Sesuatu yang indah memang selalu membutakan siapapun yang melihatnya, sehingga tanpa sadar, terkadang kita akan melakukan sesuatu di luar kehendak kita.

Siapapun termasuk Chanyeol.

Saat ini ia melihat dan baru menyadari sesuatu yang indah di bawah tatapannya saat ini. Itu membuat jantungnya... berdebar.

Ia tidak pernah menyangka kalau wajah Baekhyun yang biasanya datar akan seindah ini kalau ia sedang tertidur.

Wajah Chanyeol mendekat.

Ia sudah tidak tahan lagi.

Damn.

Dengan segala hasrat dan naluri yang ia miliki, Chanyeol dengan beraninya menempelkan bibir penuhnya ke bibir tipis milik Baekhyun.

.

.

Cup.

.

.

Chanyeol memejamkan matanya. Bibir Baekhyun lebih manis dan lembut dari dugaannya. Halus. Dan terasa rapuh kalau dikasari sembarangan.

Chanyeol akhirnya menarik kembali wajahnya dan membuka mata. Saat itulah matanya bersirobok dengan mata Baekhyun yang tak kalah indah.

Kedua mata itu melebar, syok dengan apa yang baru saja terjadi.

.

.

Satu.

Chanyeol mengedip sekali.

.

.

Dua.

Giliran Baekhyun yang berkedip.

.

.

Tiga.

Tangannya terangkat ke udara.

.

.

Empa—

.

.

Tubuh Chanyeol tiba-tiba sudah terpental ke belakang. Fak.

.

.

BRUAGH!

.

.

.

.

.

Stupid Feeling

by kikooo

.

.

.

Disclaimer: All casts belong to God and this fic belongs to me.

Warnings: AU. Sho-ai. Boys Love. Boy x Boy. School-life. T buat humor kriuk dan grammar yang han—to the—cur.

Main Pairings: ChanBaek/BaekYeol.

Casts: Park Chanyeol ; Byun Baekhyun ; Do Kyungsoo ; Kris ; Kim Jongin ; Kim Jongdae ; and others.

Notes: Don't plagiarize and republish this fic without permission. Blaming and flaming are allowed, but don't blame my casts. 3,3K words.

.

.

Happy reading!

.

.

Chapter 1

[o][o][o]

BRUAGH!

Tiba-tiba pintu kelas terbuka karena bantingan keras dari seorang namja bertubuh mungil di ambang pintu. Wajahnya manis, cocok dengan tubuh pendeknya.

Ihik ihik.

Eits, tapi jangan sebut ia pendek atau bocah kalau tidak mau kena tinju ala hapkido darinya.

Byun Baekhyun—nama namja itu—memang pendek dan tampak seperti anak kecil dengan wajah baby face-nya, tapi auranya begitu gelap sehingga banyak yang segan dengan sosoknya.

Lihat saja ekspresinya kali ini. Bahkan tiga kali lebih gelap dari biasanya.

Padahal Baekhyun punya kulit yang putih (ha?).

Sontak ketika tahu kalau Baekhyun-lah yang mendobrak pintu dengan keras, seluruh siswa-siswi yang berada di kelas yang tadinya ingin mengomeli si pendobrak pintu langsung mengurungkan niatnya. Suasana kelas langsung sunyi dan canggung. Tidak ada yang berani bergerak dari tempatnya. Bahkan helaian rambut pun enggan bergoyang. Padahal angin sudah berusaha sekuat tenaga bertiup di dekat sana.

Huft. Huft.

Dengan langkah yang grasak-grusuk, Baekhyun langsung memasuki kelas tanpa mengucapkan apapun—seolah sudah terbiasa dengan kekikukan kelas setiap ia hadir. Kemudian ia menghempaskan bokongnya dengan kasar ke atas tempat duduk miliknya, mengambil iPod dari dalam tasnya, lalu memasang headset di telinganya.

Begitu melihat Baekhyun yang sudah tenang dengan aktivitasnya sendiri, semua orang langsung mendesah lega dan kembali melanjutkan kegiatan masing-masing yang sempat tertunda. Helaian rambut pun mulai bisa bergoyang tertiup angin dengan leluasa.

Yeah.

Tak lama setelah Baekhyun masuk dan duduk di mejanya, muncul juga sesosok namja tinggi di ambang pintu. Sebenarnya, namja tinggi itu tepat berdiri belakang Baekhyun, tapi ia memilih untuk membiarkan Baekhyun berjalan memasuki kelas sampai ia duduk dengan tenang, barulah ia masuk ke dalam kelas.

Bukannya ia takut pada Baekhyun atau bagaimana. Astaga, bahkan kalau mau mengalahkannya, namja tinggi itu tinggal meniup Baekhyun saja. Kan Baekhyun lebih kecil darinya.

Tapi, tidak bisa. Ada alasannya.

Jadi, alasannya menunggu Baekhyun masuk terlebih dahulu adalah...

Adalah...

Aladah...

Ahalad...

Apa, ya?

.

.

La la la. Jangkrik bernyanyi.

.

.

Park Chanyeol—namja tinggi itu—melangkah ke dalam kelas dengan langkah tergopoh-gopoh. Ditambah lagi dengan plester luka di pipinya dan bekas darah mengering di sudut bibirnya, menambah bukti betapa mengenaskannya dirinya. Seperti orang yang habis beradu fisik atau perang di suatu tempat.

Tapi sayangnya, Chanyeol bukanlah seorang preman sekolah atau orang yang sering berkelahi secara fisik. Makanya, begitu Chanyeol duduk di bangkunya, semua orang segera mengerubungi mejanya, penasaran dengan luka yang timbul di wajahnya.

"Hoooi! Apa yang terjadi dengan wajahmu?" tanya Jongdae, namja berwajah setengah unta, dengan wajah antusias—tidak seperti yang lainnya yang memasang wajah prihatin.

Di antara segala rasa sakitnya, somehow Chanyeol ingin sekali menonjok Jongdae. Sumpah.

"Apakah itu sakit, Hyung?" tanya Jongin, sahabatnya, dengan retoris. Tangannya terangkat untuk menyentuh pipi Chanyeol yang ditempeli plester.

"Auch! Appo!" ringis Chanyeol ketika telunjuk Jongin menekan lukanya. "Jelaslah ini sakit, Jongin idiot!"

"Mian," balas Jongin seadanya sambil terkekeh.

Dan sebagai tambahan lagi, Chanyeol mau menonjok Jongin juga.

"Jadi, apa yang terjadi padamu?" timpal Jongdae. "Apakah kau habis dipukuli seorang siswi?"

"Enak saja!" Chanyeol langsung mengelak.

Jongdae langsung memasang pose (sok) berpikir dengan menempelkan jempol dan telunjuknya di dagu. "Hmmm... Jadi, kau habis ditendang perempuan?"

"Yach! Bukan! Tidak ada hubungannya dengan perempuan!"

Jongdae tidak lelah untuk menerka. "Apa kau habis ditampar begitu kerasnya oleh perempuan?"

Kali ini Chanyeol enggan menjawab apapun. Capek. Biarkan saja unta itu berbicara seenaknya saja, sebab ada pepatah mengatakan: Ada uang, abang disayang. Nggak ada uang, unta kutendang.

Jangan tanya kenapa nggak nyambung. Author-nya lelah.

"Apa jangan-jangan Chanyeol memaksa seorang gadis untuk melakukan hal yang aneh-aneh, lalu gadis yang masih waras itu langsung menghajarnya?" Entah mengapa tiba-tiba ada yang mencetuskan spekulasi yang aneh-aneh. Herannya, ada beberapa yang menyetujui dugaan tersebut, termasuk Jongdae yang berkata "setuju" dengan heboh.

"Kalau bukan memaksanya untuk melakukan hal yang aneh-aneh, mungkin Chanyeol langsung melakukan aksinya," lagi-lagi mulut bawel Jongdae beraksi, "seperti menyingkap roknya, misalnya?"

Sial.

Pelipis Chanyeol langsung berkedut mendengar spekulasi yang jelas-jelas super aneh tersebut. Emosinya langsung naik drastis ke ubun-ubun, hendak meletus.

"Atau mungkin Chanyeol meraba dadanya?"

Siaaal.

"Atau dia sudah menggerayanginya ke mana-mana?"

Faaak.

"Atau dia me—"

"ARGGGHHH!" Akhirnya emosi Chanyeol meletus. Ia menggebrak meja dan menatap semua orang yang mengerubunginya satu per satu. "KALIAN SEMUA MENYINGKIRLAH!" desisnya sambil mendorong-dorong Jongin yang kebetulan posisinya lebih dekat dari yang lainnya.

"Yach! Yach! Hyung! Kenapa hanya aku yang didorong-dorong?!" protes Jongin, tidak terima karena sebenarnya tempat duduknya memang di sebelah Chanyeol.

"Pokoknya, kalian menyingkir dulu sana! Aku sedang tidak mau diganggu!" bentak Chanyeol sambil berdiri. Dan kali ini ia benar-benar mencoba mendorong semua orang agar menjauh dari tempatnya. "Urusi dulu urusan kalian masing-masing! Jangan urusi urusanku terus!"

Akhirnya, Jongin terpaksa berpisah untuk sementara waktu dari tempat duduknya. Jongdae segera mengomando yang lainnya untuk berjalan menuju barisan depan, lalu membuat gerombolan lagi. Mungkin mereka ingin bergosip lagi tentang luka Chanyeol.

Ini kan what-the-fak banget.

Tapi Chanyeol memutuskan untuk tidak peduli. Biarkan saja mereka berkoar-koar, bercuap-cuap, ataupun bersuap-suap ria.

Masalahnya, kalau Chanyeol cerita yang sebenarnya tentang alasan dibalik luka di wajahnya, pasti gosip yang ditimbulkan akan semakin tidak mengenakkan.

Masa ia harus berkata, "Aku habis mencium Byun Baekhyun dan lihat apa hasilnya," sambil menunjukkan lukanya pada mereka?

Ini kan mencari gara-gara.

Padahal, Chanyeol tidak mau mencari gara-gara. Ia mau mencari agar-agar sekarang.

Untuk apa?

Untuk dimakan, lah!

.

.

La la la. Jangkring ngajak kodok bernyanyi.

.

.

Chanyeol menghela napas dan menatap punggung Baekhyun lekat-lekat. Ia sadar bahwa tindakannya itu dapat menggoyahkan iman persahabatan mereka.

Bukan dapat lagi. Mungkin sudah menggoyahkan persahabatan mereka.

Oh, ya. Mungkin kalian belum kuberitahu (memang belum!) tentang persahabatan Chanyeol dan Baekhyun di fanfic ini.

Mereka baru-baru ini menjalin persahabatan. Jadi, persahabatan mereka masih hangat bak baru keluar dari oven.

Tara! Kuenya sudah jadi.

.

.

Ulang. Barusan out of topic.

Rasanya baru saja beberapa bulan yang lalu Chanyeol dan Baekhyun saling berinteraksi untuk yang pertama kalinya, lalu bertransformasi menjadi teman, kemudian bermetamorfosis menjadi kupu-kup—sahabat.

-o-

Bulan Maret. Artinya enam bulan yang lalu.

Ini adalah pertama kalinya Chanyeol menginjakkan kaki di bumi Seoul.

.

.

Ah, lebay. Nggak sepenuhnya pertama kali, sih. Bahkan bukan pertama kalinya.

Chanyeol tinggal di Busan dan sekarang pindah ke Seoul. Karena Busan-Seoul itu jaraknya dekat, jadi Seoul bisa dikatakan adalah bagian dari Busan atau Busan menjadi bagian dari Seoul (Pala lo peyang. Busan-Seoul dikata deket).

Chanyeol mendesah lega ketika akhirnya ia menemukan juga apa yang menjadi tujuannya. Sekolah baru. Yap, mulai dari kelas dua ini, Chanyeol—selain pindah rumah ke Seoul—ia akan pindah sekolah juga.

Dengan jantung berdebar-debar, pipi menghangat, perasaan yang gugup, tatap malu-malu—tunggu, ini kayak ceritanya mau sekolah atau nembak orang?

Ralat. Dengan jantung berdebar-debar dan perasaan yang gugup tapi antusias, Chanyeol melangkah memasuki sekolah yang sudah mulai ramai dipenuhi murid-murid bersemangat.

Ah, rasanya Chanyeol ingin berandai-andai.

Bagaimana dengan pergaulan Seoul? Ia tahu, Seoul adalah kota metropolitan terkeren yang pernah dikunjunginya, jadi, pergaulan mereka pasti lebih gahol daripada orang Busan.

Hm, Chanyeol jadi mengira-ngira, apakah ia akan masuk ke dalam golongan anak yang disebut gahol itu, atau justru terperosok ke golongan anak-anak yang biasa-biasa saja, plus kacamata tebal, dasi kupu-kupu, dan poni belah tengah menghiasi penampilannya?

Atau jangan-jangan ia akan terseret ke pergaulan yang tidak benar? Rokok, narkoba, suntik-suntikkan, tunggang-tunggangan (kuda?), dkk?

Ikh. Amit-amit. Jangan sampaaai.

Maaaakkk.

"Hei, kau anak baru!"

Chanyeol langsung menoleh ke kanan-kiri. Sepertinya di koridor sekolah ini, hanya ia saja yang mempunyai seragam yang masih kinclong—itu tandanya anak baru. Jadi, Chanyeol menoleh ke sumber suara.

Dari kejauhan, tampaklah segerombolan anak laki-laki dengan tampang gahar dan garang—terutama yang satu-satunya punya rambut pirang—berjalan dengan penuh percaya diri mendekati Chanyeol.

Satu. Dua. Tiga. Totalnya ada tiga dari mereka.

Yang pertama, yang posisinya paling kiri, punya angelic face sebenarnya. Tapi, karena ia berada segaris dengan kedua temannya yang berwajah sangar, anggap saja angelic face-nya itu hanya sebuah kamuflase.

Yang kedua, yang posisinya paling kanan, punya wajah yang datar. Rambutnya cokelat medium. Sorot matanya benar-benar tajam dan dingin, bikin takut. Bisa-bisa membekukan siapapun yang dilewatinya.

Dan yang terakhir—tidak lain dan tidak bukan adalah si rambut pirang dengan tampang yang lebih gahar dari kedua temannya.

Kedua alis matanya tebal, mengingatkan Chanyeol pada angry birds, burung yang entah-punya-siapa yang suka marah-marah itu. Tubuhnya tinggi besar—mungkin lebih tinggi darinya. Dan dari jalannya, demi Tuhan, seakan-akan Chanyeol dapat melihat kobaran api yang menjadi jejak kakinya.

Ye, lo kata ghost rider.

Tapi, serius. Chanyeol mampu merasakan aura yang tak enak dari ketiga pria-pria tamvan itu.

"Kau anak baru, kan?" tanya si ghost rider itu.

Chanyeol langsung menggerutu dalam hati. Ye, bukannya dia sudah memanggilnya dengan sebutan 'anak baru' dan sekarang dia malah bertanya lagi?

Tapi, demi perdamaian dunia, Chanyeol terpaksa mengangguk sopan.

"Great. Sepertinya kau mau ke kantin," katanya sotoy. "Jadi, boleh kan kami, para senior, nitip dibelikan makanan?"

Gwela. Udah sotoy, suka nyuruh-nyuruh pula.

Chanyeol mengerutkan keningnya tidak suka.

Oh, oh! Apakah ini yang dinamakan pem-bully-an?

Kalau iya, betapa sialnya nasibmu kali ini, Chanyeol... Baru saja masuk sekolah yang baru, sudah dipalakkin sama kakak kelas. Untung sabarnya tebel—walaupun dompetnya tipis.

"Tapi, sunbaenim... saya tidak tahu kantin ada di mana. Lagipula, kalian kan masih punya kaki sendiri untuk berjalan. Jadi, saya kira saya tidak perlu membelikan sunbaenim sekalian. Plus, saya tidak punya uang saku. Sumpah, deh." Chanyeol membentuk tanda V dengan jari telunjuk dan tengahnya.

Gilaaak. Chanyeol benar-benar ingin mati muda.

Wajar saja, setelah ia mengatakan itu dengan jujur dan penuh rasa tanggung jawab, ketiga pria tamvan itu langsung mengerutkan keningnya, merasa tersinggung. Terutama si ghost rider.

"Kau mau menantang kami?" tanyanya marah. Siapa? Ya... siapa lagi kalau bukan si juru bicara, ghost rider?

Wajah Chanyeol langsung memucat.

Maaakkk. Apa salah Chanyeol?

Ia hanya ingin memperjuangkan anti-bullying kok.

"Kau tidak tahu siapa kami?"

Dengan volosnya, Chanyeol menggeleng. Dan dengan berani mati, Chanyeol menyahut, "Saya anak baru, jadi saya jelas tidak tahu siapa para sunbaenim..."

Ghost rider itu mendesis, lalu menarik kerah kemeja Chanyeol. Sontak suasana di koridor itu jadi sedikit mencekam, sehingga banyak yang memutuskan untuk berjalan menjauh atau menyembunyikan diri di lubang terdekat.

Poor Chanyeol. Tidak ada sama sekali yang ingin membelanya.

Chanyeol langsung menutup matanya ketika tangan ghost rider itu terangkat dan hendak melayang ke wajahnya, menyarangkan tinju yang empuk di salah satu pipi Chanyeol. Tapi, semua itu berubah ketika tiba-tiba cengkeraman di kerah bajunya melonggar dan lepas.

Chanyeol membuka mata.

Tampaklah pemandangan yang luar biasa aneh di mana wajah ghost rider itu tampak syok dan terkejut mendapati tangannya yang lain dicengkeram oleh seorang namja lain.

Di mana letak luar biasa anehnya?

Ada pada namja itu.

.

.

Tanda tanya.

Tanda tanya.

.

.

Yap, namja itu harus Chanyeol akui dalam hati, punya wajah yang luar biasa imut, seperti anak kecil yang tersesat, lalu nyasar ke SMA. Badannya juga pendek dan lebih mungil dari si ghost rider.

Tapi...

Tapi... kenapa justru ghost rider itu takut pada namja mungil itu?

Ah, dunia sudah terbalik, mak.

"Kenapa kau menghentikanku, Baekhyun?!" tanya ghost rider itu dengan marah sambil menyentakkan tangannya sehingga cengkeraman tangan itu terlepas.

Oh, jadi nama namja mungil dan imut itu namanya Baekhyun. Catat, catat. Ye, malahan Chanyeol out of topic.

"Menyingkirlah," kata Baekhyun dengan nada menggeram.

"Bukan urusanmu!" sahut ghost rider.

Baekhyun mendecakkan lidah. Seringai jahat perlahan muncul di bibirnya. "Kau benar-benar senior yang buruk, Kris-hyung. Memalaki anak baru. Selera yang rendah."

Oh, jadi nama ghost rider yang punya tampang angry birds ini namanya Kris. Catat, catat.

"Damn." Entah mengapa, walaupun tampang Kris itu benar-benar sudah kelihatan lecek dan marah sekali, ia tidak bisa langsung menerjang Baekhyun seperti apa yang sudah dilakukannya pada Chanyeol.

Ah, mengapa dunia ini tidak adil?

"Maaf, Kris. Kau memang teman baikku, tapi aku harus menghentikanmu sebelum kau benar-benar menonjok anak ini."

Ucapan Baekhyun membuat Chanyeol sukses menganga.

What—what the fak?!

Teman baik?

Teman—baik—?

Nggak salah denger tuh? (korek-korek kuping)

"Damn," sekali lagi Kris mengumpat, lalu melirik sekilas ke arah Chanyeol. Chanyeol menahan napasnya. Kris lalu mendesah dan langsung menoyor kepala Baekhyun. "Kalau bukan kau yang berbicara, pasti sudah kutinju kau dari dulu-dulu. Ayo, Sehun, Suho, kita pergi dari sini."

Baekhyun langsung menjulurkan lidah menatap punggung-punggung yang berjalan menjauh itu, lalu menoleh ke arah Chanyeol. "Kau tidak apa-apa?"

Chanyeol tiba-tiba merasa gugup. "Yah... tidak apa-apa..." Dan demi apa, suaranya jadi mencicit seperti ini.

"Baguslah," Baekhyun tersenyum seadanya dan menepuk-nepuk bahu Chanyeol. "Omong-omong, aku suka gayamu saat menolak mereka. Jarang sekali ada orang yang mau melawan kalau sudah digencet seperti itu."

Chanyeol ingin mimisan rasanya.

T-tadi— tadi dia bilang apa? Suka?

Baekhyun suka padanya?

WTH-WTF-WTC-WTO—CHANYEOL! CAPEK DEH!

Baekhyun bilang kalau ia suka gaya-mu! Bukan suka pada-mu!

Seakan-akan ada yang menamparnya imajinasinya yang sudah kelewatan, Chanyeol langsung mengerjapkan mata dan tersenyum lebar. "Ehehe... Terima kasih..."

Baekhyun mengernyitkan keningnya, lalu tiba-tiba tertawa geli. "Anak aneh!" dengusnya di sela tawanya.

Mau tidak mau, Chanyeol ikut tertawa, walaupun ia tidak mengerti apa lucunya.

Oh, oh, oh. Rupanya kehidupan di SMA barunya tidak seperti yang ia kira sebelumnya.

Tepat beberapa puluh menit setelah mereka berpisah di koridor itu, Chanyeol harus menerima kenyataan kalau Baekhyun sekelas dengannya.

Fak yeah. Beruntung nomor pertama.

Seminggu kemudian, Baekhyun mengajak Chanyeol ke atap sekolah, tempat rahasianya. Di situ, ia berkata kalau baru Chanyeol-lah yang diajaknya ke sini. Bahkan Kris, Sehun, atau Suho tidak pernah diajaknya kemari.

Fak yeah. Beruntung nomor dua.

Beberapa hari setelah itu, mereka sering pulang bareng karena jalan pulang mereka searah. Semua orang langsung mengenal mereka sebagai sepasang sahabat.

Fak yeah. Beruntung nomor tiga.

Dan enam bulan setelahnya, Chanyeol (tanpa sadar) mencium bibir Baekhyun saat mereka sedang bersantai-santai di atap sekolah. Dan—BRUAGH! Terancamlah persahabatan mereka.

Fak yeah. Berunt—WHAT! Ini mah fak beneran!

-o-

Bel pulang sekolah berbunyi. Jujur saja, itu membuat Chanyeol nervous.

Pertama, apakah ia harus mengajak Baekhyun untuk pulang bareng seperti biasanya?

Kedua, perlukah ia berlari saat ini ke Baekhyun dan memohon-mohon pengampunan darinya?

Ketiga dan ini yang paling penting... ADA DI MANA BAEKHYUN-NYA SEKARANG?

Sejak jam istirahat kedua, Baekhyun tiba-tiba sudah menghilang saja dari kelas. Bahkan saat bel tanda istirahat selesai berbunyi, Baekhyun tidak masuk ke kelas sama sekali. Itu membuat Chanyeol khawatir. Sejak itu, wajah Chanyeol selalu tertekuk.

Dan sebagai sahabat Chanyeol, Jongin dengan wajah prihatin bertanya, "Kau kenapa sih, Hyung? Sejak tadi, kau tidak bersemangat seperti biasanya. Kurang asupan makanan?"

Chanyeol menggeleng.

"Tidak melihat gebetan akhir-akhir ini?"

Aakh! Ini mah saya banget!

Author pun mengangguk. Tapi Chanyeol menggeleng.

Ugh, sayang sekali. Tidak seirama.

"Atau... jangan-jangan ada hubungannya dengan hilangnya Baekhyun-hyung sejak jam istirahat tadi, Hyung?"

Mungkin kalian bingung mengapa Jongin memanggil semua orang dengan sebutan "Hyung". Jelas saja, ia dua tahun lebih muda dari kebanyakan anak kelas dua di sekolah ini. Ia terlalu cepat masuk sekolah. Tapi, itu tidak menjadikannya sebagai murid terpintar di kelas. Terakhir kali pembagian hasil nilai akhir, ia menduduki peringkat kesepuluh (dari bawah).

Jadi, sebagai orang yang lebih muda yang baik dan tahu sopan santun, sudah sepatutnya Jongin memanggil semua orang dengan panggilan yang sopan.

"Asal Hyung tahu, kalian berdua jadi aneh sejak masuk ke kelas di jam istirahat pertama. Apa yang terjadi pada kalian? Terutama Hyung luka-luka seperti itu. Kalian habis bertengkar?"

Iya, bertengkar mulut ke mulut, pikir Chanyeol tiba-tiba, mengingatkannya pada ciuman di atap saat itu.

Damn.

Chanyeol menggeleng. "Tidak... Kami tidak bertengkar."

"Terus?"

Chanyeol mendesah. "Hanya salah paham, kok."

"Salah paham bagaimana?"

Chanyeol terdiam, lalu mengerutkan keningnya. "Yach! Kenapa kau jadi mendesakku seperti ini?"

Jongin menggeleng. "Bukannya mendesakmu, Hyung. Aku hanya tidak suka melihat hubungan kalian jadi tidak seperti biasanya. Biasanya, kau kan sering mengajak Baekhyun mengobrol di kelas. Jadi, setidaknya Baekhyun tidak terlihat kesepian. Dan tampaknya kau selalu lima kali lipat lebih bahagia kalau sedang mengobrol dengan Baekhyun."

Chanyeol mengerjapkan matanya sekali, lalu langsung merengek seperti bayi. "Huwaaa! Jongin-ah! Eotteoke? Apa yang harus kulakukan—huwaaa!"

"Yach! Hyung! Setidaknya, berhentilah merengek seperti bayi besar!" Jongin langsung menyingkirkan lengan besar Chanyeol yang memeluk lehernya dengan kekuatan tak terkira.

Chanyeol menarik tangannya, lalu menatap Jongin penuh harap.

"Begini. Kalau kalian salah paham, itu persoalan yang mudah. Asalkan, Hyung mau menjelaskannya dengan cara baik-baik dan cerdas tapi sedikit licik."

"Hee? Apa maksudmu?"

"Kalau dia salah paham, tinggal diyakinkan saja, kan?"

Chanyeol mengangguk.

"Nah, pakailah alasan—kalau bisa alasan yang benar. Jangan lupa, pakai kata-kata yang membius dan mampu meluluhkan hati, seperti, 'Ah, Baekhyun. Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpamu,' atau, 'Baekhyunnie, aku benar-benar menyesal. Kalau kau mau menonjokku, tonjok saja.'"

"Yach! Tapi aku kan sudah ditonjok olehnya!" protes Chanyeol, tidak terima.

"Itu kan hanya pengandaian! CONTOH!" teriak Jongin tidak sabaran. Sedetik kemudian, Jongin melebarkan matanya. "Tunggu—WHAT?! Jadi, yang membuat Hyung luka-luka seperti itu adalah Baekhyun-hyung?!"

Chanyeol terdiam, tidak mau menjawab.

"Oke, oke," Jongin mengangguk paham dan ini adalah the best part of Jongin yang Chanyeol paling suka. Jongin tidak suka mencampuri urusan orang lain lebih jauh lagi—kecuali untuk urusan-urusan tertentu. "Lebih baik, Hyung segera cari Baekhyun-hyung, lalu berikan penjelasan padanya. Ingat, ya! Kata-kata membius yang tadi!"

Chanyeol mengangguk.

Jongin mengambil tasnya dan menggendongnya. Ia kemudian melambaikan tangan. "Sudah dulu ya, Hyung! Aku pulang duluan! Semoga beruntung!" katanya, lalu menghilang di balik pintu kelas.

Ketika Jongin sudah pergi, Chanyeol baru menyadari kalau semua orang sudah benar-benar pergi dari kelas. Tidak ada yang tersisa kecuali Chanyeol, tasnya, dan tas Baekhyun yang masih berantakan.

Melihat tas Baekhyun yang berantakan memunculkan ide di otak Chanyeol. Dengan cekatan, Chanyeol membereskan tas Baekhyun dan memasukkan semua barangnya dengan apik di dalam sana. Setelah semuanya tersimpan dengan rapi, Chanyeol membawa tas Baekhyun, menggendong tasnya sendiri, lalu berjalan meninggalkan kelas. Hendak mencari Baekhyun.

Dan, ding dong.

Chanyeol langsung menemukan Baekhyun.

Ia sedang berjalan dengan kepala menunduk di ujung lorong sana.

Chanyeol hanya dapat memperhatikannya lekat-lekat.

Merasa ada yang memperhatikannya, Baekhyun langsung mengangkat kepala dan matanya lagi-lagi bersirobok dengan Chanyeol, membuat Baekhyun langsung mengerutkan keningnya tidak suka.

Dari jarak sejauh ini, entah mengapa Chanyeol mampu melihat kerutan penuh benci di kening Baekhyun.

Tapi, Chanyeol berusaha mengabaikan itu dan bersikap biasa. Ingat, ia hanya perlu bersikap biasa, memberi penjelasan, tidak lupa untuk menambahkan kata-kata membius, lalu berbaikan seperti sediakala.

Masalahnya, apakah SEMUDAH itu?

Begitu jarak Baekhyun sudah lebih dekat, Chanyeol tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. "Aku sudah membereskan tasmu—"

"Kemarikan tasku," potong Baekhyun dengan dingin.

Chanyeol hanya dapat pasrah ketika Baekhyun langsung menarik tasnya dari lengan Chanyeol begitu saja. Lalu dengan cepat, Baekhyun menggendongnya di punggung dan berbalik meninggalkan Chanyeol.

Chanyeol menatap punggungnya sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menyusul.

"Baek, kita perlu bicara," kata Chanyeol, berusaha menggapai lengan Baekhyun untuk menghentikan langkahnya. Tapi gagal.

"Kita sudah bicara tadi," balas Baekhyun seadanya.

"Tidak," bantah Chanyeol. "Kita tidak berbicara. Kau langsung menonjokku dan pergi begitu saja."

"Sama saja."

"T-tapi dengarkan dulu penjelasanku, Baek!"

"Tidak mau!" Baekhyun mempercepat langkahnya.

"Kenapa tidak mau?!" Chanyeol ikut-ikutan mempercepat langkah.

"Karena aku tidak mau!"

You don't say.

"Harusnya kau mau!" Chanyeol makin mempercepat langkahnya sampai akhirnya ia sejajar dengan Baekhyun. Dengan cekatan, Chanyeol menggapai lengan atas Baekhyun, lalu menariknya sedikit ke belakang agar langkah Baekhyun terhenti.

Tapi, bukannya menariknya sedikit, justru Chanyeol terlalu kuat menariknya, sehingga, badan mungil Baekhyun dapat dengan mudah mengikuti arah tarikan Chanyeol. Dan beginilah hasil akhirnya, Baekhyun terjatuh tepat di dada bidang Chanyeol yang tanpa otot.

Damn, kenapa jadi ala drama Korea begini?

Chanyeol melebarkan matanya. Baekhyun juga melebarkan matanya. Mata mereka berdua jadi kelihatan dua kali lebih lebar dari ukuran normal.

"Apa-apaan—menyingkirlah!" desis Baekhyun sambil menarik dirinya dari gaya gravitasi dada Chanyeol, lalu mendorongnya menjauh. Uh uh uh...

"Mian..." Chanyeol menundukkan kepalanya, merasa benar-benar menyesal sekarang.

Dan taraaa! Baekhyun tiba-tiba jadi melunak setelah melihat tampang kuyu Chanyeol yang rasanya ingin dikasih sedekah. "Begini, Yeol. Bukannya aku tidak mau bicara atau bagaimana, tapi beri aku waktu sebentar, oke?"

Chanyeol menengadah, menatap Baekhyun lekat-lekat.

"Aku... aku...," Baekhyun tiba-tiba merasa gelisah ditatap Chanyeol seperti itu. Tanpa sadar, pandangannya berganti-ganti, dari mata turun ke bibir, lalu ke mata lagi, lalu ke bibir. Syiiit, bikin murka!

"ARGH!" Tiba-tiba Baekhyun mengerang frustrasi sendiri. "Aku masih syok sekali, Yeol. Jadi, aku butuh waktu untuk menenangkan diri dan menjernihkan pikiran. Untuk saat ini, kita tidak usah bertemu atau bertegur sapa dulu. Kau mengerti? Arrachi?!"

Chanyeol menatap Baekhyun sebentar. Baekhyun mulai resah dan ingin sekali mencakar tembok karena tatapan Chanyeol.

Akhirnya Chanyeol menganggukkan kepala. "Arraseo. Jangan lama-lama."

Baekhyun tidak menjawab. Ia hanya mengedikkan bahu sekilas, lalu membalikkan tubuhnya cepat dan berjalan tergesa-gesa meninggalkan Chanyeol. Sementara Chanyeol melengos dan menatap punggung Baekhyun lekat-lekat sampai menghilang ke lorong kanan.

Ah, Chanyeol gagal memberi penjelasan pada Baekhyun. Ia gagal dalam misinya.

Ah, maafkan Chanyeol, eomma. Maafkan Hyung-mu ini, Jongin.

Ah, rasanya kata-kata membius itu belum bisa dipakai sekarang.

Ah...

.

.

.

.

.

.

To be continued.

.

.

.

.

.

.

...

Niatnya sih ngelucu, tapi kayaknya nggak lucu *pundung**kemudian bergulung seperti kue bolu*

Well, jadi, apakah fanfic ini harus dilanjutkan atau dibiarkan berdebu penuh sarang laba-laba? Ada yang kurang dari cerita ini? Ada yang mau dikritik? Atau... apakah author dari fanfic ini harus dirajam rame-rame?

Tehee, jawablah pertanyaan hamba dengan menekan kotak review di bawah, 'kay?

.

kiko yg sedang bersemangat,

ㅇㅅㅇ

[February 25th, 2015]