Please Help the Ghost ! © cherry aoi
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Genre : Supernatural, Romance
Rated : T
AU, Alternative Universe
Gaje, abal, typo bertebaran, OOC.
Summary : Bagaiman jika seorang gadis yang paranoid pada hal-hal berbau mistis terutama hantu tiba-tiba justru bisa melihat makhluk yang paling tidak ingin ia lihat? Dan apa jadinya jika ia diharuskan hidup berdua bersama si hantu yang tidak jelas asal usulnya?
.
.
.
Chapter 1 : Misfortune
.
.
Sang mentari mengintip malu-malu dari balik awan kala burung-burung mulai bersiul riang menyambut pagi hari, beberapa tupai tampak berloncatan dari pohon ke pohon saling berkejaran memperebutkan kenari. Suara tawa dari gerombolan pemuda dan pemudi berseragam menambah keceriaan pagi, berbanding terbalik dengan suasana suram di sudut kota tepatnya di sebuah apartemen kecil. Bangunan itu terkesan reot dari luar, hampir roboh dimakan rayap, bahkan papan nama di gerbangnya kini tergantung miring ditahan satu buah paku. Suasana itu justru membuat apartemen mungil ini dicap sebagai tempat berhantu, apa lagi kabarnya di daerah sekitar apartemen itu pernah terjadi sebuah kasus pembunuhan. Menurut cerita arwah si korban pembunuhan kerap bergentayangan mencari si pembunuh, bahkan ia kadang menampakkan wujudnya dihadapan orang-orang yang tinggal di daerah itu.
Sesosok gadis berambut sewarna musim semi tampak keluar dari pintu apartemen lantai atas, tubuhnya dibalut pakaian serba putih dan sebuah jaket tebal. Gadis itu tak menyadari kala sebuah tangan mendekati bahunya, menepuk pelan bahu mungilnya. Refleks, ia berjengit kala menyadari ada sebuah tangan yang bertengger pada bahunya, seolah slow motion dalam film gadis itu menoleh perlahan, mendapati sosok nenek yang tersenyum dihadapannya.
"Astaga, Nenek Chiyo. Aku kira Anda hantu itu," keluhnya pelan sambil mengelus dadanya, berusaha menormalkan nafas dan detak jantungnya yang sempat melebihi batas normal.
"Ah, maaf Sakura-chan. Ne, kau mau berangkat bekerja? Aku hanya mau mengingatkanmu untuk segera membayar uang sewa," wanita tua itu masih memasang senyuman pada gadis beriris viridian itu.
"A-ano, saat ini aku belum gajian tapi pasti besok aku bayar," balas gadis yang dipanggil Sakura itu, ia tersenyum canggung pada nenek tua yang tadi sempat membuatnya terkejut.
"Baiklah kalau begitu, semoga harimu menyenangkan. Hati-hatilah saat di rumah sakit, ku dengar perawat sering melihat penampakan." Dan kalimat terakhir dari Nenek Chiyo mampu membuat seorang Haruno Sakura membeku di tempat.
Haruno Sakura tengah berjalan gontai ke arah stasiun yang berjarak beberapa ratus meter dari tempat tinggalnya, sesekali angin musim gugur mempermainkan seragam serba putih miliknya. Gadis itu menghela nafas pelan membuat kumpulan uap keluar dari mulutnya, untuk kesekian kalinya ia merutuki keputusannya tinggal di apartemen itu. Awalnya ia tertarik menyewa karena harga sewanya yang murah dan tempatnya yang ada di dekat stasiun kereta. Tapi nyatanya apartemen itu penuh dengan hal-hal yang paling dihindarinya, ya, Haruno Sakura phobia dengan hal-hal berbau hantu dan mistis. Ia memang hidup di zaman modern tapi gadis itu masih percaya bahwa bumi tak hanya dihuni oleh manusia saja.
Bukan hanya phobia pada hantu, gadis bermarga Haruno itu juga percaya pada hal-hal yang dianggap orang lain sebagai takhayul, seperti angka 13 adalah angka sial, tempat-tempat keramat, dan juga keberadaan hantu di dekat apartemennya. Langkah kakinya semakin cepat kala menyadari jam berapa sekarang, sebagai perawat junior ia tak ingin terlambat dan mendapat omelan salah satu seniornya di rumah sakit.
.
.
.
Sekelompok sosok berpakaian serba putih tengah berdiri bergerombol dihadapan sebuah papan pengumuman besar. Beberapa dari mereka tampak memandang malas papan itu seolah benda itu adalah hal yang paling membosankan, beberapa tampak mengumpat rendah karena tulisan yang tertera di papan itu, ada juga yang tersenyum kala menatapnya. Dan di sinilah sesosok gadis berambut merah muda tampak memandang horror ke arah papan pengumuman di depannya, kedua matanya tampak melebar kala mendapati nama Haruno Sakura berada dalam daftar petugas shift malam. Shit, hari sial buatnya.
"Sudahlah forehead, tidak baik menekuk wajahmu sepanjang hari. Bagaimana jika kau tak laku karena terlalu sering berwajah masam?," sebuah sindiran kembali dilontarkan oleh sosok berambut pirang panjang yang ada dihadapan Sakura. Tentu saja sindiran dari gadis beriris aquamarine itu hanya direspon dengusan kesal.
"Kau tidak mengerti, Piggy. Bayangkan saja aku harus mendapat shift malam tepat tanggal 13, benar-benar sial kan?," gerutu Sakura pada sahabat pirangnya itu.
"Saki, kau ini seorang perawat tentu saja shift malam adalah kewajibanmu tidak peduli tanggal berapa kau mendapatkannya."
Tentu saja Sakura tahu shift malam adalah resikonya menjadi seorang perawat, hanya saja ia masih tak habis pikir bagaimana bisa ia mendapat shift malam pada tanggal 13 padahal ada banyak tanggal dalam satu bulan. Ia memang tak memungkiri bahwa dirinya masih termasuk gadis kolot yang menganggap tanggal 13 sebagai tanggal sial, masa bodoh dengan anggapa sahabat pirangnya bahwa sekarang zaman sudah modern. Yang ada di otak Sakura sekarang adalah bagaimana supaya ia tetap selamat saat menjalankan shift malamnya itu, mengingat ia tak mungkin menolak jika masih ingin bekerja di rumah sakit ini.
"Cepat ke ruang gawat darurat!," sebuah teriakan membawa Sakura kembali pada alam sadarnya meninggalkan berbagai ide di dalam kepalanya untuk mencegah kesialan.
"Ini pasien penting, jangan sampai kita kehilangan nyawanya!," suara lain kini ikut bergabung. Dahi Sakura mengeriyit kala mendengar kalimat itu, bukankah bagi petugas medis semua pasien penting? Terlepas dari segala kedudukan dan harta yang dimiliki si pasien.
"Detak jantungnya mulai melemah, cepat panggil dokter Hatake!," kali ini suara itu membuat Sakura mengangkat kedua alisnya tinggi, dokter Hatake adalah dokter paling handal di rumah sakit ini dan dokter itu tak setiap hari berada di tempat karena kesibukannya.
"Baiklah forehead, semoga kau beruntung besok. Ingat besok malam adalah jadwal shift malammu," kata Ino yang kini sudah berada di ambang pintu, gadis pirang itu melenggang keluar ruangan meninggalkan Sakura yang kini memucat.
0o0o0
Bintang-bintang bertaburan menghiasi kanvas langit seperti titik-titik terang dalam kegelapan, sesekali suara burung hantu terdengar memenuhi pendengaran. Gemirisk dedaunan yang bergesekan ketika angin datang ikut menambah semaraknya nyanyian malam, sayangnya suasana ini diartikan berbeda oleh sosok berambut sewarna permen kapas yang tengah berjalan seorang diri di koridor rumah sakit. Sesekali iris viridian miliknya melirik arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya, jarum pendek dan jarum panjang kini bersatu tepat di angka dua belas.
"Sial," rutuknya pelan, ia benar-benar tak menyangka harus menjalani shift malam pada tanggal 13 dan parahnya lagi senpainya justru membiarkan dia memeriksa pasien di ICU seorang diri. Sigh, benar-benar sial untuknya.
Bulu kuduknya meremang ketika melewati koridor terakhir menuju ICU, hawa dingin menyerangnya secara tiba-tiba. Merasa terancam, gadis itu berlari sekuat tenaga menuju ruang rawat pasiennya berharap di sana tidak ada hawa menyeramkan seperti ini. Langkah kakinya membawa Sakura menuju sebuah kamar yang baru terisi siang ini, dari kaca yang terpasang di pintu ia bisa melihat sesosok pemuda tengah berbaring tak sadarkan diri dililit infus dan menggunakan alat bantu pernafasan.
"Apa aku harus melihatnya juga? Kalau tidak salah dia pasien dokter Hatake," gumamnya pelan.
"Hei, apa yang kau lakukan di sini?," sebuah suara mengagetkan gadis merah jambu itu, membuatnya refleks berbalik mendapati sesosok pemuda berdiri di belakangnya. Sakura menatap tak percaya ke arah sepasang onyx milik pemuda itu, bagaimana bisa ia tak merasakan kehadiran pemuda berambut raven itu? Rasanya tadi hanya ia yang masuk ke koridor ini.
"K-kau siapa?," tanya Sakura dengan suara bergetar karena takut, cukup beralasan memang karena pemuda itu muncul tiba-tiba.
"Kau yang siapa ada di sini?"
"Hei, aku ini perawat di sini, jadi wajar kalau aku berada di tempat ini. Sedangkan kau? Kau bahkan tidak terlihat seperti staff rumah sakit," gerutu Sakura. Pemuda itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai respon atas gerutuan Sakura, sementara gadis Haruno itu justru merasakan keganjilan. Bukankah ini di ICU? Dan jam besuk untuk tempat ini sudah habis bukan? Lalu, kenapa pemuda berpakaian serba hitam ini bisa berada di sini?
"Kau bisa melihatku?," tanya pemuda itu, pertanyaan yang sedikit absurd menurut Sakura. Bagaimana bisa pemuda itu memberi pertanyaan macam itu? Jika Sakura tidak bisa melihatnya tidak mungkin mereka bisa mengobrol seperti ini kan?
"Tentu saja, memangnya kenapa?," tanya Sakura yang masih tak mengerti dengan pertanyaan si pemuda.
"Sakura-senpai, kau ada di sini ternyata," sebuah suara lain yang cukup familiar bagi indra pendengaran Sakura membuat pembicaraan mereka terhenti, sosok wanita berambut pirang menghampiri Sakura dengan sedikit tergesa.
"Aa, Shion-san. Kenapa ada di sini?"
"Shizune-senpai menyuruhku melihatmu karena kau terlalu lama dan aku tadi melihatmu sedang berbicara sendirian," jawab junior Sakura itu.
Sepasang viridian Sakura melebar kala mendengar penuturan Shion, berbicara sendiri? Bukankah dari tadi ia bicara dengan pemuda berambut raven yang masih menatapnya dengan tatapan aneh? Apakah Shion tidak melihat pemuda itu? Darah Sakura serasa tersedot dan kemudian menghilang entah kemana, ia berulang kali menatap sosok pemuda itu dan Shion. Sekali lagi ia mengamati pemuda di sebelahnya tanpa menghiraukan tatapan heran dari sang kouhai. Pemuda itu masih sama, berkulit putih dengan rambut raven dan sepasang mata onyx yang membingkai wajahnya, tunggu dulu, sepertinya Sakura melewatkan detail pentingnya. Tubuh pemuda itu tidak solid, ia seperti sosok berbayang yang tembus pandang, ditambah lagi kakinya yang tidak menapak pada tanah.
Tubuh Sakura menegang, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Kakinya lemas, ia seolah kehilangan pijakannnya, seolah bumi yang kini diinjaknya hilang entah kemana. Bagaimana bisa ia tak menyadari siapa sebenarnya pemuda itu? Pertanyaan itu terus menerus berputar di kepala Sakura sampai akhirnya ia hanya melihat kegelapan tak berujung dan suara Shion yang samar-samar terdengar.
"-ra, Sakura-chan, Sakura," samar suara itu mengusik pendengaran Sakura membuat pandangan gelapnya perlahan-lahan mendapatkan cahaya yang cukup. Hal pertama yang tertangkap oleh kedua matanya adalah langit-langit putih dan siluet sosok berambut hitam sebahu.
"Se-senpai? Aku dimana?," tanya Sakura yang masih belum terlalu sadar dengan keadaannya sekarang. Pandangannya masih sedikit kabur dengan kepala yang terasa pening, tapi kedu iris viridiannya masih bisa menangkap ekspresi cemas dari seniornya itu.
"Haaah, untunglah kau sudah sadar. Tadi Shion menemukanmu pingsan di koridor ICU, gomen ne sepertinya aku terlalu sering menyuruhmu," balas Shizune, sementara Sakura masih mencoba mencerna kata-kata senpainya itu. Shizune melangkah keluar, meninggalkan Sakura yang tengah mengingat penyebab pingsannya tadi.
Sakura POV
Pingsan? Di koridor ICU? Tunggu dulu, tadi aku diminta Shizune senpai untuk memeriksa pasien ICU, lalu aku berdiri di depan kamar pasien dokter Hatake. Lalu, lalu…., lalu….
"Kau melupakan ku, eh, nona Pink?," sebuah suara bertanya padaku, rasanya aku pernah mendengar suara itu.
"Aku di sini, dasar bodoh," kata suara itu lagi. Apa tadi katanya? Bodoh? Sepertinya orang ini minta dihajar ya. Refleks aku berbalik menghadap ke arah suara itu. Bagaikan de javu aku kembali berhadapan dengan mata sekelam malam itu, mata yang membuatku seperti tersedot ke alam lain ketika menatapnya. Detik itu juga aku tersadar siapa sosok pemuda berambut raven dihadapanku ini. Dialah yang menyebabkan aku pingsan! Dan dia…dia… dia adalah HANTU!
End Sakura POV
BRUK!
Shizune yang mendengar suara gaduh bergegas kembali ke ruangan Sakura, mendapati gadis pink itu kembali pingsan. Senior Sakura itu hanya bisa menghela nafas panjang, baru beberapa menit sadar dan sekarang sudah pingsan lagi?
"Sebenarnya dia kenapa ya?," gumam Shizune pelan. Ia hanya tidak menyadari saja sosok pemuda berambut raven yang masih setia menatap Sakura, pemuda itu mendengus kesal entah karena apa.
.
.
.
Sepasang kelopak mata itu bergerak-gerak gelisah, jemarinya bergeser beberapa centi meter. Ketika sepasang mata itu terbuka yang didapatinya adalah langit-langit sewarna kayu dan pencahayaan yang minim, beberapa kali mata hijau itu mengerjap kemudian menghembuskan nafas lega ketika menyadari dimana dirinya sekarang.
"Haaah, untung saja cuma mimpi," gumam sosok gadis itu pelan dengan langkah gontai ia mendekati saklar lampu di sampingnya.
Sepasang iris viridian itu terbelalak kala ruangan yang ia tempati kini terang benderang. Di sana, dihadapannya kini berdiri sesosok pemuda yang membuatnya pingsan, pemuda raven dengan tubuh transparan.
"K-k-kau mau apa? Pergi!," teriak gadis itu, tubuhnya gemetar karena ketakutan. Hampir saja kesadarannya kembali menghilang sebelum si hantu raven itu kembali berujar, "Kalau kau pingsan lagi, aku akan masuk ke dalam tubuhmu."
Sakura POV
Apa katanya?! Masuk ke dalam tubuhku? Yang benar saja, apa jadinya nanti jika dia masuk ke tubuhku? Tidak, tidak boleh, dia tidak boleh masuk ke dalam tubuhku. Sebisa mungkin aku menarik nafas dalam-dalam, kemudia menghembuskannya perlahan, berusaha merilekskan tubuhku agar tidak kembali pingsan.
"Jadi, sebenarnya apa maumu?," tanyaku yang masih heran dengan semua ini, kenapa aku tiba-tiba bisa melihat makhluk macam dia? Seingatku sebelumnnya aku tidak pernah bisa melihat hal-hal seperti ini lagi pula dalam sejarah keluargaku juga tidak ada yang memiliki kemampuan untuk melihat dan berurusan dengan hantu.
"Aku mau kau membantuku," katanya seperti perintah, tatapannya seolah berkata- tidak-ada-bantahan-dan-tidak-ada-penolakan.
"Bagaimana jika aku tidak mau?"
"Akan ku pastikan ada banyak hantu yang akan mengikutimu," jawabnya enteng.
Apa-apaan itu, bagaimana bisa dia berkata seenaknya seperti itu? Dasar hantu chihcken butt! Lewat ekor mataku aku masih setia memandang horror pada sosok pemuda yang kini tengah menyeringai-walaupun aku malas mengakuinya- tapi seringainya itu benar-benar seksi. Argh, kau ini berpikir apa Sakura? Kenapa makhluk transparan begitu kau anggap seksi?
"Kau belum menjawabku, Nona Pink. Kau mau membantuku atau tidak?," tanya sosok itu lagi. Masih pertanyaan yang sama rupanya, sejujurnya saja aku ini bukan tipe orang yang suka bermain-main dengan hantu. Jadi bagaimana bisa aku membantu seorang hantu?
"Mauku sih tidak," gumamku pelan.
"Jadi, kau benar-benar tidak mau membantuku?," tanyanya lagi, kali ini suaranya terkesan ingin memastikan.
"Kau ini bodoh ya, tentu saja iya, baka chicken butt!," bentakku tak peduli jika nanti para tetangga atau Nenek Chiyo mendengar teriakanku dan menganggapku gila. Aku bahkan menyangsikan kewarasanku karena sekarang aku tengah berbicara dengan sesosok hantu, makhluk tak jelas yang tiba-tiba bisa ku lihat. Samar aku mendengar suara dengusan dari pemuda berambut emo yang masih ada di hadapanku. Mungkinkah ini mimpi? Aku mencoba mencubit lenganku yang tak tertutupi selimut.
"Awww," kataku sambil meringis sakit, sepertinya ini kenyataan.
"Kau harus membantuku, Nona Pink atau kau akan berurusan dengan para hantu di luar sana," pemuda itu berbicara seolah kata-katanya adalah sebuah perintah yang tak bisa dilanggar.
End Sakura POV
"Apa?!," suara gadis berambut merah muda itu terdengar naik ketika pemuda berambut raven itu mengancamnya. Ada banyak alasan kenapa ia tidak bisa membantu pemuda itu, pertama ia tidak ingin bersinggungan dengan dunia hantu, kedua ia hanya ingin kehidupan normal bukan hidup bersama hantu.
"Tidak! Sudah cukup aku bisa melihatmu, aku tidak mau berurusan denganmu lagi!," tambah Sakura setengah berteriak, dengan cepat ia menyibakkan selimut dan setengah berlari meninggalkan kamarnya. Sayangnya ketika ia akan memutar kenop pintu sebuah bayangan terlihat berkelebat dari jendela, sontak ia lebih memilih mundur teratur.
"Kalau kau tidak percaya lihat saja para hantu yang menunggumu di luar," kata pemuda itu lagi. Sakura segera melongok ke jendela kamarnya, iris viridiannya melebar kala melihat segerombol makhluk pucat dengan tubuh transparan tengah memelototinya seolah ingin memakannya hidup-hidup. Gadis itu terhuyung ke belakang karena shock sementara pemuda berambut raven itu tengah tersenyum dengan penuh kemenangan.
"Kenapa hari ini aku bisa begitu sial? Kenapa aku bisa melihat hantu chicken butt itu? Haaah, ini pasti karena shift malam di tanggal 13," gumam si gadis merah muda pelan.
"Kalau kau ingin hidupmu normal lagi kau harus membantuku, Pinky," kata pemuda itu ketus, ia masih berada dalam posisi yang sama berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada. Sakura mendengus kesal mendengar jawaban pemuda itu, tapi jika dipikir lagi pemuda itu ada benarnya juga. Jika ia menolong pemuda itu ia akan aman dari hantu-hantu yang menjadi sumber phobianya.
Melihat Sakura yang mulai goyah, pemuda itu kembali menawarkan sesuatu yang menarik,"Aku akan menambah penawaranku, hidupmu akan kembali normal dan kau akan mendapatkan apartemenku. Bagaimana?"
Gadis itu kembali berpikir, ini benar-benar tawaran yang menggiurkan. Kebetulan sekali ia memang ingin pindah dari apartemen angker nan reyot ini hanya saja ia belum memiliki cukup uang untuk membeli apartemen baru. Meskipun nantinya apartemen pemuda itu sama reyotnya dengan apartemennya sekarang, paling tidak ia tidak perlu ketakutan berada di daerah ini.
"Ok, deal err- tunggu dulu, siapa namamu?," tanya Sakura yang baru menyadari jika ia belum tahu nama pemuda dihadapannya itu.
"Hn, Uchiha Sasuke."
.
.
.
Uchiha Sasuke. Rasanya terdengar begitu familiar di telinga Sakura, tapi dimana ya? Ah, rasanya otaknya jadi buntu di saat-saat seperti ini. Viridiannya melirik singkat pada sosok yang melayang di sebelahnya itu, sejujurnya sebagai seorang pemuda Sasuke tergolong cukup tampan. Lihat saja tubuhnya yang tinggi tegap dan sepasang onyx yang selalu terkesan penuh ketegasan jangan lupakan rambut chicken butt miliknya yang justru menambah tingkat kekerenannya. Sayangnya semua bayangan itu musnah ketika Sakura menatap tubuh transparan Sasuke, ya pemuda itu kan sekarang hantu lagi pula-
"Berhenti menatapku, Nona Pink."
sifat pemuda itu terlalu menjengkelkan.
"Berhenti bicara denganku, baka, ini tempat ramai," gumam Sakura pelan. Sekalipun ia sudah setuju membantu Sasuke yang berstatus sebagai hantu, Sakura tetap tidak ingin dianggap orang gila karena berbicara seorang diri terlebih lagi sekarang mereka berada di tempat ramai sekaligus tempat yang ingin dijauhi Sakura. Konoha Global University. Tempatnya kuliah beberapa tahun yang lalu dan tempat yang tak ingin ia datangi lagi, ia sedikit kaget ketika Sasuke menyuruhnya pergi ke tempat kuliahnya dulu, dalam hati ia bertanya-tanya apakah Sasuke dulu satu angkatan dengannya?
Hamparan rumput hijau segar menyambut Sakura ketika ia memasuki gerbang kampus, beberapa mahasiswa tampak tersebar di halaman depan kampus menikmati jam kosong mereka atau mungkin jam membolos mereka. Sakura mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kampus, tidak ada yang berubah sekalipun sudah hampir tiga tahun ia lulus dari universitas ini. Ok, cukup sudah nostalgianya mengingat ada sosok transparan yang sedari tadi mendeath glarenya karena terlalu lama terpaku bernostalgia.
"Cepat ke lokerku, Nona Pinky, sebelum bel makan siang," kata Sasuke cepat, sepertinya pemuda itu tampak mengkhawatirkan sesuatu.
Mendengus kesal, gadis berambut langka itu menysuri koridor kampus yang tidak bisa dikatakan sepi. Sasuke mengatakan pada gadis itu bahwa ia mahasiswa strata dua fakultas hukum di kampus ini, seingat Sakura loker milik mahasiswa strata dua berada di koridor paling akhir di dekat kantin kampus. Sekali lagi Sakura mendengus, tempat itu bukanlah favoritnya.
Dihadapannya sekarang sudah ada sebuah loker standar berwarna abu-abu dengan sebuah stiker berbentuk kipas berwarna merah dan putih. Di dekat lubang kunci sudah ada sebuah benda mirip kalkulator dengan ukuran yang lebih kecil.
"Cepat ketik passwordnya," desak Sasuke, pemuda berambut raven itu masih melayang di belakang Sakura, hanya saja kali ini ia tampak lebih waspada dengan mengamati sekitarnya padahal ia sendiri tidak terlihat.
Sakura POV
Apa-apaan si hantu chicken butt itu! Seenaknya saja memerintah orang, baka! Sabar Sakura, sabar, semua ini demi apartemen baru dan hidup normalmu yang lama. Tunggu dulu, dia bilang harus masukkan passwordnya tapi passwordnya apa? Dasar baka! Kenapa dia tidak memberi tahuku dari tadi sih!
"Sasuke, apa passwordnya?," gumamku pelan, berusaha agar tidak terdengar orang yang sedang berlalu lalang. Tentu saja aku tidak ingin dianggap gila karena bicara dengan hantu.
"Shadow splits in the dark."
Aku baru tahu ada password seperti itu lagi pula dia ini aneh sekali, kenapa tidak menggunakan tanggal lahir atau nama pacarnya mungkin. Ah, sudahlah, itu bukan urusanku.
"Oi, apa yang kau lakukan di depan loker Sasuke?," sebuah teriakan mirip toa membuatku tersentak, untung saja aku sudah selesai mengetik passwordnya.
Suara dengusan terdengar dari belakangku, sepertinya si chihcken butt yang melakukannya. Jangan-jangan orang yang berteriak tadi temannya, lalu aku harus bicara apa? Haaah, ini benar-benar merepotkan.
"Oi, kau belum menjawab pertanyaanku," suara itu kini makin mendekat dan Sasuke masih saja diam, apa-apaan dia?
Aku berbalik mendapati sosok pemuda berambut pirang dengan mata sebiru samudra tengah menatapku penuh tanya, dahinya berkerut kala menatap loker milik Sasuke yang kini terbuka.
"E-etto, aku, aku…"
"Ah, rupanya kau gadis yang selama ini diceritakan Teme ya?," tanya pemuda itu tanpa menungguku selesai menjawab, tipe orang tidak sabaran rupanya. Tapi tunggu dulu, apa katanya tadi? Gadis yang diceritakan? Hei, aku baru bertemu dengan Sasuke kemarin.
End Sakura POV
"Teme?," tanya Sakura bingung, teme jelas bukanlah sebuah nama yang bagus.
"Ah, gomen, maksudku Sasuke. Dia bilang hanya kekasihnya yang bisa membuka loker ini, pasti kau kekasihnya kan?"
Kali ini giliran Sakura yang melempar death glare pada Sasuke, bagaimana bisa Sasuke tidak memberi tahunya sejak awal? Paling tidak dia bisa mempersiapkan diri untuk berbohong. Pemuda bermarga Uchiha itu justru tampak santai-santai saja, ia justru menatap balik sepasang viridian milik Sakur. Tatapan dari sepasang mata sekelam malam milik Sasuke lama-kelamaan justru membuat Sakura merona hebat, sekalipun sekarang berwujud hantu tetap saja Sasuke masih memiliki kharisma tersendiri yang mampu membuat gadis normal merona.
"Wah, rupanya benar ya," kata si pemuda pirang yang memperhatikan perubahan warna pipi gadis musim semi itu. Tentu saja ia mengira dugaannya benar karena rona merah yang tercetak di kedua pipi Sakura.
"A-aa, itu, itu…"
"Hei, Naruto, apa yang kau lakukan?," tanya sesosok pemuda berambut crimson yang menepuk bahu si pirang pelan.
"Ah, lihat ini Gaara. Gadis ini kekasih Sasuke, lihat dia bisa membuka loker si Teme," jawab Naruto girang mengabaikan Sakura yang cengo karena dicurigai sebagai kekasih Sasuke.
"Benarkah? Apa kau kekasih Sasuke?," tanya pemuda yang dipanggil Gaara itu.
"Bilang saja iya," kata Sasuke akhirnya, mungkin menurut pemuda itu kebohongan Sakura ada keuntungannya jadi ia tidak perlu repot-repot menjelaskan siapa Sakura nantinya.
"Ah, iya aku kekasih Sasuke-kun," jawab Sakura akhirnya setelah melempar death glare pada Sasuke.
"Pasti Teme memintamu mengambil ini kan?," tanya Naruto yang sudah sibuk mengobrak-abrik loker Sasuke, pemuda berambut pirang itu mengangkat sebuah tas ransel hitam yang berukuran sedang dan menyerahkannya pada Sakura.
"I-iya, bagaimana kau bisa tahu?"
"Ahahaha, tentu saja kami tahu. Kami seprofesi dengan kekasihmu," balas Naruto yang diikuti anggukan pemuda yang bernama Gaara.
"Etto, kalau begitu aku permisi dulu," pamit Sakura pada kedua pemuda itu, keperluannya ke tempat ini memang hanya mengambil tas itu karena di dalamnya ada kunci apartemen Sasuke. Pemuda bermata onyx itu bilang jika Sakura ingin membantunya maka gadis itu harus tinggal di apartemennya, ketika Sakura bertanya kenapa Sasuke hanya diam dan kemudian pergi.
"Oi, tunggu, siapa namamu?," teriak Naruto ketika Sakura sudah pergi menjauh.
"Sudahlah, kita pasti akan bertemu dengannya lagi."
.
.
.
BRAK!
Suara gebrakan meja membuat beberapa kertas yang ada di atasnya bergeser beberapa centi meter, beberapa sosok yang ada di ruangan itu berjengit menjauh dari meja. Tatapan takut mereka berikan pada sosok yang kini tengah berdiri menatap tajam ke seluruh ruangan. Sebuah lampu yang menjadi alat penerangan dalam ruangan itu bergoyang ke kanan dan ke kiri membuat wajah-wajah yang ada di sana tidak terlalu terlihat.
"Bagaimana bisa kalian kehilangan jejaknya?!," tanya sosok itu sentegah membentak.
"Ma-maafkan kami bos, kami akan segera mencarinya," cicit salah satu penghuni ruangan itu.
JRASSHH!
Sebuah pisau terlempar ke arah penghuni ruangan yang tadi berbicara, darah segar mengucur dari dadanya membuat yang lainnya menatap ngeri. Sosok yang tadi melempar pisau hanya menyeringai, pandangannya kemudian beralih pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Foto tiga orang pemuda yang tengah berjalan bersama-sama.
TTAKK!
Sebuah pisau kembali menancap, kali ini bukan di dada manusia, melainkan tertancap pada foto itu. Tepat di sosok pemuda berambut raven yang berada di ujung kanan. Seringai kembali terlukis dari pelaku pelemparan itu, seolah ia sudah berhasil menancapkan pisau ke sosok pemuda itu.
"Cari Uchiha Sasuke dan teman-temannya, bawa dia ke sini. Aku yang akan menghabisinya."
.
.
.
TBC
.
.
.
Geleng-geleng setelah baca ulang, fic apa ini?! #histeris mode on. Ok, ini multi chap pertama saya di archieve ini sebelumnya cuma publish OS aja jadi saya masih perlu banyak belajar. So, jika readers sekalian berkenan silahkan tinggalkan jejak review kalian biar saya tahu fic ini bisa lanjut atau nggak. Kalau memang nggak maka akan saya delete dari pada menuh-menuhi archieve besar ini ^^.
.
.
.
^^ Review ? ^^
