sensei. Matako dan Bansai juga," Shinpachi mengecek daftar absensi di tangannya.

"Tapi kenapa nilainya bisa ada?"

Semua mata menatap ke anak laki-laki berwajah tua dengan rambut hitam yang disisir rapi ke samping.

"Sebagai wakil komandan Kiheitai, saya Henpeita bertugas mengcover tugas Komandan Utama dan anggota lainnya saat dibutuhkan."

Ginpachi-sensei sudah lelah untuk berkomentar, jadi dia memutuskan untuk melanjutkan pengumuman nilai yang lebih banyak aib daripada bagusnya itu.

"Oke, dua nilai terakhir ini berhasil mendapat nilai sempurna. Okita-kun, Kagura, 100."

Jika sebelumnya suara tawa, kali ini suara sorakan takjub yang terdengar. Kagura menggosok kacamata tebalnya sedangkan Sougo menyeringai lebar.

"Kalau begitu..."

Tok… Tok... Tok...

Kepala Sekolah, Baka—ehm, Hata-san membuka pintu kelas perlahan dan berjalan mendekati wali kelas 3-Z.

"Ginpachi-sensei, ini sudah tiga minggu dari waktu pertama kali saya meminta rekomendasi. Waktunya sebentar lagi dimulai, jadi..." tiba-tiba suara amanto itu jadi lebih berwibawa dari biasanya.

"Tentu saja sudah, Kouchou-san. Saya sudah menemukan dua siswa yang bisa mengikuti lomba cerdas cermat antar SMA. Mereka adalah Kagura dan Okita Souichirou."

"Namaku Sougo, sensei."

"Bagus-bagus. Kalau begitu, persiapkan mereka untuk lomba itu lusa. Sampai jumpa, sensei dan anak-anak," Kepala Sekolah itu pergi begitu saja meninggalkan tanda tanya besar di kepala anak-anak kelas 3-Z itu.

"Tunggu dulu... Jangan bilang ulangan dadakan ini bertujuan untuk menentukan siapa yang akan ikut lomba cerdas cermat lusa nanti?"

"Tepat sekali, Shinpachi -kun."

"Padahal sensei diberi waktu 3 minggu untuk memilih dan baru melakukannya sekarang?"

"Bagaimana, ya? Belakangan ini sensei sibuk soalnya. Hahaha."

Kerutan empat siku muncul di kening seluruh siswa.

Dasar guru menyebalkan!

tbc


*kouchou: Kepala Sekolah


A/N:

Oke, saya tau ini garing banget buat genre komedi x'D

Susah ya, nulis komedi gini, emang bukan bidang saya sepertinya. Tapi karena udah terlanjur di-publish gini, saya usahakan untuk selesai sampai akhir~

Oya, main chara-nya itu OkiKagu, Cuma di chapter ini emang mereka belum terlalu dikasih liat. Chapter depan dan ke depannya kemuculan mereka bakal lebih intens lagi. Tenang aja, jangan timpuk saya dulu x'D

Okedeh, terima kasih yang sudah menyempatkan diri membaca fanfik garing ini :3