"Ne, Dazai-".

"-kalau bisa. Semoga saja kita bertemu secara normal di masa depan".

===Re:Meet Again===

Cast : Dazai Osamu, Nakahara Chuuya.

Genre : Romance, Slice of Life

Rated : T

Disclaimer : Bungou Stray Dogs belong to Asagiri Kafka-Sensei and Harukawa Sango-sensei. This FF belongs to me, Nyandyanyan desu~~~

Summary : Andai Dazai segera menyelamatkan Chuuya waktu itu, maka Dazai 'saat ini' tidak akan dihantui rasa bersalah karenanya. DACHUU Fiction. SOUKOKU Fiction. DazaixChuuya. Soukoku. Ini Shou-Ai lho~~

Warning : mengandung typo dan ketidakjelasan serta kebaperan sang author yang teramat dalam /keplakkeplak/ banyak sekali yang berupa karangan author (nama sekolah, jalur kereta dan lain sebagainya) jadi harap maklum ya.

===Re:Meet Again===

Suara deru mesin kereta samar terdengar. Angin diluar sana masih terdengar desahnya, antara sedih dan penuh antusias disaat yang sama saat tergesek paksa dengan shinkasen.

Desakan.

Himpitan.

Guncangan pelan yang membuat tubuhmu bergerak sendiri mencari titik seimbangnya. Beruntung lengan terbalut perban itu reflek menggenggam cincin pegangan yang tergantung di bagian atas kereta.

Dazai Osamu. Terpaku pada pemandangan kilat deretan gedung-gedung pencakar langit di luar sana. Mau dipandangi seserius apapun, konsennya kacau berkat ketampakan nyata yang malah terlihat semu akibat gerakan cepat. Matanya hanya terpantul deretan garis dan cahaya abstrak hasil kecepatan kendaraan tumpangannya itu.

Dazai hanya salah satu siswa sekolah menengah atas di Tokyo. Keluarganya tinggal di Aomori, dia tinggal sendirian disana. Di satu kamar apartemen bobrok cukup jauh dari Tokyo, nyaris dekat dengan Yokohama. Usianya 17. Baru genap tanggal 29 Juni tahun ini. Hidupnya yang terlalu biasa hebatnya tak pernah membuatnya bosan sedikitpun.

Dia hanya merasa sedang mencari sesuatu.

Dia kehilangan sesuatu.

Benda.

Tempat.

Makhluk hidup.

Sesuatu.

Atau seseorang?

Guncangan terjadi bersamaan dengan pengeras suara yang memberi tahu penumpang di stasiun mana mereka berhenti saat itu. Dazai acuh. Toh itu bukan tempatnya turun. Dia tidak akan turun di Akihabara- maksudnya, buat apa? Tujuan pulangnya masih jauh dari sana.

Pintu logam itu tertutup lagi perlahan. Dazai menggeser tempatnya, menuju tepat di depan pintu. Bermaksud mendapat view terbagus untuk lamunannya sepanjang perjalanan pulang. Keretanya berjalan lagi, pelan-pelan. Pemandangan di stasiun masih terlihat amat jelas. Tidak ada yang penting disana. Kecuali sosok pendek bersurai panjang coklat –nyaris seperti oranye gelap- yang sedang bersandar di tiang penyangga peron. Tampak menunggu kereta tujuannya di jalur seberang sana.

Surai oranye.

Mata Dazai melebar. Arah pandangnya terkunci pada sosok yang makin menjauh karena dirinya sendiri yang terbawa kereta.

'Sialan. Sialan'.

Dia bahkan tidak tahu kenapa dia mengumpat sebegitu kesalnya. Perasaannya mengatakan bahwa jarak antara Akihabara dan Ueno menjadi begitu jauh padahal hanya berjarak satu stasiun lagi dan dia sedang sangat terburu-buru saat itu. Jadi saat kereta itu tiba di stasiun Ueno, tanpa melihat bahaya tidaknya, dia loncat keluar. Berlari secepat yang dia bisa, kembali ke Akihabara. Dan dia beruntung.

Si Oranye masih disana.

===Re:Meet Again===

"A-Ano-" Dazai mengatur nafas, kepayahan. Si Oranye tetap pada posisinya. Headphone yang terpasang di telinga mungkin membuatnya tak mendengar suara Dazai di belakangnya.

"Sumimasen" tangan Dazai menggapai belakang bahunya. Membuat sosok itu terkejut dan berbalik dengan ekspresi aneh menatap Dazai. "Sumimasen-" ucapan Dazai terputus lagi karena napasnya. Si Oranye menatapnya seolah dia adalah pengganggu. Tapi Dazai tak merasa begitu. Dia masih bersikukuh bahwa sesuatu –atau seseorang- yang selama ini dia cari adalah orang ini.

"Nakahara Chuuya kan?" dia bahkan tidak tahu dari mana nama itu tiba-tiba terlintas di kepala. "Aku benar?" dia bertanya lagi. Si Oranye menatapnya curiga. Dia bahkan belum bersuara sedikitpun.

"Dareka?".

"Kau- kau tidak mengenalku?" jelas sekali. Dan Dazai merasa bodoh karena pertanyaannya barusan. Dia sendiri bahkan tidak pernah bertemu dengan laki-laki itu. "Ma-Maaf. Kau pasti berpikir aku ini orang aneh. Aku hanya bermaksud bertanya, apa kita pernah bertemu sebelumnya?".

"Jelas tidak. Aku baru seminggu di Tokyo. Mungkin kau salah orang" Dazai mendesah frustasi. Dia melakukan hal tidak berguna jika itu memang benar. "Tapi- hmm, kau benar soal namaku" lanjutan itu setidaknya membuat Dazai sedikit merasa- lega? Kenapa dia merasa begitu?

"O-Oh, wow. Hebat sekali tebakanku" dia tertawa canggung. "Aku Dazai kalau kau mau tahu. Dazai Osamu" tangannya disodorkan pada sosok yang lebih pendek darinya itu, sementara dia hanya menatapi tangan Dazai yang seolah meminta sambutan.

"Sayangnya aku tidak tertarik untuk mengenalmu, jadi maaf-maaf saja" tangan Dazai menggantung di udara, terabaikan. "Aku duluan" sebuah kereta di jalur itu datang dan Nakahara Chuuya masuk ke dalamnya.

Meninggalkan Dazai yang memandanginya menjauh.

===Re:Meet Again===

Dazai tahu suara tawa keras itu bukan pertanda bahagia. Manik sewarna kakao gelap itu memandang keatas langit Yokohama yang penuh ledakan dan asap hitam kelam. Sepasang tangan milik seseorang yang melayang diatas sana tak henti-hentinya mengeluarkan bola pusaran serupa lubang hitam dan melayangkannya asal ke segala arah. Dia tertawa sejadi-jadinya, segila-gilanya. Hanya saja satu hal kontras tampak dan Dazai dapat melihatnya dengan begitu jelas dan menyakitkan.

Air mata kesakitan.

"CEPAT SELAMATKAN NAKAHARA-SAN, DAZAI-SAN!".

"DAZAI!".

"DAZAI-KUN!".

"DAZAI!".

"-kalau bisa. Semoga saja-".

"HHHH!" desahan kasar disertai hentakan keras pada lantai parkeet di bawahnya. Nafas terengah dan peluh membasahi sekujur tubuh Dazai. Matanya terbelalak, menatap kedua tangan penuh perban dihadapannya. Dia terbangun sendirian di apartemen seperti hari-hari sebelumnya.

Dia terbangun karena mimpi buruknya seperti hari-hari sebelumnya.

Dan biasanya dia akan menangis seperti hari-hari sebelumnya.

Dazai bangkit, menuju wastafel untuk membasuh wajah lelahnya. Wajahnya basah, begitu pula perban di kedua tangannya, dari telapak sampai pergelangan. Dia mulai membuka perban di lengan kirinya. Menampakkan berderet-deret sayatan yang beberapa masih tampak basah dan mengeluarkan darah. Irisnya kosong, dia pikir rasa sakit mungkin bisa memperbaiki hatinya walau nyatanya tidak. Dazai menghela nafas.

Dia harus segera pergi.

===Re:Meet Again===

Dazai kembali berhenti di Akihabara hari itu. Nakahara Chuuya masih di tempat yang sama dengan kemarin. Headphonenya masih terpasang dan tatapannya masih sekosong kemarin, menatap ke arah rel licin di bawah sana.

"Menunggu kereta?" pertanyaan idiot dan Dazai sadar sepenuhnya soal itu. Chuuya tidak seterkejut kemarin tapi tatapannya masih sama untuk Dazai, kecurigaan.

"Kau ini stalker atau apa?" ucapan ketus direspon tawa renyah milik Dazai. "Kau aneh".

"Aku setuju soal anehnya, tapi aku bukan stalker. Sudah kubilang kan? Aku hanya ingin mengenalmu, itu saja".

"Dan sudah kukatakan juga kalau aku tidak tertarik untuk mengenalmu".

"Oh-" Dazai memberi respon kekecewaan. "Souka" hening setelahnya. Chuuya masih bersandar dan sibuk dengan apa yang ia dengarkan lewat headphone sementara Dazai sibuk dengan lamunannya soal mimpi anehnya.

"Kau turun dimana?" Dazai berkedip beberapa kali sebelum sadar jika pertanyaan itu ditujukan padanya. Kemajuan kecil yang membuat senyumnya tertarik sekilas.

"Kikuma. Bagaimana denganmu?".

"Takafuru- tunggu! Kereta ke Kikuma ada di jalur seberang, bukan disini. Kau salah peron" Dazai tertawa saat respon lelaki pendek itu tampak seolah begitu heran.

"Ya, aku tahu kok".

"Terus?".

"Sudah kukatakan tadi, aku ingin mengenalmu. Karena itu aku kesini dulu. Mengantarmu sampai naik ke kereta tidak akan jadi masalah kan?".

"Kimoii".

"EH?! Responmu buruk sekali".

"Mana ada laki-laki yang mau mengantar lelaki lain, dan lagi hanya untuk naik kereta?! Selain itu kenapa kau ngotot sekali ingin kenal denganku?" Chuuya tampak gusar. Pertanyaan terakhir juga merupakan pertanyaan bagi dirinya sendiri sejak kemarin. Dazai benar-benar merasa jika Chuuya adalah orang yang dia cari selama ini. Hanya saja, bagaimana bisa dia seyakin itu?

"Kau- mirip dengan seseorang yang kukenal".

"Siapa? Pacarmu? Kalau begitu biar kukatakan, aku jelas seorang laki-laki jadi semirip apapun aku dengan pacarmu tetap saja aku laki-laki. Kecuali kau homo atau apapun itu yang jelas aku tak tertarik padamu. Itu saja".

"Tidak- bukan begitu maksudku-" suara Dazai mulai tersamarkan bunyi keras dari pengeras suara di peron itu. tanda bahwa kereta yang akan dinaiki Chuuya sudah mulai memasuki stasiun itu. saat kereta berhenti dan pintu terbuka, tanpa satu kata pun Chuuya masuk dan meninggalkan Dazai. Sama seperti kemarin.

Dan Dazai juga sama, masih memandangi kereta yang menjauh dengan Chuuya didalamnya.

===Re:Meet Again===

"Kau benar-benar keras kepala" guratan kesal tampak jelas didahi Chuuya. "Tch" berdecak, wajahnya teralihkan melawan arah pandang dari datangnya sosok bersurai coklat gelap itu. "Menyebalkan".

"Aku akan terus begini sampai kau mau berteman denganku" seringai riang tampak di wajah Dazai dan Chuuya bersumpah itu adalah ekspresi idiot menyebalkan yang tidak ingin dia lihat. "Aku ini orangnya pantang menyerah".

"Persetan. Sudah kubilang aku tak tertarik kenal denganmu".

"Kau sekolah di Akebata? Aku kenal seragammu" Dazai bicara seolah dia sedang disambut oleh Chuuya, sementara sosok yang diajak bicara hanya bisa mendesah kesal dan mau tak mau menanggapinya atau si bodoh keras kepala itu makin banyak bicara.

"Hm" respon singkat. "Aku baru pindah seminggu lalu- lebih mungkin".

"Berarti ini tahun kedua mu? Atau ketiga?".

"Kedua".

"Kita sama" saat menoleh, dia melihat senyum Dazai. Dua sabit terbentuk di matanya membuat Chuuya entah kenapa merasa tenang. "Berarti kita seumuran".

"Entahlah" Chuuya mengalihkan pandangannya lagi. "Kau- dari Itogawa kan?".

"Hooo~ kau tahu sekolahku? Wow".

"Itu sekolah elit. Dulu aku ujian masuk disitu tapi gagal, aku akhirnya menghabiskan tahun pertamaku di Yokohama. Dan sekarang baru pindah kesini".

"Yokohama?".

"Rumah orang tuaku disana" Dazai membentuk konsonan o dengan mulutnya. Yokohama ya. Kota pelabuhan yang cukup terkenal. Dekat pula dengan apartemennya, mungkin sekitar lima sampai enam stasiun dengan kereta.

"Lalu di Takafuru?".

"Apartemen. Anggap saja aku merantau ke Tokyo. Ah, kereta-" Dazai menoleh ke arah datangnya kereta. Mereka bahkan tak sadar sudah saling bicara cukup banyak. "Aku duluan" Chuuya beranjak masuk ke dalam kereta. Dazai tetap pada tempatnya, memandangi sosok Oranye itu.

"Chuuya!"

Tepat saat panggilan itu kereta berjalan.

Walau begitu, Nakahara Chuuya sempat mengangkat wajahnya ke arah Dazai. Seakan bertanya apa yang akan dibicarakan Dazai setelah itu.

===Re:Meet Again===

Sudah berapa hari- atau mungkin minggu mereka jadi selalu bicara setiap hari. Ya, setiap hari. Bahkan saat libur akhir pekan, Dazai akan tetap ke Akihabara dan Chuuya tetap pada tempatnya menunggu kereta. Chuuya yang berkata tidak tertarik pada Dazai pada akhirnya terbawa arus pembicaraan dan kini akan merasa janggal jika satu hari belum mendengar lelaki tinggi itu bicara.

"Ajak aku keliling Akihabara".

"Aku kerja. Aku sibuk".

"Bohong. Kalau kau kerja kau tidak mungkin disini".

"Aku pulang ke Takafuru untuk istirahat dan kembali lagi kesini nanti malam".

"Kalau begitu aku menunggumu disini".

"APA- Astaga, si bodoh ini".

"Kau tahu kalau aku keras kepala" Chuuya benar-benar tidak habis pikir kenapa pemaksa yang satu ini bisa berada dekat dengannya. "Tch. Terserah" dan Chuuya juga heran kenapa dia selalu setuju di akhir. Dazai tampak begitu senang. Chuuya merasa rasa senang itu selalu menular padanya walau hanya sedikit.

"Kau baik-baik saja? Siswa SMA yang jadi host, kalau terbongkar kau akan tamat".

"Aku cukup pintar soal menyembunyikan sesuatu jadi tidak masalah" setelahnya kereta tumpangan Chuuya datang. Dan dia pergi setelah mengucapkan salam perpisahan seperti biasa. Dazai melambai dengan senyuman saat kereta itu mulai berjalan. Walau Chuuya selalu mengatakan kalau hal itu memalukan, dia tetap melakukannya.

Senyumnya pudar saat Chuuya tak lagi berada dalam jarak pandangnya. Harus dia akui, semakin hari rasanya dia ingin mengikat Chuuya di suatu tempat. Bermaksud melindungi, atau lebih seperti ingin menyembunyikannya dari siapapun.

Dia merasa bodoh soal itu.

===Re:Meet Again===

Jam digital besar di salah satu gedung tinggi menunjukkan pukul setengah sepuluh. Malam yang cukup dingin di penghujung musim gugur, perpindahan menuju musim dingin memang saat-saat dimana udara akan jadi begitu ekstrim. Sementara Dazai, di depan stasiun Akihabara sedang sibuk menghangatkan kedua tangannya di saku kanan dan kiri coat coklat mudanya.

"Dazai" seruan itu milik Chuuya. Sweater rajut sewarna peach dikenakannya, dibalut dengan coat hitam diluar. "Dingin sekali" dia bergumam, bermaksud berbagi cerita soal dia yang memang benci dingin. "Sudah lama?".

"Lama sekali" Dazai bermaksud menggoda. Kaki Chuuya menendang sepatu Dazai, tatapannya kesal. "Kau pasti bermaksud minta sesuatu dari rasa bersalahku".

"Hei, kau yang berkata begitu jadi aku akan terima dengan senang hati" tawa Dazai kembali terdengar. Chuuya ingat betul jika sosok berperban itu memang selalu menyebalkan. "Soda" ucapan Dazai jelas terdengar. "Satu botol sudah cukup, rasa lemon" tanpa berkata apapun, sambil menggerutu, tungkai kurus Chuuya berjalan mendahuluinya.

"Jadi kau mau mengajakku kemana?".

"Aku hanya tahu jalan menuju tempat kerjaku di Akihabara, jadi memintaku menunjukkan jalan adalah sebuah kesalahan".

"Eeehhh?! Serius? Kukira kau akan mengajakku kencan ke berbagai tempat malam ini".

"Aku sangat ingin menghajarmu sekarang" Dazai terkekeh. Keduanya sampai didepan deretan berkotak-kotak mesin berisi berbagai macam minuman kaleng dan botol. Chuuya membeli apa yang diminta Dazai.

"Nih" dia melempar satu ke arah Dazai dan satu lagi sudah terbuka dan diteguk olehnya. "Aku benar-benar tidak tahu harus mengajakmu kemana".

"Heh? Jadi kau benar-benar memikirkannya ya?".

"B-Bukan begitu, bodoh! Aku cuma merasa tidak enak saja" Dazai melihat sekilas guratan kemerahan disekitaran pipi Chuuya. "Mau kuajak ke tempat kerjaku juga percuma saja. Kita tidak akan boleh masuk".

"Eh? Tapi kau bisa".

"Aku memalsukan umurku. Selain itu aku tidak bisa masuk sebagai pelanggan, dilarang soalnya" tangan Chuuya memainkan botol soda ditangannya, kemudian dia letakkan botol itu di kursi kosong, spasi diantara tempat duduknya dan Dazai. "Padahal minuman disana enak. Host club tempatku bekerja ada bar nya juga, dan bartender kami pintar sekali meracik minuman".

"Kau pernah minum?".

"Cuma mencicipi beberapa kali. Aku suka wine" Chuuya tertawa pelan saat menyebut kesukaannya sendiri. "Kata mereka lidahku tajam, jadi saat ada menu minuman baru. Akulah yang mencoba".

"Kau sangat dewasa ya"

"Umurku 17, bodoh" tatapan Chuuya risih ke arah Dazai yang memandangnya dengan mata berbinar. "Wajahmu konyol".

"Aku tahu kau menahan tawa saat melihat ekspresiku".

"Aku jijik" diam sebentar keduanya sebelum akhirnya tertawa bersama. Chuuya kadang merasa, bagaimanapun menyebalkannya orang ini, dia tetap bisa membuat kebersamaan mereka menjadi menyenangkan.

"Kalau sudah cukup umur, ajak aku kesana".

"Tentu saja. Akan kurekomendasikan minuman favoritku" Chuuya berucap bangga seolah dia adalah ahli dalam urusan minum. Dazai tersenyum, menahan tawa sebenarnya. Dia suka saat Chuuya mulai bersikap arogan dan sikapnya itulah yang akan menjadi bahan diskrimanasi Dazai nantinya.

"Dazai, apa kau tahu Petrus?" ucapan itu penuh antusias. Dazai jelas tidak tahu.

Tidak.

Dia tahu.

"Itu merek anggur yang sangat mahal sampai membuatmu kaget setengah mati".

"Wow, kau ternyata tahu soal itu. Petrus memang sangat terkenal ya?" Dazai merasa tawa Chuuya makin lama makin samar. Pandangannya kabur, sebatang pohon yang dipagari tembok rendah di seberang sana yang menjadi fokus pandangnya tampak seperti layar blur yang berganti-ganti lensa.

"Dazai? Oi. Dazai?!".

Dia jelas mendengar suara itu. Tapi disamping itu suara lain juga muncul satu persatu, berucap tanpa henti, tanpa jeda. Seakan Dazai dikelilingi begitu banyak suara yang membuat keringat dingin. Merasa kebingungan menjawab dan menanggapinya satu persatu.

"Dazai!".

"Dazai-san".

"Dazai-kun!".

"CEPAT SELAMATKAN NAKAHARA-SAN!".

"DAZAI!".

"Dazai, apa kau tahu Petrus?" pertanyaan dari sosok dibelakangnya tentunya dijawab dengan sangat mudah. Dazai tahu betul penggila wine itu tak mungkin tak punya satu dua botol didalam lemarinya.

"Itu merek anggur yang sangat mahal sampai membuatmu kaget setengah mati".

"Di malam saat kau pergi dari Port Mafia, aku merayakannya dengan minum itu" Chuuya hanya beralasan soal kekecewaannya.

"Dazai!" guncangan ditubuhnya mengembalikan kesadaran. Chuuya didepannya dengan wajah khawatir. Kedua lengan kurus itu masih berada di bahunya. "Kau kenapa?".

"A-Ah-" air matanya sudah turun sejak tadi tanpa sempat dia sadari. Dia mulai mengusap kasar keduaa sisi wajahnya sendiri yang sembab. Senyumnya tampak lagi, bukan senyum bodoh biasanya. "Tidak apa-apa. Hanya teringat hal menyedihkan" dia lalu tertawa canggung. Chuuya menatapnya sangsi.

"Kau aneh".

"Aku memang aneh" dia masih tertawa bodoh, menutupi kekalutan yang mendadak datang dan membuat hatinya tidak tenang. Dia bahkan tidak tahu kenapa bayangan barusan bisa muncul tiba-tiba.

"Bodoh. Kau membuatku takut. Kukira kau kerasukan atau apa".

"Chuuya".

"Hng?".

"Kau yakin kita tidak pernah bertemu sebelumnya?".

"Tidak. Sama sekali".

"Setiap kali didekatmu, banyak sekali kulihat de javu".

"Antara de javu dan khayalan bodohmu. Sudahlah, jangan dipikiran".

"Tapi-" tangannya bergerak menyenggol botol soda disisi kanannya.

"Ah- punyaku" Chuuya menggerutu.

"Maaf".

"Bukan masalah" botol soda itu terbuka, membuat cairan didalamnya keluar membentuk genangan berdesis efek karbon. Jatuh tepat di antara jarak Dazai dan Chuuya. Keduanya merunduk, mengambil posisi sama untuk menggapi botol itu. Sama-sama menggenggam botol walau dari kedua sisi berbeda.

"Sudah kubilang tidak ap-" Chuuya berkedip.

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Memastikan jika bibirnya baik-baik saja walau memang demikian hanya saja kini menempel disana bibir lain yang merupakan milik Dazai. Dazai yang memejamkan mata tampak begitu tenang, nyaris seperti sepersekian menit sebelumnya tak terjadi apapun yang membuatnya tampak kacau. Saat Dazai mulai menjauh, tampak kemudian wajah bersalah. Raut terkejut Chuuya jelas tampak dan Dazai semakin merasa bahwa keadaan setelah ini akan memburuk.

"Chuuya-".

"Aku pergi".

Dazai hanya menatap punggung milik sosok yang berlari menjauh itu.

===Re:Meet Again===

"Atsushi dan Akutagawa, mereka gagal" ucapan itu terdengar tampak begitu kecewa begitupun respon semua orang yang mendengarnya.

"APA MAKSUDMU, BRENGSEK?! BAGAIMANA KEADAAN MEREKA?!" Dazai merasa lilitan perban dan kerah kemeja dilehernya makin sesak sebab cengkraman kuat pria mafia didepannya. "DAZAI! AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUHMU JIKA REKANKU MATI LAGI KARENA STRATEGIMU".

"Chuuya, mereka sudah pada batasnya. Fitzgerald juga sudah menyeting permanen kendali Moby Dick padanya. Kita tidak bisa melakukan apapun selain evakuasi dan menunggu mereka jatuh menghantam Yokohama" Nakahara Chuuya menggeram marah. Bahunya naik turun sebab teriakan-teriakan yang ia keluarkan tadi. Tangannya menghempaskan tubuh Dazai kembali ke kursinya.

"Kita masih punya satu cara" matanya tajam lurus ke depan, kearah boss Port Mafia yang seketika paham apa maksud ucapannya barusan.

"Kau yakin, Chuuya-kun?" Mori Ougai yang tidak pernah merasakan perasaan sesak mendadak akibat akan perginya salah satu bawahannya bertugas kini mengalami hal itu. Cukup sudah dengan berita Akutagawa yang kini sekarat diatas sana membuatnya kalut. Dia tidak pernah merasa sebegini 'sayang'nya pada bawahannya selain Dazai.

"Kalau tidak kulakukan, kota ini rata. Dan aku tidak mau itu".

"Dazai akan membantumu".

"Tidak perlu, kuharap aku bisa mengendalikan diriku sendiri nanti" coat hitamnya sudah tersampir di kedua bahu dan tungkainya melangkah bergantian keluar seiring dengan dirinya sebagai pusat pandangan orang-orang disana.

"Ranpo-".

"Dia tidak akan kembali" Fukuzawa bahkan belum menyelesaikan kalimatnya. Mata Ranpo yang terbuka berekspresi kacau saat sosok Nakahara itu menghilang dari balik pintu. Sementara Dazai masih di tempatnya, sedang memilih untuk tetap tinggal dan membiarkan Chuuya melakukan Corruption sendirian atau mengejarnya.

"Kau yakin tidak mau membantunya?".

"Dia yang tidak menginginkan bantuanku" Dazai masih bisa searogan itu walau hatinya kalut. "Aku yakin kau mendengar ucapanku tadi, Dazai" Ranpo bangkit dari tempatnya, jalannya sama dengan milik Chuuya tadi. Didahului Fukuzawa dan Yosano. "Dia tidak akan kembali".

Dazai berharap deduksi Ranpo akan salah kala itu.

"CEPAT SELAMATKAN NAKAHARA-SAN, DAZAI-SAN!" Atsushi dengan sekujur tubuh penuh luka bahkan masih bisa berteriak sedemikian kerasnya. Akutagawa sudah koma sejak tiba dipinggiran pelabuhan Yokohama, dibawa terjun dari atas sana oleh Atsushi yang sama sekaratnya hanya saja dengan keadaan yang sedikit lebih beruntung.

"DAZAI-" Kunikida kelihatan sama dengan Atsushi. Arah pandang bergantian antara langit berapi Yokohama dan Dazai.

"DAZAI-KUN!".

"DAZAI!".

"Sialan. Atsushi-kun, lempar aku" beruntunglah Jinko memiliki ketahan tubuh luar biasa. Setelah tepat pada posisi, satu gerakan dari Atsushi membuat Dazai terlempar ke arah Chuuya yang melayang cukup jauh.

"CHUUYA!"

"CHUUYA!" Dazai sadar jika hari itu adalah hari dimana mimpinya tampak begitu nyata, begitu jelas. Seperti memori yang pernah dia alami- tidak, ini pasti memang pernah di alaminya.

Dia ingat, saat kecil selalu berlagak sebagai detektif dan sebagainya. Dia ingat dia begitu tertarik dengan hal-hal berbau bunuh diri. Atau bagaimana mimpi-mimpi menyakitkan itu mulai menghantuinya bagian demi bagian sejak beberapa tahun lalu.

Dia ingat hanya saja dia tidak tahu apa kaitannya itu semua dengan dirinya.

Berhari-hari setelah kejadian di Akihabara, Dazai tak bisa menemukan Chuuya disisi manapun stasiun Akihabara. Biasanya dia akan disana sampai malam. Bahkan pernah beberapa kali menghampiri semua host club di daerah itu tapi tetap tak bisa menemukan sosok Oranye itu.

"Ini buruk sekali. Aku bahkan bertingkah bodoh hanya karena mimpi tidak jelas itu. Chuuya pasti sangat marah padaku" Dazai berjongkok memeluk lutut di tempat Chuuya selalu bersandar menunggu kereta. Hari ini tepat seminggu setelah Chuuya menghilang dari hadapannya. Dia bahkan menyusun berbagai kata permintaan maaf sebagai persiapan saat bertemu dengan Chuuya nantinya. Bodoh memang, tapi jika tidak dia pikirkan maka dia hanya akan memperburuk keadaan saat mereka bertemu nanti.

"Oi, baka!" iris kakao nya melebar bersamaan dengan wajahnya yang mendongak dan mendapati sosok dihadapannya sedang bersiap melempar sesuatu padanya. "Nih" sekaleng soda ditangkap dari lemparan si Oranye yang berdiri itu.

"Chuuya- kau. Kemana-"

"Pulang ke Yokohama" Chuuya meneguk kaleng sodanya, ekspresinya masih tak berubah saat menatap ke arah rel. "Ayahku meninggal" Dazai tak tahu harus berucap apa setelahnya. Sia-sia sudah susunan kata yang dia persiapkan tepat seperti dugaannya.

"Maaf" akhirnya hanya itu yang bisa dia katakan. Sementara Chuuya malah tertawa karenanya. "Maafkan aku".

"Dasar idiot. Kau pasti berpikir aku menghilang karena menghindarimu" tepat sekali. Hal tidak lazim sebab Dazai berpikir sedangkal itu. Dia tersenyum sekilas kemudian. "Yah, aku memang berpikir untuk menjauhimu sih. Aku tidak percaya ciuman pertama dicuri stalker homo aneh yang selalu mengikuti kemana-mana".

"Hei, aku tidak semengerikan itu" respon Dazai membuat tawa Chuuya pecah. Dazai jadi sedikit lega karena Chuuya tak berubah sedikitpun bahkan setelah kelakuannya minggu lalu.

"Kau percaya reinkarnasi?"

"Tentu saja. Kadang aku berpikir, di masa lalu aku ini seperti apa" tegukan terakhir setelah ucapan barusan pada soda milik Chuuya. Laki-laki itu melempar kalengnya pada tempat sampah di sebelah kirinya. Cukup jauh tapi hebatnya masuk tepat ke dalamnya. "Akurasiku bagus sekali. Mungkin aku seorang pemain basket di masa lalu" dia tertawa sendiri karena ucapan konyolnya.

Dazai masih diam. menimbang apakah hal tidak masuk akal yang akan dia ucapkan setelah ini akan dipercaya oleh pria Nakahara itu.

"Bagaimana jika di masa lalu kau mati-" jeda, Chuuya menoleh. Menatapi wajah Dazai yang tampak ragu untuk melanjutkan. "Bagaimana jika kau mati di tanganku?" sudah, kau sudah katakan semua hal konyol yang berasal dari mimpi burukmu, Dazai.

Chuuya diam cukup lama. Hanya gumaman tanda dia memikirkan ucapan Dazai barusan yang terdengar cukup jelas.

"Memang ada yang salah dengan itu?" wajah terkejut adalah ekspresi yang diperlihatkan Dazai. "Maksudku, aku hidup lagi kan sekarang walau kau membunuhku. Jadi aku harus apa? Mau balas dendampun aku tidak ingat kenapa kau membunuhku".

"Aku- kurasa memang aku yang membunuhmu. Aku selalu de javu. Aneh. Mimpi buruk setiap malam dimana diakhir mimpi aku selalu melihatmu berlumuran darah sambil tersenyum. Itu bodoh sekali. Kau jelas kesakitan. Kau-" Dazai mengalihkan tatapannya dari manik shappire Chuuya. Tatapan Chuuya membuatnya merasa sakit, seolah dia sedang dihakimi walau kenyataan tak terlihat begitu. Dia selalu merasa bersalah. Setiap hari. Setiap saat.

"Harusnya aku menolongmu".

"Baiklah, Tuan Dazai 'Idiot' Osamu. Sudah cukup kebodohanmu berubah menjadi hal melankolis begini. Aku bahkan tidak paham ucapanmu" Chuuya meninju bahu Dazai keras, membuat laki-laki tinggi itu nyaris jatuh ke samping jika refleknya tidak bagus.

"Ceritakan semuanya padaku, baru aku bisa paham" Dazai terpaku. Dia tidak ingat jika sosok dalam mimpinya bisa tersenyum semenyenangkan ini. Bibirnya ikut tertarik membentuk senyuman kecil.

"Tentu saja" helaan nafasnya sore itu menjadi nafas-nafas baru yang tidak senegatif sebelumnya.

===Re:Meet Again===

"CHUUYA! CHUUYA!".

"K-Kau- berisik, bodoh" nafasnya seakan bisa putus kapan saja. Chuuya sadar sepenuhnya jika hampir seluruh tulang ditubuhnya remuk bahkan hancur didalam. Atau bagaimana pembuluh darahnya putus satu persatu namun Tuhan berbaik hati menyisakan beberapa untuk jantung dan bagian vital lainnya. tapi dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi.

"Chuuya-".

"Dengarkan aku, Dazai brengsek!" bahkan saat nyaris matipun bentakannya pada sosok bermanik gelap itu tetap sekeras biasanya. "Aku akan marah jika ada orang yang menangis di upacara pemakamanku, jadi beritahu semua orang soal ini".

"-tidak. Kau chibi idiot. Kau tidak akan mati. Tunggu sebentar sampai Yosano-san kemari".

"Aku sudah kelelahan. Biarkan aku tidur sebentar".

"Chuuya!".

"Ne, Dazai-" jeda itu digunakan untuk mengambil oksigen sebisa mungkin. Nafasnya makin berat begitu pula kedua kelopak matanya. Chuuya berusaha tersenyum, hal kontras dengan ekspresi yang selalu dia tunjukkan untuk Dazai.

"-kalau bisa. Semoga saja kita bertemu secara normal di masa depan".

===Re:Meet Again===

Story #1 END

===Re:Meet Again===

OWATTA MAMEN! /gak santai/

Demi apa ini dibuat dalam waktu sehari semalam /ngebut/LOL/

Padahal fanfiction lainnya terbengkalai /sobs/

Dapet inspirasi dari eps 9 fufufu

Soukoku mah gitu iihhhh /mulai gak jelas/

Yosh, pokoknya jangan jadi silent reader gaes

Review, follow, fav nya ditunggu

Btw ini mau kulanjutin sebenernya Cuma takut kepanjangan makanya sampe disini dulu ceritanya

See you next time

XOXO

/N-D-09122016/