Burung dalam sangkar tak akan pernah bisa terbang lagi dengan bebas
Sekalipun dapat terbang, burung putih tersebut hanya akan bernasib malang…
Seekor burung putih dalam sangkar selalu menatap ke arah langit. Mata biru burung itu berharap untuk dapat terbang di langitnya biru…
Suatu ketika, sang pemilik lupa mengunci sangkar, lalu, sang burung mengepakkan sayapnya dan melesat terbang…
Namun hanya sebentar saja dia merasakan enaknya terbang di langit.
Karena di tengah perjalanan terbangnya, burung itu, dilukai oleh sang elang, membuat sang burung terjatuh sampai ke jurang…
Membuat sang burung kehilangan sesuatu yang merupakan identitasnya sebagai seorang burung… sesuatu yang merupakan benda berharganya…
Burung putih yang malang itu, kehilangan kedua sayapnya….
=Oreta Tsubasa de=
Disclaimer :
Inazuma Eleven Go © Level-5
Fallen Angel © Mitsuki Kaco
Genre :
Romance/ Hurt/Comfort/Angst/Drama
Rated:
T/semi M
Pairing :
Endou Mamoru x femGouenji Shuuya
Warning :
Gender Bender/NO YAOI/miss Typo/Alternate Universe (AU)/OOC-minimalisir/ Don't like Don't read!
::Chapter 1::
"Shuuya?"
Panggilan itu membuat seorang, yang tengah di rangkul oleh seorang pria paruh baya —mau tak mau membalikkan tubuhnya. Mata onyx-nya langsung menatap sesosok lelaki berambut coklat yang wajahnya dipenuhi oleh luka. Salah satu tangannya tengah menggenggam erat kerah baju seseorang yang ia pikir adalah lawan berkelahinya yang kini tengah tak sadarkan diri.
"S-shuuya... akhirnya aku menemukanmu," orang itu, yang dengan kejam langsung menjatuhkan tubuh lawannya yang tadi digenggamnya langsung saja menghampiri seseorang —yang dirangkul oleh pria paruh tadi— dengan wajah sumringah. Shuuya menatapnya dalam diam, mata coklatnya menatap mata hitam kelamShuuya penuh harap.
"Kau…" ucap Shuuya menggantung, membuat dia sedikit menampilkan senyumnya. Senyum yang sama. Batin Shuuya. "Siapa?" kata Shuuya dingin, membuat seketika ekspresi wajahnya mendingin. Mata coklat seseorang tadi menatap Shuuya tak percaya. Dia hendak berucap sesuatu namun Shuuya langsung membalikkan tubuhnya dengan angkuh dan melenggang pergi begitu saja dengan masih dirangkul oleh pria yang seumur ayahnya, yang kini mulai nakal mendekatkan kepalanya ke bahunya. Shuuya hanya diam dan membiarkannya, toh lelaki ini adalah pelanggannya.
'Gomen...,' bisik Shuuya —nyaris tak terdengar sembari menutup matanya.
.
.
.
'Endou...'
.
.
.
::Shuuya POV::
Terdengar suara pintu yang terkunci ketika aku mulai menaiki tempat tidur. Ketika aku berbalik, lelaki itu telah membelakangi pintu dan menatapku dengan senyum nafsu tersungging di bibirnya dan mata yang memancarkan seolah-olah ingin memakanku saat ini juga. Aku memamerkan senyum menggoda terbaikku yang membuat lelaki itu langsung berjalan cepat ke arahku dan memelukku erat. Salah satu tangannya membelai pipiku, kemudian mengangkat daguku dan mencium bibir merah nan mungil milikku dengan kasar dan penuh nafsu.
Puas dengan bibirku, lelaki itu kemudian mencium leherku, sembari membuka dasi kupu-kupu dan membuka semua kancing seragamku sambil menindihku. Dan tangannya mulai mengerayangi seluruh tubuhku…
.
.
.
Aku bangun dari tempat tidurku dengan selembar selimut yang menutupi tubuhku dengan warna kulit tan. Aku menengok ke arah sampingku, sudah tak ada siapa-siapa disana, yang ada hanyalah beberapa lembar uang seratus ribu yen. Aku mendudukkan tubuhku dengan perlahan. Lelah dan sakit yang kurasakan setelah tubuhku di 'pakai' oleh lelaki penuh nafsu itu.
Dengan selimut yang aku pegang untuk menutupi bagian dada sampai bawah, aku beringsut ke kamar mandi yang memang ada di kamar hotel VIP ini. Di kamar mandi aku menyalakan showerku.
Ya… shower itu membasahi semua bagian dalam tubuhku. Dari rambut panjang putih tulangku sampai ke kaki langsingku. Aku memejamkan mataku.
"Shuuya…"
Suara itu kembali terngiang di telingaku ketika aku menutup kelopak mataku. Membuat perasaan rindu itu muncul. Perasaan senang yang membuncah karena akhirnya dapat bertemu dengannya, dengan seorang sahabat yang telah mengisi sebagian hatiku. Ternyata dia berubah menjadi tampan ya… dengusku. Tapi, senyumnya tak berubah dari lima tahun yang lalu. Aku tersenyum, namun itu hanya sekejap.
"Siapa?" Pertanyaan yang kulontarkan tadi pun kembali terngiang. Membuatku tertawa hambar. "Maaf, Endou!" lirihku yang tertutupi dengan suara air dari shower.
::Shuuya End POV::
.
.
.
=Oreta Tsubasa de=
"Dia ya?"
"Cih, tidak tahu malu! Masih berani ke sekolah setelah melacurkan diri dengan seragam sekolah kita."
"Dasar pelacur! Kenapa dia tidak di keluarkan saja, sih?"
"Benar! Bikin malu kita saja."
'Bodoh! Kalau memang berniat ngomongin aku, seharusnya jangan terang-terangan begitu!'. Shuuya mendengus kesal. Melirik mereka sekilas kemudian melenggang pergi dengan gaya yang disombong-sombongkan, memasuki kelasnya. Shuuya duduk tepat berada di dekat jendela. Tak dipedulikanya dengungan-dengungan yang bisa bilang sirik itu. Kemudian matanya terbelalak begitu tanpa sengaja mata oniknya melihat sesosok lelaki dengan rambut coklat tengah menunggu di dekat gerbang sekolah. Ia terkejut dan tanpa pikir panjang segera beranjak dari bangkunya. Turun dari kelasnya yang ada dilantai dua untuk menemuinya…
.
.
.
"Yo, Shuuya!" sapanya riang. Shuuya menatapnya dingin.
"Darimana…"
"Tentu saja aku tahu sekolahmu dari seragam yang kau pakai kemarin, baka-Onion!" ucapnya meremehkan. Tuit(?) empat buah siku muncul di dahi Shuuya. Namun Shuuya menahan emosinya yang akan keluar dengan mengepalkan tangannya, membuat seluruh tubuhnya gemetar.
"Lalu ada urusan apa kau disini?" tanya Shuuya yang masih menahan amarah. Pemuda dihadapan itu langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Shuuya.
"Kau makin cantik Shuuya!"
Blush! Tiba-tiba muka Shuuya memerah.
Dia terkekeh geli, sementara Shuuya memutar kepalanya ke samping.
"Hahaha.. maaf-maaf…" ucapnya masih tertawa.
"Kalau kau kesini hanya untuk menertawakanku, lebih baik aku kembali ke kelas," ucap Shuuya sambil berlalu tapi ternyata lengannya digenggam erat olehnya. Shuuya menoleh, mendapati wajah dinginnya ada di sana.
"Kau benar tidak mengenalku?" tanyanya memastikan. Shuuya menggeleng. "Kau, Gouenji Shuuya kan?" tanyanya lagi. Shuuya mengangguk. "Lalu kenapa kau tidak ingat padaku?" ucapnya terdengar agak menyeramkan. Shuuya menatapnya dingin, kemudian dengan sekuat tenaga ia tepis lengannya.
"Jangan sok kenal ya… aku tidak pernah merasa mengenalmu!"
Nyut! Tiba-tiba Shuuya memegang dadanya yang terasa sakit.'Padahal aku yang mengatakannya tetapi aku juga yang merasa rasa ini' batin Shuuya. Kemudian ia melenggang pergi. Tanpa berucap sepatah katapun meninggalkan pemuda itu penuh kebimbangan.
'Maafkan aku Endou… kau tidak seharusnya mengingatku. Lupakan aku dan janjimu padaku itu…'
Tanpa terasa air mata Shuuya mengalir keluar.
.
.
.
=Oreta Tsubasa de=
"Mamo!"
Seorang bocah berusia sekitar sepuluh tahun tengah memperhatikan bocah lelaki berambut coklat dengan akses tanduk kucing yang tengah menutup kelopak matanya dan membaringkan tubuhnya di rerumputan hijau yang membuatnya merasa nyaman.
"Mamo!" panggil bocah berambut putih tulang itu sembari menguncang-guncang tubuh teman mainnya.
"Egh…" si bocah lelaki hanya bergumam tak jelas karena tidurnya yang terganggu. "Jangan ganggu aku Shuu-chan," ucap bocah itu sembari membuka matanya, menampilkan mata hazel miliknya yang langsung disuguhi oleh wajah tan sang bocah yang membuatnya hampir nosebleed karena jarak yang terlalu dekat dengan wajahnya.
"Menyingkirlah Shuu-chan," ucap bocah itu kasar. Membuat pemilik mata sekelam langit malam itu menggembungkan pipinya kesal, lalu menjauhkan wajahnya yang ada di atas lelaki brunette itu. Bocah lelaki itu kemudian bangkit dari tidurnya dan memandang bocah perempuan yang masih menggembungkan pipinya tanda merajuk. Bocah brunette itu menghela nafas.
"Ada apa Shuu-chan?" Tanya bocah brunette itu. Si bocah perempuan yang dipanggil Shuu-chan itu tidak menjawab. Masih merajuk. "Kalau kau masih merajuk, aku akan meninggalkanmu sekarang!" ancamnya sambil beranjak pergi, namun seseorang menarik kaos putihnya sehingga si bocah brunette itu tak dapat bergerak ke mana-mana. Si bocah brunette itu menoleh ke belakang dan menatap bocah perempuan berambut putih tulang di belakangnya.
Si bocah berambut putih tulang itu menatap takut-takut wajah bocah lelaki. Mata onyx miliknya berkaca-kaca penuh harap pada bocah yang memiliki mata coklat senada dengan rambutnya. Melihat itu, dia jadi merasa bersalah, sepertinya ancamannya sudah berlebihan. bocah brunette itu kemudian memeluk bawang(?) kesayangannya membuat mata dark onyx orang yang dipeluknya membulat dan pipinya bersemu merah.
"Tenanglah Shuu-chan, aku tak akan meninggalkanmu, maaf aku tadi keterlaluan," ucap bocah brunette itu.
"Benar?"
"Hn."
"Kau tak akan pernah meninggalkanku?"
"Ya."
"Selalu bersamaku? Tidak akan seperti ayahku?"
"Iya. Percayalah padaku," ucap si bocah brunette itu gemas
"Kalau suatu saat nanti kita terpisah bagaimana?"
Si brunette kemudian melepaskan pelukannya, menatap bocah perempuan itu lekat-lekat.
"Aku akan mencarimu, apa pun yang terjadi, aku akan menemukanmu, dan aku akan menjemputmu untuk terus bersamaku, selamanya…" kemudian si brunette mencium kening bocah dihadapannya. Membuat bocah berambut putih tulang itu tersenyum hangat. Sehangat mentari pagi yang sangat di sukai si brunette.
"Karena itu, jika kita benar-benar terpisah, tunggu aku ya, aku akan secepatnya menemuimu…"
"Hm.. aku akan menunggumu,"
.
.
.
=Oreta Tsubasa de=
Shuuya membuka matanya secepat yang ia bisa. Keringat dingin mengucur deras di setiap keningnya. Mimpi indah itu lagi. Ia menatap ke bawah dengan pandangan yang menggelap. Rintik air mata turun membasahi pipinya. Janji lima tahun yang lalu itu kembali mengusik dirinya. Lalu ia melirik ke arah jam weker yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Jam enam pagi. Disingkapnya selimut dan berjalan ke arah kamar mandi.
.
.
.
Pagi yang sama di waktu yang sama...
Lelaki berambut coklat itu membuka matanya. Kenangan akan masa lalunya bersama perempuan yang sangat dicintainya selalu hadir dalam mimpinya. Lelaki itu kemudian mengambil sebuah foto usang dari dompetnya, wajah seorang bocah perempuan berambut putih tulang yang masih mempertahankan model onion-nya tersenyum kearah kamera, sementara dirinya waktu kecil menatap gadis itu dengan penuh sayang. Mamoru menghela nafas berat.
"Kalau suatu saat nanti kita terpisah bagaimana?"
"Aku akan mencarimu, apa pun yang terjadi, aku akan menemukanmu, dan aku akan menjemputmu untuk terus bersamaku, selamanya…"
"Karena itu, jika kita benar-benar terpisah, tunggu aku ya, aku akan secepatnya menemuimu…"
"Hm.. aku akan menunggumu."
Mamoru menatap lembut foto itu. Setelah lima tahun mencarinya, akhirnya Mamoru menemukannya. Menemukan mentari kecilnya dulu. Menemukan Shuuya. Little onion-nya.
"Jangan sok kenal ya… aku tidak pernah merasa mengenalmu."
Mamoru kemudian terdiam. Mengingat pertemuan pertama setelah sekian lamanya dengan Shuuya-nya yang menyakitkan.
"Apa salahku padamu Shuuya? Apa kau benar-benar telah melupakanku?"
.
.
.
= Oreta Tsubasa de =
Shuuya menatap cermin yang ada di hadapannya. Memandang dingin pantulan dalam cermin itu. Ia tersenyum miris kemudian segera pergi dari tempat itu dan mengambil tas. Shuuya segera keluar dari kamarnya dan turun menuju dapur dan sesampainya ia terdiam tepat di depan meja makan.
Bukan makanan yang ia temui di meja makan itu, bukan. Melainkan beberapa uang kertas dan selembar catatan di sana.
Shuuya, ibu pergi ke rumah nenekmu. Selama beberapa hari ibu akan merawat adikmu yang sakit. Uang ini untuk kebutuhanmu.
Ibu
Shuuya tersenyum dingin membaca tulisan itu. Kemudian ia ambil uang beserta catatan itu dan melemparkannya ke tong sampah.
"Aku bisa dapat uang sendiri tanpa perlu diberi olehmu, ibu." ucap Shuuya sinis.
.
.
.
=Skip Time=
Pulang sekolah…
Shuuya tak bisa berkata-kata ketika Mamoru ada di depannya ketika ia baru keluar gerbang sekolah. Dengan gayanya yang santai dia menyandarkan dirinya di dinding dekat gerbang sekolah. Cuek. Namun ketika dia menyadari kehadirannya, dia tersenyum, jujur, senyum yang mengerikan.
"Hai, Shuuya!"
Sapanya dengan senyum iblis. Senyum yang amat beda dengan kemarin.
Shuuya bergidik….
.
.
.
"Hanase!" teriak Shuuya sambil berusaha melepaskan cengkramannya di lengan Mamoru. Namun sia-sia. Tenaga Mamoru lebih kuat darinya. Jadi tak mungkin dia bisa bebas darinya meski dia sudah berontak habis-habisan.
"Hei, Kau, lepaskan!" ucap Shuuya setengah berteriak. Teriakan Shuuya mengundang banyak perhatian, namun tak ada seorang pun yang sepertinya berniat untuk menyelamatkannya. Dia mendengus kesal.
Menyerah, akhirnya Shuuya pasrah saja akan di tarik ke mana, meski ia sebenarnya tidak suka berlama-lama bersamanya.
Tentu saja ia tak mau, karena takut, Shuuya menyadari bahwa ia masih mengingatnya. Dia takut untuk menyadari bahwa sudah begitu lama ia tidak menunggunya lagi. Sejak kejadian itu, Shuuya merasa sudah tak pantas untuk berada di sisinya lagi…
.
.
.
"Ramen dua. Yang satu ukuran jumbo, paman!"
Terdengar suara Mamoru yang sepertinya sedang memesan makanan. Eh? Shuuya menoleh ke kanan-kiri. Tanpa disadarinya ia sudah berada di depan kedai ramen dan Mamoru sudah tidak memegang tangannya lagi. Seharusnya Shuuya kabur saat ini juga tapi…
"Duduklah Shuuya, kalau kau berdiri di jalan seperti itu, kau hanya akan menghalangi orang yang mau makan!" katanya terkekeh geli. Shuuya menggembungkan pipi kesal. Kemudian duduk di sampingnya dengan gaya terpaksa. Muka cemberut yang ditekuk dan mata yang menatap lurus ke depan. Tapi ekor matanya curi-curi pandang ke arah Shuuya.
"Tak ada gunanya kau merajuk seperti itu Shuu-chan~!" ucap Mamoru dengan nada menggoda.
"Aku tidak sedang merajuk, dan jangan panggil aku Shuu-chan, Baka!" jawab Shuuya. Mamoru hanya terdiam.
"Kau benar tidak mengenalku? Hei, Gouenji Shuuya-chan!" ucapnya. Shuuya tak menjawab. Rasanya sulit untuk mengatakan bahwa ia tidak mengenalnya saat ini. Entah kenapa Shuuya dapat merasakan aura kesedihan yang terpancar darinya. Shuuya menunduk. Tak menjawab. Berkali-kali batinnya mengucapkan maaf padanya. Tapi apa akan terdengar olehnya? Kurasa tidak akan.
"Silakan ramennya," ucap pemilik kedai ramen kepada mereka berdua. Uap ramen mengepul ke wajah Shuuya. Membuat wajahnya panas. Kemudian Shuuya merasakan kepalanya di tepuk-tepuk oleh Mamoru.
"Makanlah Shuuya, biarpun ini bukan makanan kesukaanmu tapi kau tipe orang yang akan menghabiskan makanan yang tersaji di depanmu bukan?" sebuah pernyataan darinya kemudian dia membagi dua sumpitnya dan mulai melahap ramen yang dari dulu memang kesukaannya. Shuuya menatapnya sekilas kemudian melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya. Ramen yang seharusnya enak, jadi tidak terasa enak lagi dilidahnya. Rasa haru menyergap hatinya. Apakah, selama lima tahun ini, dia benar-benar mencariku sampai ke sini? Apakah selama lima tahun ini Mamoru mencarinya sembari mengingat setiap detil apa yang ia sukai dan yang tidak ia sukai.
.
.
.
Jika ya, aku juga melakukan hal yang sama dengannya.
Aku tahu makanan favoritnya, ramen. Apalagi ramen yang dari kedai Rairaiken. Dia sangat suka nambah beberapa ramen porsi jumbo. Hibiki-san pemilik kedai Rairaiken itu tak segan-segan memberikan potongan harga ke kami. Ya, terutama kepada Mamoru yang dianggapnya pelanggan setia serta seperti cucunya sendiri.. Dulu, dia sangat suka menatap langit di bawah pohon rindang. Ya… aku mengingatnya selama lima tahun ini, dan akupun menunggunya dia menjemputku. Tapi … jika saja kejadian itu tak terjadi padaku, mungkin saat ini aku akan bahagia bersama Mamo-ku.
.
.
.
"Shuuya?" panggil Mamoru membuat Shuuya mengerjap-ngerjapkan matanya. Ah, sepertinya dia tadi melamun.
"Hn?"
"Kau tak apa?" tanyanya sarat akan kekhawatiran. Shuuya menggeleng kemudian menyeruput ramennya dengan cepat. "Kau tidak terlihat bahagia," ucapnya lagi. Shuuya masih diam.
"Hei, apa kau masih ingat janjiku?"
"…."
"Kau masih menungguku kan?" desak Mamoru membuat Shuuya seketika menggebrak mejanya. Dia menatap mata musim gugur Mamoru dengan marah.
"Janji apa? Menunggu apa? Sudah kubilang aku tidak mengingatmu," ucap Shuuya penuh penekanan. Mata coklat itu menatapnya dalam, tak percaya. Shuuya mendesah.
"Endou, kumohon jangan ganggu aku lagi." Akhirnya Shuuya buka suara. Dan seketika itu Shuuya mulai mengalah untuk tidak berbohong padanya.
"Kenapa? Aku hanya ingin menepati janjiku," ucap Mamoru sambil menunduk. Rasa bersalah mulai menjalar pada diri Shuuya. Ia menatap tubuh Mamoru dengan tatapan terluka. Dan sebelum berkata-kata lagi, ponselnya berbunyi. Ia terpaksa mengangkatnya.
"Moshi-moshi?"
"Shuuya-chan, malam ini bisa temani aku? Di hotel yang biasanya," ucap suara diseberang. Shuuya melirik Mamoru yang ada di sampingnya yang kini tengah menatapnya. Mata malam langitnya kemudian meredup.
"Hm… tentu saja paman," ucap Shuuya dengan nada yang dibuat tertarik. Mendengar itu, paman yang ada di seberang sana, entah siapa hanya terkekeh kemudian memutuskan hubungan.
"Lihat? Aku bukan Shuuya yang dulu lagi," ucap Shuuya pada Mamoru kemudian bergegas pergi namun tangannya dicekal oleh Mamoru.
"Jangan pergi! Jangan pergi ke tempat tua Bangka itu!" perintah Mamoru dingin. Shuuya menatapnya dengan tatapan benci kemudian melepaskan cekalannya.
"Kau bukan siapa-siapaku sehingga aku harus menurutimu!" sergah Shuuya kemudian berlari begitu saja. Meninggalkan Mamoru yang kini menunduk dalam-dalam.
.
.
.
.
.
::To Be Continued::
Hai hai haaaai! Saya kembali dengan chapter bersambung. Setelah multichap Ore Wa Zombie, entah sampai kapan saya bakalan nyelesaiin tu fic, minim dilanjutin lagi -,- (ditabok reader).
Ada mau protes nggak kalau Shuuya di buat girly *kedip-kedip* Maklum, saya emang udah lama pengen bikin fic kaya gini. Ehehehehehhe.
Conti? or Del? Pilihan ada di tangan anda! Klik kotak biru yang mungil dan di bawah ini, lalu tulis uneg-uneg anda di situ. Jangan takut kalau mau nge-Flame saya ya... *wink-wink* saya orang kolot kok jadi biarpun mau ngeflame nggak papa, cz bisa menuh-menuhin kotak review saya :D Jadi jangan sungkan-sungkan ya... /lho!~
.
.
.
.
Sekian
=Arigatou=
