Casts: EXO Chanyeol, D.O, yang lain menyusul di chapter depan.
Warning: Boys-love, fantasy yang belum berasa, typo yang bisa jadi ada.
|Awal|
Chanyeol melangkah pulang dengan hati tidak tenang.
Berkali-kali dia melirik kertas yang sedari tadi digenggamnya, kertas ulangan sains, yang nilainya tidak sampai setengah dari nilai sempurna, yang membuat Chanyeol gelisah. Dia tidak ingin kedua orang tuanya sampai tahu. Sebenarnya ada cara sederhana, mungkin Chanyeol bisa saja merobek kertas ulangannya dan membuangnya ke tempat sampah sampai di pinggir jalan, tapi sayangnya atas perintah sang guru kertas itu harus dikembalikan dua hari lagi dengan pembetulan jawaban dan tanda tangan orang tua.
Sepanjang perjalanan Chanyeol terus memutar otak dan akhrirnya otaknya sudah mendapat pencerahan, sekarang dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Sampai di rumah, Chanyeol langsung naik ke kamar tanpa suara, tapi langkah kakinya tetap saja terdengar.
"Kau sudah pulang, Chanyeol?" teriak Kakaknya. Di dalam kamar Chanyeol ragu. Jawab, tidak, jawab, tidak.
"Chanyeol?" Panggil kakaknya lagi. "Aku sudah masak makan siang untukmu."
Makan siang?
"Iya, aku turun!"
Dengan semangat Chanyeol berlari ke ruang makan, derap kakinya menimbulkan suara gaduh, Kakaknya ini tahu saja cacing-cacing di perutnya sudah mengemis minta makan.
Saat tangan kanan Chanyeol bergerak meraih sepotong paha ayam, kakaknya dengan cepat menepis tangannya.
"Kau belum ganti baju, Yeol," ujar Kakaknya. "Aku juga tahu kau pasti belum cuci tangan."
Chanyeol meringis, kemudian ekor matanya menangkap sesuatu yang berbeda dari biasanya. Dilihatnya sang kakak sudah berpakaian rapi, seperti seseorang yang hendak berpergian.
"Setelah ini aku akan pergi ke kampus," kata kakaknya, seolah bisa membaca pikiran Chanyeol. "Makanya, cepat habiskan makananmu."
"Tidak usah repot-repot begitu, berangkat saja dulu." Dari perkataannya Chanyeol terdengar baik, namun dibalik dia menyimpan suatu rencana. Chanyeol memasang senyum licik yang tipis, saking tipisnya sampai sang kakak tidak menyadarinya.
Kakaknya tertawa. "Baiklah, baiklah... Kalau Chanyeollie sudah berkata begitu."
"Ya ampun, Kakak, jangan panggil aku seperti itu!"
Tidak lama kemudian Kakaknya itu pergi.
Chanyeol langsung bangkit dari kursi, meninggalkan piringnya yang bahkan masih penuh dan menjalankan rencananya. Diambilnya kertas ujian yang baru didapatnya hari ini dan pergi menuju gudang.
Ya, gudang rumahnya.
Gudang kecil itu terletak di belakang rumah Chanyeol, tentu saja sesuai namanya, tempat itu dihuni oleh banyak kardus yang ditumpuk dan sesuai keadaan pada umumnya, gudang itu penuh debu. Chanyeol tidak yakin dia sanggup bertahan lama di ruangan gelap itu, seingatnya terakhir kali dia masuk ke dalamnya sudah sekitar enam tahun yang lalu.
Enam tahun yang lalu, saat dia bermain petak umpet dengan anak tetangga sebayanya. Waktu itu dia masih sebelas tahun, dia sembunyi di sana dan tidak tahu keadaan gudangnya saat itu lebih mengerikan dari yang sekarang.
Seseorang yang terlalu banyak menghirup debu akan terganggu nafasnya, itu yang terjadi pada Chanyeol kecil. Teman bermainnya itu tidak mengira Chanyeol akan bersembunyi di sana, jadi Chanyeol bertahan di ruangan itu hampir satu jam, dan pengalaman itu yang mempengaruhi buruknya sistem pernafasan Chanyeol.
Tapi ada satu misteri dibalik kejadian itu. Saat itu, debu berterbangan karena satu kardus jatuh ke lantai, Chanyeol terbatuk karenanya, tiba-tiba ada cahaya kuning menyala, lalu bagaikan perisai cahaya itu seolah-olah melindungi dirinya dari udara yang sudah tercemar itu, dan semuanya berlalu dengan cepat, tahu-tahu Chanyeol sudah mendapati tubuhnya terbaring di kamar.
Chanyeol membuka pintu kayu lapuk perlahan. Entah Chanyeol lupa atau apa, dia sama sekali tidak memikirkan kejadian enam tahun yang lalu, yang dia pikirkan sekarang hanyalah di mana letak buku milik ayahnya, buku besar bersampul keras yang memuat tanda tangan sang ayah, seingatnya Chanyeol pernah melihatnya di sini, tapi itu dulu sekali.
Chanyeol menutup mulutnya dengan tangan, pergerakannya saja sudah membuat debu berterbangan, apalagi saat dia mengorek isi kardus nanti.
Chanyeol tidak sadar sikunya menyenggol sesuatu, dan dua kardus di kanannya berjatuhan, seketika udara di hadapannya mengeruh, dia menutup rapat mulut dan hidungnya juga memejamkan matanya cukup lama menunggu debu turun, tapi itu terlalu lama, Chanyeol kehabisan nafas dan akhirnya menghirup debu.
Ini pertama kalinya Chanyeol terbatuk hebat sejak kejadian enam tahun lalu, dia jatuh terduduk menutupi mulutnya, punggungnya menabrak kardus lagi dan debu makin banyak berterbangan.
Lama-lama Chanyeol merasa sakit di bagian dadanya, dalam hati Chanyeol bersumpah akan memperlihatkan hasil ulangan pada Ayahnya jika dia masih bisa hidup sampai besok.
Lalu Chanyeol mendengar suara benda yang jatuh, dia berusaha membuka matanya untuk melihat, sebuah teko kecil jatuh, tutupnya terlepas dan menggelinding ke kakinya.
Seberkas cahaya putih menyilaukan muncul, membuat mata Chanyeol terpejam saking silaunya.
"Kenapa kau ke sini lagi?"
Chanyeol membuka matanya.
Sosok itu berlutut di hadapannya, mata bulatnya menatap Chanyeol langsung di mata. Dari matanya Chanyeol tahu, sosok itu tidak seperti dirinya.
Dia memegang pipi Chanyeol. Wajahnya mendekat, menatap Chanyeol lekat-lekat, membuat dalam dada Chanyeol berguncang hebat. Seakan terhipnotis kuningnya kedua mata itu, Chanyeol juga mendekatkan wajahnya, mempertemukan kening mereka.
"Sedang apa kau di sini?" Tanya si mata kuning.
Bukannya menjawab, Chanyeol malah balik bertanya.
"S-siapa kau?"
Sosok itu berdiri, meraih teko kecil di belakangnya.
"Aku adalah ini."
Chanyeol mengerutkan dahinya.
"Teko ini adalah aku," ulangnya, terdengar lebih tegas.
Chanyeol sering mendengar cerita tentang Aladdin yang menemukan jin dari teko kecil seperti itu, apa dia adalah jin? Tapi dia bilang dia adalah teko itu, berarti dia bukan jin, lalu apa?
Dia sepertinya tahu kebingungan yang melanda pikiran Chanyeol. "Kau tahu, semua benda ada wujudnya. Dan wujud teko ini adalah aku."
"Jadi, kau itu teko?"
Dia tersenyum lebar, mata kuningnya menyala.
"Panggil aku Dio."
|TBC|
Ini baru semacam prolog, maaf ya kalau aneh karena sebenernya tulisan ini udah hampir dua tahun ter-fermentasi di folder. Dari dulu aku suka banget fantasi-fantasian, pengen bikin tapi imajinasiku nggak terlalu bagus. Aku juga agak takut bikin chaptered karena aku ini gampang banget kena writer-block, nah apalagi ini fantasy, jadi jikalau aku mulai menunjukkan tanda-tanda itu mohon bantuannya, ya? Aku tau para pembaca punya daya imajinasi lebih bagus jadi kalian bisa PM aku kalau mau berbagi cerita (?) He he he.
