Nimfa Bermata Biru dari Hutan Sherwood
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Warning : Gender Switch, AR, OOC.
Harap membaca peringatan di atas sebelum membaca fanfic ini. Terima kasih.
Jauh kepelosok sebuah hutan yang begitu hijau, dengan hamparan pepohonan yang rindang serta hewan-hewan yang bebas berkeliaran, tampaklah sosok seorang gadis yang tengah menari dengan anggunnya di sana. Tubuhnya yang begitu tinggi semampai dalam balutan chiton putih, tampak meliuk-liuk dengan begitu gemulai seiring dengan melodi indah yang dilantunkannya. Jika dilihat sepintas, ia memang tampak seperti gadis biasa. Namun jika kau melihatnya lebih dekat, maka kau akan menemukan sosok gadis dengan paras yang cukup unik dan menawan.
Kulitnya yang sedikit kecokelatan terlihat bersinar di bawah cahaya matahari. Bibir penuhnya yang kemerahan laksana buah delima yang baru dipetik. Rambut pirang panjangnya yang tergerai ikut bergoyang seirama dengan hembusan angin. Terlebih jika kau melihat ke dalam matanya.
Ya, sepasang mata biru yang besar dan jernih. Namun bukan warna mata itu yang membuatnya jadi spesial. Meskipun hanya ia pemilik mata biru dalam kelompoknya, meskipun beberapa temannya sering mengagumi keindahan bola matanya, tapi bukan, bukan karena hal itu. Yang membuat ia begitu menawan ialah—
—mata birunya yang bersinar...
Sinar yang tak akan pernah kau temui pada nimfa manapun. Sebuah sinar yang selalu memancarkan kepolosan, kehangatan, serta keberanian bagi siapapun yang memandangnya.
Nimfa...
Makhluk berjenis wanita yang diberkahi kecantikan fisik serta tubuh yang tak akan pernah menua.
Makhluk indah yang merupakan personifikasi dari alam.
Yang kehadirannya diciptakan untuk selalu memicu hasrat, nafsu serta gairah dari setiap lawan jenisnya.
Ya, nimfa.
Itulah dirinya...
Tanpa ia sadari, setetes air mata mengalir membasahi sebelah pipinya. Bergerak dengan pelan sebelum meluncur bebas ke atas tanah berumput yang ia pijak.
Apa?
Kenapa, aku menangis?
Bibir yang tadi melantunkan melodi indah itu tiba-tiba terkatup rapat. Bersamaan dengan kaki jenjangnya yang seketika berhenti berputar. Cahaya matahari yang sebelumnya menyinari sosok indah itu pun kini tertutup oleh awan. Secara perlahan, kedua tangan sang nimfa mulai terkulai lemas dimasing-masing sisi. Sosoknya yang tadi begitu bersinar terang, sekarang terlihat rapuh dan siap hancur kapan saja.
Suatu saat nanti, aku juga ingin bertarung melawanmu.
Ada seseorang yang harus kubunuh.
Selamat tinggal temanku, satu-satunya...
Jadilah anak yang penurut dan biarkan aku membunuhmu!
Aku, adalah orang yang sudah jatuh dalam kegelapan.
Kenapa kau begitu peduli padaku?
Sekelebat memori memasuki otaknya dengan cepat. Saling menghantam satu sama lain seolah memaksanya untuk mengingat. Tapi ia tidak bisa, ini terlalu banyak. Dan lagi, seluruh memori yang datang padanya terlalu samar, sulit untuk dilihat. Merasa tak kuat menahan segala siksaan itu, erangan kesakitanpun lolos dari bibirnya. Membuat ia mencengkram kepalanya secara tak sadar.
Apa?
Tadi itu... apa?
Naruto...
Sebuah telapak tangan yang besar dan dingin menyentuh pipi kirinya dengan lembut. Sentuhan yang bagi Naruto terlalu lembut, seolah orang yang menyentuhnya takut akan melukainya hanya dengan sedikit tekanan. Melalui sentuhan ajaib itu, tubuh Naruto yang semula begitu tegang perlahan mulai rileks kembali. Rasa sakit yang mendera kepalanya kini lenyap sudah, bagai hilang tak berbekas. Naruto membuka matanya perlahan, hati kecilnya menjerit penasaran tentang sosok yang memperlakukannya sedemikian lembut. Namun sayang, begitu ia melihat sekeliling, hanya kegelapan pekat yang ia temukan.
Kau, siapa?
...Maaf...
Maaf? Tapi, untuk apa?
Untuk segalanya... selamat tinggal, Naruto.
Tunggu!
"Liakáda..." (cahaya matahari)
Sang nimfa terlonjak. Kegelapan pekat yang sebelumnya ia lihat kini tergantikan oleh pemandangan hijau yang didominasi oleh pohon oak.
Sherwood...
Ia masih berada di Sherwood.
"Liakáda..."
Mendengar panggilan itu, mata Naruto pun melebar sempurna, "Toneri-sama?" bisiknya begitu lirih. Ia bahkan merasa ragu jika lelaki rupawan itu dapat mendengar dirinya.
Toneri tersenyum tipis. Senyum yang sangat jarang ia perlihatkan, "Aku tadi bertanya, apa kau baik-baik saja?"
Naruto memiringkan kepalanya ke satu sisi, pikirannya masih diliputi oleh kebingungan tentang apa yang terjadi barusan. Namun begitu mata biru Toneri menatap dalam dirinya, ia pun langsung terkesiap dan menunduk. Menyadari bahwa dirinya telah bertindak lancang kepada dewa bulan tersebut, "Sungguh maafkan saya, Toneri-sama... saya tidak bermaksud untuk—"
Sekali lagi Naruto dikejutkan oleh aksi Toneri yang kini mengangkat wajahnya. Membuat mata biru keduanya saling bertatapan dengan ekspresi yang bertolak belakang. Masih dengan senyuman tipis, Toneri mendekatkan wajah Naruto hingga hidung mereka saling bersentuhan. Sudut bibir Toneri mengejang menahan tawa saat melihat ekspresi Naruto yang penuh akan teror serta skandal. Berusaha mengabaikan semua hal itu, ia pun kembali berbicara. Suaranya yang berat namun begitu jernih seketika memecah perhatian Naruto, "Aku hanya ingin tahu, apa kau baik-baik saja. Hanya itu."
Naruto terdiam, mata birunya mengerjap polos saat menatap Toneri, "Ah, iya— maksudku tidak. Uh, maksud saya iya. Ya, saya baik-baik saja!" diakhiri sebuah tawa canggung dan wajah merona, Naruto sukses membuat Toneri terkekeh.
Bagus Naruto, kau berhasil mempermalukan dirimu sendiri!
"Ya. Setelah mendengar jawabanmu, sekarang aku yakin kau baik-baik saja," gumam Toneri pada Naruto yang berusaha menghindari tatapannya. Wajah nimfa itu kian merona merah tatkala Toneri menatapnya secara terang-terangan.
"Toneri-sama, tidakkah Anda memiliki tugas lain yang lebih penting? Bukannya saya bermaksud mengusir Anda atau semacamnya. Tapi maksud saya, ini 'kan sudah senja dan—" Naruto menghentikan ucapannya tatkala menyadari hal penting yang ia lewatkan. Tunggu, kalau sekarang sudah senja seharusnya ia...
"Oh Kami-sama!" bagaimana mungkin ia bisa melupakan hal sepenting itu.
"NARUTOOO!"
"Kau dipanggil," gumam Toneri ringan ketika seseorang meneriakkan nama sang nimfa dari kejauhan.
Disertai ringisan dan wajah paniknya, Naruto pun bergegas meninggalkan hutan, "Maaf Toneri-sama, sepertinya saya harus—"
"NARUTOOO!"
"—pergi sekarang."
Toneri hanya mengukir senyum tipis saat teriakan tersebut membuat Naruto kembali meringis. Dengan satu kali anggukan sebagai tanda mengerti, ia memperbolehkan Naruto untuk pergi. Mata birunya tak pernah lepas mengawasi sosok sang nimfa yang perlahan mulai menjauh, hingga kemudian menghilang sepenuhnya dari pandangan.
"Naruto, liakáda-ku..."
"Apa?!"
"Iya, Artemis-sama menugaskanmu untuk pergi ke Konoha."
"...Konoha?"
"Hanya sebuah desa manusia."
Mata biru Naruto membulat sempurna. Dia tidak salah dengar 'kan? Desa manusia katanya? Jika ia ditugaskan untuk pergi ke desa manusia, itu artinya...
Ia diperbolehkan melewati pintu gerbang Artemisiona?
Kami-sama, jika ini mimpi tolong jangan bangunkan dia.
"Naruto, kau baik-baik saja?"
"Kau bercanda? Aku tidak pernah merasa sebaik ini dalam hidupku!" seru Naruto sambil tersenyum lebar pada nimfa dihadapannya.
"Kau tahu Naruto? Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Maksudku, ayolah. Ini hanya desa biasa."
Naruto memutar mata malas. Ia tahu dengan baik jika seluruh nimfa Artemis sudah pernah ditugaskan ke dunia manusia. Semuanya, kecuali dia, "Biasa bagimu tapi luar biasa bagiku!" balas Naruto sambil memeletkan lidah.
Berusaha mengabaikan sikap kekanakan Naruto, nimfa itu pun menyerahkan sebuah gulungan dari daun lontar kepadanya, "Ini tugasmu. Ingat, berhati-hatilah selama kau berada di dunia manusia."
"Bereees!"
Dari atas patung para hokage, seseorang berpakaian ANBU tengah berdiri mengawasi seluruh desa. Di bawahnya, ia dapat melihat kerumunan warga Konoha yang begitu antusias merayakan festival yang hanya diadakan satu tahun sekali tersebut. Sebuah festival yang ditujukan sebagai perayaan empat tahun berakhirnya perang dunia shinobi keempat. Juga sebagai simbol penghormatan bagi para shinobi yang gugur dalam perang.
Mata hitamnya yang tajam dan selalu tampak serius itu perlahan mulai melembut. Terlebih saat melihat para warga melepaskan ratusan lampion ke langit secara bersamaan. Mau tak mau ingatannya akan selalu kembali pada sahabat, sekaligus rival pirangnya yang berisik dan ceroboh.
Naruto...
Kau lihat 'kan?
Mereka semua telah mengakui keberadaanmu.
"Di sini kau rupanya... Sasuke-kun."
Tanpa menoleh atau membuat kontak mata, Sasuke hanya terus menatap ke arah langit. Menikmati angin malam yang perlahan membelai rambut hitamnya.
"Empat tahun ya? Aku bahkan tak menyadarinya. Si bodoh itu... dia pergi terlalu cepat."
"Sakura..."
Sasuke hanya bisa termenung saat Sakura mulai meneteskan air mata. Namun dengan cepat gadis itu menghapusnya kembali. Tak ingin sahabat pirangnya itu melihat ia menangis dan meratapi kepergiannya. Bagaimanapun, Naruto telah membuatnya berjanji untuk itu. Dan sebagai seorang kunoichi, tentu saja ia akan setia menjaga janjinya.
"Hey Sasuke-kun, mau menerbangkan lampion?"
Sasuke mengambil satu lampion yang ditawarkan Sakura kepadanya. Ia pandangi lampion itu sejenak dalam keheningan. Membayangkan Naruto dengan cengiran bodohnya, Naruto dengan sikap cerobohnya, Naruto yang begitu peduli pada teman-temannya. Seluruh ingatan itu tak pelak mengundang sebuah senyum tipis dibibir Sasuke.
"Selamat ulang tahun, Naruto..." bersamaan dengan ucapan Sasuke, lampion itu pun terbang tinggi ke langit malam. Bergabung dengan ratusan lampion lain yang berkumpul tepat di atas langit Konoha.
TBC
Nimfa: salah satu jenis makhluk legendaris yang berwujud wanita cantik dan tinggal di alam bebas.
Chiton: Kain persegi panjang tanpa lengan hingga sebatas lutut, yang terbuat dari bahan linen atau wol. Pada bagian bahu dijepit dengan bros (fibula), sementara bagian pinggangnya dihias oleh ikat pinggang (zoster). Dikenakan oleh wanita dan pria dari periode archaic hingga periode hellenistic.
Artemis: Dewi perburuan dan alam liar. Dikenal juga sebagai dewi kelahiran dan keperawanan.
Yap, seperti judulnya. Fanfic ini akan sedikit dibumbui oleh mitologi Yunani. So,
Mind to Review?
