Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

HOPE IS GHONE

By: Putra Joendra

.

.

.

CHAPTER 1

.

.

.

Semua terasa sepi, hampa, dan tak ada yang bisa kurasakan, ketika semua menjauh dariku meninggalkan aku yang hanya sebuah sampah tak berarti. Di dalam setiap diri manusia pasti ada kebaikan dan keburukan, namun tak semua kebaikan itu akan membawa sesuatu yang baik, karena di sini sebuah realita hidup seorang bocah yang harus merasakan kerasnya kehidupan di jalanan, menjadi gelandangan, dan dipelihara bagai binatang oleh seorang pemimpin desa, orang yang menyandang gelar Hokage sebuah gelar yang sangat banyak mencakup arti dari shinobi yang paling hebat, pemimpin yang tangguh dan kuat, atau pemimpin yang ditakuti oleh para musuhnya, dan sangat bijaksana terhadap rakyatnya di desa Konoha. Tapi, di balik semua itu hanya seorang bocah malang yang dapat merasakan sebuah dendam yang belum dia mengerti, namun dia mengerti akan setiap tatapan orang terhadapnya, mengerti setiap cacian dan makian yang dia terima, mengerti akan penyiksaan yang dia dapati, namun semua itu dia dapatkan tanpa alasan yang jelas untuk dipahami. Kenapa dia dianiaya, kenapa dia disakiti, kenapa dia dicaci, kenapa tatapan jijik yang dia terima, bahkan seorang Hokage yang dia hormati, yang dia sayangi memperlakukannya seperti binatang peliharaan. Terkadang dia bingung kenapa dia harus dilahirkan ke dunia ini, karena sejak dia sudah bisa berpikir akan kenyataan dunia di situ, dia merasa hanya sebagai sampah di desa kelahirannya sendiri. Dia dibesarkan di sebuah panti asuhan pinggiran desa tanpa mendapatkan kasih sayang, teman atau pun seseorang yang dianggapnya penting.

Hahaha ... Sungguh ironi yang indah. Sungguh kenyataan yang nikmat membutakan dirinya akan rasa sakit, sedih dan cinta. Yang ada hanya sebuah kekosongan mengisi jiwanya. Terlepas dari panti asuhan semenjak umur 5 tahun, dia harus mencoba hidup di jalanan karena panti asuhan yang seharusnya menampung dirinya, ketika itu mengusirnya dengan alasan banyak yang membencinya. Dirinya hanya sebuah kutukan, dirinya hanya sebuah wujud monster yang telah membunuh dan menghancurkan keluarga mereka, rumah mereka dan meninggalkan bekas luka yang sangat dalam di lubuk hati mereka masing-masing sehingga mereka melampiaskan semua kebencian mereka kepada bocah yang mereka anggap sebagai jelmaan monster yang telah menyerang konoha pada 5 tahun yang lalu. Maka di sinilah dirinya sekarang, telah dibuang dari tempat dia bernaung, mencoba menjalani keras kehidupan di jalanan, mencari makan di tempat sampah, ataupun bekas sisa makanan orang yang tidak layak lagi untuk dimakan, sesekali melihat kesempatan mencoba mencuri makanan hanya untuk mengganjal perutnya yang sudah kosong tanpa ada belas kasih yang dia dapati, dan di sisi lain sang Hokage ingin segera membunuh jelmaan monster tersebut. Karena monster itulah istri yang sangat dicintainya dan disayanginya tewas waktu penyerangan Kyuubi, 5 tahun yang lampau. Ingin berniat membunuh bocah tersebut, namun dirinya tidak bodoh akan tindakan nekad itu, karena dia sangat paham akan pola segel yang menyegel monster itu di dalam tubuh bocah itu. Jika sang bocah mati, maka pola segelnya akan otomatis terbuka dan hal yang pernah terjadi dulu sudah cukup untuk dia saksikan, ingin menyiksa untuk pelampiasan rasa bencinya namun dirinya paham akan hal bahwa dia tak akan puas menyiksanya. Karena setiap memikirkan hal tersebut membuat kebenciannya membuncah dan nafsu membunuh kian kuat tak bisa dibendung lagi dan sekarang sang Hokage hanya membiarkan apa yang akan terjadi terhadap bocah itu. Terjadilah dan biarkanlah orang lain yang mewakili atas niatnya itu. Dirinya hanya perlu menikmati dan menyaksikan saja.

Di pinggiran sungai dekat pasar desa Konoha, sang bocah dianggap perwujudan monster Kyuubi yang bernama Uzumaki Naruto sedang duduk terdiam di pinggir sungai. Menatap pantulan bayangan dirinya di air sungai yang sangat jernih sambil menggenggam sebuah roti yang telah dia curi dan memakannya secara perlahan hanya untuk mencoba menikmati apa yang dirasakan sebuah rasa abstrak bernama kenyang.

"Hahaha ...," Naruto tertawa sendiri setelah menghabiskan roti tersebut. Dirinya mencoba mengambil air sungai untuk diminumnya karena merasa haus setelah menghabiskan sebuah roti. Rasa lapar sudah hilang dan rasa haus sudah hilang. Sekarang dirinya hanya memandang lekat terhadap pantulan dirinya di air sungai yang jernih. Melihat dirinya dengan seksama hanya memakai baju kaus polos warna hitam yang sudah robek sana sini. Dengan celana pendek selutut berwarna biru terlihat kumal dan kotor. Rambut berwarna kuning gelap, dengan tanda lahir berupa kumis kucing di setiap pipinya.

Tak lama setelah memperhatikan dirinya di pantulan air, Naruto pun melompat menceburkan dirinya ke sungai hanya untuk merendamkan seluruh tubuhnya yang terasa kumal dan kotor. Setelah agak lama berendam di pinggiran air sungai, segeralah dia bangkit dan berjalan ke tepi. Duduk di atas batu membiarkan dirinya terkena panas terik matahari hanya untuk mengeringkan tubuh dan pakaian yang dia pakai. Terdiam merasakan hembusan angin sejenak. Terpikir oleh otak kecil polosnya.

"Mengapa aku hidup?" Tak ada jawaban yang dimiliki.

Setelah beberapa saat di pinggiran sungai, tanpa terasa haripun menjelang sore. Naruto pun bangkit dari tempat duduknya di batu tersebut dan pergi berjalan untuk kembali ke tempat biasa dia bernaung. Berjalan mengitari pinggiran desa yang berbatasan dengan hutan yang lebat. Sangat berbahaya karena bisa saja ada hewan buas yang akan memangsa dirinya, namun itu tak membuat takut mentalnya. Karena setiap hari para pemangsa berwujud penduduk desa terus memangsanya dan menyiksanya. Hal yang dia herankan setiap dirinya kena siksa dan hampir membuatnya mati tak sanggup menahan siksaan dari para penduduk desa hingga membuat dirinya pingsan dan setelah dirinya tersadar setiap luka penyiksaan terhadap dirinya sembuh dan hanya meninggalkan bekas luka. Karena sudah terbiasa dengan itu dia tak terlalu memikirkannya. Hanya dengan itu, sudah cukup untuk dirinya bertahan dan menikmati apa yang dia dapati dan dia rasakan.

Ketika Naruto sudah melewati hutan pinggiran desa - ya Naruto namanya atau dikenal dengan Uzumaki Naruto - maka sampailah dirinya di tempat dia beristirahat, bernaung dan bersembunyi, yaitu di tengah-tengah sebuah hutan yang sering dia dengar sebagai hutan kematian. Di tempat dia bernaung itu adalah bekas tempat penjaga hutan itu yang telah tewas dimangsa binatang buas setahun yang lalu dan dimana binatang buas tersebut telah ditangkap oleh para ANBU yang sempat melihat binatang buas itu sedang menikmati bangkai manusia yang diserangnya.

Saat ini, Naruto memasuki sebuah gubuk tua yang telah dia tempati sejak setengah tahun yang lalu. Mencoba merebahkan diri di atas tikar peninggalan sang penghuni gubuk dan mencoba memejamkan mata untuk menghilangkan penat, letih pada tubuhnya sampai akhirnya dia tertidur.

.

.

.

Terbangun di pagi hari yang sangat cerah, Naruto merasakan perutnya sangat lapar, bangkit dari tempat tidur pergi ke bagian belakang gubuk, tempat sumur air berada. Mengambil air di sumur dengan ember guna membasuh wajahnya. Hanya sensasi dingin dan sejuk yang dia rasakan. Meminum air sumur sedikit guna untuk mengisi perutnya yang meronta.

Setelah membasuh mukanya, Naruto pergi ke pedalaman hutan yang lebih dalam hanya untuk pergi ke tempat biasa dia menangkap ikan di sebuah sungai kecil di dalam hutan tersebut. Setelah berhasil menangkap beberapa ekor ikan, Naruto pun membersihkan ikan dan menyiapkannya untuk dibakar. Setelah ikan yang dia tangkap sudah siap untuk dibakar, maka Naruto menyusun ranting pohon yang sudah mengering dan mulai membakarnya dengan cara tradisional yaitu menggosokkan dua buah ranting kayu sampai panas dan akhirnya menimbulkan api. Walau cukup melelahkan menggosok kedua ranting, namun setidaknya ada hasil yang dia dapat membakar dan terus membakar hingga apinya menjadi semakin besar dan siaplah untuk membakar ikan hingga matang.

Setelah ikannya matang, Naruto pun memakannya dengan lahap hingga hanya menyisakan tulang ikannya saja. Dia sungguh menikmati ikan tangkapannya.

Setelah perutnya terisi penuh dan kekenyangan, barulah dia kembali ke gubuknya. Di dalam perjalanan pulang, Naruto mendengarkan adanya bunyi dentingan besi yang beradu. Dia pun mempercepat langkahnya untuk kembali pulang karena dia merasakan firasat yang sangat buruk. Semakin dia menjauh semakin jelas pula bunyi dentingan besi itu berbunyi dan akhirnya Naruto sampai di gubuknya. Lekas masuk ke dalam gubuk dan bersembunyi di sudut ruangan tengah ditutupi dengan tikar untuk menutupi dirinya.

Tak lama kemudian, suara dentingan besi pun sudah tak terdengar lagi. Bagai di tengah kesunyian, yang ada hanya bunyi jangkrik dan hembusan angin yang menggerakkan dahan pohon yang terhembus. Naruto pun secara perlahan mengeluarkan sebagian kepalanya dari dalam tikar. Secara perlahan dia pun bangkit dan berjalan ke arah jendela samping untuk mengintip keadaan sekitar gubuk tuanya. Hening dan tenteram dengan pandangan terbatas dari jendela, dia pun berniat untuk melihat keadaan sekitar gubuknya dengan keluar dari sana. Membuka pintu secara perlahan dan menatap sekitar dengan seksama. Keadaan sudah kembali aman, tenang, menghirup udara sebanyak yang dia bisa untuk menghilangkan rasa takut di hatinya. Menenangkan dirinya dan berjalan mengitari gubuk tuanya. Tak menemukan apa pun.

Tak berselang lama, Naruto pun mulai tenang dan berjalan mengitari area hutan untuk menghilangkan rasa penasarannya terhadap bunyi dentingan besi tadi. Apakah itu pertarungan ninja? Atau para shinobi konoha menjalankan latihan di dalam hutan tersebut? Karena pasalnya Naruto sudah hampir setahun tinggal di dalam hutan itu, tak pernah menemukan adanya shinobi berlatih di dalam hutan bahkan pertarungan. Mungkin bunyi dentingan besi barusan adalah bekas bunyi pertarungan. Ya, mungkin saja.

Setelah berjalan beberapa menit, Naruto pun menemukan sisa-sisa kunai dan shuriken, bahkan ada noda darah yang masih segar tercecer di sekitar pepohonan. Namun, anehnya tak ada korban maupun mayat ninja yang didapatinya.

Setelah puas dengan rasa penasarannya, Naruto pun kembali ke gubuknya untuk menutup pintu dan dia ingin ke pusat desa hanya untuk menikmati kehidupannya sebagai bocah monster 👾jelmaan Kyuubi. Berjalan gontai, menghiraukan semua pandangan tak mengenakan dari para warga Konoha. Dia tetap berjalan dengan langkah santai. Maka sampailah dia di pusat pasar Konoha, menjalankan kesehariannya seperti biasa. Mencari makanan sisa, mencuri makanan kalau ada kesempatan dan menerima pukulan serta cacian. Setelah itu, kabur bersembunyi di dalam sebuah gang sempit dan sepi. Menangis, meringkuk kesakitan hingga tertidur dan kembali sadar dalam keadaan sehat hanya bekas luka yang tersisa dari tubuhnya sendiri.

Hari menjelang sore, langit pun menjadi senja warna kemerahan mendominasi permukaan bumi dengan kekuatan yang lebih besar daripada jumlah orang yang tersisa di desa Konoha bahkan lebih dari sebuah negara yang memiliki penduduk sebanyak mungkin. Sebuah bayangan mulai memasuki gerbang desa, dengan langkah tegap dan perawakan berbadan besar, perlahan mendekat pada pos penjaga yang dihuni oleh dua orang jounin yaitu Izumo dan Kotetsu, dua pasangan yang selalu dikira homo. Namun, itu hanyalah sebuah pandangan memilukan yang hanya diketahui oleh para ninja di desa Konoha.

Ya, lelaki yang sedang berjalan ke pos penjagaan sudah mendekat. Ketika Izumo mengetahuinya, dia langsung membangunkan Kotetsu yang sedang tertidur. Ketika sudah bangun, para penjaga itu, mereka langsung mengetahui siapa yang ada di depan mereka yaitu adalah salah seorang legenda shanin yang terkenal dengan kemesumannya adalah Jiraiya salah seorang anak 👶 didikan sang Hokage ketiga. Salah satu ninja veteran terkuat dari tiga legenda shanin. Ketika Jiraiya telah sampai di dekat pos penjagaan, dia pun langsung memberikan sebuah gulungan kepada Izumo dan Kotetsu. Setelah Izumo menangkapnya dan membaca gulungan yang diberikan Jiraiya, mereka pun menjadi pucat 😓 pasi karena itu adalah laporan hasil dari misi Jiraiya. Izumo pun memberikan kode kepada ANBU yang berjaga di sekitar gerbang untuk segera mengantarkan gulungan tersebut kepada Hokage. Karena dia tahu bahwa kebiasaan Jiraiya jika telah memasuki desa, yaitu pergi melakukan "PENGINTAIAN" di sekitar pemandian air panas wanita, dan itulah yang menjadi cirikhas Jiraiya.

"Baiklah Izumo, Kotetsu, misiku sudah selesai dan aku akan melanjutkan misi rahasiaku, Hahaha," ujar Jiraiya dengan tawa nistanya. Mulai berjalan santai dan melompati beberapa gedung serta rumah warga untuk segera sampai pada tempat tujuannya.

Di sisi lain, seorang bocah, yang sehabis dipukuli karena ketahuan mencuri sebungkus roti berusaha bersembunyi di balik semak-semak, untuk menghindari amukan para warga desa yang ingin benar-benar membunuhnya. Setelah keadaan cukup aman, barulah Naruto keluar dari persembunyiannya. Keadaan sudah cukup tenang dan para warga yang mengejarnya tadi juga sudah bubar karena sudah puas dan sudah lelah menghajar serta mengejar Naruto.

Ketika Naruto berjalan dengan was was di sebuah gang sempit dekat perumahan penduduk, dia melihat seseorang berambut putih dengan pakaian seperti shinobi khusus yang membawa gulungan besar di punggungnya seperti mengendap-ngendap, mengintai sesuatu. Namun, dari raut wajahnya terlihat seperti wajah yang sangat berbeda dengan aksinya yaitu wajah yang terkesan lebih mesum dengan darah yang mengalir dari hidungnya. Namun, Naruto tetap was-was dan berhati-hati serta berjalan pelan supaya dia tak diketahui oleh seorang yang sedang mengintai atau lebih tepatnya mengintip di dekat pemandian air panas wanita. Berjalan pelan dan berhati-hati, Naruto tetap fokus pada jalanan yang ditempuhnya.

Setelah berhasil menghindari si pengintip, Naruto mencoba berlari sekencang yang dia bisa agar dirinya aman hingga ke tempat tujuannya. Berlari melewati jalanan pinggiran desa. Mencapai bukit yang dia tuju. Dimana tempat yang sangat aman dan tenang untuk menyendiri menikmati kesunyian dan hembusan angin yang bertiup pelan melewati setiap inci kulit kurusnya pucatnya. Naruto terdiam duduk di atas pahatan patung Hokage kedua yaitu Senju Tobirama. Hokage yang dikenal kejam di masa kejayaannya.

Tanpa Naruto sadari, ada seseorang bertubuh tegap dengan berambut putih panjang yang acak-acakan, memperhatikan di atas sebuah pohon di dekat pinggiran bukit pahatan patung wajah para Kage Konoha. Dengan tatapan sedih, dia memperhatikan Naruto. Tangan yang terkepal kuat seakan hanya untuk meredam emosinya yang sedang terbakar oleh sebuah amarah kebencian untuk menyalahkan seseorang yang seharusnya bertanggungjawab atas seorang bocah yang dia perhatikan dari kejauhan. Tak sanggup untuk menahan amarahnya, sang penguntit akhirnya shunsin dengan tekanan aura chakra yang sangat kuat seiring dengan aura kemarahan yang siap dia ledakkan kepada sang penanggungjawab atas terlantarnya si bocah yang dia ikuti beberapa saat yang lalu.

Tak selang beberapa menit, Jiraiya pun sampai di depan jendela ruangan Hokage ketiga karena sudah kebiasaannya sang shanin biasa melewati jendela daripada pintu yang terlalu formal untuk antara mantan guru dan murid. Karena merasakan kehadiran seseorang yang dikenal oleh Hokage ketiga, maka dia pun tersenyum pada sang tamu mengunjunginya. Namun, sang Hokage sadar jika melihat raut wajah yang ditampakkan oleh muridnya itu, sudah lama sang Hokage tak melihat raut wajah Jiraiya dengan seserius itu. Ditambah dengan aura chakra yang memenuhi ruangan Hokage itu. Dengan basa-basi yang menjurus ke topik pembicaraan, sang Hokage mulai berbicara dengan raut wajah yang tak kalah serius dari Jiraiya.

"Apa yang telah terjadi denganmu, Jiraiya?" tanya sang Hokage.

Namun, hanya delikan amarah yang diterimanya. Dengan tangan terkepal kuat, Jiraiya menjawab,"Apa yang terjadi denganku sensei? Hahaha, tidak ada, aku hanya kasihan kepada anak angkatku yang sekarang menjadi sebuah aib, kutukan dan diperlakukan bagai binatang liar. Apa kau sadar, sensei? Minato telah menitipkan anaknya padamu, untuk kau jaga dan kau lindungi. Apa kau tidak ingat dengan janjimu sebagai kembalinya tahta Hokage padamu? Sebagai penerus Hokage keempat yang telah mati karena melindungi desa konoha ini dan bahkan dia telah mengorbankan anaknya sendiri untuk mengurung biju Kyuubi ke dalam tubuh anaknya hanya untuk melindungi desa kelahirannya. Apa kau tidak ingat, TUA BANGKA!?"

Jiraiya berteriak. Mencoba menenangkan dirinya sendiri karena Jiraiya telah menganggap Naruto adalah anaknya sendiri, sejak kematian sang Yondaime. Namikaze Minato salah satu murid kesayangan Jiraiya, dia telah berjanji di tugu peringatan para pahlawan Konoha yang telah gugur bahwa dia akan merawat dan membesarkan Naruto dengan sepenuh hatinya. Setelah dia menyelesaikan segala misi dan tugasnya yang telah diberikan oleh Hokage dan para tetua desa sebagai membuktikan dirinya sendiri masih bagian dari Konoha serta salah satu ninja yang paling ditakuti di antara lima desa besar elemental pemegang wilayah yang terkuat. Sebagaimana informasi yang dia dapatkan dari gurunya, bahwa dengan wajah sedih tercampur emosi sang guru hanya terdiam setelah mendengarkan amarah Jiraiya. Namun, di samping itu, sang Hokage ketiga berdiri dari tempat duduknya, berjalan mendekat ke arah jendela dan menatap hamparan desa konoha yang tenteram dan damai. Menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Mulai menggali kenangan yang seharusnya dia simpan rapat di hatinya,'kau tidak tahu Jiraiya, kesedihan yang kusimpan di dalam hatiku, ketika mengingat kejadian sekitar lima tahun yang lalu.'

.

.

.

BERSAMBUNG

.

.

.

NOTE:

Please review ya buat cerita yang ditulis sama teman saya ini. Saya cuma membantu mengedit dan mengupdate ceritanya ini.

Terima kasih karena sudah membaca cerita ini.

Rabu, 18 Mei 2016