Save My Heart.
(judul akan diganti apabila author stress ini dapet ide yang bagus..==)
Disclaimer: Katsura Hoshino.
My first fic in this fandom ^^
Cacian, makian? Diterima ^^
Warning:
Ini cerita nggak mungkin ada!
Saya juga baru baca manga DGM sampai buku keempat. Sisanya ngorek-ngorek Google.
Jadi kalo ada ketidaksinambungan cerita dengan cerita asli harap maklum saja XDD.
Enjoy!
.
.
.
.
"Gyaaa!"
"Dhuarrr!"
"Awas!"
"Mati kau!"
Jeritan-jeritan itu terus bergaung. Menambah semarak pertarungan yang tengah terjadi antara para Exorcist melawan Noah family.
Dan Millenium Earl.
"Heahhhh! Crown Clown!"
Allen menyerang.
"Allen awas!" Jerit Lenalee.
"Eh?"
Terlambat. Ia lengah. Earl Millenium ternyata telah menyiapkan 'kejutan' untuknya.
Puluhan senjata telah bersiap mencabik-cabik tubuhnya.
Ia menutup mata.
Menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Crassshhh!"
Darah bercipratan ke segala arah.
"Eh, kenapa tidak sakit?"
Allen membuka matanya dan ia terbelalak.
Kanda berdiri didepannya.
Seluruh tubuh pemuda itu tertusuk senjata.
Pemuda itu terjatuh.
"Kandaaaaaa!"
.
.
.
.
Allen menatap sayu sesosok tubuh diatas ranjang itu.
Ia meremas tangannya sendiri.
"Berapa lama lagi kau ingin membuatku menunggu?"
Ia mengelus rambut panjang pemuda yang terbaring diam itu. Rambut pemuda itu telah tumbuh lebih panjang dari sebelumnya.
"Kapan kau akan bangun?"
Tanyanya pada pemuda itu.
Pemuda itu hanya terdiam.
Kedua matanya masih menutup.
Seakan enggan menatap cahaya diluar sana.
Seakan bersembunyi dalam kegelapan.
Allen mengalihkan pandangannya ke sudut ruangan,
Sebuah jam pasir tergeletak diam.
Sama seperti pemiliknya.
Kelopak teratai dalam jam itu masih ada.
Allen membuang nafas lega.
Ditatapnya lagi pemuda itu.
Sungguh, ia sangat ingin pemuda itu bangun dan membuka matanya.
Kembali melewati hari seperti biasanya.
Saling ejek seperti biasanya.
Jujur saja.
Ia merindukannya.
Sosok yang sama-sama tenggelam dalam kegelapan.
Sosok yang sama-sama sendirian.
Sosok seorang Yuu Kanda.
Pemuda yang bertahta disudut kosong hatinya.
Ketukan dipintu kamar membuatnya kaget.
"Allen, kau didalam?" Tanya sebuah suara lembut yang sangat dikenalnya.
"Ya, masuk saja, Lenalee."
Pintu terkuak dan masuklah seorang gadis dengan rambut panjang sepunggung.
Ia membawa setangkai bunga teratai.
Ia berjalan mendekati Allen dan menaruh bunga itu di vas dipinggir jendela.
Diantara teratai-teratai lain yang telah lebih dulu menghuni tempat itu. Ia ikut duduk disamping Allen.
"Kanda, masih belum sadar, ya?" Katanya seolah bertanya pada diri sendiri.
Allen hanya mengangguk pelan.
Pandangannya tak lepas dari pemuda berambut panjang didepannya.
"Sudah minggu ketiga…"
"Ya." Allen mengangguk lagi.
Angannya beralih kehari itu.
Hari dimana Kanda menyelamatkan nyawanya.
.
.
.
.
"Kanda! Kanda! Kau tidak apa-apa?" Dengan panik Allen mencabut pedang-pedang yang menancap ditubuh si pemuda. Millenium Earl dan para kroninya menghilang entah kemana.
"Heh… Te..me… Mo..yas-shi…"
Pemuda itu menutup matanya yang sewarna laut.
"Kandaaaa!"
.
.
.
.
"Len…Allen.."
Guncangan Lenalee dipundaknya membuat ia sadar.
Ia tersenyum.
"Ada apa Lenalee?"
"Beristirahatlah. Sudah 2 hari ini kamu tidak tidur. Kalau begini terus kamu bisa sakit." Katanya menceramahi.
Allen hanya menunduk.
Sebetulnya ia memang sudah sangat mengantuk.
Tapi entah mengapa, kedua matanya enggan menutup.
"Nanti saja."
Lenalee merengut.
"Baiklah, kalau kamu sakit aku nggak mau merawatmu!"
"Hehe. Jangan ngambek dong. Iya, nanti aku tidur. Sekarang aku masih belum ngantuk."
"Ya sudah. Aku keluar dulu ya."
Sebelum pintu menutup, Lenalee menoleh padanya.
"Aku mohon beristirahatlah Allen. Jangan lupa, pengorbanan Kanda untukmu."
Allen tertegun.
Pintu menutup.
Allen tersenyum.
"Terimakasih telah mengkhawatirkanku, Lenalee."
Allen membaringkan kepalanya di pinggir tempat tidur.
Tepat disamping kepala si pemuda cantik itu.
Ia menatap wajah Kanda lekat-lekat.
Baru kali ini ia menyadari,
betapa mempesonanya Kanda.
Dirinya bagaikan tertarik oleh medan magnet kuat, yang membuat ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari si pemuda.
Wangi khas 'Lotus' menguar sedikit dari tubuh Kanda.
Allen merasa nyaman, dan menutup matanya.
Dalam hati ia berdoa.
"Sadarlah, Kanda."
.
.
.
.
"Apa yang kau inginkan?" Sebuah suara bergaung dalam kepalanya.
"Aku ingin menolong Kanda."
"Benarkah?"
"Iya."
"Itukah hal yang paling kau inginkan?"
"Ya."
"Kalau begitu, pergilah…."
.
.
.
.
"Allen… Allen...Allen…"
"Siapa yang memanggil namaku?"
"Allen…Allen…"
"Siapa itu?"
"Bangun, Teme Moyashi!"
DHUAK!
Sebuah jitakan yang cukup keras mendarat diatas kepala Allen.
"Adowwww! Apaan sih!" Allen menjerit kesakitan. Ia tak melihat wajah 'penganiaya' nya itu.
"Bakayarou… Teme Moyashi!"
Allen kaget. Ia mendongak.
"Kan…"
Bukan.
Bukan Kanda.
Tapi seorang anak kecil berambut hitam pendek.
Anak itu menatapnya sinis.
"Kecewa?"
Allen memalingkan wajahnya. Sebenarnya ia sangat kecewa. Orang itu bukan Kanda.
"Tidak. Aku tak terlalu berharap." Katanya berdusta.
Allen mulai mendapat kesadarannya sepenuhnya.
Ia pun menyadari sesuatu yang ganjil.
Ini bukan kamar Kanda!
Allen menatap sekelilingnya.
Tempat itu dipenuhi berbagai tanaman yang tumbuh subur.
Dikiri-kanan tempat itu dikelilingi kolam, dengan bunga-bunga teratai yang sangat indah.
Apakah ini surga?
Apakah aku sudah mati?
"Dimana ini?" Tanyanya pada anak itu. Saat itulah ia menyadari bahwa dipunggung anak itu, ada sepasang sayap yang mirip sayap capung. Anak itu menatapnya.
"Ini adalah… hati Yuu."
"Hati… Yuu? Ini didalam hati Kanda?" Tanyanya heran.
Anak itu membuang nafas. Tingkah lakunya benar-benar mirip dengan Kanda.
"Aku yakin kau tidak akan percaya. Tapi inilah kenyataannya. Saat ini, kita sedang berada didalam hati Yuu."
Allen menatap anak itu wajahnya terlihat jujur.
"Kenapa aku bisa berada dalam hati Kanda?"
"Aku tidak tahu. Mungkin saja ikatanmu dengannya yang membuatmu bisa sampai ke sini."
Allen teringat akan suara yang ia dengar tadi.
"Kalau begitu pergilah…"
Apakah ini ada hubungannya dengan suara aneh yang ia dengar itu?
Allen mengedarkan pandangannya.
Tempat ini indah sekali..
Inikah hati Kanda?
Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Tunggu, lalu dimana Kanda?" Tanyanya lagi. Ia memang tidak melihat Kanda dimana pun.
Anak itu mengerutkan alisnya. Ia menunduk.
"Yuu, ada dibagian lain tempat ini. Yuu… ada di 'kesedihan'"
"Kesedihan?"
Anak itu menarik-narik rambutnya.
"Tempat ini, hati Yuu. Terbagi menjadi 3 bagian. Kebahagiaan, kebencian, dan kesedihan. Tempat kita berada sekarang ini adalah " Kebahagiaan." Tempat semua rasa senang, cinta dan kasih sayang dalam hati Yuu berkumpul. Sedangkan tempat Yuu berada adalah "Kesedihan'. Tempat yang penuh dengan rasa sepi, dendam dan keputusasaan Yuu selama ini."
Allen mulai mengerti.
"Kenapa Kanda berada disitu?"
Anak itu menunduk makin dalam.
"Yuu … sedang terhanyut oleh kebencian dan itulah ia terkurung dalam penjara 'keputusasaan'. Semakin hari, kesedihan Yuu terus bertambah. Tubuhnya semakin rapuh. Kalau begini terus, Yuu… bisa mati."
Allen terhenyak.
"Mati?"
"Iya, penderitaan dan kesedihannya membuat kesadarannya makin tumpul. Yuu yang sekarang tidak punya kekuatan apapun lagi. Ia benar-benar lemah."
"Apa tak ada cara untuk menolongnya?" Tanya Allen panik. Tentu saja. Bagaimana mungkin ia membiarkan Kanda mati!
"Ada." Anak itu mengangkat wajahnya.
"….kalau kau, pasti bisa." Lanjutnya lagi.
"Bagaimana caranya?"
"Bangunkan Yuu. Buat ia memperoleh kesadarannya kembali. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkannya."
Allen menelan ludah.
Itu adalah tugas yang sangat sulit.
Ia bahkan tidak tahu sekarang Kanda ada dimana.
"Kau sanggup?"
"Ya."
Allen memegang tangan kirinya.
"… akan kuselamatkan Kanda…"
Anak itu tersenyum tipis.
"Kalau begitu kita harus cepat." Ia mengepakkan sayapnya dan terbang.
Allen menahan kaki anak itu.
"Tunggu dulu. Siapa namamu?"
Anak itu tersenyum.
"Mugen. Itu namaku."
TBC
Melenceng banget dari cerita kan?
apa saya bilang.
Oya, seharusnya Kanda NGGAK MUNGKIN pingsan sampai 3 minggu.==
Kemampuan pemulihannya dia kan hebat banget.==
Wekekekek
Aneh?
Jayus Timbunan?
Abal?
Benar sekali!
Tetapi, berkenankah para readers sekalian mereview?
Plissss!
