Disclaimer : Yuri! on Ice was produced by MAPPA, directed by Sayo Yamamoto and written by Mitsurou Kubo

HAPPY READING


PROLOG

Hasetsu kota yang tenang. Meskipun hanya kota kecil, tetapi pemandangan menawan yang disuguhkan kota itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Minako betah berada di sini. Ia seorang balerina sukses. Ia bisa berkeliling dunia −menikmati segala keunikan dari setiap negara yang dikunjungi, dan bisa memilih tempat tinggalnya sesuka hati. Jika ia mau, ia bisa tinggal di Tokyo, di kota-kota besar, di luar negeri, di mana saja. Namun, ia memutuskan untuk tetap tinggal di kota kecil ini.

Okukawa Minako Ballet Studio yang ia dirikan diperuntukkan untuk anak-anak Hasetsu yang ingin belajar balet. Ia mendedikasikan diri sebagai seorang instruktur meskipun siswanya terus berkurang setiap tahun. Anak-anak datang padanya untuk melenturkan tubuh, belajar menari, melompat, dan berputar.

Malam ini, wanita cantik itu berjalan cepat di tengah kegelapan. Sebentar lagi Europian Championships akan tayang dan ia tak mau ketinggalan setiap tarian indah para figure skater dunia di atas es. Sebenarnya ia bisa menonton di rumah, tetapi berada di Yu-topia Katsuki rasanya hangat dan menyenangkan.

"Minako-senpai, selamat datang." Seorang wanita paruh baya berlari cepat ke arahnya sembari tersenyum, tepat setelah Minako membuka pintu.

"Hiroko, malam ini adalah malam penentuan. Aku harus menyaksikannya!" teriaknya sambil tersenyum lebar, lantas berlari untuk menguasai televisi keluarga Katsuki.

"Tentu saja," Hiroko menjawab. "Kami tahu Minako-senpai pasti datang ke sini."

Ia mengangguk cepat sembari mencari posisi duduk yang pas lalu menuang segelas penuh sake. Penampilan para peseluncur malam ini takkan ia lewatkan. Kompetisi ice skating selalu menyuguhkan penampilan yang luar biasa indah dan manakjubkan dari semua peserta. Sayang sekali, tahun ini Yuuri tidak lolos babak kualifikasi.

"Yuuri mana?"

"Di kamarnya," Toshiya Katsuki menjawab sembari meminum sake yang dituang Minako, lalu tersenyum tanpa dosa saat melihat wanita itu melotot ke arahnya.

"Apa dia lupa jadwalnya?" tanyanya lagi sebelum berteriak, "Yuuri, apa kau melupakan pertandingan malam ini?" Tak ada jawaban, maka ia berteriak lebih keras. "Yuuri!"

Tetap tak ada jawaban. Awalnya Minako merasa ada yang janggal, tak mungkin Yuuri tak mendengar teriakannya. Namun, pembawa acara yang memanggil nama peserta pertama dengan sangat semangat membuatnya melupakan kejanggalan itu dengan cepat.

Peserta pertama adalah peseluncur dari Swiss. Penampilan peseluncur itu membuat Minako berteriak-teriak, meminum sakenya, berteriak-teriak lagi, dan meminum sake lagi.

Ia suka balet. Ia suka ice skating. Ia suka semua peserta. Baginya, ice skating adalah keindahan tiada tara. Ia merasa berada di dunianya sendiri saat menyaksikan para skater meluncur di atas es −tak peduli pada pengunjung yang protes dengan suara kerasnya, dengan bau sake di mulutnya, maupun dengan tamu yang ingin mengganti saluran televisi. Malam ini, onsen ini miliknya.

Malam semakin larut. Peseluncur dari Kazakhstan baru saja menyelesaikan penampilannya yang tak kalah menakjubkan. Nilai sudah diumumkan, dan saat pembawa acara memanggil peserta berikutnya, Minako teringat kembali dengan muridnya. Yuuri harus melihat penampilan dari peserta terakhir ini.

Ia beranjak dari duduknya. Dengan langkah yang sedikit bergoyang karena pengaruh alkohol, ia berjalan menuju kamar Yuuri.

"Yuuri." Ia mengetuk pintu. Tak ada jawaban dari dalam. Mungkin Yuuri sudah tidur. Ia ketuk lagi. Tak ada jawaban lagi. Ia ketuk lebih kuat, ia panggil lebih keras. Namun, Yuuri tetap tak merespon. Apa mungkin Yuuri tidur senyenyak itu sampai-sampai tak mendengar teriakannya?

Ia mencoba memutar knop pintu yang ternyata tak dikunci. "Yuuri?" Kamar Yuuri gelap. Ia melangkah masuk untuk memastikan keberadaan pemuda itu.

Tiba-tiba ia mendengar isakan yang tertahan. "Yuuri?" panggilnya lagi. Ia cemas. Itu suara Yuuri.

Minako kemudian menekan tombol lampu yang ia temukan di samping pintu. Matanya lalu terbelalak. Bola matanya bergerak memerhatikan seluruh ruangan yang saat ini, di lantai kamar tempat ia berpijak, penuh dengan kelopak bunga.

Yuuri duduk meringkuk di sudut kamar. Terisak. Tak mau berbalik meskipun Minako memanggil berkali-kali. Wanita itu mendekat. Menyentuh dengan lembut pundak pemuda itu yang saat ini tengah bergetar.

"Yuuri, berbaliklah."

Perlu waktu beberapa menit hingga akhirnya Yuuri membalikkan badan. Kini di hadapannya, Minako melihat keadaan Yuuri yang terlihat sangat rapuh. Air matanya berlinang, matanya bengkak, bibirnya bergetar, dan beberapa kelopak bunga menempel di wajah dan pakaiannya.

Wanita itu tak perlu bertanya. Ia sudah sangat mengerti dengan keadaan pemuda di hadapannya ini. Diambilnya beberapa kelopak kemudian diamatinya cukup lama.

Minako memejamkan mata. Kamelia terlalu cantik untuk melambangkan perasaan patah hati yang diderita Yuuri. Ia memandang Yuuri dengan lembut. Pundaknya ia remas pelan. Air matanya turut mengalir melihat keadaan Yuuri saat ini.

"Siapa, Yuuri?" bisiknya.

Yuuri tak langsung menjawab. Air matanya semakin mengalir deras dan bibirnya bergetar hebat. Ia menundukkan wajah sebelum menjawab dengan suara yang teramat pelan, "Victor."

Seharusnya Minako tahu. Seharusnya ia tak usah bertanya. Sejak dulu, sejak ia kecil, peseluncur asal Rusia itu yang memang selalu dikagumi Yuuri. Rasa kagum yang terlampau dalam hingga lama-kelamaan perasaan itu berubah perlahan-lahan. Minako tahu, ia mengerti, bahwa pemuda itu mencintai seorang peseluncur yang seharusnya hanya ia idolakan. Yuuri terlalu mudah membuka hatinya hingga ia terjerumus jauh ke dalamnya.

"Keluargamu sudah tahu?"

Yuuri menggeleng.

"Akan kuberitahu."

Yuuri kembali menggeleng. Ditahannya tangan wanita itu. "Tak ada yang boleh tahu."

"Tapi, Yuuri−"

"Kumohon jangan, Minako-sensei. Aku tak mau mereka tahu keadaanku. Kumohon."

Minako menghela napas. Menyerah. Yuuri bukan tipe orang yang keras kepala. Ia cenderung penurut. Namun, untuk masalah yang satu ini, ia bersikeras dengan keputusannya. Ia ingin menyimpan penyakit ini untuk dirinya sendiri.

"Kau sudah tahu penyakit apa yang kau derita?"

Yuuri terdiam. Dipandangnya Minako sebelum menggeleng pasrah. "Kukira penyakit ini hanya ada di cerita dongeng."

"Semua orang berpikir seperti itu, Yuuri."

Tak ada yang mau mengidap penyakit ini. Penderita akan mengalami sesak di sekitar dada. Hal itu disebabkan adanya bunga yang tumbuh di paru-paru. Lama-kelamaan, jika dibiarkan, bunga itu akan tumbuh semakin banyak hingga penderita tak sanggup lagi menahannya.

Muntah bunga. Itulah yang terjadi kemudian jika beberapa bunga telah layu. Suatu penyakit tak masuk akal yang penyebabnya pun sama sekali tak masuk akal −karena cinta yang tak terbalas. Penyakit mematikan yang akan membuat penderita merasakan sakit yang berlipat ganda.

Sindrom hanahaki.

Prolog ‒ End


Atas review, kritik, dan sarannya saya ucapkan terima kasih ^^