Murciélago

.

disclaimer: Tite Kubo only

.

created by: Fayiyong

.

A/N: Wahahaha~ setelah puas berkreasi dengan beberapa fic GrimmNel dan GgioSoi, kali ini Fay coba-coba buat UlquiHime! Yaaah, meskipun belum sehandal para author spesialis UlquiHime lainnya, tapi Fay bakal berusaha sebaik mungkin! #kecanduan Ulqui versi drakula# oh, dan maaf kalau memang IchiHime sering nyempil! Ini memang cerita cintrong segitiga :p dan terakhir: ENJOY READING, minna!


Chap 1 # Bloody Morning


Dan dia menatapku.

Sepasang mata hijau menyala itu menatapku seolah menginginkanku.

Walaupun aku tahu jika aku berdekatan, aku akan mendapat banyak resiko:

Dihujam oleh kedua taring setajam belati.

Dihancurkan oleh kekuatan berpuluh manusia.

Ataupun diperbudak oleh kesempurnaan fisiknya yang takkan pernah kulupakan.

Bagiku, saat ini dan selamanya, semua resiko itu tidaklah penting.

Selama aku bisa bersamanya, apapun akan kurelakan.

#

#

"Hold my hands, let's chase the sun,
we both know something's begun,
nothin' feels that real without you,
wanna learn so much about you~"

Sepasang kristal kelabu itu perlahan terlihat seiring terbukanya tirai indah yang menutupinya. Bibir semerah apel itu berkedut sekali, kemudian mengumandangkan erangan pagi seperti biasa. Sosok pemilik sutera seindah senja itu akhirnya merentangkan sepasang tangan jenjang nan indahnya, lalu meraih sebuah benda kecil yang bertengger tepat di sebelah bantal putih miliknya.

Perlahan ia membaca tulisan yang tertera di layar benda itu, kemudian kedua sudut bibirnya melengkung membentuk sebuah senyum manis yang sangat indah.

"Moshi-moshi, Kurosaki-kun?" sapa gadis manis itu dengan suara lembut yang riang.

"Sudah bangun?" suara seberang balas bertanya dengan nada yang tak kalah lembutnya.

Gadis manis itu tanpa sadar menganggukkan kepala—lupa kalau si lelaki lawan bicaranya takkan bisa melihat anggukan itu. "I-iya…"

Si lelaki tertawa kecil. "Aku membangunkanmu, ya?"

"E-eh… tidak juga, kok," dusta si gadis matahari—yah, siapapun tahu kalau dirinya adalah tukang tidur yang cukup parah—dan si lelaki jelas tahu kalau panggilannya sudah membangunkan gadis itu.

"Kau payah soal berbohong, Hime," si lelaki menggoda sambil tertawa.

Si gadis bersungut, tanpa sengaja melihat pantulan wajahnya di cermin seberang kamarnya, dan sadarlah ia kalau wajahnya sudah semerah cabai.

Merasa malu sendiri, si gadis akhirnya mencoba mengalihkan topik, "E-eh… anu… Kurosaki-kun sudah… engg… bersiap kerja?"

"Ya, sebentar lagi," sahut suara seberang, masih dengan suara lembut. "Kau mau mandi, ya?"

"Iya…" si gadis menjawab pelan.

"Kalau begitu sudah dulu, ya. Telepon aku kalau kau sudah tiba di Seireitei," pesannya. Gadis itu mengangguk—lagi-lagi lupa kalau lawan bicaranya takkan bisa melihatnya. "Sampai nanti, ya, Hime."

"Ja nee, Kurosaki-kun."

"Aishiteru nee, atashi no onna."

KLIK.

Tidak perlu menunggu beberapa detik sampai gadis itu kembali tumbang ke ranjangnya—kali ini lengkap dengan wajah merona yang jauh lebih merah dari cabai.

#

Sebuah stasiun besar nan megah menjadi tujuan seorang gadis dengan permata kelabu pagi ini—Inoue Orihime, seorang gadis yang merupakan penduduk lokal Karakura City, pagi ini berencana bepergian dengan kereta menuju kota di mana kekasihnya tinggal, Seireitei City.

Orihime memacu kedua kaki jenjangnya yang mungil menuju sudut stasiun; tidak salah lagi bahwa tujuan gadis itu adalah loket karcis yang baru saja dibuka oleh seorang gadis manis berambut ungu.

Setelah mencapai loket, Orihime menyunggingkan senyum manisnya dan berkata, "Ohayo. Tolong satu karcis Seireitei."

Si gadis loket—yang terlihat judes—sempat melayangkan tatapan menyelidik pada Orihime, tapi tetap menuruti permintaan gadis itu. Ketika Orihime memberikan beberapa lembaran uang, gadis itu mengambilnya dan menukarnya dengan selembar karcis mulus. Sambil menyerahkan karcis, gadis itu berujar, "Keretanya berangkat sepuluh menit lagi."

Orihime mengambil karcis itu dan mengangguk. "Terima kasih," ucapnya.

Lagi, si gadis loket menatap Orihime beberapa saat, sebelum akhirnya melihat gadis itu berjalan menuju kedai kopi di seberang loket. Pada akhirnya ia hanya dapat menghela napas panjang dan mulai membuka lembaran sebuah koran pagi.

#

Sembari menunggu kereta datang, Si Puteri Senja akhirnya memutuskan untuk singgah di sebuah kedai kopi yang berlokasi tepat di seberah loket karcis. Dan tepat ketika ia menghentikan langkahnya di depan daftar menu, seorang pelayan kecil berambut hijau sudah menghampirinya.

"Ohayo! Mau pesan apa?" si pelayan bertanya tanpa basa-basi.

Sepasang mata kelabu itu masih terpaku pada daftar menu selama beberapa detik, sebelum akhirnya kedua belah bibir pink itu terbuka dan menyahut, "Satu cokelat panas ada?"

"Tentu, tentu. Silakan tunggu," sahut si pelayan kecil dengan riang, kemudian ia menoleh ke belakang dan berteriak, "Starrk! Demi Tuhan, jangan tidur lagi! Kita kedatangan pelanggan! Tia bisa marah kalau kedainya bangkrut mendadak!"

Sembari memperhatikan adegan pertengkaran sepihak di hadapannya, Orihime tersenyum saja.

Lima menit berlalu dan akhirnya seorang lelaki berambut cokelat dan berparas pemalas muncul dari balik bilik kedai. Di tangannya tergenggam sebuah gelas plastik berisi pesanan Orihime.

"Silakan dan maaf menunggu," kata si lelaki itu dengan suara serak. Orihime tanpa ragu mengambilnya. Kemudian si lelaki itu menambahkan, "Sepuluh ribu untuk Nona Cantik di depanku."

Orihime terkikik pelan, lalu mengeluarkan uang pas dari balik mantelnya. "Ini. Terima kasih. Apa ada cemilan juga?"

"Ada kue kering dan beberapa jenis biskuit," jawab si lelaki itu sambil bergerak mengambil tiga toples berisi kue-kue. "Ini."

Orihime memerhatikan satu persatu toples dengan cermat, lalu menunjuk sebuah toples berisikan beberapa puluh regal. "Bisa bungkuskan lima buah ini?" pintanya.

"Tentu." Dengan cekatan si lelaki mengambil lima buah kue dengan penjepit, lalu memasukkannya ke sebuah kantung kertas. "Silakan. Hanya tujuh ribu."

Orihime mengeluarkan beberapa lembar uang dan menukarnya dengan sekantung kue kering pilihannya. "Terima kasih."

Tepat ketika gadis itu baru saja melangkah hendak menjauhi kedai, si lelaki tadi berseru memanggilnya dengan suara bernada aneh, "Nona! Nona! Tunggu sebentar!"

Alhasil, Orihime berhenti melangkah dan menoleh ke belakang. "Ya?"

Lelaki itu melompati pintu koboi kedai, lalu segera berdiri di hadapan Orihime. "Maaf, boleh tahu arah tujuan perjalananmu?" tanyanya.

Satu alis indah berwarna oranye muda terangkat tanda tak mengerti, tapi gadis itu tetap menjawab, "Seireitei."

Sontak sepasang mata mengantuk itu membelalak kaget.

Orihime yang melihat perubahan raut itu segera membuka mulut, "Ada apa?"

"Eh, tidak. Anu… hati-hatilah," si lelaki menjawab dengan nada enggan. "Kudengar keadaan di Seireitei sedang tidak baik."

'Tidak baik?' pikir Orihime. 'Soal kematian seorang aktris bernama Hisana itu, ya? Bukankah ia meninggal karena sakit?'

"Ah maaf sudah mengganggu," si lelaki kembali berujar, lalu mengangguk singkat dan kembali ke kedainya.

Orihime menatap lelaki itu dari tempatnya semula, kemudian berpikir mengenai ocehan si lelaki, sebelum akhirnya terpaksa berlari menuju peron karena pintu kereta menuju Seireitei telah terbuka lebar untuk para penumpang.

#

Entah apa yang merasuki pikiran gadis itu, tapi sejak menaiki kereta, benaknya terus menerus dinaungi presepsi buruk akan perjalanan ini. Beberapa kali ia berpikir bahwa ia akan dicopet (yang sepertinya hampir mustahil, mengingat dari empat gerbong hanya berisikan beberapa manusia saja), dirampok (ini jelas mustahil, mengingat setiap gerbong memiliki dua petugas penjaga), atau terlempar dari kereta karena duduk di dekat jendela (ini supermustahil, mengingat jendela itu hanya terbuka sebesar pin rambut).

Menghela napas lelah, Orihime akhirnya memutuskan untuk mengalihkan pikiran-pikiran negatifnya dengan satu hal yang nyaris tak pernah dilakukan gadis itu: membaca koran.

Dipungutnya beberapa koran yang tergeletak di sebuah tempat koran sampingnya, lalu dibukanya halaman kedua—ia tidak ingin melihat headline yang pastinya merepotkan.

Beberapa berita langsung membuat gadis senja itu tersenyum dan sesekali tergelak geli:

"BARRAGAN LUISENBARN, DUDA TUA MILYUNER, TELAH MENINGGAL—HARTANYA JATUH KE CUCU ADOPSI."

"ATLET SENAM BERBAKAT, SOI FON, MERAIH POSISI PERTAMA TINGKAT BENUA!"

"CINCIN PERTUNGANGAN ARTIS CANTIK, RANGIKU MATSUMOTO, SEHARGA JUTAAN YEN! SIAPAKAH TUNANGAN SEBENARNYA? GIN ATAU AIZEN?"

"IKLAN PEMERAH BIBIR YANG DIPERANKAN NELLIEL TU ODELSCWHANK BERHASIL MERAIH POSISI PERTAMA!"

"ARTIS LAWAK, RUKIA KUCHIKI, GAGAL MENAMBAH TINGGI BADANNYA."

"PENAMPAKAN UFO DISINYALIR MERUPAKAN ULAH USIL SEORANG DESAINER BERNAMA YUMICHIKA, YANG DENGAN TEGA MEMFOTO KEPALA SAHABATNYA SENDIRI!"

"DITIPU SAHABAT, IKKAKU MADARAME MENUNTUT HAK HARGA DIRINYA DI PENGADILAN."

"JUALAN NANAS LARIS MANIS! NANAS MERAH DIUNGGULKAN OLEH ATLET PEDANG, RENJI ABARAI!"

"MURID SD BERKEPALA PERAK DITANGKAP PETUGAS—PENGAKUAN MENYEDIHKAN SISWA SD YANG BERNAMA TOUSHIRO."

"PENJUALAN KACAMATA MENINGKAT SETELAH NANAO ISE DAN LISA YADOMARU MENJADI IKON SEKSI 'KYORAKU'S GLASSES!'"

"PENAMPAKAN HANTU HARIMAU NGEPET! WARGA MENGAKU RESAH."

"PEMBALAP TERKENAL, GRIMMJOW J., BERKATA: ISTRI SAYA KELAK HARUS MODEL SEKSI."

"DISOROT LEWAT MYTUBE: PENYANYI 'HOLLOW RACUN' BERNAMA LOLY DAN MENOLY SUKSES MENJADI MODEL MAJALAH SERANGGA."

"LAGI-LAGI MALPRAKTEK—DOKTER BEDAH MAYURI K. DISIDANG KARENA MEMERMAK HABIS WAJAH CANTIK ANAKNYA SENDIRI MENJADI BABI."

#

"Ahahahahaha… ya ampun!" pekik Orihime disela tawa hebohnya. Disekanya air mata yang mulai menggenangi sudut-sudut mata indahnya, lalu kembali dibaliknya lembaran koran itu. Tapi belum sempat jemari lentik itu membalik…

BRUAAAAAAAAAKK!

"KYAAAAAAA!"

Baru saja gadis itu hendak membaca judul artikel di halaman selanjutnya, sebuah guncangan terasa menghantam tubuh depan kereta, menyebabkan sebuah bunyi berdebum terdengar hingga gerbong terakhir yang kini ditumpangi Orihime—dan reflek seluruh penumpang segera mencengkram bangku atau bagian besi apapun dari kereta.

Ketika guncangan terhenti, dua orang petugas gerbong segera menghampiri para penumpang dan salah satunya menghampiri Orihime, menanyakan apa gadis itu terluka, kemudian Orihime menjawab dengan gelengan.

Butuh beberapa menit hingga keadaan kembali tenang dan kereta kembali melaju perlahan.

Baru saja para penumpang saling bertukar pandang dengan mimik ngeri, kereta kembali terguncang, menyebabkan teriakan-teriakan kembali berhamburan dari seluruh manusia dalam gerbong.

Kali ini jeritan Orihime teredam oleh bisingnya jeritan para penumpang lain—setelah meneriakkan sebuah jeritan, gadis itu reflek menunduk dalam-dalam seraya mencengkeram erat palang besi di samping pintu kereta.

Dan sialnya, belum sempat keributan mereda, sesuatu membuat benda raksasa yang ditumpangi puluhan jiwa itu meneriakkan suara melengking tak biasa, sebelum bunyi logam menghantam logam menyayat-nyayat telinga seluruh manusia yang ada di dalamnya.

"KYAAAAAAAAAAAAAAA!"

Si gadis senja kembali berteriak pilu, lalu memeluk palang besi dengan sekuat tenaga. Tubuhnya seolah terlempar ke belakang dan—sepertinya—beberapa benda tajam berhasil menggoresi kulit mulusnya. Kepalanya mulai berkunang, di samping jantungnya yang terus berpacu, juga tubuhnya yang melemah.

Hal terakhir yang Orihime ingat hanyalah bunyi logam terkikis yang makin nyaring dan kedua kakinya yang seolah dijilati api.

#

Bau antiseptik menyengatlah yang pertama kali dirasakan Orihime. Dengan susah payah gadis cantik itu mengerjapkan sepasang matanya, lalu sebuah kabut tampak menghalangi pandangannya. Ingin rasanya ia bicara, tapi liurnya saja setengah mati ia coba teguk—bagaimana bisa ia bicara bila menelan ludah saja sudah sekarat?

"Ah, kau sudah bangun," sebuah suara lembut terdengar menyapa.

Orihime menolehkan kepalanya yang bertengger di atas bantal empuk, mencoba mencari-cari objek yang baru saja menarik perhatian pendengarannya, tapi gagal—apa mau dikata, matanya masih terhalang kabut kelabu pekat.

"Masih sakit, ya?" tanya suara itu. "Kalau begitu istirahat sajalah. Tidak usah memaksakan diri dulu."

Ketika sebuah erangan pelan meluncur dari tenggorokannya—yang mana sepertinya berhasil nyaris merontokkan uvula-nya—Orihime segera merasakan bahwa ada sebuah benda halus yang membelai lembut kepalanya. Entah kenapa, disela seluruh rasa sakit yang saat ini mendera, sepertinya sentuhan itu berhasil membawa kedamaian dan kesejukan baginya. Walau benda yang menyentuhnya itu tidak jelas berupa apa, tapi sepertinya itu adalah jemari miliki si Suara Feminin yang tadi menyapanya.

"Saya pamit dulu. Sekitar dua jam lagi saya kembali," ujar Suara Feminin sekali lagi, lalu terdengar langkah kaki yang menjauhi Orihime.

Anehnya, sentuhan selembut sutera dan sehangat sinar matahari itu tidak lenyap walau pemiliknya terdengar menjauh.

Ketika Orihime mencoba berpikir lebih jauh, kegelapan mulai mengerumuninya dan berhasil menyeretnya.

#

Aku tidak tahu apa yang terjadi.

Kepalaku seakan ingin pecah setiap aku mencoba mengingat namaku.

Mataku tak bisa diandalkan karena adanya sinar kelabu.

Bibirku tak kuasa berkata, terkekang sesuatu yang mampu menyayat tenggorokanku.

Tangan dan kakiku melemah, tak sanggup berkutik.

Tubuhku bagai orang mati, kaku tanpa daya apapun.

Satu-satunya yang tersisa hanyalah indera penciumanku dan indera perabaku.

Dan satu hal yang kutahu: sentuhan ini bukan miliknya.

Ya.

Bukan milik seorang berambut oranye yang sepertinya kucintai.


TBC


Wahahaha~ aduh malah bikin multichap padahal tujuh req belum kelar! #disambit# Dan… engg… nggak mau banyak omong. Cuma kasih tahu kalau ini nggak panjang-panjang amat, palingan 4-5 chap. Terus, ngg… maaf soal kebodohan-kebodohan yang mungkin terselip. RnR onegai? Demi UlquiHime pertama Fay! Dan untuk informasi, maunya ini di-update seminggu atau dua minggu sekali? Tell me with review :3