Tae Zan

-1-

—◌—

A fanFic By : Jun Se Jung

Cast :

−Kim Tae Hyung (V) [BTS]

−Kim Seok Jin [BTS]

Start making : 01.04.14

—◌—

This fanfic is by me, mine.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, KARANGAN GAJE oleh sang penulis

Malam ini hujan datang lagi, hujan besar. Membasahi semua yang ada dipulau itu. Cahaya petir datang dengan kilatannya yang terang kemudian hilang dalam sekejap dan muncul lagi dengan kilatan dan suara yang menggelegar lebih besar. Sangat menakutkan, karena malam ini gelapnya lebih pekat.

TaeHyung. Ia benci dengan cuaca buruk, karena ia takut. Takut dengan petir yang menggelegar, hujan lebat, dan apalagi tak ada cahaya sedikitpun disini, penerangan hanya berasal dari petir yang menyambar, dan itu malah terlihat menakutkan. Seperti menghidup lalu mematikan lampu.

Ia sedang berteduh dibawah pohon besar di tengah-tengah hutan, duduk bersandar disana dengan menekuk kedua lututnya yang ia peluk, merasa dingin karena hujan kali ini disertai angin, angin yang cukup kencang.

Ia menggerutu, menyumpahi monyet yang merebut pisang hasil tangkapannya susah payah dengan memberikan kutukan pada monyet itu agar tersedak kunyahan pisang dan tewas. Ceritanya tadi, ditengah malam ia merasa lapar lalu ia berinisiatif ke tengah hutan menuju pohon pisang untuk mengunduh beberapa pisang. Benar saja, saat ia bahagia telah medapatkannya dengan memanjat pohonnya yang cukup tinggi, ada yang menyahut semua enam pisang ditangannya.

Dengan ekspresi kaget TaeHyung melihat siapa tersangkanya, seekor monyet kecil telah membawa pisang enak itu, dasar monyet malas, maling!. Akh ia menggeram marah, tak terima dan kesal atas itu, TaeHyung mengejar maling itu namun ia kalah cepat dengan gerakan kesit monyet kecil, entah karena monyet itu sering copet atau larinya memang sekencang itu.

Kalau saja ia tak lapar dan pisang dipohon itu tidak habis, ia tak akan melakukan ini. Namun karena ini demi perutnya, ia harus menangkap monyet menyebalkan itu. Dengan semangat yang ia dapatkan dari rasa amarahnya akhirnya ia menangkap monyet itu saat hendak kabur memanjat pohon pinus.

"pisang..! ng!" TaeHyung mencoba merebutnya dari tangan monyet. Terlihat konyol ia memperebutkan pisang dari hewan kecil, tapi kekuatan monyet itu tak sekecil ukurannya. Yah.. demi memepertahankan hidup memang seperti ini.

Monyet itu menggertakan gigi, menggeram tak terima karena pisangnya hampir terkuasai TaeHyung, karena ya memang kekuatan TaeHyung lebih besar dari makhluk kecil ini.

Perebutan panas masih berlangsung, dengan TaeHyung yang akan memenangkannya. Merasa marah dan akan kalah, sebelum pergi monyet itu meninggalkan jejak diwajah TaeHyung dengan meludahinya tepat dipipi kanannya. Penghinaan!.

Dengan muka jijik, TaeHyung mengelap ludah itu dengan daun yang ia ambil disampingnya. Dan dengan cengiran kemenangan monyet itu kembali merebut pisang dari tangan TaeHyung kemudian kabur sebelum TaeHyung memukulnya.

TaeHyung merasa sial. Ia tak mendapatkan pisangnya dan malah mendapatkan ludahan dari seekor monyet. Ini Penghinaan bagi Taehyung!.

Begitulah, karena mengejar monyet itulah ia terjebak disini, ditengah hutan dengan hujan beserta petirnya.

Ia tak bisa kembali ke rumahnya di tepi pantai, jalan terlalu gelap untuk ia lewati dan juga petir yang menggelegar membuatnya takut untuk kembali. Untuk sementara ia berada disini selagi menunggu hujan reda, walaupun ia tak tahu kapan hujan deras ini ada akhirnya.

TaeHyung memang yang sedari tadi merasa mengantuk menunggu terlalu lama, tanpa sadar ia tertidur disana, dibawah pohon yang melindunginya dari air hujan.

-%-

Bangun dari tidurnya yang semalam terlelap dibawah pohon, anak berusia belasan tahun bernama TaeHyung tidak tahu ini sudah jam berapa, tapi ia yakin ini sudah pagi. Burung-burung berkicau dan matahari sudah nampak walau sedikit tertutupi awan mendung.

Mendung...?! pasti hari ini akan seperti hari kemarin, hujan. TaeHyung tidak suka itu, namun dia bukanlah seorang pawang hujan, jadi sebelum hujan akan datang ia segera kembali ke tepi pantai, ingin pulang kerumahnya.

Lebih tepatnya adalah sebuah villa, bangunan yang megah berwarna putih kusam berada di atas bukit kecil yang sudah dihadapannya ini adalah miliknya. Anak yang masih bisa disebut bocah ini tinggal didalam bangunan yang cukup besar, tak peduli seberapa besarnya banguan itu, yang ia butuhkan adalah tempat beratap yang melindunginya dari sinar matahari yang panas dan guyuran air hujan beserta petir-petirnya.

Bukan dia yang membangun villa ini, karena tidak mungkin bocah pemakan pisang sepertinya untuk membangun susunan bata yang menjadi villa megah yang dulunya bercat putih bersih ini. Dulunya ini adalah milik keluarga TaeHyung itu sendiri.

Ia memasuki villa, diruangan depan terdapat beberapa sofa yang sudah rusak karena sofa itu sudah lama, usang dan tentu saja dirusak dengan kelakuan TaeHyung dan kawan-kawannya.

Kawan-kawan? Kawan-kawannya sedang duduk diatas sofa itu sambil menikmati pisang ditangan mereka masing-masing. Ya, lebih tepatnya disebut dengan kawanannya yang berbulu cokelat.

TaeHyung berlalu melewati mereka dan menaiki anak tangga menuju keatas. Salah satu simpanse tertua disana mengoceh menggunakan bahasa mereka kepada TaeHyung yang sudah tengah menaiki tangga. TaeHyung mengerti bahasa mereka, simpanse itu mengoceh bahwa mereka telah menghabiskan pisang tanpa menyisakan satu untuknya.

Dikamarnya, ia berbaring dikasur yang sudah tak layak dipakai lagi karena dipan dari besi itu sudah patah, busa kasurnya tak lagi empuk dan lusuh. Ia tak peduli, ia ingin tidur lagi untuk menahan rasa laparnya.

-%-

Kilatan cahaya nampak menerangi langit malam yang gelap saat itu, cahaya dari petir sebagai permulaan dari hujan besar. Kilat cahaya itu juga menerangi kamar TaeHyung lewat jendela kamarnya yang terbuka.

DUAARR

Suara petir mengkagetkan TaeHyung, ia terbangun dari tidur dan mimpinya. Ia menengok kearah jendela yang terbuka, hembusan angin beserta tetesan hujan masuk kedalam kamarnya. Ia beranjak akan menutup kaca jendela, namun digagalkan oleh cahaya dan suara petir yang menggelegar, takut untuk menuju kesana.

TaeHyung keluar kamar dan menuruni tangga, mencari kawan-kawannya. Ia terlalu takut untuk sendirian didalam villa besar ini. Sembari menuruni tangga ia teringat akan mimpinya, didalam mimpi itu ada dua anak kecil yang bermain bersama seperti bermain kejar-kejaran, entahlah ia tak ingat lagi dan semua yang ada didalam mimpinya buram, termasuk dua anak kecil itu, tapi dia yakin seorang anak kecil lainnya yang berambut cokelat adalah dirinya yang juga berambut cokelat, yang satu lagi ia tak tahu.

Saat berada dikaki tangga, ia tak mendapati simpanse-simpanse itu berada disana. Mungkin mereka pergi kerumah mereka dihutan, meninggalkan satu kawannya disini sendirian. Akh, sudahlah TaeHyung juga sudah terbiasa dengan ini, sendiri. Dan ia juga terbiasa ditinggalkan oleh mereka yang telah mengabiskan pisang tangkapannya, ia tidak marah, kesal atau apapun. Itu sebagai balasannya untuk mereka yang mengajarinya untuk bertahan hidup, dihutan.

Ia terduduk disofa, berfikir kenapa waktu tidak berlalu dengan cepat saja agar esok cepat datang meninggalkan hari buruk ini. Tapi itu juga membuatnya takut jika besok ia menemui hari yang buruk seperti hari ini dan kemarin.

Petir kembali menyambar dari langit, cahayanya masuk melalui jendela besar di ruangan depan rumah yang tanpa sumber penerangan itu. Ia mencoba untuk tidur disofa dan berharap esok ia akan bangun dengan disambut hari yang indah, hujan dan badai yang membuatnya takut telah berlalu hilang.

-%-

Matahari muncul dari ufuk timur, cahayanya menyinari lautan disekitar pulau itu menjadi berwarna kuning cerah, pertanda pagi telah datang.

Burung-burung berkicau ramai menyambutnya, kicauan yang berisik itu menganggu tidur TaeHyung, tapi ia merasa tenang mendengarnya. Itu artinya hari ini cerah, harapannya terkabul.

Ia beranjak keluar, membuka pintu besar rumahnya untuk melihat suasana diluar. benar saja, ia tersenyum senang mendapati tak ada sedikitpun awan mendung dilangit, tapi ada yang aneh saat ia melihat kebawah sana, ditepi timur pantai. Seingatnya semalam pantai itu bersih, kosong, tak terdapat kapal berukuran sedang disana.

Ia mengerutkan kedua alisnya lebih dalam saat melihat lebih jelas lagi ternyata terdapat dua makhluk serupa dengannya keluar dari kapal itu. Sungguh, alisnya yang mengkerut kebawah seketika naik keatas, matanya melebar melihat salah satu dari mereka membawa benda yang menakuti semua makhluk dihutan ini termasuk dirinya.

Simpanse kawanannya pernah memeritahukan dia tentang benda itu, dan mengharuskan ia berhati-hati dengan makhluk yang membawa benda semacam itu, makhluk yang disebut dengan pemburu.

TaeHyung kelagapan. Sungguh, hari ini lebih buruk dari hujan badai kemarin. Aah apakah ia harus mencari kawanannya di hutan? Tidak! Bagaimana kalau mereka juga ikut jadi sasaran pemburu itu karena dirinya. Ia memiliki naluri rimba terhadap yang lainnya.

Sementara itu dibawah sana dua makhluk yang berjenis manusia. Yang nampak lebih muda terlihat frustasi, dan yang satu lagi malah terlihat santai menikmati pemandangan yang indah dipulau itu.

"Ayolah ayah! Bisakah ayah tidak bersikap begini disaat kacau seperti ini?!" nadanya terdengar frustasi.

"Santai saja, Jin. Kita kan sedang liburan, nikmati saja. Lagipula pulau ini tidak buruk, kan?" Ayah dari anak muda itu tersenyum, kemudian melanjutkan, "Lihat, ayah jaga-jaga membawa ini jika ada hewan buas disini." Lelaki berusia setengah abad itu mengacungkan tembak panjang ditangannya.

Anak muda yang telah diketahui bernama Jin itu membulatkan matanya kesal saat ayahnya mengeluarkan kata 'LIBURAN'. Astaga, bagaimana bisa ayahnya mengatakan itu?, mengetahui bahwa sesungguhnya mereka terdampar disini karena badai semalam. Memang awalnya mereka berdua sedang berlibur dengan tujuan ayahnya yang ingin merefreshing pikiran anaknya yang mengalami gejolak emosi. Yang sesungguhnya itu adalah sifat Jin yang sedikit emosian akhir-akhir ini.

Ayahnya mengabaikan tatapan kesal Jin terhadapnya. "Kau pasti lapar, kan? Ayo berburu sesuatu disini!" Ia tersenyum mengajak anaknya.

"Tak ada yang bisa diburu disini. Selain monyet-monyet itu." Jin menunjuk beberapa monyet kecil yang berada diatas pohon pinus dibelakangnya. "Memangnya ayah mau daging monyet?" Tanyanya sedikit kesal namun terselip kejahilan disana.

"Jika kau mau aku akan menembak satu untukmu dan mari kita bakar!" Ucapan ayahnya barusan membuat Jin bergidik amit-amit membayangkan bagaimana rasanya. Ia tak menyukai makanan ekstim seperti memakan daging monyet, sungguh, dedaunan masih lebih enak.

"Lebih baik aku tidak makan! Ayolah ayah! Daripada melakukan itu lebih baik kita memperbaiki kapal ini dan pulang" Desahnya tak tahan.

Lelaki tua itu melihat ke sekeliling, perlu beberapa kayu untuk menambal kerusakan. Ia bermaksud untuk menebang satu pohon, tapi monyet-monyet itu kelihatan tidak ramah. Urung. Matanya baru menagkap bangunan besar diatas bukit ditepi barat pulau.

"Hey, Jin. Aku baru tahu kalau ada rumah disini. Kita bisa kesana untuk mencari bantuan!" Jin mengikuti arah pandang ayahnya, kali ini ia setuju dengan ajakan ayahnya dan menuju kesana bersama-sama.

Setelah menaiki anak tangga dibukit menuju villa yang dihuni TaeHyung. Mereka terkagum dengan desain villa besar ini, banyak jendela besar terdapat di setiap sisi rumah, membuat rumah itu nampak terang oleh sinar matahari, namun sayang rumah ini terlihat tak terawat. Jin tak yakin jika disini ada penghuninya.

Ayahnya berkali-kali mengetuk pintu yang sudah terbuka itu, namun tak ada yang keluar menyambut mereka. Jin yang sudah lama menunggu merasa kesal, ia langsung menerobos masuk tanpa etika dimata ayahnya. "Eh! Jin kita harus menunggu tuan rumah!" Cegah ayahnya yang tak dihiraukan Jin. Ia tak peduli toh siapa yang akan menuduhnya pencuri lalu menggebukinya massa dipulau yang sepi ini.

Jin sempat takjub dengan langit-langit yang tinggi dirumah ini, begitupun dengan ayahnya yang masuk kedalam mengikuti anaknya. "Hallo! Apa ada orang disini?!" tanya Jin pada seluruh ruangan rumah itu, karena ia merasakan kedamaian yang sepi dirumah ini.

TaeHyung yang bersembunyi dilantai atas kamarnya menggigit tangannya resah, merasa khawatir dan takut karena pemburu itu masuk ke tempat tinggalnya dan mungkin akan menghampirinya.

"Sepertinya tak ada orang." Ucap ayahnya kemudian yang juga merasakan apa yang Jin rasakan.

"Ya sudah, kita gunakan ini saja!" Jin mengangkat meja kayu yang berada di sudut ruang tamu.

"Jangan begitu, aku akan menyebutmu pencuri." Ayahnya mencibir ke arahnya.

Jin tak menyebutnya sebagai mencuri, toh lagian meja ini tak ada yang punya.

"Kita cari saja dilantai atas, mungkin penguninya tak mendengar kita."

Jin memutar bola matanya malas. Ia sudah berteriak keras tapi tak ada yang menjawabnya tadi. Tanpa protes ia mengikuti langkah ayahnya menuju tangga.

Keadaan dilantai dua sama saja dengan dilantai satu, sunyi. Mungkin rumah ini ditinggal oleh penghuninya, sayang sekali, pikir Jin menyayangkan hal ini.

"Jin! Lihat!" Lamunan Jin buyar ketika ayahnya yang mendahuluinya berjalan disebuah kamar besar dekat tangga yang mereka lewati.

Jin menghampiri ayahnya dan melihat apa yang ayahnya lihat didalam kamar itu. Mereka menemukan penghuninya.

Ia terlihat lebih terkejut daripada ayahnya. Mata Jin melebar melihat apa yang dimaksud sang ayah dan ia menelan ludah. Yang dilihatnya sekarang adalah seorang anak laki-laki seusianya yang tak mengenakan pakaian untuk menutupi tubuhnya sedang memojok ketakutan ditembok kamar. Oh tuhan!, tolong tutupi dia dengan sesuatu!, pikir Jin merinding.

Ayah Jin menghampiri anak itu perlahan, namun TaeHyung semakin ketakutan dan akan melemparkan meja belajar didepannya. Lelaki tua itu mengerti apa yang ditakuti TaeHyung, yaitu benda yang ada ditangannya, karena anak itu terus menatap was-was terhadap tembaknya. Ia menurunkan benda itu kelantai.

"Tenang saja, kami bukan orang jahat. Aku bahkan tidak penah menyakiti hewan apapun kecuali semut yang menggigitku." Ayah Jin menenangkan TaeHyung dengan ucapannya yang menurut Jin konyol.

"Apa kau pemilik rumah ini?" pertanyaan Jin membuat TaeHyung yang ketakutan semakin merapat ketembok. Menyebalkan, kenapa dia merasa seperti seorang penjahat sekarang. Padahal dia tidak melakukan tindak kejahatan apapun terhadapnya.

"Namamu siapa? Kenapa kau bisa ada disini? Apa kau sendirian? Jawablah, lalu Bagaimana bisa-"

"Sudahlah ayah, dia tak dapat berbicara bahasa manusia manapun. Dan dilihat dari sisi manapun ia adalah manusia rimba!." Jin menyimpulkan, melihat TaeHyung yang berpenampilan kumuh, badannya kotor dan bau lalu rambutnya yang panjang. Seperti di film yang berjudul Tarzan yang dilihatnya, ternyata makhluk tarzan itu ada, dihadapannya.

"Oya? Sepertinya begitu." Ayahnya menatap TaeHyung simpatik. Ia ingin bertanya banyak padanya, tapi orang dihadapannya sekarang tak tahu bahasa mereka.

Kruyuuuk!

Mereka semua menoleh pada sumber suara yang berasal dari perut TaeHyung, perutnya kelaparan karena selama dua hari belum diisi apapun oleh pemiliknya.

"Eh, kau lapar?" Tanya ayah Jin, kemudian muncul ide malaikat diotaknya. "Kau mau makan apa?, aku punya beberapa makanan dikapal. Ada nasi, ramyeon, beberapa buah-buahan seperti apel, jeruk, anggur, pisang, dan—"

"Pisang" Ucap TaeHyung akhirnya, mendengar kata pisang kesukaannya terucap, ia menginginkannya.

Keluarga yang terdiri dari Ayah dan anak itu terkejut karena manusia rimba yang dikiranya tak bisa berbahasa ternyata mengerti apa yang diucapkannya walau hanya satu kata. "Kau suka pisang?. Baiklah aku akan memberikannya untukmu, tapi kau harus ikut kami pulang ke Korea." sebuah senyum baik hati ayah tunjukkan ke TaeHyung.

Jin mengangga dari sekian kata ayahnya yang aneh mengatakan memakan daging monyet bakar, ini yang paling membuatnya tak bisa berkata apa-apa; MEMBAWA MAKHLUK RIMBA YANG TAK JELAS UNTUK PULANG BERSAMA MEREKA, I... ITU ARTINYA..! Ayahnya sudah gila atau apa? Jelas sekali ia tak menyetujui tindak kemalaikatan ayahnya itu. Demi pisang!, ia sangat tidak setuju!.

Ayahnya melihat ketidaksetujuan diwajah Jin, ia mencoba membujuknya, "Ah, ayolah apa kau tidak kasihan terhadapnya, lihatlah dia..."

Jin melihat TaeHyung dipojokan yang sedang mengkorek-korek telinganya dengan kelingking, lalu mencium bau kelingkingnya yang telah digunakan lalu TaeHyung menampakkan wajah jijik terhadap perlakuannya sendiri mendapati bau telinganya. Astaga, mata Jin berkedut jijik, apa yang harus dikasihani?. Sungguh dia tak mau tinggal dengan orang seperti itu, jorok...! mengetahui dia adalah orang yang suka kebersihan.

Glek! Ayah Jin gelagapan, kenapa TaeHyung melakukan itu disaat ia sedang melumerkan hati Jin untuknya, sungguh tidak tepat. Itu malah membuat Jin semakin tidak menyukainya. "Ehh, lihat positifnya saja. Ayah berbuat baik. ah, masa kau akan tega meninggalkan bocah ini hidup sendirian disini?" Ia mencoba membujuknya lagi.

Jin merasa frustasi, dan akhirnya menyerah pada ayahnya yang sudah tua, "Terserah ayah sajalah." Yang penting ia cepat pulang kerumah dan beristirahat.

Ayah Jin nampak gembira, lalu menarik tangan TaeHyung "Ayo ikut kami, dirumah kami juga punya pisang yang banyak!"

"Apanya! Pohonnya saja tidak punya!" cetus Jin.

"Sebentar lagi akan punya karena kau yang akan menanamnya."

Apa ?! Aarghasdfghjkl ! ia akan dijadikan tukang kebun?!. Kumohoon... ia berteriak frustasi dalam hati.

"Nah, Jin, angkatlah meja kayu ini untuk kapal kita!" Dan dia juga jadi buruh angkut.

Jin menggerutu, tapi melaksanakan tugasnya. Saat mengangkat meja itu, dua lembar kertas jatuh dari kolom meja tersebut, Jin meletakkan kembali meja itu untuk mengambil apa yang jatuh. Setelah dipungut dan dilihatnya, adalah dua foto usang. Foto yang besar tergambar ada empat orang, dua orang yang merupakan seorang ayah ibu dan dengan kedua anaknya yang masih bayi dalam gendongan mereka masing-masing. Dan foto kecil satunya lagi adalah anak sekitar berusia lima tahun berambut cokelat sedang duduk dikursi mirip manusia rimba itu. Mungkinkah ini dia? Dan apa foto keluarga ini adalah keluarga manusia rimba itu?, tanya Jin pada dirinya sendiri. Entahlah... tapi setelah ia melihat balik foto kecil itu terdapat tulisan nama 'TaeHyung'. Jin berfikir lagi, lalu dimana orang tuanya? Pertanyaan yang tak ia tahu jawabannya. Yang ia tahu nama manusia rimba itu adalah TaeHyung. Ia akan memberitahukan ini pada ayahnya nanti.

"Cepatlah, Jin!" Teriakan ayah yang cukup berada jauh didepan mendahuluinya membuyarkan lamunannya. Dengan segera ia mengangkat meja itu, tak lupa dua lembar foto itu ia kantongi.

Jin dan ayahnya telah memperbaiki kapalnya setelah berjam-jam. Kapal telah siap untuk mereka gunakan berlayar pulang mengajak TaeHyung yang ayah Jin iming-imingi pisang dirumahnya. Dirumahnya akan bertambah satu penghuni yang ia harap tak menyebalkan seperti ayahnya. Semoga... sudah cukup bagi Jin satu orang.

TBC

Finish making : 01.05.14

V sign untuk para TaeHyung fans -o-v *Dihajar*

Saya minta pendapat readers yaah~ Apa ada yang kurang jelas?. Saya gak tahu genre apa untuk FF ini, readers yang menentukan, ok? *dasar*

Dan saya juga minta tanda jejak komentar agar saya tahu kalau yang membaca FF GJ ini bukanlah makhluk tak kasat mata :v. Monyet saja sudah tinggalin jejak(?) diwajah TaeHyung, masa kalian enggak meninggalkan jejak di bibir TaeHyung sih *gaknyambung*

Kolom komentar tersedia lebar untuk anda! Menerima lowongan komentar, saran dan kritik. Kritik pedas diterima *sedia minum*. Bash? Ke hutan saja sana! - _-v

#Kalo ngga, chapter 2 akan bersarang dikomputer(?) *ngambek*

Gams ! TaeJin akan tampil berikutnya~