Genre : Romance and a little Humor.
A/N : ceerita ini terinspirasi dari fiction 'cowok-cowok cantik' oleh Chibiballon. Hai, kali ini Diloxy akan menyuguhkan cerita dengan genre romance dan humor. Semoga tidak garing yah. Pairing di cerita ini Dramione, GinCed, Oliver belum tahu akan dipasangkan dengan siapa, CedRry (No Slash). read and review please…. ^_^
Setting : disini Harry, Cedric, Oliver, Draco, Hermione dan Cho Chang berada dalam satu angkatan yang sama. Ginny adalah adik Harry, jadi namanya Ginny Potter. All over Dunia nyata.
Warning : miss type yang bertebaran walau selalu mencoba untuk meniadakannya, sedikit OOC mungkin, kurang tahu kalau lebih banyak. :D …. Enjoy.
Summary : Ketika pria bertemu dengan wanita. Banyak jalan tak terduga yang menumbuhkan cinta, sahabat, musuh, hasrat, harapan, intrik? Jika aroganitas dan harga diri di atas segala. Romansa yang dikemas dengan lebih ringan namun menggigit. Gin-Ced, Dra-mione, Oli-?, Mind to read?
Harry Potter and all character © J K Rowling
When Boys Meet Girls © Diloxy
Chapter 1. Hari terburuk
Pagi belum juga menguasai hari dimana semburat kabut tebal masih setia menyembunyikan gambaran-gambaran alam yang indah. Termasuk salah satu karya tuhan yang sangat mengagumkan. Seorang pemuda tinggi kurus dengan rambut pirang platinanya, wajahnya yang runcing dan tatapannya yang tajam sungguh menghipnotis seluruh makhluk di dunia nyata maupun fana. Termasuk cacing tanah yang saat ini sedang sekarat karena tanah tempat tinggalnya terus saja diubek-ubek oleh jemari runcing Draco yang pucat pucat nakal. Pemuda itu hanya berjongkok sendiri di taman belakang sekolah.
Draco Lucius Malfoy. Ya, pemuda itu terus membuat keluarga sang cacing mabuk kepayang dan terhipnotis oleh wajah tampannya, atau terhipnotis jemarinya yang mematikan karena telah memporak-porandakan tanah itu? Tak ada yang tahu pasti jawabannya. Yang pasti adalah sebuah senyuman tipis tergurat di wajah pucatnya yang tampan.
Ia sedang kesal. Tangannya terus liar memporak porandakan seisi rumah sang cacing. Hatinya kesal. Mengutuk beberapa saat. Mengutuk bagaimana kehidupan terasa begitu kejam padanya, hanya karena ia memiliki wajah tampan. Tangannya semakin liar saat ia mengingat wajah gadis itu. Gadis berambut ijuk dengan gigi berang-berang yang terus saja membuat hidupnya susah.
Draco ingat saat dimana ia merasa hari itu adalah hari terbaiknya. Bisa mewujudkan sebuah mimpi yang ia idam-idamkan sejak lama. Saat penerimaan anggota baru karate Hogwarts setahun lalu. Dan ia harus membuang mimpinya untuk menjadi seorang karateka handal setelah si berang-berang Granger itu mempermalukannya di depan orang banyak. Sudah ditendang dengan tidak layak, ditambah lagi namanya yang segera dicoret kasar dari daftar anggota baru oleh si Granger. Ia kesal. Berulang kali mengutuk nama itu. Hermione Granger. Berang-berang otak encer yang selalu mengganggu kehidupannya yang damai.
"Nasib jadi orang ganteng." Gumam Draco sebal ke arah cacing tanah yang sudah tak bernyawa lagi. Kasihan.
Matahari sudah mulai meninggi menyibakkan semburat temaram yang sejak tadi setia menyelimuti. Mari kita alihkan perhatian dari kekesalan Draco Malfoy yang membuat seekor nyawa menghilang, menuju koridor di depan ruang PKS kesiswaan. Tempat dimana murid-murid mulai berjejal memadati sebuah papan pengumuman. Perhatian mereka tertuju pada kertas-kertas yang ditempel disana yang berisi daftar murid-murid dan kelas masing-masing.
Seorang pemuda dengan warna rambut coklat gelap dan postur tegap berjalan santai di koridor menuju gerombolan murid. Ia tersenyum tipis. Bukan, ia tidak bermaksud memanfaatkan kesempatan untuk mencopet disana. Tujuannya juga sama seperti murid lain untuk mengetahui dimanakah kelas baru mereka.
Pemuda itu membaca bagian atas kertas tersebut yang bertuliskan 'Hogwarts High School: daftar kelas dan murid-murid'. Pemuda itu terus menyusuri daftar murid kelas 12 IPA 1 dengan telunjuknya. Hingga akhirnya terhenti pada sebuah nama 'Oliver Wood'. Pemuda itu terkekeh. Ternyata ia masuk kelas 12 IPA 1. Oliver pun menyusuri lagi nama-nama di kelas tersebut. Ternyata ada nama Draco Malfoy dan Cedric Diggory disana. Oliver sumeringah senang karena akhirnya ia bisa sekelas dengan kedua sahabatnya itu.
Oliver Wood adalah seorang pemuda sebatang kara sewaktu kecil. Ia ditemukan di panti asuhan, dan kemudian diadopsi oleh sepasang suami istri kaya raya yaitu, Sirius dan Belatrix Wood. Sirius bekerja sebagai agen kepolisian Inggris. Dan Bella adalah seorang ibu gaul yang sangat cantik karena selalu memperhatikan perawatan kulitnya. Tidak seperti suaminya, Sirius yang selalu acak-acakan dan jarang mandi. Untuk itulah Bellatrix selalu mengomel jika Oliver malas mandi dan merawat diri. Akhirnya itu semua Oliver lakukan, hanya untuk membuat ibu angkatnya bahagia. Karena sejujurnya Oliver adalah pria normal yang tak suka hal ribet. Namun ia terlalu ramah dan baik pada semua orang. Apalagi ibu angkatnya.
Bellatrix melarang putra angkatnya itu untuk melakukan hal-hal yang ekstrim atau hanya mementingkan otot. Ia melarang keras putra angkatnya itu. Dan akhirnya, Oliver yang menyukai sepak bola harus melakukan hobinya itu di luar sepengetahuan sang ibu.
Waktu berjalan beberapa menit dari saat Oliver mengetahui bahwa ia sekelas dengan dua sahabatnya itu dan menyusuri nama-nama lain, iapun akhirnya melenggang pergi. Meninggalkan gerombolan murid-murid yang saling hantam hingga menimbulkan banyak korban jiwa hanya untuk menemukan nama mereka pada deretan daftar kelas. Well, kalimat terakhir hanya imajinasi Oliver saja.
Hogwarts High School telah dipadati oleh murid-murid yang hendak menuntut ilmu. Setelah kita mengamati keadaan di depan ruang PKS kesiswaan, mari kita beralih kepada pintu gerbang sekolah yang bercat hijau tua dengan pemandangan seonggok satpam tua bernama Flinch yang sedang berjaga di pos miliknya. Kalau-kalau ada murid yang bolos. Dan, lihat sedikit ke sebelah kanannya. Iya, tepat disana.
Di pinggir jalan depan sekolah terhampir Suzuki Swift hitam yang melambat. Pintu mobilnya terbuka dan menampakkan pemandangan sebelah kaki yang dihiasi kaos kaki bertuliskan Hogwarts High School dan sepatu bola maskulin hitam kelam. Untuk sementara waktu seakan terhenti. Ya, mungkin itulah yang bisa mengungkapkannya. Ketika seorang pemuda keluar dan menampakkan seluruh tubuhnya yang atletis yang dibalut kemeja putih yang dua buah kancing paling atas sengaja ia buka. Menambah kesan seksi. Ia mengibaskan rambut coklatnya perlahan membuat beberapa gadis yang baru saja memasuki gerang sekolah segera pingsan dengan tidak hormat.
Cedric Diggory. Putra semata wayang dari jutawan Amos Diggory. Kesempurnaan hidup dan wajahnya ternyata terasa masih hambar bagi pemuda itu. Walaupun banyak wanita yang rela mati demi dia, banyak wanita yang menggilainya, bahkan fans clubnya tersebar di seluruh penjuru Hogwarts High School, namun pemuda itu tetap dingin pada semua gadis. Ia selalu mengabaikan para fansnya. Merawat kejombloannya. Itu semua ia lakukan tak lain karena telah ada sebuah hati yang membuatnya tertaut, Ginny Potter.
Ginny Potter. Seorang gadis luar biasa manis. Adik dari Harry Potter. pemuda yang sangat garang dan galak pada siapapun yang mendekati adiknya. Satu langkah mendekati Ginny. Satu memar menghiasi pipi. Hal itulah yang membuat Cedric selalu takut untuk mendekati Ginny. Karena setiap kali melihat wajah Harry, Cedric selalu gemetaran dan berkeringat dingin. Dan konyolnya lagi, sikap Cedric yang seperti itu di depan Harry malah menyeruakkan sebuah gosip bahwa Cedric yang selama ini selalu dingin pada semua gadis adalah seorang guy, dan pria yang disukainya adalah Harry. Benar-benar gosip murahan.
Pemuda itu melangkah pasti membelah lautan manusia yang terpatung seakan-akan saat dirinya berjalan. Kembali lagi ke gerbang sekolah. Kembali dari lamunannya yang mengerikan. Melenggang dengan gagah seorang Cedric. Dengan gambaran latar seperti musim semi dimana sakura-sakura bermekaran. Dan gadis-gadis terpatung dengan mimisan.
"HEH, CEPET PERGI SANA!" hardik sang satpam dengan garang pada Cedric yang masih melangkah pelan. Sebuah pentungan pun mendarat tepat di kepala bocah itu. TUNGGG
"Ouch. You know?" desis Cedric kesal pada sang satpam dengan aura membunuh. Berulang kali pemuda paling tampan di sekolah itu mengeluarkan sumpah serapah pada pak Flinch yang telah menggetoknya dengan tidak elit.
"You know who? Dasar bocah. Minggir! Mobil kepala sekolah mau masuk tuh. Kamu mau mati ketabrak, hah?" hardik pak Flinch lagi. Cedric pun segera menoleh kebelakang. Ternyata benar. Sedan putih milik kepala sekolah siap meluncur jika tak terhalang tubuhnya. Cedric pun segera minggir ke dekat pos satpam.
"Eh, Bapak tadi tanya saya mau mati ketabrak atau ga? Saya mah mau mati di tangan bapak ajah. Ehehehe." Dan akhirnya, sebelum pentungan sang satpam mendarat indah di kepala Cedric untuk kedua kali, pemuda itupun segera merapalkan mantra andalan. Langkah seribu.
Marilah kita alihkan perhatian dari gerbang sekolah yang dipenuhi lautan gadis yang histeris melihat perlombaan marathon dadakan seorang Cedric, menuju taman belakang sekolah. Tempat yang sejuk dan indah. Dimana krisan-krisan indah bermekaran. Menghadirkan kecantikan alam. Bersama makhlukNya yang tak kalah indah, Draco Malfoy.
Pemuda pucat itu akhirnya menyerah. Ia lelah setelah puas mengobrak-abrik markas rahasia cacing tanah. Iapun bangkit setelah membersihkan tangannya sebentar. Kemudian berjalan meninggalkan taman belakang sekolah. Melangkah pelan dengan langkahnya yang gontai. Tujuannya satu. Kelas 12 IPA 1. Kelas barunya di tingkat 3 ini. Tahun terakhir yang sepertinya penuh perjuangan. Pagi buta tadi, Draco sudah tahu ia dan dua sahabatnya, Oliver dan Cedric satu kelas. Namun yang membuatnya lemas ternyata karena ia sekelas dengan gadis itu. Hermione Granger. Satu tahun yang 'benar-benar' penuh perjuangan, pikirnya.
Langkah Draco semakin gontai. Ia terus saja menyusuri koridor sekolah. Mengikuti langkahnya membawanya. Bersama desir angin musim semi. Rambut pirangnya yang terjuntai cukup panjang di dahi menutupi sebagian keningnya. Sebenarnya hanya mengikuti mode saja, tapi sungguh. Draco lebih merasa kepada risih dari pada keren. Padahal si tukang salon kemarin bilang ini gaya paling up to date. Tapi apa mau dikata, pemuda pirang itu telah termakan mode 'keren'.
Langkahnya terus berlalu menyusuri koridor depan laboratorium dengan lemah. Hingga suatu benda tumpul terasa menubruk kepalanya. Draco masih menunduk. Berusaha memproses apa yang menghalangi kepalanya saat ini. Ia menyusuri lantai. 'Tak ada tembok.' Batinnya. Dan tampaklah sepasang sepatu milik seseorang. Draco menengadahkan kepalanya.
"APA?" desis Hermione Granger penuh kemenangan.
Draco hanya terdiam terpaku seraya hatinya terus berkomat-kamit untuk mengusir hantu halusinasi di hadapannya saat ini. Dan sukses, hantu cantik itu malah menyeringai senang. Draco tersadar bahwa sesuatu yang menubruknya itu adalah telapak tangan si gadis yang mengepal tepat di dahinya. Belum lepas.
"Hmm." Gumam Draco tak jelas dan segera mundur selangkah.
"Kalau jalan pakai mata." Ejek si Granger meremehkan. Gadis itu berdiri bersandar pada dinding.
"Jalan itu pakai kaki, eh Granger! Ternyata otak berang-berang itu kecil yah." Draco mencibir Hermione yang segera naik pitam.
"Kau itu menyebalkan, HAH! Aku muak denganmu. Dan tahun ini, oh Tuhan, dosa apa aku harus bersama musang pucat ini setahun kedepan. Kau tahu, aku hampir pingsan tak percaya. Mataku membohongiku sepertinya. Melihat itu, kertas daftar kelas di papan pengumuman. Dan,, dan,, kau itu sangat menyebalkan. Bayangkan, setahun akan aku habiskan dengan pemandangan pirang melayang-layang di kelas. Seperti hantu. Hantu yang selalu membuat hari-hariku menyakitkan" Hermione mengoceh panjang lebar seperti artis telenovela yang tengah menguak kehidupan mereka yang mengerikan dan mengharukan. Bahkan tak lupa adegan menangis palsu menjadi latar. Dan sialnya Draco hanya bisa bengong dengan tidak elit.
Setelah lama berusaha mencerna kata-kata Hermione atau yang saat ini yang menjadi hantu bagi si Malfoy muda, Draco akhirnya tersadar dari ke OOC-an nya. Ia segera mengacungkan jari telunjuknya dengan pelan. Lalu dengan gerakan pasti telunjuk itu membingkai kata-kata Granger yang segera terhenti karenanya, karena telunjuk pucat milik seorang Draco kini menyentuh vertikal bibir Granger yang hampir pucat dan sunyi. Mengunci seluruh kata-kata Granger. Ketegangan merayapi gadis manis berambut coklat tersebut.
Nafas terengah. Degup jantung kian cepat. Keringat dingin keluar membanjiri tengkuk Granger. Wanita wakil ketua karate Hogwarts itu makin tak karuan saat Draco mempersempit jarak antara mereka berdua. Kian dekat. Makin dekat
Satu detik
Dua detik
Empat detik
Enam detik
"Kok Curhat sama saya? Curhat sana sama mamah dedeh!" desah Draco pelan pada telinga kanan Gadis yang segera sweatdrop mendengar itu. (Ayo readers jangan berpikiran macam-macam yah. :D).
Hermione, pada detik-detik berikutnya, berhasil lepas dari hipnotis seorang Malfoy. Ia mendorong pemuda Malfoy itu dengan keras hingga Draco jatuh terjerembab. Hermione tampak murka dengan wajah yang masih tampak sangat malu dengan apa yang akan atau belum dialaminya tadi. Ia mengutuk dirinya sendiri yang dengan gampang saja masuk kedalam sihir pemuda yang paling tidak ia inginkan untuk masuk dalam daftar 'kecengannya' itu. Apalagi gelarnya sebagai wakil ketua Karate, membuat Hermione tampak sangat rendah karena berhasil terkena jahilan Malfoy.
"KAU… KURANG AJAR!" Hermione memekik dengan kekesalan seperti erupsi Merapi pada tipe awas. Sementara Draco bangkit dan mencoba menahan bagian belakang tubuhnya yang sakit agar tidak meringis.
"Kau pikir aku akan melakukan apa, eh?" tanya Draco santai.
"Dasar mesum." Desis Hermione dengan aura membunuh.
Hermione menarik paksa botol minuman milik seorang anak yang lewat di lorong itu. Dan tepat membanjurkannya pada kemeja putih Draco, yang akhirnya telak basah dan kotor bernoda jus tomat. Draco memekik kesal, segera ia tarik paksa sebuah botol milik entah siapa yang lewat, dan segera melemparkan isinya pada kemeja Hermione.
"AARRGGHH" Hermione memekik. Bukan, gadis itu tidak terkejut karena kemejanya basah terkena minuman, karena ternyata tidak sama sekali. Hermione justru meringis ketakutan saat cacing-cacing tanah merayapi kemejanya tanpa ampun. Belasan, puluhan. Ah tidak.
Hermione berontak panik pada ketakutannya. Draco hanya menatap bengong pada apa yang tengah ia saksikan saat ini. Kemeja Hermione digeliati cacing-cacing tanah dari toples yang ia lemparkan isinya itu. Mata Draco pun melirik ke arah toples bening yang masih ia pegang erat. 'Cacing Votre: $ 50'. Setelah membaca tulisan pada botol itu, Draco memipih. Keningnya berdenyut kencang dan pelipisnya melengkung. Pemuda itu segera mengalihkan pandangannya ke sebelah kiri. Dimana ia merasa ada seseorang pemilik toples ini sedang berdiri dengan tatapan membunuh kepada sang Malfoy muda.
"Cacing Votre: $ 50" desis seorang pria paruh baya yang belum menikah itu kepada Draco. Severus Snape. Guru biologinya saat ini. Merasa akan mendapatkan halilintar runtuh, Draco menelan ludahnya sendiri.
"Jadi, ehh Sir, apa toples ini milikmu?" Draco berucap yang lebih kepada bergumam. Ia gugup mengatakan kalimat itu.
"Kau anak nakal." Desis Snape diiringi dengan instrumen penyiksaan Hermione diantara cacing-cacing tanah yang terus menggeliatinya. Draco menjulurkan lengannya yang memegang toples itu kepada Snape, seraya merengganggkan kedua kakinya. Melonggarkan dasinya. Dan menyikat giginya. (abaikan kalimat terakhir).
"Ini toples anda. Dan itu cacing-cacingnya. Aku pergi dulu."
Dan belum permil detik, Draco telah mengambil langkah seribu. Dan Snape. Ya, guru itu segera mengambil langkah seribu mengejar si Malfoy muda. Meminta pertanggungjawabannya akan $ 50 yang akhirnya tak berguna karena tangan kotor Draco.
"HEI MALFOY BERHENTI!" pekik Snape keras-keras seraya terus memacu kakinya hingga berkecapatan seperti ceetah lapar yang melihat musang nganggur di tengah kelaparannya. Membelah koridor hingga menuju lapangan sekolah. Tempat dimana murid-murid ber-haha-hehe itu yang segera dikejutkan dengan atraksi kejar-mengejar musang dengan ceetah.
"HEII KALIAN SIAPA SAJA YANG BISA MENANGKAP MALFOY ITU. AKU BERI A!" Pekik Snape yang segera mendapat tanggapan sangat baik dari murid-murid lainnya. Kompi-kompi peleton telah berada mengikuti sang guru yang juga ikut berlari seperti hantu yang mengincar nyawa Draco untuk menukarnya dengan poin A. snape memang guru yang memberikan nilai C untuk juara umum Hogwarts. Bayangkan sendiri bagaimana nilai anak-anak lain.
Dan kini lautan para murid mengejar Draco Malfoy secara serempak. Draco hanya mengutuk dan menyumpah-nyumpahi gurunya yang masih bujangan itu.
Readers, sejenak menarik nafas dari kepenatan Draco. Marilah kita beralih pada scene seorang anak manusia dengan anugrah wajah tampannya yang kini masih berdiri tak jauh dari pos satpam. Cedric Handsome/Beautifull Diggory. Dimana mata indahnya kini menangkap sosok pemuda cukup tampan yang mendekatinya. Oliver Wood.
"Hei, kau tidak masuk kelas?" tanya Oliver mengawali.
"Belum. Masih ingin menikmati udara luar sebelum bersikukuh dengan kepenatan." Dan putra Diggory itu mulai berfilsafat.
"Oh iya, aku sekelas dengan Harry" ucap Oliver santai.
"Hmm, lalu?" tanya Cedric malas mendengar nama pemuda yang menjadi gosip dengannya itu. Cedric bergidik ngeri membayangkan wajah mengerikan Harry yang siap mendaratkan bogemnya jika Cedric berani mendekati adiknya, Ginny. Ngeri juga membayangkan gosip-gosip aneh hubungannya yang gay itu. 'dasar gosip' Draco membatin.
"Dan kau sekelas denganku, Cedric." Ucap Oliver dengan senyuman limajari miliknya.
Cedric horor. Wajahnya mendadak horor. Seperti di film-film hantu saat pemeran utama melihat hantu. Mungkin saat ini keadaan Cedric adalah membayangkan hantu. Pemuda itu segera mengelap keringat dingin yang mengucur di tengkuknya. Mengkhayalkan satu tahun penuh kerumunan hantu dengan luka halilintar.
"Mami, bawa aku ke surga." Gumam Cedric lebih kepada meminta. Oliver terkikik geli menatap sahabatnya itu. Ia pun menepuk pundak sang sahabat.
"Kuatkan aku Tuhan." Gumam Cedric kembali dengan gaje.
Oliver pun menarik lengan Cedric dengan paksa karena sang pemuda terus saja mematung. Dan akhirnya, kedua pemuda itu berjalan menuju kelas mereka. 12 IPA 1. Berjalan melintasi lapangan luas. Dan saat itu, oliver bersumpah bahwa ia melihat satu batalion murid tengah berlari seperti mengejar sesuatu. Matanya menyusuri gerombolan pengejar itu. Mengarah ke arah depan. Oliver melihat pemimpin pasukan itu. Snape. Dan sahabatnya, Draco Malfoy yang berwajah panik dan horor diantara peluhnya yang membanjiri.
Kembali pada keadaan seorang Draco Malfoy. Dimana Severus Snape masih setia megejar dibelakangnya. Dengan pasukan pemburu nilai A yang menjadikan anak pucat bernama belakang Malfoy itu sebagai tumbal.
Draco kian berpeluh-peluh di bawah terik matahari musim semi. Seakan teringat rambutnya yang pasti telah lepek. Ia terus menggeleng-geleng ketakutan membayangkan bagaimana nasibnya beberapa saat lagi. Dan saat semua itu kian terasa dekat mengerikan, seperti gambaran pasukan yang mau menyerang sebuah kerajaan dengan panji-panji tengkorak, pedang-pedang terhunus, panah-panah beracun, binatang-binatang liar, dan ibu-ibu dengan daster yang meminta kenaikan uang harian. (abaikan yang terakhir). Draco melihat kedua sahabatnya beberapa meter dari jaraknya saat ini yang tengah terpatung dengan wajah panik dan ketakutan.
HAP.
Oliver histeris mendapati lengannya tergaet paksa oleh Draco, yang membuatnya juga masuk menjadi sasaran amukan murid dan guru yang garang. Dan detik berikutnya, Oliver sadar ia juga harus ikut pada drama berpeluh-peluh ini.
Ternyata, tak hanya lengan Oliver yang berhasil disigap oleh Draco. Malangnya lagi, Cedric juga histeris karena ia harus masuk bersama kedua sahabatnya itu menjadi sasaran amukan murid-murid haus nilai yang terus mengejarnya. Ia bisa mendengar dengan jelas para murid yang menyuarakan keinginan-keinginan seperti: TANGKAP MEREKA, DAPAT A.
Snape yang kalap terus menyuarakan hadiah nilai A nya. Para murid kian semangat mengejar tiga orang mengenaskan itu. Sementara Draco makin horor melihat bergantian pada kedua sahabatnya itu.
"Damn kau, Draco. Jangan bilang kau membangunkan Snape yang sedang tidur." Rutuk Cedric kesal setengah mati.
"Aku tak sengaja membuang cacing mahal miliknya." Ucap Draco membela diri masih ngos-ngosan dalam larinya mereka.
"Dan kenapa banyak murid juga mengejar kita sekarang?" tanya Oliver yang lebih kalem namun tetap histeris karena lari.
"Iming-iming nilai A." gerutu Draco sebal.
Draco semakin terpojok. Setelah berkeliling lapangan, koridor, lapangan, akhirnya ia bisa melihat pos satpam, dengan satpam garang yang merentangkan tangan bersiap merangkum tiga orang penjahat kecil itu. Draco menoleh kebelakang dengan panik. Severus Snape yang mengacung-acungkan penggaris rotan. Dan lautan murid yang sebagian besar wanita. 'wanita?' batin Draco tampak berpikir keras. Dan akhirnya, sebuah ide gila yang muncul di kepala pirang itu pun segera ia laksanakan. Draco menyeringai, dan…
.
.
To Be Continued.
Ehehehe, maaf saya hentikan chapter ini. Sebenarnya biar readers semakin tertarik. (Ditimpukin pake cinta). Maaf juga untuk semua kegajean yang author tulis, semoga para fans karakter tidak menuntut. Terima kasih untuk para readers yang telah mau membaca fic aneh ini. Dan kesediaan para readers untuk memberikan apresiasi kepada author untuk memberikan review sangat menyenangkan.
Mantranya: "Review diterima dengan tangan terbuka. Flame diterima dengan Avada Kedavra"
Bercanda. :D …tapi sungguh review kalian akan sangat berguna untuk kelangsungan fic ini. ^_^
