A/N:
Untuk reader yang tidak atau kurang suka NaruSasu, gomennasai karena diawal hintnya NaruSasu.
Tapi untuk seterusnya akan jadi SasuNaru, karena sesuai dengan title My X-Uke is My Seme maka Naru sebagai seme dibutuhkan di sini. Untuk author sendiri sih tidak masalah mana yang di atas dan mana yang di bawah-you know what I mean- tapi yah tergantung pendeskripsian.
Oh satu lagi, yang tidak suka lemon NaruSasu skip saja sampai tanda Kagari yang pertama seperti di bawah ini.
*###*####*###*
.
So, silahkan baca~
Let's Enjoyed!
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto sama
Fiction : Uzumaki Kagari
Genre : Romance(?), Drama
Rate : M
Pairing : SasuNaru, little NaruSasu.
Slight : ShikaKiba, ShikaMenma, MenmaNaru, GaaNaruGaa
.
Warning : Yaoi, Sho-Ai, Boys Love, BoyxBoy, Lemon kurang asam : NaruSasu lemon, aneh, gaje, Typo dan kawan-kawan sebangsanya.
!DON'T LIKE DON'T READ!
But,
You can try to read and don't flame!
Uzumaki Kagari present... My X-Uke is My Seme
.
.
"Emmmh..."
Sebuah kamar bernuansa biru langit menaungi dua orang yang tengah bercumbu mesra, mengadu hasrat nafsu yang tengah memenuhi raga. Membutakan pikiran, membuat otak hanya mampu merespon setiap sentuhan tubuh yang bagaikan sengatan menjalar keseluruh penjuru tubuh.
Hembusan napas yang saling beradu menggelitik permukaan kulit, memberikan sensasi lain pada pori yang terus mengucurkan peluh. Dinginnya AC ruangan yang sudah on pada suhu 16 derajat celcius tak mampu mendinginkan panasnya tubuh yang tengah menyatu dalam sebuah pergulatan.
"Na Naru..nnnh,"
Desahan pemuda di bawahnya membuatnya tak mampu lagi membendung hasrat birahinya untuk segera memasuki pemuda itu. Mempersatukan tubuhnya, memasukan centi demi centi hingga sepenuhnya berada dalam ruang kehangatannya.
"Nggh! Sa sa..kit ngah!"
Pelan-sangat pelan jemari itu masuk dalam rektum pemuda di bawahnya, memberikan sedikit lube, agar saat sesuatu yang lebih besar masuk tidak terlalu menyakitinya. Memberikan sedikit persiapan dengan jari yang mulai keluar masuk, bergerak zig-zag di dalam sana. Melonggarkan otot-otot ketat itu hingga relax dan menerima setiap jari yang memasukinya.
Mata sekelam itu berkaca-kaca, membendung cairan yang tergenang pada ujung matanya. Hingga akhirnya tumpah jatuh membasahi bed cover yang sudah tak berbentuk lagi karena banyak diremas, ditarik dan digigitnya untuk menyalurkan kenikmatan atas sentuhan disetiap titik sensitif tubuhnya yang diterima dari pemuda di atasnya.
"Ngah!..ah!..ANGH!"
Pemuda bersurai pirang menyeringai begitu ia menemukan sweet spot yang membuat desah keras mengalun dari bibir ranum pemuda di bawahnya. Terus ia kenai spot itu dengan ujung jarinya, sesekali menambah gerakan zig-zag yang menambah kerasnya desahan yang tertangkap ditelinganya.
"Ha ah!..angh..AH!"
Desannya makin keras, merasakan tiga jari yang terus menerus menghujam spot dalam rektumnya. Perasaan bagai sengatan listrik ber volt yang mengalir disekujur tubuhnya. Memberikan rangsangan pada sesuatu diantara selangkangannya, menggantung dengan tegak dan bergoyang-goyang sesuai dengan irama hentakan jari dalam tubuhnya.
Liurnya menetes, ini begitu menggairahkan baginya. Pinggulnya mulai bergerak, mengikuti irama dari gerakan jari yang masih terus menabrak sweet spotnya. Ia menyukai jari-jari itu, menginginkan jari itu lebih dalam memasukinya. Lebih banyak menyentuh dirinya.
"Ang! Ah!..hah!...emngh, Naru!"
Pemuda beriris kelam memprotes saat jari itu tak lagi bergerak, tak lagi memasukinya dan keluar dari rektumnya. Menatap pemuda di atasnya yang hanya tertawa kecil mendengar rengekan darinya.
"Sudah cukup untuk jariku, yang ini juga ingin memasukimu."
Ucap pemuda diatasnya dengan tangan yang terkepal dan jari telunjuk yang menunjuk pada selangkangannya. Menyadari maksud dari ucapan pemuda itu, rona merah menjalar dengan cepat diwajah porselennya. Menundukan kepalanya, pemuda beriris kelam membenamkannya wajahnya, memilih menyembunyikannya disela bantal empuk yang terbuat dari bulu angsa pilihan.
"A Ah! Sa sakit!"
Mengerang sakit saat merasakan ujung kejantanan pemuda di atasnya mulai menerobos masuk, melebarkan lubang yang tidak seberapa besar itu agar muat dimasukinya. Mencengkram erat kain berwarna biru langit di bawahnya hingga terlihat lebih kusut lagi, menahan sakit yang teramat sangat di belakang sana. Kakinya gemetar menerima hujaman langsung yang dilakukan pemuda di atasnya, ia menjerit memekik karena rasa sakit yang dideranya juga kekagetan akibat dengan tiba-tiba kejantanan itu langsung tertanam di dalamnya. Otot-ototnya menegang, menghimpit daging yang memasuki tubuhnya hingga sang empunya berdesis merasakan kejantanannya yang terjepit.
"Sasu, rileks sssh...tubuhmu. kau ingin menghancurkan masa depanku huh?"
Ucap pemuda itu dengan sedikit terengah merasakan kejantanannya yang berdenyut sakit.
"Si-siapa suruh kau langsung masuk, baka!" Bentak pemuda di bawahnya dengan masih mengatur deru napasnya, menutup matanya sejenak dan mulai merilekskan tubuhnya.
"Move.."
Kata yang bagaikan ijin dari pemuda di bawahnya itu adalah sesuatu yang ingin didengarnya sejak tadi. Perlahan ia pundurkan pinggulnya, menarik kejantanannya keluar hingga menyisakan ujung miliknya saja lalu mulai bergerak maju dengan perlahan.
.
.
.
"Ah!..Ah!...Ah!..HAH!"
Mendesah, hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang selain tangannya yang mencengkram selimut yang sudah kusut itu. Menikmati setiap hujaman yang diterimanya. Mendesahkan nama orang yang tengah 'menungganginya'. Ia meringis ketika helaian surai hitam kebiruannya ditarik hingga dengan terpaksa ia mendongak, menatap wajah yang terlihat lebih tinggi darinya. Peluh mengucur deras dari pelipisnya turun menuruni pipinya hingga leher dan turun terus hingga dada, menambah keeksotisan tubuh berkulit tannya.
"Ada apa? Terpesona denganku eh, Sasu?" Ucap pemuda itu dengan seringai yang terpantri diwajahnya.
Merasa pertanyaan itu tepat sasaran, dengan segera ia memalingkan wajahnya. Tidak ingin jika wajahnya yang sudah memerah padam terlihat. Namun tentu saja jambakan pada rambutnya membuat ia tak bisa menggerakan kepalanya dengan leluasa, malah sekarang ini ia dipaksa untuk lebih mendongakan kepalanya dan merasakan bibirnya yang dikunci, dilumat habis hingga untaian saliva keluar dari ujung bibirnya.
Dengan gerakan yang tak sedetikpun melambat, ia terus mamaju mundurkan pinggulnya. Mengeluar masukan kejantanan miliknya lebih dan lebih dalam lagi di dalam rektum pemuda di bawahnya.
"Mmmh...AH! Naru, aku...AAAAH!" Desahan keras itu terdengar bersamaan cairan kental sperma yang keluar dari kejantanannya, ia sudah lelah tapi ia tahu ini belum berakhir karena pemuda di atasnya belum mengeluarkan hasratnya.
Bibirnya terus mengalunkan desahan tak terputus, mengalun mengiringi gerakan pinggul yang terus menghantam dirinya. Ia mendengar desisian dari pemuda itu saat dirasanya cairan yang menyembur memenuhi jauh di dalam rektumnya.
Setelah dirasanya tidak ada lagi sperma yang keluar dari kejantanannya, ia memisahkan persatuan mereka. Membiarkan tubuh di bawahnya ambruk menimpa tempat tidur sedangkan ia mulai beranjak turun dari tempat tidur itu, memunguti pakaiannya yang berceceran dilantai dan mulai memakainya satu persatu.
"Naruto?" Panggil pemuda yang masih menidurkan dirinya di tempat tidur, ia memandang bingung pada pemuda lain yang tengah berdiri membelakanginya sembari memakai pakaiannya.
"..."
Pemuda yang dipanggil itu hanya diam, setelah selesai mengenakan pakaiannya ia hanya diam mematung di tempatnya berdiri.
"Dobe? Kau kenapa?"
Ia mulai was-was saat pemuda di depannya lagi-lagi diam, ia bisa melihat tangan pemuda itu mengepal erat dikedua sisi tubuhnya.
"He-"
"Kita akhiri saja." Ucap pemuda itu cepat, memotong kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.
Ia mengerutkan keningnya tak mengerti apa maksud dari ucapannya barusan, dengan sedikit rintihan ia memposisikan dirinya untuk duduk di atas tempat tidur. Mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu sebelum ia membeku begitu mendengar apa yang diucapkan pemuda di depannya kemudian.
"Kita akhiri saja hubungan kita sampai di sini."
Dengan itu, ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan bernuansa biru langit itu, biru yang sama dengan iris matanya tanpa menoleh ataupun menghentikan langkahnya sekalipun. Terus melangkah meninggalkan pemuda yang masih sama dengan posisinya yang lalu. Terduduk membatu di atas tempat tidur.
Tes
Satu tetes air mata lolos dari pertahanannya.
"NARUTOOOOO!"
Teriakan penuh amarah serta kekecewaan itu terdengar hingga keluar mansion, membuat pemuda bersurai emas itu meragu apakah keputusannya ini benar. Meninggalkan pemuda yang disayanginya terisak, menangis karena dirinya. Membutuhkan penjelasan kenapa ia melakukan ini padanya. Tapi ia eratkan kembali kepalan tangannya, keputusannya sudah bulat. Inilah yang terbaik untuknya juga untuk kekasih yang sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya. Ia pun melangkahkan kakinya kembali, melewati gerbang depan mansion itu dan pergi.
.
.
.
##*###*####*####*####*###*###*###*###*####*####*## #*###*###*####*####*###*####*##
O. Kagari Hate The Real World .O
4 tahun kemudian
International Universities Konoha, sebuah unitersitas yang cukup terkenal dengan murid-muridnya yang pintar dan jenius. Banyak dari lulusannya yang menduduki kursi pemerintahan, menjadi orang yang disegani atau pun seseorang yang dikenal diseluruh dunia dengan hasil karyanya.
Di tempat itulah Namikaze Naruto akan melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda satu tahun karena alasan 'ingin cari pengalaman', masuk bermodalkan otak encer dan juga sang ayah yang terus mendesaknya karena ia juga seorang lulusan dari universitas itu. Masuk jurusan seni, untuk yang satu ini ia yang memilihnya sendiri karena tidak berminat dengan usul ayahnya untuk masuk psikologi. Well, itu karena Naruto yang entah bagaimana sulit sekali untuk menerima pelajarannya dan kebebelannya untuk menyadari perasaan orang lain. Jadilah ia masuk jurusan seni.
Ia melangkahkan kaki berlapis sepatu kets putih miliknya menyusuri koridor kampus dengan kepala yang menengok ke kanan dan ke kiri mencari ruangan kelasnya. Ia sedikit kebingungan karena luas kampus ini yang menyamai dua kali lapangan sepak bola.
Dari kejauhan ia melihat siluet seseorang yang melambaikan tangan padanya, seorang pemuda berambut merah bata yang sedang menyenderkan punggungnya pada dinding di belakangnya.
"Gaara!" Panggilnya sedikit keras seraya berlari kecil mendekati pemuda bernama Gaara itu.
"Hehehe, gomen kau lama menunggu ya?" Tanya Naruto, ia melihat Gaara menghela napas sebelum berdiri dengan tegak.
"Ayo ke kelas." Ajak Gaara, melangkahkan kakinya menyusuri koridor kampus.
Naruto hanya tertawa pelan dan mengikuti Gaara dari belakang, membiarkan juniornya semasa SMA itu menuntun jalannya. Ia dan Gaara menjadi satu angkatan, apalagi alasannya kalau bukan karena menunda kuliah untuk 'cari pengalaman'.
Ia menatap sejenak pintu ruang kelasnya sebelum melangkah mengikuti Gaara yang telah lebih dulu masuk. Mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan, meneliti setiap sudut dari ruangan yang akan ia tempati untuk beberapa waktu kemudian. Ia berhenti saat menangkap Gaara yang melambaikan tangan ke arahnya, di sebelahnya juga terdapat seseorang yang sudah tidak asing lagi baginya. Pemuda bersurai hitam berantakan dengan iris mata dan wajah yang mirip bahkan sama persis dengannya.
"Hoy! Naruto, napa loe malah bengong?" Ucap pemuda itu, memberi gestur agar ia berjalan mendekat.
"Bisa tidak sih, jangan pakai 'loe' tapi 'kau' atau 'kamu' untuk memanggil seseorang." Ucapnya saat sudah berdiri tepat di depan kedua orang itu.
"Suka-suka gue mau panggil apa dong, toh yang punya mulut gue ini." Ucap pemuda berperawakan sama dengan Naruto itu.
"Yeah, yeah. Terserah kau lah 'Namikaze Menma'." Naruto menatap malas saudara kembar beda kelahirannya itu.
"Yeah, kakak gue tersayang. 'Namikaze Naruto'." Balas Menma.
"Merepotkan, kalian berdua ini benar-benar tidak berubah."
Tiga pemuda itu mengalihkan pandangannya pada seseorang yang baru saja bicara, mata sapphire Menma langsung terlihat berkaca-kaca begitu mengetahui siapa gerangan orang yang tengah berjalan mendekat ka arahnya.
"Shika senpai~" Panggil Menma dengan nada cerianya.
"Menma, ohayou. Bagaimana kabarmu?" Tanya Shikamaru, pemuda berambut coklat hitam agak panjang yang dikuncir tinggi itu mengacak rambut Menma. Membuat wajah pemuda itu sedikit dihiasi semburat merah.
Menma menundukan kepalanya, "Baik, senpai sendiri?" Tanyanya pada Shikamaru.
"Aku, seperti yang kau lihat." Jawab Shikamaru tersenyum tipis.
"Nggak usah pakai elus-elus juga kali."
Shikamaru dengan tiba-tiba menarik kembali tangannya yang berada di atas kepala Menma begitu mendengar suara yang tak asing baginya dari arah belakang. Ia memiringkan tubuhnya dan melihat seseorang yang tengah menatapnya dengan tajam.
"Kenapa loe, cemburu?" Tanya Menma pada orang itu.
"Nggak, cuma bikin sepet mata aja. Pagi-pagi sudah main elus-elusan." Ucap pemuda berambut coklat acak-acakan di samping Shikamaru.
"Oh, kirain cemburu ngeliat pacar loe ada care sama gue." Menma menyeringai melihat pemuda itu sudah seperti ingin meledak.
"Ooop! Bisakah acara rebut-rebutan Shika nya cukup sampai di sini saja?" Lerai Naruto, ia berdiri di depan Kiba dan Menma. Memisahkan kedua orang yang tengah perang deathglare itu dengan kedua tangan yang membentang.
Kiba dan Menma hanya saling pandang sebelum memalingkan wajah mereka secara bersamaan. Menghela napasnya Naruto menatap Shikamaru yang terlihat tidak peduli dengan dua orang yang saling bermusuhan karena dirinya itu.
"Apa? Bukan salahku kalau mereka berdua menyukaiku," Ucapnya malas saat mendapat tatapan mengintimidasi dari Naruto.
"Setidaknya beri kejelasan tentang status mereka, supaya tidak terus bertengkar layaknya anjing dan kucing." Ucap Naruto seraya mununjuk Kiba saat mengatakan anjing dan Menma saat mengatakan kucing.
Ucapan Naruto barusan mendapatkan anggukan serempak dari Kiba dan Menma, mereka lekas menatap Shikamaru yang kini sweat drop sendiri karena melihat kobaran api semangat yang terpancar dari kedua pemuda itu.
"Memangnya tidak bisa kalau keduanya?" Shikamaru bertanya namun segera membungkam mulutnya begitu melihat aura suram dari kedua pemuda di depannya.
"Shika!/Senpai!" Panggil Kiba dan Menma bersamaan, mereka menatap Shikamaru yang mengangkat salah satu alisnya.
"Ha'ah, Kiba adalah kekasihku dan Menma adalah adik dari sahabatku yang paling ku sayangi. Kalian puas?" Jelas Shikamaru.
Mendengar penjelasan Shikamaru barusan Kiba langsung menunjukan cengirannya dan menatap penuh kemenangan pada Menma yang memutar bola matanya bosan, sudah biasa mendengar senpainya yang 'terkesan' menolaknya itu dan tolong beri penekanan pada kata terkesan, karena dilihat dari mana pun senpainya itu pasti mempunyai rasa padanya.
"Yeah, kali ini loe yang menang puppy." Ucap Menma.
"Bukankah aku memang selalu menang darimu huh, kitty?" Kiba menyeringai menang, ia mendekap erat sebelah tangan Shikamaru.
"Kalian ini, bukankah kubilang hentikan." Naruto menggelengkan kepalanya melihat kelakukan orang-orang terdekatnya ini. Ia mengalihkan pandangannya pada Shikamaru.
"Shika, aku tidak tahu kau masuk seni?" Tanya Naruto.
"Ah, tidak. Aku hanya ditugasi dosen untuk beberapa hal, makanya aku ke sini."
"Hei Naruto, seharusnya kau panggil kami senpai lho~. Kami kan satu angkatan di atasmu." Ujar Kiba.
"Ha? Untuk apa? Toh itu hanya karena aku menunda kuliahku."
"Tapi tetap saja di sini kami seniormu lho, jadi kamu wajib memanggilku dengan Kiba senpai!"
BRAAK!
Suara keras yang berasal dari pintu yang didobrak mengejutkan semua yang berada di ruangan itu. Mereka menatap seseorang yang menjadi pelaku dari pendobrakan pintu itu dengan heran. Seorang pemuda berambut hitam kebiruan dengan style raven berdiri tepat di depan pintu, di sampingnya-lebih tepatnya di sisinya terdapat pemuda lain yang tengah menyandarkan kepalanya pada dada pemuda itu. Pinggangnya yang direngkuh erat oleh jemari pemuda raven membuatnya tubuhnya tertarik lebih dekat pada tubuh sang pemuda.
"Shika, assisten dosen memanggilmu." Ucap pemuda itu, iris onyxnya menatap lurus pemuda berkuncir tinggi yang berdiri agak jauh darinya.
"Tidak perlu membuka pintu dengan suara keras begitukan Sasuke, dasar merepotkan." Ucap Shikamaru, menatap malas pemuda berambut raven itu.
"Ck! Sudahlah, aku sudah sangat berbaik hati memberitahumu langsung."
"Sasuke, ayo pergi dari sini~" Pemuda bernama Sasuke itu menatap pemuda dalam pelukannya, bergelayut manja dengan kedua tangan yang melingkar dilehernya.
Tangan Sasuke menyusuri tiap lekukan wajah berkulit putih pucat pemuda itu. "Baiklah, kita pergi sekarang dear." Dan mengecup singkat bibirnya sebelum ia berlalu pergi.
"Huh! Siapa sih dia? Nggak sopan banget!" Gerutu Menma, ia menatap kesal kearah pintu yang baru saja dilewati dua orang tadi.
"Siapa lagi kalau bukan 'Bad boy' kampus ini." Ucap Kiba.
"Bad boy kampus?" Tanya Menma.
"Yeah, Uchiha Sasuke. Dia playboy yang suka gonta ganti pasangan, setiap hari perempuan dan laki-laki yang ia bawa selalu berbeda. Seperti yang kau lihat tadi, pemuda yang begitu lengket dengannya itu namanya Sai. Salah satu mainannya." Jawab Kiba namun ia segera menutup mulutnya begitu menyadari apa yang baru saja ia katakan.
'Dasar bodoh.' Pikir Shikamaru, ia menatap Kiba dengan pandangan serius kemudian mengalihkan pandangannya pada seseorang yang berdiri bagai patung dengan mata yang membulat sempurna.
"Naruto, maaf kami tidak-"
"Itu...Sa-suke..." Gumaman Naruto menghentikan ucapan Shikamaru, pemuda bersurai pirang itu menatap Shikamaru seakan meminta penjelasan tentang apa yang baru saja dilihatnya. "Itu Sasuke." Ucapnya-lebih tepatnya untuk meyakinkan dirinya.
Anggukan dari Shikamaru yang berarti iya membuat hatinya semakin berkecamuk, "Ke-kenapa?" Naruto meruntuki dirinya sendiri karena suaranya yang mulai bergetar.
"Naruto, kami minta maaf. Aku dan Shika tidak memberitahumu soal ini."
"..."
"Aku sebenarnya ingin memberitahumu, tapi-"
"Cukup. Aku permisi sebentar." Ucap Naruto cepat, memotong ucapan Kiba. Ia berjalan mendekati pintu dan hanya mengangkat tangannya untuk menghentikan Kiba yang nampak akan mengatakan sesuatu padanya. Ia butuh sendiri, berpikir dengan kepalanya yang semerawut seperti sekarang tidak akan bisa membawanya pada jalan keluar.
"Shika, apa kita melakukan sesuatu yang salah? Aku tidak ingin Naruto seperti ini." Ucap Kiba pada pemuda di sampingnya, wajahnya nampak sangat khawatir.
"Tenanglah," Shikamaru mengusap rambut Kiba, "Dia akan baik-baik saja, hanya butuh sendiri." Ucapnya menenangkan kekasihnya itu.
Menma yang sejak tadi diam memperhatikan para seniornya terlihat sangat penasaran. Bukan apa-apa, hanya saja semua ucapan yang didengarnya ia yakini berhubungan dngan kakaknya dan semua yang berhubungan dengan kakaknya adalah urusannya. "Apa ada yang nggak gue tau?" Tanyanya yang berhasil menarik perhatian Shikamaru dan Kiba.
Mereka berdua saling pandang dan nampak terdiam mendengar pertanyaan yang dilontarkannya. Ia mulai kesal karena sepertinya ia tak akan mendapatkan jawaban. "Gue tanya, apa ada yang nggak gue tau?" Tanyanya sekali lagi.
Shikamaru menghela napasnya dan mengacak surai hitam Menma, "Tidak, bukan apa-apa." Ucap Shikamaru meski ia tahu jika ucapannya barusan tidak akan menghilangkan rasa penasaran kohai-nya ini.
.
.
.
Naruto tengah duduk pada salah satu bangku taman yang ada di Universitas Konoha, kepalanya tertunduk. Menyembunyikan raut wajahnya yang nampak gusar dengan iris sapphirenya yang seakan ingin menumpahkan cairan asin yang akan membasahi pipinya. Ia tengah berpikir, memikirkan kenapa ia harus seperti ini, kenapa ia harus mengingat lagi masa lalunya, kenapa semuanya seakan mempermainkan ia, kenapa ia harus bertemu dengan seseorang yang ingin ia lupakan.
'Kami sama, apa yang sebenarnya kau rencanakan?'
Pemuda itu pun hanya bisa menatap kosong rumput hijau di dekat kakinya, meratapi nasibnya yang harus sekali lagi merasakan sakit yang hampir membunuhnya.
'Sasuke,'
.
.
Pemuda itu menyeringai, mata kelamnya menatap punggung berbalut jaket orange milik pemuda yang amat sangat ia kenal dulu dengan seringai yang entah seberapa lebarnya. Menatap pemandangan yang sangat ditunggunya selama bertahun-tahun. Ia mendongakan kepalanya dengan punggung yang menyandar pada batang pohon besar di belakangnya. Dikepalanya kini tengah tersusun berbagai rencana untuk sang pemuda manis itu.
'Well come back, My seme.'
To be continue... XD
.
.
.
A/N : Gaaaaaah! Sumpah ini fiksi gagal banget! Mana SasuNarunya! Kenapa malah NaruSasu semua di sini?! Sumpah! Gagal! Gagal!
Kenapa malah ku publish fiksi kayak gini! Padahal udah bilang kalau nggak bakal publish fiksi baru kalau belum tamat satu! Dasar otak error! Bebel! *Mencak-mencak ngatain diri sendiri*
Nggak apa-apalah, ini hanya untuk selingan.. XD #plakkk! Jadi updatenya bakal lama bangeeeeeeeet pake banget lagi.
Karena itu, silahkan di review kalau anda semua ingin fiksi ini dilanjutkan!
Tenang saja, chapter kedua dan seterusnya akan jadi SasuNaru. MUTLAK! NGGAK AKAN DIRUBAH LAGI!
Tapi mungkin untuk flashback ada NaruSasu, hanya slight bukan pair utama XD
I LOPE NARUSASUNARU/SASUNARUSASU~~~
.
.
.
Review ?
