Title : Master Mean – chapter 1
Cast : Uchiha Sasuke, Haruno Sakura, Sabaku Gaara, Uzumaki Naruto, Hyuuga Hinata, Tsunade, Tenten, Choji, Ino
Genre : romance, friendship, hurt/comfort
Rate : T
Disclaimer, this is work of fiction, the characters are not mine, they belong to the rightfully author Masashi Kishimoto.
Aku menarik nafas dalam dan menyiapkan baju yang akan aku pakai untuk kontes yang akan aku ikuti. Aku mengambil buku yang sudah aku siapkan untuk kompetisi dan berlari menuju garasi tempat mobilku terparkir. Aku bergegas menuju arena kompetisi dengan kecepatan penuh, hampir saja menabrak angkot yang berhenti sembarangan di tengah jalan untuk menurunkan penumpang.
Setelah sampai di tempat tujuan, aku segera ikut mengantri dengan peserta lain untuk mendaftarkan diri. Aku menyerahkan kertas pendaftaranku yang sudah diisi secara online, kemudian panitia menulis nomor pesertaku di selembar kertas dan memberikannya padaku. Aku mengaitkan nomer pesertaku pada ujung bajuku, kemudian masuk ke dalam ruangan kontes.
Mencoba menenangkan diri, aku menarik nafas panjang dan mengambil bahan-bahan yang aku perlukan untuk kontes nanti. Aku mengambil beberapa buah lobak dan wortel, daging sapi juga beberapa bahan lain yang aku perlukan untuk membuat masakan andalan keluargaku.
Kalian pasti bertanya-tanya kompetisi macam apa yang aku ikuti sehingga memerlukan masakan andalan keluarga, jawabannya adalah kompetisi memasak. Aku selalu ingin membagi masakan yang aku sukai kepada khalayak ramai, aku bercita-cita ingin mendirikan restoran milikku sendiri.
Sejak umur 5 tahun, aku sudah di ajak memasak di dapur oleh mama ku. Mama sangat gemar memasak hingga hobinya menular kepadaku, aku ingin melanjutkan cita-cita mama yang belum terwujud. Pada umur 10 tahun aku memutuskan untuk mendalami memasak, bercita-cita ingin menjadi koki. Memang aku tidak menempuh pendidikan formal untuk mewujudkan cita-citaku, aku tidak ikut les memasak maupun sekolah memasak, aku hanya sering berlatih dirumah dengan cara membuatkan makan malam untuk keluargaku atau membantu tante ku yang kebetulan memiliki bisnis catering untuk pesta.
Aku tersentak dari kondisi melamunku saat mendengar nama dan nomer pesertaku dipanggil oleh panitia. Kompetisi ini adalah salah satu kompetisi memasak yang prestigious, aku memutuskan mewujudkan cita-citaku melalui kompetisi ini. Aku mendorong bahan makanan yang sudah aku pilih menuju kedalam ruangan kompetisi dan merasa nervous. Aku melihat beberapa peserta lain sudah siap di posisi masing-masing dan menunggu aba-aba untuk memulai memasak.
Saat bel dibunyikan, aku mulai memotong semua bahan-bahan dan menyiapkan bumbu yang akan aku gunakan untuk masakanku kali ini. Aku begitu konsentrasi menyelesaikan masakanku hingga tidak mendengar pertanyaan yang diajukan oleh MC yang tiba-tiba berdiri di hadapanku.
"A-apa?" tanyaku kaget setengah terbata, aku meletakkan pisau yang telah dipakai dan mengambil alat untuk menyaring kaldu sapi yang sudah jadi.
"Jadi, apa yang akan anda buat?" Tanya pembawa acara yang sekarang menyodorkan mic nya ke arahku. Dia adalah pembawa acara terkenal yang sekarang mulai menggeluti bidang memasak, wajahnya tampan dengan tubuh tinggi tegap. Dia sudah menjadi MC acara bergengsi ini semenjak season pertama, acara ini ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta terkenal.
"Kari." Kataku singkat sambil meneruskan pekerjaanku, jika aku sudah memfokuskan diri untuk berkonsentrasi, maka aku akan sulit untuk diganggu dan cenderung mengabaikan orang di sekitarku.
"Kari macam apa yang anda buat? Apa bedanya dengan kari yang lain?" tanyanya lagi. Aku hanya diam dan membentuk bibirku menjadi garis tipis tanda kesabaranku mulai menipis. Aku sangat tidak suka diganggu saat berkonsentrasi apalagi memasak, karena semua hal bisa terjadi saat memasak.
"Anda lihat saja nanti, kari ini berbeda dengan yang lainnya." Kataku sopan mencoba ramah, hal terakhir yang aku inginkan adalah memaki orang saat acara berlangsung.
Tak berapa lama terdengar juri mengumumkan bahwa waktu kurang semenit lagi, Aku segera melakukan plating dan menghias masakanku secantik mungkin dengan daun peterseli dan bubuk cabe. Saat peluit terdengar, juri mengangkat tangannya dan menyuruh kami untuk meletakkan masakan kami di meja penilaian dan member deskripsi masakan apa yang telah kami buat.
"Nama saya Haruno Sakura, saya memasak kari jepang resep khas milik keluarga." Kataku sopan dan mencari kata yang tepat untuk mendeskripsikannya namun tidak menemukan kata yang pas, aku menggigit pipi bagian dalam karena gugup.
Juri hanya mengangguk dan mengambil sesendok masakanku, kemudian menulis sesuatu pada kertas yang dipegangnya. Aku tidak terlalu antusias dengan babak penyisihan karena juri di babak ini berbeda dengan juri di babak 15 besar. Entah kenapa acara memasak ini berbeda dengan yang lain, karena biasanya juri babak penyisihan dan babak 15 besar adalah orang yang sama. Juri di babak 15 besar lebih berpengalaman dan semuanya mengagumkan.
Tak berapa lama aku sudah sampai di rumah dalam keadaan lelah fisik dan mental, ku akui suasana tadi lumayan tegang meskipun aku tidak terlalu antusias. Aku segera mandi dan menonton televisi untuk mencairkan ketegangan. Orang tuaku belum pulang dari perjalanan bisnis mereka, sehingga dirumah hanya ada aku dan sepupuku yang kebetulan sedang menginap disini karena ada urusan kerja.
"Sakura-chan, apa kau melihat kaos kaki yang aku letakkan di atas meja?" Tanya nya sambil duduk di sebelahku dan mengangkat kedua kakinya untuk diletakkan diatas meja.
"Eww… Haru-kun, kau jorok sekali!" kataku sambil mendorong bahunya pelan dan membuat muka jijik. Haru tetap mengarahkan pandangannya ke arah tivi sambil tertawa. Dia bersandar pada sandaran sofa sambil mengunyah Doritos dan mengganti channel berulang-ulang hingga aku merasa pusing. Akhirnya aku merasa tidak tertarik dengan acara televisi dan memutuskan untuk tidur. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Haru dan menutup mata, sejak kecil aku sudah terbiasa dengan keberadaan Haru meskipun dia sepupu jauhku. Dia bagaikan kakak yang tidak pernah aku miliki, menjaga dan membuatku merasa nyaman dan bahagia. Tak berapa lama aku tertidur dengan suara tivi sayup-sayup terdengar dan tangan Haru yang mengelus rambutku.
Keesokan harinya aku bangun di atas tempat tidurku, pasti Haru-kun yang memindahkan ku ke kamar kemarin malam. Aku mengucek mataku pelan dan merentangkan tanganku, melakukan beberapa gerakan untuk melemaskan ototku. Kemudian aku teringat sesuatu dan meloncat dari tempat tidur untuk segera bergegas mandi. Setelah mandi aku menuju dapur dan membuat pancake untuk sarapan, sekarang masih jam 10 pagi dan aku yakin Haru belum bangun dari tidurnya.
Aku duduk di meja makan sambil menikmati pancake dengan sirup maple dan segelas susu hangat, aku bukan tipe orang yang suka menimati makanan berat dan kopi pada pagi hari. Setelah semua makanan di piringku habis, aku segera mencucinya dan berganti baju. Aku mengemudikan mobilku menuju supermarket untuk membeli bahan-bahan masak untuk makan malam nanti. Tak berapa lama aku sudah sampai di salah satu supermarket besar di kotaku, dan seger mengambil trolley kemudian menuju ke bagian sayur dan buah.
Saat aku sedang sibuk memilih bahan untuk salad yang akan ku buat, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahuku. Aku menoleh dan kaget saat mendapati seseorang berambut pirang dan bermata biru menatapku sambil tersenyum. Aku terbebelalak selama beberapa saat sambil menganga, terpesona oleh ketampanannya. Tiba-tiba aku tersadar dari pose bodohku dan berdehem kemudian menatapnya bingung.
"Yes?" kataku dengan suara seperti tikus terjepit, sepertinya fase kekagetanku belum berlalu.
"Ermm, can you help me?" katanya sambil menggosok tengkuknya dan tersenyum malu, satu kata yang menggambarkannya, cute.
"Yes, what can I help you?" kataku sambil memasang senyum dan mencoba tidak bersikap aneh di hadapannya.
"Do you know where is keluwek? Because I don't know what it is look like." Aku menatapnya bingung kemudian tertawa terbahak, tidak menyangka dia menanyakan hal sekonyol itu padaku. Ya aku mengerti kalau dia tidak mengetahui bahan-bahan khas Indonesia karena jelas dia bukan orang sini, namun cara dia bertanya padaku membuatku tidak bisa menahan tawa hingga perutku terasa sakit.
Pria dihadapanku hanya menatapku bingung sambil mengerutkan dahinya, mungkin dia merasa heran mengapa aku bisa tertawa terbahak dihadapan orang yang tidak dikenal. Selama beberapa saat tawaku mereda dan aku memegang perutku karena sakit, kemudian aku sadar akan kehadiran orang dihadapanku dan mencoba menyadarkan diriku.
"Oh, I am sorry for laughing. Ermm… that thing is right there, you can find it near spice rack." Kataku sopan dan tersenyum, takut menyinggung perasaan pria di hadapanku ini.
"Ok thanks." Katanya tersenyum, aku membalikkan tubuhku dan berjalan ke arah rak buah ketika mendengar suara pria itu lagi.
"I am sorry, miss. Do you know what ingredients to make delicious rawon soup?" teriaknya dari tempatnya berdiri tadi. Aku membalikkan tubuhku dan bertemu dengan tatapan matanya lagi, oh my god, mata itu menghipnotisku sejenak namun kemudian aku sadar dan menggelengkan kepalaku. Fokus, Sakura! Fokus! Kataku dalam hati mencoba menyadarkan pikiranku yang berantakan hanya karena tatapan seseorang.
"Yes, I know. I can help you choose the ingredients, please follow me." Kataku berjalan menuju ke arah rak bumbu bahan tradisional, tiba-tiba pria itu ada di sebelahku sambil mendorong trolley-nya dan bersiul pelan. Aku hanya menggeleng dan tersenyum, pria di hadapanku ini very cute and lively. Tidak menyangka seseorang dengan tubuh tinggi besar sepertinya bisa memunculkan image cute.
Sampai di rak tujuan, aku mengambil beberapa bahan dan bumbu yang diperlukan untuk membuat rawon. Setelah selesai aku merasa ada sesuatu yang terlupa, beberapa saat kemudian aku baru teringat kalau dia belum membeli bahan utama untuk memasak rawon.
"Erm, you've taken the main ingredient to make rawon, haven't you?" kataku dengan nada ragu kemudian berbalik untuk melihat kearahnya. Pria itu bersandar di rak dengan tangan di kedua kantong celana jenas nya, dia menatapku tidak berkedip dengan mata birunya. Dengan penampilan kasual –polo shirt warna biru tua dan celana jeans gelap- dia memberikan kesan maskulin, pria seperti ini sangat langka dan bakalan membuat aku mati muda karena jantungku berdetak tidak karuan.
"Nope." Katanya pendek sambil menegakkan tubuhnya dan berjalan kearahku kemudian mendorong trolley-nya ke arah fresh section, dan mengambil beberapa daging.
"This is the right meat, right?" katanya sambil mengangkat sebelas alisnya, aku hanya terkesiap dan mengangguk perlahan. Ya tuhan, pria ini memiliki fatal attraction terhadap wanita.
"So, this is all?" katanya lagi sambil menunjuk trolley-nya yang sudah penuh dengan bahan-bahan masakan.
"Yep." Kataku singkat sambil mengangguk, tiba-tiba pria itu mengulurkan tangannya padaku. Aku hanya menatap tangannya heran, tak berapa lama aku menjabat tangannya dan dia meremas tanganku pelan.
"Thanks for your help, I owe you a big time. Oh, it is rude to leave it like that, I am Naruto Uzumaki by the way." Katanya ramah sambil tersenyum. Aku berkedip dan menatapnya tidak percaya, dia memperkenalkan dirinya padaku?
"Erm, I am Haruno Sakura. Uzumaki-san." Kataku sambil balik meremas tangannya pelan.
"No, please call me Naruto." Katanya lagi, aku menggeleng tanda tidak setuju.
"It's uncomfortable to call you that." Aku mencoba melepaskan genggaman tanganya padaku, dia kembali meletakkan tangannya ke saku celananya.
"It's ok, you can call me anything you want." Katanya sambil mengangkat bahunya tanda tak peduli. Aku mengangguk dan melanjutkan perjalananku menuju ke rak yang berisi buah kiwi.
"So, do you need help for the other?" kataku merasa tidak nyaman, aku merasa matanya seperti membuat lubang di kepalaku karena dia terus-terusan menatapku.
"No, but thanks for helping me. Hope to see you again." Katanya berjalan menjauh sambil melambaikan tangan, aku menatap kepergiannya hingga dia tidak terlihat, menghilang di antara rak supermarket.
"Fiuh.." kataku membuang nafas dan meredakan detak jantungku, bersamanya tidak menyebabkan kesehatanku membaik.
Aku segera pulang dan tidak sabar menunggu pengumuman babak penyisihan kemarin, merasa nervous dengan hasil yang akan kudapat. Tak lama setelah aku masuk ke dalam kamar, aku mendengar suara Haru memanggilku. Aku bergegas berganti baju dan menemukan Haru duduk di meja makan dengan dagu bertopang pada kedua tangannya, dia terlihat lusuh dan tidak bersemangat.
"Haru-chan, apa yang terjadi denganmu?" kataku prihatin sambil mengeluarkan bahan-bahan yang kubeli saat ke supermarket tadi. Haru tidak menjawab dan aku mendengarnya menghela nafas keras.
"Aku harap helaan nafasmu bukan pertanda buruk." Kataku lagi sambil menata sayuran di dalam wadah dan memasukkannya kedalam kulkas. Aku segera menyiapkan alat dan bahan untuk membuat makan malam, namun ragu-ragu karena Haru ada disini.
"Kau pasti tidak memakan sarapan yang aku buat? Biasanya setelah memakan pancake buatanku, mood mu membaik." Akhirnya aku memutuskan untuk membuat steak dan potato salad, makanan favorite kami berdua.
"Aku membutuhkan tempat tinggal untuk sementara, Sakura-chan. Apartemenku sedang di renovasi dan di desain ulang karena tidak sesuai dengan seleraku. Tapi aku tidak menemukan tempat lain untuk tinggal sementara." Katanya lesu sambil meletakkan kepalanya di meja.
"Kau bisa tinggal disini untuk sementara, Haru-chan. Kau tau mama dan papa tidak akan keberatan." Kataku santai sambil mengangkat bahu, aku meletakkan masakanku yang sudah matang di hadapan Haru, dan meletakkan milikku di sebelahnya. Aku merasa tidak nyaman melakukan kontak mata langsung saat makan.
Haru langsung mengangkat kepala dari meja dan menatap mekanan di depannya dengan pandangan mata berbinar, dia adalah seseorang dengan mood yang berubah hanya dengan makanan. Aku makan dalam diam dan meminum chamomile tea yang sudah tersedia di hadapanku, Haru membuatnya seusai makan tadi.
"Baiklah aku akan mencoba menghubungi mereka untuk meminta ijin." Aku mengangkat sebelah alisku, bingung dengan maksud "mereka" yang Haru implikasikan.
"Orangtua mu, Sakura-chan." Katanya sambil menyentil ujung hidungku gemas, aku menepis tangannya dan mendengus kesal.
"Oiya, dan selamat atas kemenangannya!" Haru berteriak heboh sambil menepuk-nepuk punggunggu, aku kembali menatapnya bingung, benar-benar tidak mengerti kali ini.
"Aku lihat namamu di situs Chef Master tadi, kau lolos babak 15 besar." Katanya santai sambil berjalan menuju ruang keluarga dan duduk di sofa depan televisi. Aku segera mengikutinya dan duduk di sampingnya dengan tangan memegang bahunya tidak percaya.
"Kau serius?" kataku tidak percaya, aku berencana membuka situs itu malam ini sebelum tidur.
"Yep." Katanya singkat sambil kembali menatap televisi lagi dan melihat acara babak penyisihan Chef Master. Kami melihatnya dalam diam, aku masih shock dan Haru yang serius memperhatikan acara itu.
"Juri yang berambut hitam itu sangat kejam, komentarnya terlalu kasar dan sama sekali tidak sopan." Gumam Haru sambil kembali meraih setoples keripik yang tersedia di meja samping sofa.
Aku memperhatikan televisi dan melihat orang yang Haru maksud, kemudian mengangguk tanda setuju. DIa memang sangat kasar dan kejam, terlihat sombong dan arrogan. Namun aku akui, dia memang chef hebat dan memenangkan beberapa perlombaan bergengsi berkelas internasional. Apalagi dengan muka yang tampang dan tegas, membuatnya seperti mempunyai aura dan wibawa yang berbeda. Suaranya juga tak kalah menarik, berat dan seksi. Banyak wanita yang memujanya, mulai dari penonton sampai peserta kompetisi.
"Oh iya, kudengar ada satu juri dari season lalu yang tidak akan muncul di season ini." Kata Haru lagi sambil mengunyah keripiknya dengan bunyi "krauk krauk" yang sangat berisik. Aku segera menoyor kepalanya kemudian menggerutu karena kebiasaan buruknya itu. Aku berharap si rambut hitam bermulut kasar itu yang bakalan digantikan karena mulutnya itu.
"Sudahlah, aku sudah malas mendengar ocehanmu. Aku ingin tidur karena besok kompetisi dimulai." Kataku sambil menguap tanda mengantuk, aku segera menuju kamar dan mulai tidur mempersiapkan untuk besok.
Esoknya aku sampai di tempat kompetisi dengan terengah-engah, hampir saja terlambat. Aku segera menuju tempat peserta masing-masing dan mendapatkan pengarahan dari director acara. Kemudian acara dimulai dan MC yang bernama Mark itu mengatakan kalimat pembuka khasnya.
"Selamat datang di Chef Master, sebuah kompetisi memasak yang sudah anda tunggu-tunggu. Let your life be a Chef Master and show your talent. Sebelum acara dimulai, mari kita wawancara beberapa peserta hari ini." Tak berapa lama setelah beberap peserta diberi pertanyaan, Mark kembali ke tengah ruangan dan memanggil para juri.
"Mari kita panggil para juri kita hari ini, ada yang berbeda dari season ini, karena kita mendapat juri baru untuk season 3 kali ini."
Kemudian terdapat 3 orang bayangan di panggung depan yang tertutup kain, terlihat 2 bayangan laki-laki dan 1 perempuan. Saat asap mulai keluar, tirai di turunkan dan aku terkesiap melihat apa yang ada di depanku. Aku tidak menyangka dia menjadi juri di acara ini, dan ditambah lagi dengan juri menyebalkan yang ternyata masih menjadi penilai di season ini.
"Perkenalkan juri kita, Uchiha Sasuke spesialisasi makanan Asia. Tsunade spesialisasi masakan eropa dan Uzumaki Naruto spesialisasi masakan barat."
Dan ternyata semua ini bukan mimpi, Uzumaki Naruto, lelaki yang aku temui di supermarket kemarin adalah juri kompetisi ini. Dan hidupku tidak menjadi lebih baik, karena si rambut hitam bermulut kasar itu juga berdiri disana.
Shit!
To Be Continued….
Muahahaha… we meet again, readers! Nice to know that my story Lovalievable reach 700 viewers, but I only have 6 reviews #hiks.
Please and pretty please leave your reviews here, favourite and follow it. I will not continue doing writing anytime soon if you not leave your mark in my page #pretty please! give your sloppy writer here your opinion about my story, because I want to be a better person!
Anyways I will give my thanks for readers that appreciate my stories and like it, I will fight to make a better stories for you :D
Keep reading and leash your Imagination, don't stop even if you feel tired and bored
Love you all,
Sloppy writer
P.S : apakah cerita ini cukup bagus untuk dilanjutkan? -.-
