Title : Last Snow

Genre : Romance, Hurt/Comport

Main Pair : Meanie

Cast: Mingyu, Wonwoo, Jeonghan

And the other chara.

Rated : T

Summary : Salju terakhir Wonwoo.

Warning : Boys Love, Typo(s), Mainstream plot dll.

DON'T LIKE DON'T READ.

"Bisakah, kau menemaniku?" Tanya Wonwoo dengan lirih. Lelaki berkulit tan dihadapannya hanya diam, tak mengeluarkan sepatah katapun unuk membalas permintaan seseorang dihadapannya.

"Kurasa, salju pertama tahun ini .. akan menjadi salju terakhirku." Lelaki tan itu sedikit tersentak mendengar kata-kata lelaki dihadapannya. "Wonwoo-ya .. Aku, sepertinya aku tidak bisa–"."Ah! Apa kau sudah membuat janji dengan Jeonghan?" Wonwoo bertanya dengan memaksakan sebuah senyuman dibibir pucatnya.

Lelaki dihadapannya hanya dapat menundukkan wajahnya, tak kuasa menerima tatapan penuh luka itu. "Maafkan aku Wonwoo-ie,"

DEG.

Bayang-bayang masa lalu terlintas dipikiran Wonwoo. Panggilan itu. Sebuah panggilan yang sudah lama tak ia dengar dari orang yang sama.

TES

TES

Air matanya menetes, bersamaan dengan tertutupnya pintu kamar rawat itu –menandakan lelaki berkulit tan itu sudah pergi meninggalkannya.

17Seventeen Present

-Last Snow-

140131

"Eomma, berapa lama lagi aku bisa bertahan?" Wonwoo bertanya dengan tatapan kosong pada ibunya. Ny. Jeon menghentikan gerakan tangannya yang sedang merangkai bunga. "Kau, bertanya apa Wonie? Jangan membicarakan sesuatu yang tak penting!"

"Berhenti berkata jika itu tak penting eomma. Pada kenyataannya umur-ku mamang tak panjang lagi 'kan?" Ny. Jeon terdiam.

"Eomma, maukah kau mengabulkan sebuah permintaanku?"

"Ne~ apa itu Wonie?"

"Aku ingin …."

.:.[].:.

Flashback

12 Januari 2010

"Wonie~"

"Ne~ Wae Mingyu?"

"Maukah kau berjanji padaku?"

"Tentu saja. Berjanji apa?"

"Tetaplah selalu mencintaiku. Meski pun kau sudah lelah, jangan pernah berhenti. Kumohon," Mingyu menatap mata Wonwoo dalam, Wonwoo kemudian mengangguk dengan semangat.

"Arraseo! Aku berjanji!"

.:.[].:.

Flashback

25 Desember 2011

"Mingyu! Lihat itu! First snow!" Wonwoo berujar dengan sangat riang.

"Apa kau tak merasa bosan Wonie?"

"Hm? Maksudmu?"

"Yah~ kau selalu melihat salju pertama setiap tahunnya. Dan ini sudah tahun kelima kau mengajakku melihat salju pertama. Apa kau tak merasa jenuh?" tanya Mingyu penasaran. Wonwoo tersenyum, membuat kedua matanya menyabit.

"Ani, aku tak akan pernah bosan melihat salju pertama.. karena saat aku melihatnya perasaanku menjadi tenang. Aku seperti terlahir kembali kedunia ini. Terasa sangat menenangkan. Apa kau tak merasakannya juga?"

"Ani, aku tak merasakan apa-apa saat melihat butiran-butiran dingin itu turun untuk yang pertama. Tapi aku berjanji akan selalu menemanimu melihat salju pertamamu itu." Sebuah senyum tersemat dibibir Wonwoo dan Mingyu.

"Yaksokhae?"

"Ne~"

"Baiklah, hey~ cepat fotokan aku dengan salju-salju ini!"

.:.[].:.

Keadaan Wonwoo, semakin hari semakin memburuk. Semakin kecil kemungkinan bagi Wonwoo untuk bisa bertahan lebih lama lagi. Setidaknya Wonwoo yakin, bahwa dia akan melihat salju pertama ditahun ini.

Hari-harinya dihiasi dengan berbagai kenangannya bersama Mingyu. Semua janji-janji yang mereka buat masih terekam jelas diingatan Wonwoo. Janji yang takkan bisa ditepati lagi.

"Wonie, apa kau sudah meminum obatmu?"

"Belum eomma,"

"Mwo? Kenapa belum? Kau harus meminum obat tepat pada waktunya chagi, apa kau lupa apa kata dokter?"

"Aku sudah lelah dengan semua obat-obatan itu eomma. Bisakah aku tak memakannya lagi?" tanya Wonwoo penuh harap.

"Ani! Tidak bisa seperti itu sayang. Apa kau tak mau cepat sembuh lalu bermain-main dengan salju lagi?"

"Berhenti berkata seolah suatu saat nanti aku akan sembuh eomma. Kau bahkan lebih mengerti bahwa waktuku semakin menipis, sembuh hanyalah omong kosong bagiku!" ucap Wonwoo frustasi. Ny. Jeon hanya terdiam membisu.

"Wonie~ eomma mohon. Berusahalah untuk sembuh, walaupun kesempatan itu hanya sedikit tapi berusahalah. Untuk eomma,"

Airmata menetes dari mata kedua orang itu.

.:.[].:.

Flashback

14 Januari 2012

Sebuah kalimat yang ditulis dengan tinta merah terlihat sangat nampak pada kalender yang berada dikamar Wonwoo. Kalimat yang berada diatas angka 14 itu bertuliskan;

'Mingyu's Birthday'

Dan tanggal itu bertepatan dengan hari ini. Pagi hari sekali Wonwoo sudah bangun dari tidurnya, ia langsung bergegas menuju dapur dan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat cake.

Ya, Wonwoo akan membuat sebuah cake untuk hadiah ulang tahun Mingyu. Ia sudah merengek pada Jisoo hyung-nya yang pandai membuat cake untuk mengajarinya membuat cake yang enak agar tidak mengecewakan Mingyu.

Sekarang ia akan menerapkan apa-apa saja yang telah diajarkan oleh Jisoo hyung-nya kemarin pada bahan-bahan yang sudah tersusun rapi dihadapannya.

Bermenit-menit telah dilalui oleh Wonwoo untuk membuat hadiah Mingyu. Dan pada menit ke-123 Wonwoo telah selesai membuat cake-nya sendiri.

Setelah membungkus dengan rapi cake itu, Wonwoo lalu pergi untuk membersihkan diri.

Alat penunjuk waktu yang berada dimeja nakas disamping ranjang Wonwoo sudah menunjuk ke angka 8 ketika Wonwoo selesai membersihkan diri. Ia memakai hoodie dengan gambar beruang lucu ditengahnya, menambah kesan imut pada dirinya.

Tepat pada pukul 9, Wonwoo sudah siap untuk pergi kerumah Mingyu. Ia akan memberikan surprise kepada Mingyu. Dengan senyum yang tersemat dibibirnya, ia berangkat ke rumah Mingyu.

Mingyu masih asik mengarungi alam bawah sadarnya ketika Wonwoo datang. Wonwoo tersenyum.

"Hey! Tuan Kim pemalas! Bangunlah!" Wonwoo mengguncang tubuh –sexy– Mingyu.

"Aish~ nanti saja appa~ Aku masih mengantuk,"

"Mwo? Apa suaraku mirip dengan suara appa-mu?" Mingyu terduduk, "Wonwoo? Sejak kapan kau disini?" Wonwoo meletakkan jari telunjuknya didagu.

"Eum~ Sejak kau masih mengarungi alam mimpimu, mungkin? Apa suaraku mirip dengan suara appamu?" Tanya Wonwoo penasaran, karna demi apapun suara appa Mingyu itu sangat berat. Khas seorang ahjussi-ahjussi, dan walaupun suara Wonwoo sedikit berat, Wonwoo itu bukan seorang ahjussi!

"Ani, aku hanya tidak sadar tadi," ujar Mingyu dengan cengiran bodohnya.

"Tch," Wonwoo mencibir, "Cepatlah mandi! Kau bau!" Wonwoo berujar dengan menjepit hidung mancungnya.

"Aish~ biarpun bau, kau tetap menyukaiku 'kan?" Ujar Mingyu seraya pergi menuju kamar mandi yang berada didalam kamar itu.

Setelah memastikan Mingyu telah masuk kekamar mandi, Wonwoo mulai menyiapkan segala sesuatu yang dibawanya dari rumah. Setelah selesai, ia mematikan lampu dan menutup semua celah-celah cahaya yang mungkin akan mengintip.

Cklek.

Mingyu mengernyitkan dahinya ketika melihat keadaan kamarnya yang benar-benar gelap. Satu-satunya cahaya yang menyinari kamarnya hanya dari kamar mandi yang sedang terbuka.

"Wonwoo?"

Mingyu sedikit terkejut ketika wajah Wonwoot iba-tiba nampak dari sudut kamarnya. Wonwoo menyinari wajahnya dengan sebuah korak api.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Mingyu, Wonwoo hanya tersenyum lalu mematikan api itu. "Mingyu, bisa kau tutup pintu yang berada dibelakangmu?" pinta Wonwoo.

Mingyu kebingungan tapi tetap menurut, "Lalu?" Hening.

"Tutuplah matamu, dan jangan mengintip!" Mingyu kembali menuruti kata-kata Wonwoo. Hening untuk beberapa saat.

"Kau boleh membuka matamu sekarang," Mingyu dengan perlahan membuka matanya.

Retinanya menangkap bayangan Wonwoo yang tengah memegang sebuah cake dengan lilin diatasnya. Senyum menawan terpasang dibibirnya.

"Saengil chukkaehamnida~ Mingyuaa~" Ujar Wonwoo. Mingyu bejalan dengan pasti kearah Wonwoo, meniup lilin yang berada diatas cake itu lalu mengambil alih cake itu. Wonwoo menatapnya bingung.

Setelah meletakkan cake tersebut diatas meja nakas yang berada tak jauh dari tempat Wonwoo berdiri tadi, Mingyu langsung memeluk Wonwoo erat.

"Saranghae."

.:.[].:.

Flashback

14 Februari 2012.

Wonwoo sedang berbaring dengan tidak berdaya diatas ranjangnya. Ia terserang demam dan flu sejak kemarin. Kondisinya benar-benar buruk sekarang, ia bahkan tak sempat membelikan Mingyu hadiah valentine.

Ia jadi menyesal kemarin nekat hujan-hujanan saat pulang dari supermarket yang berada cukup jauh dari rumahnya. Hancur sudah harapannya untuk membuatkan Mingyu coklat buatannya sendiri.

Padahal ia sudah merencanakan hal itu dari jauh-jauh hari. Ia mengeram kesal lalu berusaha bangkit dari ranjang empuknya.

"Ugh!" Wonwoo memegangi kepalanya yang terasa berat.

Cklek.

Wonwoo mendongak.

"Mingyu?"

Mingyu berjalan dengan cepat menuju Wonwoo, Wonwoo bahkan belum sempat merespon dengan baik apa yang terjadi ketika Mingyu sudah mencuri sebuah ciuman darinya.

Wonwoo kontan saja langsung mendorong Mingyu menjauh.

"Yak! Kau apa-apaan? Bagaimana jika kau tertular penyakitku? Kau itu bodoh atau apa?"

"Ya, aku bodoh karna membiarkan Wonwoo-Ku sakit," Wonwoom emerah mendengar penekanan Mingyu dikata –Ku itu.

"Tch! Kalau kau juga ikut sakit 'kan aku juga repot!" Wonwoo mempoutkan bibirnya.

"Aish, setidaknya hargai usahaku untuk membuatmu sembuh,"

"Dengan membuat dirimu sakit? Kau mau aku cepat tua? Kau yang sedang sakit itu beratus kali lipat lebih manja dari yang biasanya,"

"Jinjja? Kau beruntung bisa menjadi tempatku bermanja-manja, banyak orang diluar sana yang berharap bisa menjadi tempatku bermanja Wonie~"

"Ish~ Kau itu narsis sekali Tuan Kim~"

"Tapi akulah yang kau sukai Nyonya Kim~"

"Yaiks, apa-apaan itu?" Mingyu tersenyum tampan.

"Apa kau sudah meminum obatmu?" Wonwoo menggeleng.

"Aish~ Kau mau aku mati khawatir karna kau sakit?" Mingyu mencubit kedua pipi Wonwoo.

Wonwoo menepis kedua tangan Mingyu. Ia mengusap kedua pipinya. "Aish~ Appo~"

Mingyu tertawa pelan. Aish~ betapa lucunya Wonwoo-nya. Ia kemudian ikut mengusap kedua pipi Wonwoo.

"Jja! Sekarang ayo kita minum obat,"

"Ne~"

"Hey, sepertinya ini adalah valentine yang paling berharga untukku,"

"Wae?"

"Karena aku bisa seharian bersamamu," Mingyu mengakhiri kata-katanya dengan senyuman tampan.

"Tch, bukannya kau setiap hari selalu bersamaku?"

"Hey, yang ini berbeda! Aku 'kan sedang merawatmu! Jadi ini berbeda dari biasanya!" Wonwoo mencibir.

"Tch! Terserah kau saja," Wonwoo berkata seraya berjalan meninggalkan Mingyu dibelakangnya.

"Hey~ cepatlah minum obat, setelah itu aku akan meneraktirmu cheese burger sepuasnya!"

"Jinjja?"

"Hm, kau tak percaya padaku?"

"Baiklah~ berikan aku obatnya!"

Mingyu mencibir, "Tch, dasar penggila cheese burger,"

"Mwo? Kau bilang apa?" Tanya Wonwoo dengan wajah yang dibuat garang.

"Tidak, bukan apa-apa," Ujar Mingyu dengan cengirannya. Wonwoo hanya mencibir.

.:.[].:.

Flashback

17 Juli 2012

Wonwooterlihat sedang terlelap dalam tidur cantiknya, ya setidaknya begitu sebelum getaran ponselnya mengganggu tidur cantiknya.

Drrtttt drrrttt…

Perlahan, Wonwoo membuka kedua kelopak matanya. Ia melirik jam yang terletak dimeja nakas disamping ranjangnya. Dahinya mengernyit. Bagaimana tidak? Waktu telah menunjukkan jam 12 malam, siapa yang mengiriminya pesan malam-malam begini?

Ia meraba-raba kasurnya, mencari keberadaan sang ponsel.

19 Message receive.

Kerutan didahi Wonwoo semakin tebal. Pantas saja ponselnya tidak berhenti bergetar, 19 pesan masuk kedalam ponselnya secara berturut-turut.

Dengan kesal ia membuka satu per satu pesan itu.

Nama 'Kim Mingyu' tertera discreen ponselnya secara berturut-turut.

'Selamat ulang tahun chagiya~'

Semua isi pesan yang Mingyu kirimkan sama, membuat Wonwoo–yang baru saja bangun dari tidurnya– mengernyit bingung. 'memangnya siapa yang sedang beruang tahun?' batin Wonwoo.

Tik

Tok

Tik

Tok

Wonwoo kemudian melihat tanggal yang tertera pada ponselnya.

17 July.

"Oh, 17 Juli, apa Mingyu salah mengirim pesan?" Ujar Wonwoo–Masih– kebingungan. Ia mulai berpikir lagi.

17 July,

17 July.

"OMO! Itukan ulang tahunku! Aish~ Pabboya~" Wonwoo memukul kepalanya sendiri. Ponselnya bergetar lagi. Kali ini sebuah panggilan dari Mingyu yang menyebabkan getaran itu.

"Mingyuie~"

"Wonie~ Happy birthdaybaby~ apa kau tau kenapa aku mengirimkan 19 pesan yang sama?"

"Aniya~ Wae?"

"Itu sebagai tanda kalau kau sudah 19 tahun sekarang. Dan aku ingin menjadi orang pertama sampai orang ke-19 yang mengucapkan selamat ulang tahun padamu."

Wonwoo terdiam, ia sedang merona. "Baby? Apa kau tertidur?"

"Aniya,"

"Kalau begitu bisa kau buka 'kan pintu rumahmu untukku? Aku berada didepan rumahmu sekarang,"

"Mwo? Aish, apa kau sudah gila? Ini sudah malam dan dingin sekali! Bagaimana kalau kau sakit?"

"Tch, buka 'kan saja dulu pintunya. Kau sudah tau 'kan kalau disini dingin?"

"Arra!"

Wonwoo dengan cepat beranjak dari ranjangnya untuk membuka pintu.

Cklek.

"Happy Birthday Wonie~" Ucap Mingyu seraya menyerahkan sebuket bunga lili, bunga kesukaan Wonwoo.

Tuk.

Wonwoo memukul kepala Mingyu dengan telapak tangannya. "Yak! Bagaimana jika kau sakit huh? Sudah berapa lama kau diluar?"

Mingyu bersungut,"Tak lama. Mungkin sekitar 1 jam," ucapnya santai.

"Aish! Kau bisa sakit pabbo! Sudah, ayo cepat masuk!" Wonwoo menarik tangan Mingyu yang terasa sedingin es. "Astaga Mingyu, bahkan tanganmu sudah sedingin es! Kau mau mati kedinginan hah?"

Mingyu hanya tertawa kecil. "Yak! Kenapa kau malah tertawa?" Kesal Wonwoo.

"Kau seperti seorang istri yang mengkhawatirkan suaminya, Hahaha."

"Tch! Sekarang bukan waktunya bercanda Mingyu!" Wonwoo mem-poutkan bibirnya.

Mingyu tersenyum lagi. "Cha! Ini untukmu, 19 bunga lili." Wonwoo menerimanya dengan cepat. Ia menghirup aroma yang dikeluarkan oleh bunga itu. "Gomawo," ujarnya seraya tersenyum.

"Kau tunggu sebentar, aku akan membuatkanmu coklat panas, kau pasti masih kedinginan." Lalu Wonwoo beranjak menuju dapur.

Mingyu tiba-tiba saja memeluk Wonwoo dari belakang ketika Wonwoo tengah menuangkan air panas kedalam gelas, membuat Wonwoo tersentak kaget.

"Yak! Aish~ jangan mengejutkan ku Mingyuie!"

"Hehehe, mian!" balas Mingyu dengan cengirannya.

"Wae?"

"Bisakah, kita menghabiskan malam ini berdua?" Pinta Mingyu. Wonwoo mengernyit.

"Tentu saja,"

"Aku mencintaimu Wonwoo, selamanya."

"Nado!"

.:.[].:.

Wonwoo sedang menatapi layar ponselnya dangan tatapan sedih, dilayar itu tertulis sebuah kontak dengan nama 'Mingyuie'.

"Apa kau sudah bahagia dengannya, Mingyu?" lirih Wonwoo.

"Apa kau tak perah memikirkanku lagi?"

"Apa kau tak pernah mencariku?"

"Apa kau tahu keadaaanku yang sekarang hiks.."

"Aku merindukanmu, Mingyuie~"

Isakan Wonwoo terdengar sangat pilu bagi orang-orang yang mendengarnya, bagaikan sebuah melodi yang menyayat hati. Membuat siapa saja yang mendengarkan isakan itu ikut terlarut dalam kesedihan yang dirasakan olehnya.

.:.[].:.

Flashback

21 Agustus 2012

Srak.

Kertas yang digenggam Wonwoo terjatuh begitu saja ketika ia selesai membaca isi dari kertas itu. Ia menetap kosong pada kertas yang berada didekat kakinya.

"Saya harap anda bisa menerima kenyataan ini Tuan Jeon, tetaplah berpikir optimis,"

"Ne, Uisa-nim, terima kasih."

Wonwoo berjalan dengan gontai dikoridor rumah sakit itu. Air mata menetes dari mata beningnya, ia terlihat begitu kacau dengan keadaannya sekarang. Hidung dan mata yang memerah karena menangis, ia jelas belum bisa menerima ini semua.

Apa Mingyu akan tetap berada disampingnya setelah ia mengatakan kenyataan ini? Air mata kembali mengalir dari mata indahnya ketika memikirkan semua kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Deringan ponselnya mengembalikan kesadaran Wonwoo yang sempat terbawa oleh kesedihannya.

'Mingyu's calling' tertera dilayar ponselnya.

Dengan cepat ia menghapus air matanya, lalu menetralkan napasnya.

"Ne, wae Mingyu?"

"Wonwoo, bisa kita bertemu?" Suara Mingyu terdengar gusar.

"Ne, A-aku, ada yang ingin kukatakan padamu."

" Cepat lah datang."

"Ne, Mingyu Happy anniver–"

PIP.

DEG.

Wonwoo membesarkan bola matanya. "–sary."

'Ada apa sebenarnya denganmu Mingyu?'

Wonwoo mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru café yang telah diberi tahukan oleh Mingyu, matanya langsung menemukan Mingyu yang tengah duduk memunggunginya. Dengan senyuman –yang tidak terlalu bersinar– ia mendekati meja Mingyu.

Langkahnya terhenti ketika melihat seseorang yang duduk tepat dihadapan Mingyu.

'Apa semua ini ada hubungannya dengan orang itu?'

"M-Mingyu?" panggil Wonwoo.

"Ah! Kau sudah datang, Wonwoo-ah,"

'Apa lagi ini? Kenapa Mingyu memanggilku dengan formal seperti itu?'

"Ne~ Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Wonwoo seraya meremas ujung bajunya. Mingyu menggenggam tangan Wonwoo, seakan-akan mencari sebuah kekuatan dari genggaman tangannya.

Mingyu lalu menatap dalam manik mata Wonwoo, menyalurkan tatapan bersalah pada orang terkasihnya dapat melihat tatapan bersalah, menyesal, sedih, dan kecewa yang bercampur menjadi satu dalam tatapan itu. Membuat Wonwoo bingung dengan apa yang dialami Mingyu sebenarnya.

"Wonwoo, perkenalkan. Dia .. Jeonghan–" ucap Mingyu menggantung. Wonwoo merasakan firasat buruk.

"–Dia, adalah calon tunanganku." Mingyu memutuskan kontak mata antar mereka.

Perlu beberapa detik untuk Wonwoo mencerna perkataan Mingyu. "K-kau.."

"Kurasa kita.. harus berakhir disini Wonwoo-ah," Mingyu tak berani menatap wajah Wonwoo saat ini. Wonwoo menghapus kasar airmatanya.

"Arra, aku mengerti. Selamat tinggal Mingyu, aku mencintaimu dan–" Wonwoo melepaskan genggaman tangan mereka.

"–Happy Anniversary." Setelah itu Wonwoo membungkukkan badan kepada Mingyu dan Jeonghan lalu pergi meninggalkan café itu dengan terburu-buru.

Mingyu berniat mengejar Wonwoo ketika sebuah tangan menggenggam tangannya erat.

"Kumohon Mingyu, itu semua bisa membahayakannya. Mata-mata ayahmu berada dimana-mana,"

Mingyu terduduk lemas dengan kepala tertunduk, setetes airmata menetes dari matanya.

.:.[].:.

Wonwoo mengusap air mata yang kembali keluar dari mata indahnya karena mengingat masa-masa suram dalam hidupnya. Inginnya dia melupakan semua kenangan buruk itu, tapi ia tidak pernah bisa melupakan sesuatu tentang Mingyu.

Ia terlalu mencintai Mingyu. Hanya itu saja.

Wonwoo rasa dadanya ingin meledak karena telah menyimpan beribu –atau mungkin lebih– kerinduan yang ditujukan pada Mingyu. Terlalu banyak rindu yang telah ia pendam sehingga membuat dadanya terasa sangat sesak.

'Apa Mingyu merasakan hal yang sama?' Tanya Wonwoo dalam benaknya.

Air mata menganak-sungai dipipi Wonwoo–yang terlihat semakin tirus. Wonwoo menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya. Bahunya terlihat berguncang.

Jika saat ini ia ditanyai tentang keinginan terakhir, maka ia pastinya akan meminta untuk kembali kemasa lalu dan memilih untuk tak mengenal sosok dengan nama Kim Mingyu sama sekali. Tetapi semua itu mustahil adanya.

Masa lalu tetaplah sebuah masa lalu yang hanya dapat dikenang, bukan untuk diperbaiki. Tanpa adanya masa lalu, maka dirinya yang sekarang tak akan pernah ada didunia ini.

Wonwoo membaringkan tubuhnya, lalu menyelimuti dirinya sampai leher. Ia terus menangis hingga tak sadar ia terlelap.

.:.[].:.

Mingyu duduk termenung dibalkon kamarnya, ia bahkan tak sadar saat seorang lelaki bertubuh ramping telah masuk kedalam kamarnya dan memperhatikannya dengan seksama. Tergambar raut sedih bercampur kecewa pada tatapan lelaki bertubuh mungil itu.

"Mingyu?" sapanya. Namun yang disapa hanya diam, masih tenggelam dalam dunia yang ia buat sendiri. Dimana hanya ada dirinya dan kenangan bersama orang yang paling dia cintai.

Jeonghan –lelaki itu– berjalan mendekati Mingyu. Dengan ragu ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu lebar Mingyu.

"Mingyu?" Panggilnya sekali lagi. Mingyu tersentak, lalu menengok kearah Jeonghan.

"Ah, Waeyo hyung?" tanya Mingyu.

"Boleh aku duduk disini?" Mingyu mengangguk. Jeonghan duduk dengan resah. Ia ingin bertanya pada Mingyu tentang sesuatu yang selama ini dipendamnya didalam hati.

"Mingyu, maukah kau menemaniku saat salju pertama nanti turun?"

"Apa aku bisa menolaknya hyung? Aku yakin jika aku menolaknya appa-ku tak segan untuk mengirimkan bodyguard-nya ke rumah Wonwoo," ujar Mingyu santai.

Jeonghan tersenyum kecut.

"Eum~ Mingyu boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

"Tentu,"

"Apa –Kau… masih mencintai… Wonwoo?" Tanya Jeonghan ragu. Mingyu mengalihkan seluruh perhatiannya pada Jeonghan –atau lebih tapatnya pertanyaan yang dikatakan oleh Jeonghan.

"Kenapa kau bertanya seperti itu–"

"Tak bisakah kau belajar mencintaiku Mingyu?" Mingyu membeku.

"Maafkan aku hyung," Mingyu menunduk, Jeonghan tersenyum pahit.

"Tak apa, apa kau tak merindukan Wonwoo?"

"Aku sangat merindukannya, bahkan rasanya aku tak bisa bernapas lagi hyung." Jelas Mingyu dengan wajah frustasi. Jeonghan merasa dadanya bagai dihantam sebuah palu raksasa.

"Kalau begitu temuilah dia,"

"Tak bisa hyung, ia pasti dalam bahaya jika aku sampai menemuinya. Bahkan menghubunginya pun aku tak berani. Appa bisa saja berbuat yang tidak-tidak pada Wonwoo."

"Temuilah dia, aku akan mengurus soal appa-mu,"

"Jinjja?" Sebuah senyum kebahagiaan memancar dari wajah Mingyu, membuat Jeonghan tersenyum. Senyum itu sudah lama tak terlihat mengembang diwajah tampan Mingyu.

"Ne, kau selama ini terlihat seperti zombie yang baru saja bangun dari kuburmu. Wonwoo itu napasmu ya?" Canda Jeonghan.

"Ya, mungkin bisa dibilang seperti itu hyung," Mingyu tertawa canggung.

"Jja! Bersiaplah menemui Wonwoomu!"

To Be Continue