Disclaimer. Masashi Kishimoto
WARNING. AU OOC. typo (^_^;)
I
..Goodbye for Beginning..
Hinata's POV
Setiap gadis memiliki kisah cintanya masing-masing. Aku tak percaya itu, karena kisah cinta itu tak pernah singgah dalam hidupku.
Aku menyukainya, sungguh...
Dia membuatku merasa bahwa aku berharga, bahwa aku punya caraku sendiri untuk mencintai, tapi Ia tak pernah tahu. Dihatinya ada seorang gadis, senyum yang mengembang, suara keras ketika berteriak dan tatapan liar ketika ia sedang marah. Sungguh Ia diberkahi berjuta ekspresi yang menawan sedangkan aku hanya memiliki tatapan sendu dan gugup.
Aku tak suka!
Hari ini tepat tiga tahun aku menyukainya, tepat tiga tahun aku mengetahui bahwa senyumnya bukan milikku dan aku sungguh harus melepaskannya kali ini.
Bagiku tidak ada kisah cinta.
Hinata's POV Ending
"Hinata-chaaann...", Ino memanggil gadis indigo itu sambil melambai-lambaikan tangannya bersemangat. Hinata berbalik, segera ia berlari ke arah Ino dengan muka bersemu.
"Ino-chan jangan teriak-teriak memanggilku," cicitnya ketika mencapai Ino. Sungguh ia tak suka diperhatikan.
Sejurus kemudian di bibir Ino terucap kata-kata sendu yang mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan Hinata untuk kuliah ke luar negeri. Ya, Hinata telah memutuskan untuk menyetujui titah ayahnya. Memutuskan untuk melupakan pria kuning yang menyilaukan, tidak ingin memandang punggungnya lagi.
Hinata tersenyum getir, "Ino-chan, aku akan sering menghubungimu," katanya menambahkan.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara tawa yang semakin lama mendekati Ino dan Hinata. Pemilik tawa itu adalah Naruto, pria berambut kuning, diikuti dua sahabatnya Sasuke yang lebih banyak tertawa dalam hati dan Sakura yang sibuk mengejek Naruto tetapi ikut tertawa bersamanya.
Deg. Jantung Hinata serasa berhenti, matanya yang indah otomatis mencari pemilik tawa lebar itu. Di matanya jelas terlihat keinginan dan kerinduan mendalam yang telah lama disimpannya, pipinya seketika memerah. Naruto dan kedua sahabatnya berlalu begitu saja tanpa mempedulikan Hinata. Ino yang sedari tapi memperhatikan Hinata paham benar bagaimana perasaaan Hinata. Naruto tidak pernah menyapanya, bahkan memandangnya. Naruto memang tidak mengenal Hinata. Selain berbeda kelas, Naruto dan kedua sahabatnya merupakan murid populer di sekolah. Namikaze Naruto adalah anak dari walikota Tokyo. Selain itu ia juga sangat ramah dengan siapa saja yang menyapanya, walaupun putra seorang walikota, ia selalu bersikap apa adanya, sederhana. Ia tak segan untuk menikmati ramen di kedai pinggir jalan ataupun melakukan perjalanan dengan kendaraan umum. Ia tidak pernah menyombongkan kedudukan keluarganya.
Hinata tidak memiliki keberanian untuk menyapa Naruto.
Selain Naruto ada Uchiha Sasuke. Sahabat Naruto ini tak kalah hebat. Ia adalah putra bungsu pewaris Uchiha Corp salah satu perusahaan terbesar di Jepang yang juga telah melebarkan bisnis ke Eropa dan Amerika. Berbeda dengan Naruto, Sasuke tidak banyak tertawa, ia bahkan tidak ramah dengan semua orang yang menyapanya. Walaupun begitu, Wajahnya yang tampan dengan mata hitam tajam membuat semua wanita menyukainya.
Kecuali Hinata.
Haruno Sakura. Ia satu-satunya perempuan diantara kedua pria hebat itu. Berbeda dengan Sasuke dan Naruto, Sakura berasal dari keluarga biasa, tapi ia adalah gadis yang berani dan juga pintar. Ia akan dengan lantang mengungkapkan pendapatnya mengenai apapun, siapapun. Ia juga berbakat di bidang medis dan kini ia telah diterima di Universitas Tokyo sebagai mahasiswi kedokteran, beasiswa penuh. Guru-guru di Konoha SHS sangat bangga dengan prestasi Sakura.
Hinata tidak pernah seberani Sakura.
Ino tidak pernah habis pikir mengapa Hinata memiliki sifat pemalu yang overdosis. Ia selalu tidak ingin mendapat perhatian, seolah-olah menghindari cahaya. Ia selalu menunduk menyembunyikan wajah dari orang yang menatapnya, selalu membiarkan orang lain mendahuluinya. Mengalah. Sifat yang selalu ia tampilkan. Padahal kalau Hinata mau ia bisa dapatkan segalanya. Hinata adalah putri sulung pewaris Hyuuga Corp perusahaan terbesar dan terbaik di Jepang. Tidak banyak yang mengetahui itu. Hal ini tentu saja karena Hinata tidak pernah menunjukkannya bahkan cenderung menyembunyikan. Ia tidak pernah menyebut nama keluarganya ketika mengenalkan diri dengan siapapun. Ia tidak suka orang memandangnya sebagai seorang Hyuuga. Ia lebih suka menjadi dirinya, menjadi Hinata.
Hari itu adalah hari kelulusan Hinata sekaligus hari padamnya harapan terhadap cintanya. Naruto. Seminggu setelah itu Ia akan langsung pergi meninggalkan segala kenangan yang tak pernah ia rasakan keindahannya. Sebuah kota di tengah Eropa dengan sejuta sejarah adalah tujuannya.
.
.
.
.
.
Hyuuga Hiashi duduk seperti biasa di kursi kebesarannya, suatu ruangan mewah di lantai sebelas gedung Hyuuga Corp. Sesekali dihisapnya aroma kopi di gelasnya sambil tertegun melihat potret seorang gadis manis berponi, anaknya Hyuuga Hinata. Sudah hampir dua tahun Hiashi tidak berjumpa dengan anak sulungnya itu. Kini Hinata tengah berada di London guna melanjutkan studinya di universitas. Ia meminta anaknya itu untuk mengambil jurusan bisnis agar Hinata suatu saat bisa menggantikannya di kursi ini kelak. Seperti yang sudah diduga, Hinata menerima permintaan ayahnya tersebut, menerima bahwa ia akan berada di daratan berbeda dengan keluarganya, demi ayahnya, demi Hiashi, demi Hyuuga.
Hiashi tahu betul Hinata tidak minat dengan bisnis, menjadi penurus Hyuuga, ataupun berurusan dengan segala hal yang berhubungan dengan bisnis. Hiashi menyayangi anaknya, tapi Ia juga mencintai Hyuuga, maka ia akan lakukan apa saja untuk tetap membuat Hyuuga berjaya, toh Hinata sudah merasakan sendiri seberapa pentingnya Hyuuga tidak hanya bagi mereka tapi juga bagi orang kebanyakan. Bagi Hiashi tidak apa-apa kalau mengorbankan satu kebahagiaan untuk mendapatkan kebahagiaan lain yang lebih menguntungkan.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi membuyarkan pikiran-pikiran hatinya.
"Ada apa Neji?" katanya setelah melihat nama kontak di layar smartphone miliknya.
"Jii-san, aku sudah mengirimkan file yang Jii-san pesan, kuharap dengan melihat ini Jii-san mempertimbangkan saranku...dulu," kata suara orang yang bernama Neji itu.
Hiashi mendesah, "Apapun hasilnya, aku takkan mempertimbangkan saranmu, Neji" lanjut Hiashi kemudian memutuskan sambungan teleponnya.
Jari-jari tangannya yang keras kemudian segera meraih mouse dan meng-klik pesan yang baru dikirim Neji ke emailnya. Matanya naik turun melihat dua file yang dikirim Neji tersebut. ia terdiam beberapa saat, kemudian ada ekspresi yang sulit dibaca dari wajahnya yang datar. Kemudian ditutupnya file itu sembari menatap potret gadis berponi itu sekali lagi.
"Kau seorang Hyuuga, Hinata..."
.
.
Neji mendesah. Ia tak habis mengerti jalan pikiran pamannya tersebut. Bukankah dari file yang Ia kirim itu Hiashi bisa sadar dengan apa yang telah dilakukannya. Tapi kenyataannya Hiashi tidak menggubris sarannya. Dibukanya kembali file yang dikirimnya beberapa menit yang lalu pada orang yang berada di daratan yang berbeda dengannya itu. Dipandangnya sekali lagi file yang berisi nilai-nilai Hinata selama kuliah di London. Nilainya nyaris sempurna, semua orang yang melihat nilainya pasti setuju ia sangat berbakat di bisnis. Neji mendesah lagi, dibukanya file kedua yang juga dikirimnya pada Hiashi, sumber masalah. File ini berisi foto-foto Hinata di London. Cantik, tapi redup. Neji bisa melihat dari warna mata gadis itu yang tidak beriris lavender lagi. Ya, semua keluarga Hyuuga memiliki mata yang sama, mata mereka seperti bulan tanpa pupil. Tapi, siapapun yang melihat mata Hinata pasti tahu bahwa gadis itu memiliki warna lain di matanya yang pucat. Warna lavender yang indah. Akan tetapi sekarang mata itu tak lagi memancarkan irisan lavender. matanya telah pucat sepenuhnya, mata seorang Hyuuga.
Ekspresi Hinata bisa dilihat dari matanya, setidaknya itulah yang Neji pelajari tentang adik sepupunya itu. ketika gadis itu sedang bahagia warna lavender matanya akan cerah diikuti rona wajahnya yang memerah. Akan tetapi sekarang Neji tidak menemukan lagi rona merah yang selalu terpancara dari adik sepupunya itu. ia mengerti Hinata, sedangkan yang tidak mau ia akui tapi terjadi bahwa kenyataannya Hyuuga Hiashi tak pernah mengerti bagaimana putrinya.
'new email'
Neji melirik tampilan lain di laptopnya. Sebuah email baru dari Hiashi.
'Aku akan mengunjungi Hinata akhir pekan ini, pastikan kau juga di London, ada yang ingin kutanyakan padamu'
Neji tersentak melihat kalimat terakhir dari pamannya. Apa yang ingin ditanyakan oleh pamannya itu? Sebegitu pentingkah?
.
.
.
.
TBC
my first fanfiction..
mind to review?
