© Kakagalau proudly present

.

REWIND

.

Brother ship – Family – Hurt – comfort – Angst

.

Plagiarism is not allowed

.

.

.

September 2015 –

Kyuhyun tersenyum ketika mendapati apa yang dikatakan pak Kang –kepala pelayan di rumahnya- via telepon beberapa jam yang lalu adalah sebuah kebenaran. Beberapa detik setelah ia memarkirkan motor sport pabrikan eropa miliknya, ia bisa melihat audy putih yang biasa dipakai ayahnya benar-benar sudah terparkir disana. Dengan segera, ia membuka helm full face yang sebelumnya menyelubungi kepalanya. Merapikan rambutnya yang sedikit lepek karena helm itu.

Kyuhyun mematut dirinya di cermin spion. Sedikit kesal ketika mendapati wajahnya yang cukup berantakan. Bibirnya lagi-lagi nampak kering ditambah lengkung hitam dibawah matanya. Efek kurang tidur? Bisa jadi. Tapi Kyuhyun yakin bukan karena itu. Karena dua hari terakhir ini Kyuhyun benar-benar menghabiskan waktunya hanya untuk tidur disalah satu tempat yang sangat ia benci. Ish, jangan lupakan tulang pipi dan rahang yang kini nampak menonjol. Astaga… dibanding berantakan, kata mengerikan rasanya lebih cocok untuk mendeskripsikan penampilan Kyuhyun saat ini. Kyuhyun bahkan sedikit takut menatap bayangannya sendiri di cermin.

Kyuhyun mengambil sebuah lip balm yang disimpannya di salah satu pocket ranselnya. Benda ajaib yang selalu bisa menyelamatkannya dari penampilan buruk bibirnya yang kering. Tidak untuk berdandan seperti yeoja. Lip balm ini digunakan Kyuhyun hanya untuk menyamarkan bibirnya yang kering. Sehingga tanpa ragu, Kyuhyun mengoleskannya ke bibir.

"sepertinya obat-obatan itu baru saja merubah wajahku menjadi monster." Gerutu Kyuhyun masih dengan fokus menatap spion. Ia mencoba menarik kurva kecil melalui sudut bibirnya. Melengkungkan garis senyum. "gwaenchana Kyuhyun-ah… kau masih tetap tampan." Kyuhyun mengungkapkan penghiburan untuk dirinya sendiri. "Dan aku yakin, takkan ada yang menyadari ini."

Kyuhyun melesakkan kembali lip balm-nya kedalam ransel. Baru kemudian ia mengalihkan tatapannya ke arah arloji yang melingkar di tangan kirinya. Kyuhyun mengerang kecil ketika mendapati jarum pendek di arlojinya sudah menuju ke angka lima. Tandanya sudah lewat dua jam dari waktu pulang sekolahnya. Ah, ini berarti ia akan menghadapi ceramah panjang dari sang ayah, kan?

Tapi Kyuhyun tetap tersenyum. Dengan langkah pasti, ia memasuki pelataran mansion megah keluarga Park. Rumahnya. Meskipun ayahnya akan marah dan Kyuhyun akan disuguhi ceramah panjang, setidaknya Kyuhyun bisa bertemu ayahnya hari ini.

.

"tuan muda sudah pulang?" kepala pelayan Kang menyambut Kyuhyun di depan pintu. Membungkuk hormat pada anak majikannya.

Kyuhyun tersenyum menanggapi itu. Ia melepas jaket yang sedari tadi dikenakannya dan kemudian memberikannya kepada sang kepala pelayan. Hal yang sama ia lakukan pula pada ranselnya. "Appa benar-benar sudah pulang?" Tanya Kyuhyun antusias. "aku melihat mobilnya di garasi tadi."

"ya, beliau ada di taman belakang sekarang." Jelas si pelayan.

"aku akan menemuinya disana." Kata Kyuhyun masih dengan senyumnya yang merekah. "Ajussi bawa barang-barangku ke kamar, ne?"

"algeuseubnida," tapi belum sempat Kyuhyun berlalu, Kepala pelayan Kang menyela "apa anda sakit, tuan muda?" potong pelayan Kang yang seketika membuat langkah Kyuhyun menuju ke halaman belakang terhenti.

"eoh?"

"apa anda sakit, tuan muda?" ulang si pelayan.

"ti-tidak."

"punggung tangan anda…" pelayan Kang berujar dengan ragu. Menunjuk pada punggung tangan Kyuhyun.

Astaga! Kyuhyun meruntuk sendiri. Bagaimana bisa ia membiarkan kain kassa dan plesternya masih menempel di punggung tangannya? Belum lagi ada bercak darah disana. Sisa kelakuan konyol Kyuhyun yang mencabut paksa jarum infusnya tadi.

Dengan segera Kyuhyun melepaskan plester dan kain kassa itu dari tangan kirinya. Menjejalkannya ke dalam saku celana. "aku baik-baik saja, Kang Ajussi. Dokter sekolahku baru saja memberikan vitamin lewat infus sebelum perlombaan lompat tinggi yang akan kuhadapi bulan depan." Jelas Kyuhyun cepat. "aku akan menemui Appa dulu." Katanya sambil melesat lari. Meninggalkan kepala pelayannya yang masih diliputi kebingungan.

.

Kyuhyun mengamati ayahnya sedang duduk bersantai sembari membaca koran sore-nya. Disampingnya, ada seorang yeoja yang sibuk menyuapi balita gembil dalam pangkuannya. Pemandangan yang sedikit, aneh melihat sang ayah yang membaca koran disore hari. Karena biasanya, orang-orang sibuk membaca koran dipagi hari seraya menyesap teh atau kopi sesaat sebelum sarapan. Tapi Appanya ini benar-benar unik. Membaca koran disore hari? Yang benar saja!

Kyuhyun berniat menyapa ayahnya sebelum seorang bocah kecil menyadari keberadaannya lebih dulu.

Bocah gembil itu turun dari pangkuan ibunya dan berlari-lari kecil dengan kaki pendeknya. Menghampiri Kyuhyun yang masih berdiri mematung beberapa meter dari tempat ayahnya bersantai.

"Kuyun hyuuuuuuuung~" panggil bocah itu gembira. Tangannya menggapai kaki Kyuhyun.

Kyuhyun tertawa. Memperhatikan mata bulat itu mengerjap lucu. "annyeong Henry-ya..."

Bocah gembil berpipi mochi itu mengangguk-angguk lucu. "bogocippo..." tuturnya cadel. Oh, bocah bernama Henry itu baru saja merayakan ulangtahunnya yang keempat tahun ini. Ia masih tidak fasih dengan huruf r dan s. Hm... cukup menyedihkan meski itu adalah sesuatu yang wajar untuk bocah seusianya.

"nado bogoshipposeoyo, Henry-ya." Kata Kyuhyun sambil mengangkat Henry dengan tangan kurusnya. Membawa bocah gembil itu kedalam pangkuannya. Kemudian menggesekkan hidung mereka sebagai tanda sayang.

Sepasang orang tua itu memandang dengan tatapan berbeda mengenai interaksi kedua puteranya. Si yeoja nampak bahagia, dan si namja –sedikit memasang wajah keruh.

"bagaimana jalan-jalannya dengan Appa dan Umma?"

Yang dimaksud jalan-jalan oleh Kyuhyun sendiri adalah perjalanan bisnis yang dilakukan ayahnya –yang melibatkan Henry juga ibunya- selama seminggu ini. Tapi toh Henry mana paham? Bocah itu hanya manggut-manggut sambil tersenyum sumringah. Bocah itu sangat ekspresif untuk menunjukkan kebahagiaannya. "aku beli banyak lollipop."

"jinjja?"

"eung." Lagi, bocah itu mengangguk semangat. "nanti akan aku belikan catu untuk Kuyun hyung."

"gomawo Henry-ya." Tawa Kyuhyun.

"baru pulang, Kyuhyunnie?" seorang yeoja cantik menyapa Kyuhyun. Menginterupsi kegiatan menyenangkan yang sedang dilakukan Kyuhyun dan Henry. Kang Sora, nama yeoja itu. Ibu dari bocah gembil berpipi mochi. Istri baru ayah Kyuhyun. Atau... ya, kita bisa menyebutnya sebagai ibu tiri Kyuhyun.

Kyuhyun tersenyum, "ne."

"kau nampak kurus. Padahal kita hanya tak bertemu selama seminggu." Tutur yeoja itu dengan nada bercanda. "sudah makan?"

Masih dengan senyumnya, Kyuhyun hanya manggut saja.

"kami menunggumu sedari tadi. Kami kira kau akan pulang cepat dari sekolah."

"aku... ada sedikit urusan dengan beberapa teman." Jawab Kyuhyun sedikit terbata. Bohong.

"eung." Yeoja manis itu menepuk pundak Kyuhyun pelan. "bicaralah baik baik dengan ayahmu, ne?" bisik Sora mengingatkan. Kyuhyun lagi-lagi hanya manggut. Kemudian memindahtangankan adiknya kepada sang ibu. Yeoja itu sendiri meninggalkan Kyuhyun bersama dengan ayahnya. Seolah memahami, bahwa akan ada pembicaraan penting antara ayah dan anak itu.

"ada urusan dengan beberapa teman?" Jungsoo mengulang alasan yang diucapkan putranya tadi sesaat setelah istrinya berlalu bersama anak bungsunya. Kepala keluarga Park itu sedikit tersenyum kecut dengan alasan klise yang diutarakan Kyuhyun beberapa detik lalu. Tetua Park itu bahkan masih belum mengalihkan atensinya dari deretan huruf di koran sore.

"eung… ya."

"urusan seperti apa?" selidik Leeteuk. Membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot.

"tugas sekolah." Dusta Kyuhyun.

Jungsoo tertawa masam. "tugas sekolah macam apa yang memintamu membolos? Eoh?"

Appa sudah tau? –Kyuhyun bertanya dalam hati.

Kepala keluarga Park itu membanting koran sore-nya. Membuat Kyuhyun mundur beberapa langkah. "ini yang kesekian kalinya kau membuat Appa kecewa, Kyuhyun-ah!" murka Jungsoo. "guru sekolahmu bahkan menelepon Appa karena kau tak masuk selama tiga hari tanpa keterangan!"

Ah, Appa sepertinya belum tahu.

"kau mulai balap liar lagi?" tuduh Jungsoo.

"atau kelayapan dengan club motormu itu?" tuduhan kedua masih dilayangkan si kepala Keluarga Park. "kau bahkan tidak pulang ke rumah…"

"Appa… aku…"

"berikan alasan yang masuk akal, Kyuhyun-ah! Appa benar-benar muak dengan kelakuanmu ini."

Kyuhyun menghela nafas. Muak. Entah kenapa Kyuhyun juga ingin melontarkan kata yang sama dengan semua keadaan ini. "mianhae, Appa."

"mian?"

"a-aku…"

Jungsoo benar-benar nampak gusar dengan kelakuan anak tengahnya ini. "cukup kakakmu yang menjadi pembuat onar di keluarga Park, Kyuhyun-ah. Aku tidak berharap kau juga akan menuruti jejaknya."

"ini tak ada hubungannya dengan Hae hyung, Appa." Bantah Kyuhyun. Menyebut nama hyungnya.

"Jangan membantahku!" marah Jungsoo. Lelaki baya yang terkenal bijak dan sabar itu nampak kehilangan kendali. "benar-benar hal yang memalukan ketika aku mendapat telepon dari gurumu hanya karena kau membolos!" Ia mengusap wajahnya kasar sebelum akhirnya berkata, "masuk kamarmu dan renungi kesalahanmu! Appa benar-benar kecewa pada kelakuanmu!"

"tapi appa-"

"Kyuhyun-ah! Appa sungguh berharap banyak darimu, kau tau?"

Kyuhyun menunduk. Hilang sudah angan yang dipupuknya tadi saat melihat mobil ayahnya di garasi. Ah… menyebalkan, bukan? "maaf telah membuatmu kecewa, Appa." Sesal Kyuhyun. "maaf telah membuatmu malu." Kyuhyun membungkuk sebelum menyeret langkahnya menuju kamarnya sendiri.

Jungsoo menghela nafas pasrah melihat putra-nya yang berlalu dengan wajah sendu itu. "kau lihat, Ae Rin-ah...? Anak-anakmu itu benar-benar menguji kesabaranku." Kesal Jungsoo pelan. Menyebut nama mendiang istrinya dalam lirih.

Istrinya, Kang So Ra kembali menghampiri Jungsoo saat melihat Kyuhyun sudah berlalu. Menepuk pelan pundak Jungsoo seraya berujar dengan nada menegur, "kau melakukannya lagi, yeobo. Tidak bisakah kalian bicara dengan bahasa yang lebih halus?"

"ini bukan masalah bahasa, Sora-ya."

"Kyuhyun masih terlalu muda, yeobo. Kita hanya harus memberinya pengertian dengan baik. Bukan memarahinya begini. Bagaimana jika ia merasa tertekan, eoh?"

.

.

Kyuhyun menatap langit-langit kamarnya dan merebahkan dirinya di ranjang tanpa mengganti seragam sekolahnya. Dua malam ini ia tidak tidur dirumah, dan ranjangnya terasa agak dingin. Herannya, saat pulang, ia malah kena marah. Tak ada yang benar-benar bertanya tentang keadaannya atau dimana ia selama ini. Atau mungkin bahkan tak pernah ada yang tahu bahwa Kyuhyun tak pulang selama nyaris tiga hari ini? Bahkan pertanyaan yang dilontarkan ayahnya hanya seputar tuduhan –dan Kyuhyun merasa terintimidasi. Huh, lucu sekali.

Kyuhyun kembali merasakan dadanya terasa nyeri dan seluruh tulangnya berasa linu dan nyaris rontok. Ini aneh. Padahal beberapa hari terakhir ia menghabiskan waktunya di sebuah penjara khusus orang sakit. Tapi sepertinya obat-obatan itu seperti tak berfungsi lagi. Atau dokternya tengah melakukan mal praktek? Aishh... siapa yang tau kan?

"Kuyun Hyung..." bocah kecil bernama Henry itu muncul dari balik pintu, "kau bobo?"

"ajik..." jawab Kyuhyun sambil sedikit memejamkan matanya. "ada apa?"

"Henly ikut bobo dengan Kuyun hyung, boleh?"

Kyuhyun bangkit dari tidurnya dan duduk di tepi ranjang. Membuka lebar tangannya untuk menyambut Henry ke dalam pelukannya. "ayo bobo." Kata Kyuhyun sambil menepuk-nepuk pantat bulat Henry.

Henry tertawa. Memeluk Kyuhyun dengan posesif sebelum menemani kakaknya itu tidur.

Bocah enam belas tahun itu sedikit mengerang ketika suara dering ponsel mengganggu kenyamanannya. Ia nyaris terpejam jikalau smartphone itu tak mengeluarkan suara yang memekakkan telinga. Kim Uisa. Caller ID itu berkedip tak sabaran di display ponsel Kyuhyun. Mau tidak mau, Kyuhyun harus mengangkat panggilan itu.

Kau melakukannya lagi bocah tengik! Pekik suara di seberang tanpa tendeng aling. Suaranya yang memekakkan telinga itu membuat Kyuhyun menjauhkan ponselnya beberapa inch dari telinga. Oh, jangan lupakan bahwa orang di seberang line itu juga berteriak tanpa mengucapkan salam sebelumnya. Kau kabur kemana sekarang, eoh? Sambung line seberang.

"aku dirumah. Dan… apakah ketika aku pulang kerumah, itu bisa disebut kabur?" canda Kyuhyun.

Tapi sepertinya orang di line seberang enggan menanggapi candaan jayus Kyuhyun. Terbukti, orang itu malah terdengar menghela nafas keras. Kau lupa bahwa kau harus menjalani perawatan? Bagaimana bisa kau kabur begitu saja.

"berhentilah meracau dan bicara pelan-pelan!" ketus Kyuhyun pada akhirnya. "aku bahkan tidak bisa menangkap apa yang kau ucapkan."

Baiklah… baiklah…suara di line seberang terdengar lebih tenang, kenapa kau pergi begitu saja dari rumah sakit, eoh?

"Appaku pulang." Jawab Kyuhyun sekenanya.

Bagus! Kalimat itu membuat Kyuhyun mengernyit. Apanya yang bagus? Berikan ponselmu pada appamu.

"untuk apa?"

Aku harus membicarakan masalah kesehatanmu padanya, bocah bodoh! Setidaknya kau harus mendapatkan pengobatan –kemo atau semacamnya. Lebih bagus jika kau bisa dioperasi segera.

Kyuhyun mendengus. "Uisa Kim, apa kau bodoh?" ejek Kyuhyun. "kau lupa dengan surat yang kuberikan padamu beberapa bulan lalu? Semua pengobatanku dihentikan, dan itu atas persetujuan Appa-ku. Wa-li syah-ku!" Kyuhyun menekan setiap suku kata diakhir kalimatnya.

Orang yang disebut sebagai Uisa Kim itu menghela nafas. Aku tak tahu bagaimana ceritanya ayahmu bisa menandatangani itu, tapi kumohon biarkan aku berbicara dengannya untuk beberapa menit. Ini penting!

"sepenting apa?" Kyuhyun bertanya dengan sedikit penasaran. "kau bisa mengatakannya kepadaku, dan aku akan meneruskannya pada Appa."

Kyuhyunnie, aku serius.

"baiklah kalau kau tak mau mengatakannya padaku."

Kyuhyun mematikan ponselnya begitu saja. Tertawa sembari menatap ponselnya yang kini hanya menyuguhkan warna hitam. Dokter tampan itu pasti sedang mencak-mencak sekarang ini. Namun Kyuhyun mana peduli? Lagipula, dengan atau tanpa pengobatan itu, Kyuhyun merasa bahwa dirinya takkan bertahan. Jadi untuk apa?

"kka, tidur lagi Henry-ya." Ajak Kyuhyun sambil memperhatikan bola mata hitam milik Henry yang menatap sayu.

.

Ini baru sekitar jam empat sore. Masih beberapa jam lagi sebelum waktu makan malam tiba, dan Henry sudah nampak mulai menggeliat dalam tidurnya. Sedikit kesusahan karena ada tangan Kyuhyun yang menimpa –memeluk- tubuhnya dengan posessive.

"Kuyun hyung, belat..." keluh Henry. Mencoba menggoyang-goyangkan tubuhnya agar bisa lepas dari pelukan sang Hyung yang begitu posessive.

"Kuyun hyuuuung... ayo bangun... aku tak bica begelaaaaak." Lagi- bocah itu mengeluh. Tapi nyatanya Kyuhyun tak bergeming. Bahkan ketika Henry menggelitiki Kyuhyun dengan anarkis, namja itu tetap diam saja. Namja enam belas itu masih nyaman dengan mimpinya –sepertinya.

Pada menit kedua, Henry berhasil menyeret tubuhnya keluar dari pelukan posesif Kyuhyun. Ia berniat menggoda kakaknya. Sekedar meniup telinga Kyuhyun atau menjepit hidung bangir milik sang hyung.

Bocah gembil itu baru saja akan memulai aksinya. Tapi kedua bola matanya keburu menangkap pemandangan ganjil. Mata sang hyung terpejam rapat meski bibirnya yang nampak membiru itu berkali-kali melenguh kesakitan. Keringat dingin bercucuran di sekitar dahi dan leher sang hyung.

"Kuyun hyung…" panggil Henry takut-takut. Dengan kekuatan yang ia miliki, bocah gembil itu mencoba mengguncangkan tubuh hyungnya. Berharap kakak kesayangannya itu akan bangun dan tertawa bersamanya –mengejek kelakuan konyol balita empat tahun itu. Tapi tubuh Kyuhyun masih tak bergeming. Kyuhyun terkulai lemah dengan nafas yang benar-benar tinggal satu-satu.

"Kuyun hyung…" panggil Henry lagi.

Demi Tuhan! Ia hanya bocah empat tahun. Ia tidak menyadari bahwa hyung kesayangannya itu tengah sekarat dan berhadapan dengan malaikat maut. Hingga satu tarikan nafas dari Kyuhyun menyadarkan Henry bahwa kakaknya itu membutuhkan pertolongan.

Bocah berpipi mochi itu berkaca-kaca saat Kyuhyun nampak tersedak dan memuntahkan darah meski dengan mata terpejam. Bocah itu melompat dari ranjang Kyuhyun dan menyiapkan satu tarikan nafas panjang sebelum akhirnya berteriak nyaring "UMMAAAAAAAAAAA~"

Suaranya yang menggelegar sukser menarik perhatian seisi rumah.

.

Derap langkah terburu menggema di sepanjang koridor rumah sakit. Seorang namja dengan pakaian casualnya berjalan dengan tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Ia tak peduli dengan apa atau siapa yang diinjaknya dan bagaimana brutalnya ia menabrak bahu-bahu yang menghalanginya. Yang ia tau, ia harus segera sampai di emergency room secepatnya.

Kakinya berhenti melangkah ketika pintu emergency room benar-benar terhampar di depan matanya. Ada wajah beberapa orang yang dikenalnya juga sedang berdiri disana. Memasang tampang-tampang suram. Melenyapkan satu-satunya harapan yang tersisa.

Pemuda itu kini menyeret langkahnya tertatih. Menuju seorang pria paruh baya yang sedang duduk termenung sambil menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangan. Rahang pemuda itu mengeras.

"apa yang kau lakukan pada Kyuhyunnie, Appa?" suara itu mengalun tajam. Memaksa si pria paruh baya mendongak. Menatap wajah berantakan yang kini terbasahi tetesan air mata.

Jika dalam keadaan yang berbeda, Jungsoo –si pria paruh baya itu- pasti tersenyum. Pasalnya, ini adalah pertama kalinya Donghae –namja dihadapannya itu- memanggilnya Appa setelah lima tahun mereka menjalani perang dingin. Tapi sekarang? Jangankan menarik senyum. Untuk menarik nafas saja rasanya Jungsoo tak mampu. Terlebih, nada yang digunakan Donghae seolah menyalahkannya. Menyudutkannya.

"apa yang kau lakukan pada Kyuhyunnie?" Donghae mengulang pertanyaannya dengan nada yang lebih tajam. Tatapan matanya tak kalah mengintimidasi dari nada suaranya.

"Hae-ya... tenanglah." Suara seorang yeoja yang selama lima tahun ini menjadi istri Jungsoo itu terdengar lembut.

Donghae menghempaskan tangan Sora yang berniat menyentuhnya. Memandang jijik pada perempuan yang kini berstatus ibu tirinya itu. "apa yang kau lakukan pada Kyuhyun hingga dongsaengku berakhir disini sekarang, huh?"

"Hae-ya…"

"DIAMLAH!" pekik Donghae. Memandang nyalang pada wanita ayahnya itu.

Park Donghae –pemuda itu- nampak marah. Bahkan wajahnya sudah berwarna merah padam. Tapi tak dapat dipungkiri bahwa ada bayang berkaca di pelupuk mata itu. Hanya tinggal menghitung detik demi menunggu tanggul itu jebol.

Donghae berniat melanjutkan kalimat sarkasnya lagi. Tapi dokter itu lebih cepat keluar dari emergency room. Menampilkan raut lelah. Tampang suram yang sama seperti yang dipasang oleh beberapa orang yang menunggu di depan ruangan mengerikan itu.

"wali pasien bernama Kyuhyun?" dokter berjubah putih dengan name tag Kim Heechul itu memandang Jungsoo.

Kepala keluarga Park itu mengangguk, "saya."

Kim Uisa mengangguk. "Kyuhyun akan dipindahkan ke ICU," Katanya tanpa berbasa basi. " dan anda bisa ikuti saya."

"aku ikut juga." Sela Donghae.

Uisa Kim menatap Donghae lekat, kemudian beralih ke arah Jungsoo. Satu anggukkan dari Jungsoo dan Uisa Kim meneruskannya pada Donghae. Tanda putra sulung Park itu boleh bergabung dalam diskusi mengenai kondisi Kyuhyun.

.

.

Ayah dan anak itu digiring ke ruangan dokter Kim. Ruangan yang tak begitu besar dengan warna putih yang mendominasi. Dan dokter itu benar-benar melakukan pekerjaannya tanpa basa-basi. Setelah mempersilahkan wali Kyuhyun itu untuk duduk, ia langsung menyodorkan rekam medis Kyuhyun dalam bentuk print out maupun soft copy yang ada di komputernya.

"saya berharap bisa mengatakan ini lebih awal. Namun Kyuhyun tak pernah membawa walinya setiap kali melakukan pemeriksaan." Uisa Kim itu membuka pertemuannya dengan kalimat tegas dan lugas.

"pemeriksaan?" Donghae bertanya dengan alis berkerut, "maksudmu ini bukan pertama kali Kyuhyun ke rumah sakit ini? Ini bukan pertama kali ia ditangani olehmu?"

Uisa Kim nampak tersenyum menyesal. "Kyuhyun dirawat di sini kemarin. Selama dua hari –sebelum ia tiba-tiba saja kabur dari rumah sakit, sore ini. Dan kembali ke rumah sakit dalam keadaan-" Kim Uisa tak berani melanjutkan kalimatnya.

Karena tak mendapat respon lain dari keluarga Park selain raut wajah mereka yang mulai mengeruh, Uisa Kim melanjutkan pertemuannya dengan penjelasan mengenai rekam medis yang ada di tangan tuan Jungsoo kini. "ini adalah catatan medis Kyuhyun." Dokter Kim itu menghela nafas sejenak- "ada tumor di tulang pinggul-nya."

"tumor?" Leeteuk berujar dengan nada tak percaya. "maksudmu? Apakah… tumor… ani… maldo andwae…"

"tumor ganas yang menyerang tulang. Dalam istilah kedokteran, ini biasa disebut sebagai osteosarcoma atau kanker tulang." Jeda- "Kyuhyun sebenarnya bisa saja memiliki kesempatan enam puluh persen jika menjalani kemoterapi, radio terapi atau bahkan operasi. Namun untuk kasus Kyuhyun, ia mengalami lung metastatic osteosarcoma. Dengan kata lain, kankernya sudah menyebar ke daerah paru-paru."

"kau mengetahui tentang ini?" Donghae bertanya tajam pada sang Appa.

"tidak." Lirih Leeteuk sambil mengusap wajahnya kasar. Menghapus jejak air mata yang merembes dipipi.

"sepertinya memang tak ada pihak keluarga yang mengetahui tentang ini." Sela sang dokter. "tapi entah bagaimana Kyuhyun bisa mendapatkan ini."

Heechul menyerahkan surat pernyataan milik Kyuhyun yang bocah itu berikan padanya setengah tahun lalu. Terbubuh tanda tangan Jungsoo lengkap dengan stempel-nya di kertas itu. Surat pernyataan bahwa Jungsoo –selaku wali Kyuhyun- menyetujui untuk menghentikan semua terapi dan pengobatan yang diperlukan Kyuhyun.

Maldo andwae….

TBC

Kkk… saya benar-benar gak ada kerjaan. Berani-beraninya saya publish fanfic dengan ide mainstream seperti ini [saya benci sekali mengakui ini!]

Kalo ada yang minat baca, saya akan teruskan.

Tapi kalau tidak berkenan, biarlah ini bulukan di FFN [asli, saya bakal sedih banget kalau ini dibiarkan bulukan di FFN]

Still promote my blog : celotehkakagalau –titik- wordpress –titik- c o m

My Facebook account a.n Lilyana Yasmin

Anak baik wajib reviewwww!

Love,

Kakagalau