Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Naruto Pov~

.

.

.

Aku datang keacara reuni club renang. Katanya senior angkatan Uchiha Itachi yang telah lulus dari Konoha Gakuen juga akan datang untuk ikut meramaikan acara. Aku berharap-harap cemas, apa bisa aku melihat dirinya lagi, setelah 2 tahun lamanya tidak bertemu.

Saat sampai di tempat yang telah ditentukan, aku langsung bergabung dengan teman-teman seangkatanku, sambil sesekali melirikan mata kearah orang yang ku nanti kedatangannya. Ia terlihat semakin tampan dengan pakaian formal yang membungkus tubuh atletisnya.

"Wah, ternyata kau belum move on dari Uchiha-senpai, Naruto?"

Aku menoleh kearah Kiba yang berkata seperti itu. "Bukan urusan mu Kiba-aho!" kataku ketus. "Sebaiknya kau bercermin Kiba, bukankah kau juga belum Move On dari Hitana-chan?" kini gantian aku yang menggodanya. Saat melihat wajah Kiba yang memerah, aku langsung tertawa terbahak, di ikuti oleh teman-teman yanglain. Mampus kau, Kiba! Umpatku dalam hati, merasa senang karena dapat mengerjai Kiba menggunakan kata-kata yang sempat ia lontarkan kepadaku. Ha ha.

"Naruto?" aku berhenti tertawa saat mendengar namaku disebut. Aku lantas menoleh kearah sumber suara, betapa kagetnya aku saat melihat orang yang kudambalah yang telah menyebut namaku. Aku memandangnya bingung, ada perlu apa sehingga ia datang menemuiku? Aku harap, pipiku tidak merona. "Bisa kita bicara?" tanyanya. Aku tak tahu harus menjawab apa, jantungku sudah berdetak tak karuan, jadi kuputuskan untuk menganggukan kepala saja.

Teman-teman yang duduk satu meja denganku bersiul heboh, membuat wajahku terasa semakin memanas. "Berhenti!" bentak ku, namun mereka malah tertawa kencang, membuatku merengut tak suka. Hancur suda imejku di hadapan Itachi-senpai. Hah -_-

Aku mengikuti langkahnya dengan berjalan bersiaian dengannya. Kami berhenti di tempat sepi, jauh dari yanglainnya. Aku merasa sangat malu. Ini untuk pertama kalinya aku berdekatan sedekat ini dengannya, apalagi hanya ada kami berdua disini. Duh, wajahku pasti sudah sangat memerah. Aku menundukan kepala, saat Itachi-senpai memandangi aku begitu tajam.

"Apa kau pernah berciuman, Naruto?" aku tersentak saat mendengar pertanyaannya. Mengapa juga dia bertanya seperti itu, membuatku semakin malu saja. Aku mengangkat kepala, mataku memandang kedalam bola matanya yang tajam dengan pandangan malu, lalu menggelengkan kepala sebagi jawaban atas pertanyaannya, setelah itu aku kembali menundukan kepala, mencoba menyembunyikan rona merah yang semakin menjalar keseluruh wajah. "Kau mau mencobanya?"

Aku kembali mengangkat kepala dan memandangi wajah rupawannya sangsi. "Yang aku dengar, Uchiha-san tidak suka bercanda?" tanyaku ambigu.

Dia terlihat bingung dengan pertanyaanku, namun kemudian dia malah tertawa. Aku terpana memandangi wajahnya yang tengah tertawa, wajah tampannya terlihat semakin tampat saat ia tertawa seperti saat ini. Owh~ wajahku pasti merah padam. "Kau bisa tertawa?" tanyaku, sarat akan ketakjuban

"Kau ini sangat pintar melucu, ya?" ucapnya sambil tak hentinya terkekeh. Dia terlihat sangat berbeda dengan Uchiha Itachi yang selama ini kukenal. Dia terlihat lebih mudah untuk ku jangkau. Apa itu artinya aku punya kesempatan untuk memiliki dirinya? Entahlah, aku tak ingin terlalu berharap, namun akupun tak akan pernah berhenti untuk berharap.

"Ah, ya. Tidak sopan rasanya, ketika aku menawarimu berciuman, namun belum memperkenalkan diriku secara resmi, walau sepertinya kau sudah kenal aku." aku lagi-lagi memandangnya takjub. Ini kali pertama aku mendengar dia berucap sepanjang itu. Luar biasa beruntungnya aku! "Aku Uchiha Itachi, senior mu!" aku menganggukan kepala, kalau itu sih, aku juga tahu. "Apa kau mau menerima tawaran dariku?"

Hah? "Jadi, kau tidak bercanda?" tanyaku sedikit ragu. Mungkin saja, aku salah dengar?

Itachi-senpai tersenyum kepadaku, seakan menyakinkan diriku, bahwa apa yang telah ku dengar darinya bukanlah candaan belaka. Akupun menganggukan kepala malu-malu. Kalian bayangkan saja sendiri, ketika orang yang kalian puja-puja menawari dirimu berciuman, kalian pasti tak akan menolak! Termasuk aku.

Itachi-senpai menarikku mendekat ketubuhnya, lalu iapun memeluk tubuhku posesif. Saat aku mendongkak untuk melihat wajahnya, ternyata ia juga tengah menundukan kepala untuk melihat wajahku. Mata kami saling menatap cukup lama, lalu pandangan matanya beralih kebibirku. Saat ia mendekatkan wajahnya kewajahku, jantungku semakin berdetak tak karuan. Aku nerveus!

Ini ciuman pertamaku. Aku tak tahu mesti melakukan apa, selain membuka sedikit mulutku untuk akses lidahnya memasuki mulutku. Rasanya geli, aneh, namun nikmat. "Egh...mphh...Uchi...akh...san~" suara erangan yang lolos dari kerongkonganku membuatku sangat-sangat malu! Oh, wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus, sangat merah!

Aku merasa napasku sudah putus-putus, namun Itachi-senpai belum juga melepas ciumannya, ia baru melepas ciumannya saat aku memukul dadanya dengan sedikit tenaga. Aku mengap-mengap mendamba oksigen, namun melihatnya yang terkekeh, aku malah mencebik sebal. Aku malu!

"Seharusnya kau membalas ciumanku, Naruto!" ucapannya membuatku sedih. Dia memasang wajah flat, dan itu membuatku semakin sedih. "Kau sangat payah dalam berciuman," ucapnya lagi dengan dibumbui nada sinis.

Aku menundukan kepala, terlalu malu untuk menatap wajah tampannya. Aku tidak pandai berciuman, payah sekali aku ini! "Maaf" hanya itu yang mampu aku katakan. Saat mendengar suara tawanya, aku kembali mengangkat kepala untuk melihat wajahnya. Kenapa dia malah tertawa, apa dia sedang mengejek aku yang payah dalam berciuman ini? Jahat sekali dia! "Kenapa kau tertawa? Kau mengejek ku?!" tanyaku dengan raut kesal, namun saat Itachi-senpai balas memandangi wajah ku dengan raut serius, entah mengapa aku kembali menciut dan memutuskan untuk kembali menundukan kepala, kesedihan yang sempat menghilang kini kembali datang. Fakta bahwa aku payah dalam berciuman, membuat harga diriku menciut. Hilang sudah angan-anganku untuk bisa bersanding dengan seorang Uchiha Itachi. Hhh...

"Kau tak perlu meminta maaf," ucapannya terdengar serius, namun aku memutuskan untuk tetap menundukan kepala. "Ayo kita menjadi pasangan!"

"Eh?"

"Aku tidak menerima penolakan!"

Saat aku hendak mengatakan sesuatu, bibirnya sudah terlebih dahulu membungkam mulutku. Cara terbaik untuk membuatku diam.

END