Tittle : Don't Hate Me

Cast : ~Kim JongIn/Kai

~Lu Han

~Oh Sehun

~Park Chanyeol

~/Find Other Cast/?

Pair : KaiLu/HunHan/ChanHan

Author : SeLuKai

Chapter : 1 of ?

Rate : M

Genre : Angst, Hurt

.

..

...

_Don't_Hate Me_Chapter#1_

.

..

...

"Please- Don't hate me- hiks"

Terdengar isak tangis dari seorang wanita disebuah ruangan yang tergolong sangat mewah namun mencekam.

"I Love You- hiks"

Setidaknya kat- kata itulah yang terdengar dari speaker televisi besar diruangan besar nan megah itu.

Ya, itu hanya sebuah drama sad-tragedy yang sedang ditonton oleh seorang namja cantik yang kini sedang menatap datar ke arah televisi, tanpa menanggapi sedikitpun adegan yang menyedihkan sekaligus mengharukan yang sedang berlangsung dihadapannya.

.

.

"Tuan muda, saudara anda sudah tiba" Terlihat seorang namja paruh baya membungkuk pada namja tampan yang ia panggil tuan muda, bahkan masih sangat muda. usia namja itu masih sekitar 15 tahun.

Dibelakang namja paruh baya itu terlihat namja mungil yang memasang senyum termanisnya dan berjalan mendekat ke arah seseorang yang ia ketahui adalah saudarnya, saudara tiri tepatnya.

"Selangkah lagi kau mendekat kesini, kupatahkan lehermu!"

Seperti sedang di pause, namja mungil tadi langsung berhenti ditempat dan senyum manis dibibirnya yang ia pertahankan sedari tadi sudah tidak terlihat lagi.

"Tuan muda- jangan seperti itu" Namja paruh baya tadi mencoba menengahi situasi yang mulai terasa kurang bersahabat ini.

"Diamlah, atau lehermu yang akan kupatahkan" Namja paruh baya itu ingin protes saat melihat tuan mudanya yang ia ketahui bernama Kai itu mulai mendekat ke arahnya.

Tidak, bukan mendekat padanya melainkan pada sosok namja mungil yang ada dibelakangnya, namun ia masih sayang keluarganya dan tidak mau mengambil resiko kalau nantinya lehernya patah dan tidak bisa melihat anak istrinya lagi esok hari.

Kai terus menatap tajam ke arah namja mungil yang mulai bersembunyi dibelakang namja paruh baya tadi.

Ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah, namja mungil itu menggenggam erat-erat punggung baju namja paruh baya dihadapannya yang kini sama sekali tidak mampu berbuat apa-apa sekedar merangkul atau memeluknya untuk mengurangi rasa takutnya.

"Dan kau- "

Tubuh namja mungil itu bergetar, dia tidak berani sekedar menatap wajah namja dihadapannya.

Padahal ia tahu kalau namja itu lebih muda darinya, dia munundukkan wajahnya dalam dan melihat takut pada ujung sepatu adik tirinya yang semakin mendekat hingga ujung sepatu mereka bersentuhan.

"Tatap aku!"

Namja mungil itu menggelengkan kepalanya.

"Jangan membuat kesabaranku habis"

Namja yang memiliki ukuran tubuh yang jelas lebih kecil dari Kai itu malah semakin menundukkan wajahnya mendengar nada suara orang dihadapannya semakin meninggi dan dengan amarah yang ketara.

GREB!

Kai mencengkram kuat dagu namja mungil itu yang mau tidak mau bertatapan langsung dengannya.

"Aku hanya akan mengatakannya sekali, jadi dengarkan ini baik-baik anak sialan!"

Namja mungil itu memejamkan matanya saat Kai membentaknya dengan menekankan kata "sialan" tepat didepan wajahnya.

"KAU, JANGAN PERNAH BERMIMPI AKU AKAN MENERIMAMU SAMPAI KAPANPUN., CIH!, JANGANKAN SEBAGAI SAUDARA TIRI, SEBAGAI SAMPAH SAJA AKU TIDAK AKAN PERNAH SUDI MENERIMAMU DISINI, AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKANMU SETELAH SEMUA YANG TERJADI, KALAUPAUN KAU BISA TINGGAL DISINI- ANGGAP SAJA TUHAN MASIH BERBAIK HATI PADAMU, DAN MULAI HARI INI- JANGAN PERNAH MEMPERLIHATKAN WAJAH MENJIJIKKANMU INI DIHADAPANKU KALAU BUKAN ATAS PERINTAHKU, DAN INGAT- KAU HARUS MENURUTI SEGALA PERINTAHKU, KARENA KAU DISINI TIDAK LEBIH HANYA SEBAGAI SEORANG BUDAK."

Kai melepaskan cengkramannya di dagu namja mungil yang seharusnya menjadi kakak tirinya itu dengan kasar, setelah sempat memamerkan smirk mengerikannya, Kai meninggalkan kakak tirinya yang kini sudah terisak dan terduduk dilantai.

"Aku salah apa? mama~ aku takut" namja mungil itu terisak dan memeluk lututnya sendiri.

"Ini bukan salahmu nak, percayalah, tuhan hanya sedang mengujimu agar lebih kuat menjalani hidup" Namja paruh baya tadi merengkuh namja mungil itu dalam pelukannya, dia mengusap punggung namja itu dengan penuh sayang, sekedar untuk menenangkannya yang nyatanya malah membuat isak tangis namja manis itu semakin pecah dan terdengar menyayat hati.

"Suatu saat nanti Kai pasti bisa menerimamu dan menyaya-"

.

.

.

Brakk!

Namja manis yang tadi tenggelam kembali dalam kejadian beberapa tahun silam kembali kedunianya mendengar suara pintu diruangan itu terbuka dengan kasar.

Ketakutan yang mendalam jelas tergambar diwajahnya yang sudah sembab, ternyata dia menangis lagi saat mengingat hal menyedihkan yang menimpanya.

Suara langkah kaki semakin mendekat ke arahnya.

Dia buru-buru mematikan Televisi dan berdiri sambil menunduk bermaksud berlari ke kamarnya.

Bruk!

Ia menggigit bibirrnya kuat-kuat saat tubuhnya malah menabrak punggung seseorang yang sangat ingin ia hindari.

Saat merasa pergerakan dari orang yang ia tabrak, perlahan dengan langkah gemetar kakinya menuntunnya untuk mundur sampai ujung sepatu namja dihadapannya itu sudah menghadap padanya.

"A-Aku~" Yang lebih kecil meremas ujung bajunya dengan kasar hingga terihat sangat lusuh guna menekan rasa takut yang memuncak didadanya.

"Akhh~ " Rintihan itu keluar begitu saja saat rambut belakangnya dijambak dengan kasar yang membuatnya terpaksa bertatapan dengan sang pelaku.

"Sudah kuperingatkan jangan pernah menunjukkan wajah menjijikkanmu ini dihapanku!"

Tidak berani menjawab, kini lelaki bermata rusa itu malah semakin terisak dan memejamkan matanya.

"Cih, menjijikkan!, habiskan saja airmata tidak bergunamu itu-"

"Ma-maaf, ini yang terakhir kalinya, a-aku janji" Dia berusaha melepaskan tangan Kai yang semakin menarik rambutnya hingga wajahnya mendongak ke arah Kai

"Kau sudah sering melanggarnya budakku, jika kau melanggarnya lagi~ kupastikan kau akan menyesal pernah dilahirkan dari rahim seorang wanita jalang perusak kebahagiaan keluarga orang lain" Kai melepas kasar tangannya dari rambut kakak tirinya.

Tanpa belas kasihan mendengar isakan yang keluar dari mulut saudaranya itu, Kai langsung berjalan ke kamarnya meninggalkan Luhan yang kini berlari ke kamarnya.

Ya- Luhan adalah nama kakak tirinya yang sudah dia anggap sebagai pembawa sial dan perusak kebahagiaan keluarganya.

.

.

.

Kai memasuki kamarnya dan membanting pintunya dengan kasar.

"Arrghh~ sialan!, kenapa dari dulu aku belum sanggup juga membalaskan dendamku?, dia dan wanita terkutuk itu yang sudah membuat keluargaku hancur berantakan. seharusnya dari dulu aku sudah membunuhnya dan melenyapkannya dari muka bumi ini" Kai menjambak rambutnya kasar dan membanting selimutnya yang tadi tertata rapi ditempat tidurnya ke lantai.

"Tidak, aku tidak boleh begini terus" Kai mendudukkan dirinya disamping ranjangnya yang sudah berantakan,

tangannya tergerak membuka laci lemari kecil yang tepat disampingnya.

Kai mengambil sebuah bingkai foto kecil yang menampakkan foto seorang wanira yang masih muda dan tersenyum manis disana.

"Hai bu, aku merindukanmu" Kai mengusap bingkai foto itu dengan penuh sayang.

"Aku akan menepati janjiku bu, bahagialah disana. kalaupun aku tidak bisa membalaskan rasa sakit yang ibu rasakan langsung pada wanita sialan itu, aku akan membuat dia menderita melihat anaknya tidak akan bisa menikmati apa itu kebahagiaan hidup" Senyum disertai smirk mengerikan tercetak jelas dibibir tebal namja berkulit tan itu.

"Sambutlah neraka dalam hidupmu mulai besok Luhan" Kai bangkit dan menghempaskan tubuhnya kasar ke kasur king sizenya,

memejamkan mata sambil memeluk foto orang yang paling dia sayangi, dan memasuki alam mimpinya sambil memikirkan apa saja hal terburuk yang akan menyakiti namja mungil bermata rusa itu.

.

.

.

Brakk!

Luhan yang tadinya menangis terlonjak kaget mendengar suara pintu kamar sebelahnya yang dibanting dengan kasar.

Luhan berjalan ke kasurnya, oh jangan pikir kalau Luhan juga mempunyai kasur king size yang sangat empuk seperti yang dimiliki oleh seorang Kai.

Hanya ada selembar tikar tipis diruangan yang cukup luas itu,

hanya itu,

Ruangan itu tidak memiliki apa-apa selain selembar tikar dan seorang namja mungil yang semakin mungil, atau mungkin bisa disebut kurus.

Untuk sekedar menenangkan suasana hatinya yang selalu buruk, mungkin Luhan akan sangat bersyukur jika mendapati bintang yang brekerlap kerlip dengan indah dilangit malam, tapi itu hanyalah sebuah mimpi.

Orang lain mungkin tidak akan pernah percaya kalau ada ruangan seperti yang sekarang ini ditempatinya terdapat dalam rumah yang melebihi kemegahan istana seperti di cerita dongeng yang sering diceritakan ibunya ketika ia masih kecil dulu.

Tapi itulah yang sudah Luhan jalani semenjak dia bertemu dengan saudara tirinya 10 tahun yang lalu, disinilah Luhan, disebuah kamar yang lebih pantas disebut penjara.

Ruangan yang bahkan tidak memiliki satupun jendela untuk melihat bintang bersinar dimalam hari,

Ruangan yang gelap melebihi goa yang ada ditengah hutan dikala malam,

Ruangan yang sangat suram dan tentu saja dingin.

.

.

.

"Kai, aku rasa Luhan belum makan apapun dari semalam" Kai menghentikan aktivitasnya mengunyah sarapannya den meletakkan pisau dan garpunya dengan kasar dimeja.

membuat namja jangkung disampingnya menghela nafas berat,

tidak, dia bukannya takut, hanya terlalu jengah dengan tingkah majikan sekaligus sahabatnya ini.

"Jangan pernah sebut nama budak sialan itu dihadapanku, kau membuat selera makanku hilang" Kai menatap tajam pada sosok namja jangkung yang kini malah mengeluarkan senyum bodohnya.

"Lalu aku harus menyebutnya apa? Kakak-mu?" Ucapnya dengan menekankan kata 'kakak', membuat Kai berdiri dari kursinya dan sedetik kemudian sudah menarik dengan kasar kerah baju namja yang ia ketahui namanya Park Chanyeol itu.

"Hey bro, santai- aku kan hanya bercanda, kau emosian sekali" Chanyeol masih menampilkan senyum idiotnya tanpa takut kalau sebentar lagi wajahnya akan babak belur.

"Ck~ kenapa aku bisa mempercayai orang idiot sepertimu" Kai melepas tangannya kasar dari kerah baju Chanyeol dan berjalan keluar yang langsung disusul Chanyeol setelah sempat menghabiskan susunya yang masih tersisa.

.

.

.

Kruyuk

"Ugh~" Luhan menggeliat dalam tidurnya.

"Diamlah, kau membuatku pusing" Luhan meringkukkan tubuhnya menjadi seperti angka tiga sambil menekan perutnya yang sudah sangat kelaparan dengan tangannya.

"Mama, aku lapar~" Ucapnya pelan sambil mengigit bibirnya.

"Aku bahkan lupa kapan aku terakhir makan" Luhan merasa kepalanya semakin pusing.

Mencoba kembali memjamkan matanya,

ya hanya itulah yang sering dia lakukan,

memaksa diri untuk tidur agar rasa laparnya tidak terasa,

namun apa daya, mana mungkin oarang yang sedang kelaparan dapat tertidur.

Luhan bisa saja keluar dan mengambil makan di dapur, banyak pembantu disana yang akan dengan senang hati menyediakan atau memasakkan makanan apa saja yang ia sukai,

Tapi Luhan lebih memilih menahan laparnya, daripada harus melanggar aturan yang dibuat Kai,

dia sudah berjanji untuk tidak melanggarnya lagi, berjanji tidak akan menampakkan dirinya dihadapan Kai.

Dan itu membuat Luhan tidak berani keluar kamar sama sekali,

tidak seperti sebelumnya Luhan akan mengintip dan akan berkeliaran di istana megah itu jika Kai sudah keluar.

Krett

Luhan merasa dia seperti anak kecil yang masih percaya kalau pintu kamarnya terbuka dan ada sosok malaikat yang datang memberikannya berbagai makanan lezat seperti di dongeng,

Luhan cukup senang dengan cerita dongeng waktu ia masih kecil bahkan sampai sekarang,

karena hanya dengan mengingat cerita yang hanya hayalan itu sajalah kadang bibirnya dapat menampilkan senyum.

Tap-

Tap-

Tap!

Baiklah, Luhan merasa kali ini tuhan mungkin memang mengiriminya seorang malaikat,

matanya menangkap sesorang yang berjalan mendekat ke arahnya,

Luhan yakin dia sedang tidak bermimpi karena rasa lapar diperutnya jelas sangat menyiksa.

Orang itu semakin dekat, Luhan semakin yakin kalau sosok dihadapannya memang malaikat penolongnya.

Luhan yakin nampan yang dibawanya adalah makanan lezat untuk memenuhi permintaan cacing cacing yang sudah kelaparan dalam perutnya.

Luhan menatap dengan mata berbinar saat sosok itu hanya berjarak beberapa langkah dari tempatnya.

Entah dapat kekuatan darimana, Luhan bahkan sudah duduk dengan tegap,

padahal tadi badannya terasa sangat lemas kerena kelaparan.

"Menyedihkan"

Senyum di bibir Luhan hilang seketika mendengar suara dengan nada dingin itu menggema diruangan itu.

Sosok itu berjongkok dihadapan Luhan, yang membuatnya membelalakkan mata dan mulai menggenggam baju dibagian perutnya dengan erat.

"K-kai"

Ucapnya takut takut setelah bisa melihat wajah orang dihadapannya dengan samar karena ruangan itu yang sangat gelap hanya cahaya minim yang menerobos ventilasi kecil yang ada disudut ruangan itu.

"Jangan pernah meyebut namaku dengan mulut kotormu itu"

Kai meletakkan nampan yang ia bawa tadi dengan kasar, sampai ada cairan yang tertumpah ke lantai.

Luhan menggeser tubuhnya mundur perlahan kebelakang menjauh dari Kai.

Grebb!

"Siapa yang menyuruhmu mundur huh?" Kai mencengkram pergelangan kaki Luhan dan menariknya mendekat.

"Ma-maaf" Luhan meringis saat Kai memindahkan tangannya menjadi menjambak rambut belakang Luhan.

"Makan ini" Kai memaksa kepala Luhan menunduk, bahkan dia menekan kepala Luhan menjadi mencium makanan yang entah apa itu,

yang jelas Luhan yakin itu sejenis sop.

"Hiks-" Luhan mengusap sebagian wajahnya yang baru mencium sup dihadapannya sambil terisak.

"Ck- dasar cengeng, sudah syukur aku membawakan makanan ini untukmu, seharusnya kau berterima kasih" Kai menatap sinis Luhan yang kini menundukkan kepalanya sambil menahan isakannya, terlihat dari bahunya yang bergetar.

"Mulai hari ini jangan pikir kau akan tetap bisa hidup tenang seperti sebelumnya, sudah cukup bersantainya"

"Kau tahu kan kalau selama ini aku yang menanggung biaya hidupmu?" Luhan semakin terisak.

"Dan kau harus membayar untuk semua itu" Kai mengeluarkan smirknya.

"Kau mengerti?!" Kai mencengkram kasar dagu Luhan agar menatapnya.

"A-aku mengerti hiks" Luhan menatap takut pada Kai.

"Bagus, sebaiknya kau persiapkan tubuhmu namja sialan" Kai melepas tangannya dengan kasar dari dagu Luhan dan berjalan keluar meninggalkan Luhan disana.

"Mama.. aku takut" Luhan menangis lagi untuk kesekian kalinya.

.

.

"Hey kau sudah memberikan makanannya?" Kai berjalan lurus tanpa memperdulikan Chanyeol yang mengoceh dibelakangnya.

"Kenapa diam saja? Seharusnya kau ijinkan biar aku saja yang memberikannya" Kai berhenti dan menatap dingin pada Chanyeol.

"Itu bukan urusanmu"

"Tap-"

Brakk

Perkataan Chanyeol terhenti saat Kai sudah membanting pintu kamarnya tepat didepan wajah Chanyeol.

"Dasar- aish" Chanyeol akhirnya menyerah dan memutuskan untuk pulang.

Walaupun Kai dan Chanyeol sangat akrab, Bahkan mereka sudah seperti saudara kandung, dan itulah yang membuat Chanyeol tidak begitu takut seperti orang lain yang akan langsung ketakutan apabila bertemu dengan Kai.

Namun dalam beberapa situasi, Chanyeol akan lebih memilih mengalah dan tidak ikut campur daripada membuat situasi bertambah buruk, terutama saat majikan sekaligus teman dari kecilnya itu sedang dalam suasana hati yang tidak baik, seperti sekarang ini misalnya.

.

.

.

Syurr

"Hahh- hhh~" Luhan terduduk dan mengusap wajahnya yang basah kuyup.

"Sudah selesai mimpinya?" Luhan menatap sosok dihadapannya dan kembali menundukkan wajahnya sambil memeluk lutut.

"Ingat kau itu budakku, dan mulai sekarang bekerjalah layaknya seorang budak yang patuh pada majikannya"

Merasa tidak ditanggapi karena Luhan selalu menunduk saat berhadapan dengannya membuat Kai gusar karena merasa diabaikan.

Grebb!

Kai menarik paksa tangan Luhan dan menyeretnya keluar kamar.

"K-kau mau apa?" Luhan berusaha melepas cengkraman Kai ditangannya, namun namja berkulit tan itu malah semakin mempererat cengkramannya sampai pergelangan tangan Luhan yang pucat itu memerah.

"S-sakit, lepas" Kai melepas tangan Luhan dengan kasar dan menghempaskan namja itu dilantai kamarnya.

Luhan baru sadar ternyata Kai membawanya ke kamarnya, untuk pertama kalinya.

"Pakai ini!" Kai melempar setelan pakaian tepat pada wajah Luhan yang mengenai kepalanya karena dia terus menundukkan kepalanya.

"Ini untuk apa?" Luhan memperhatikan pakaian yang ada ditangannya, terlihat seperti setelan kemeja dan celana panjang yang biasa dipakai orang kantoran.

Kai menjambak rambut Luhan dari belakang yang membuat sang pemilik terus meringis

"Pakai saja kalau tidak mau menderita"

Luhan mengangguk dengan cepat.

"Tunggu apa lagi?" Kai melepas tangannya dari rambut Luhan

"A-aku menggantinya disini?" Luhan masih menunduk dan berseru tidak yakin dengan pertanyaannya

Srekk!

Mata Luhan terbelalak saat Kai merobek paksa baju kaos yang sedang ia kenakan.

"Cepat, kesabaranku terbatas" Kai menatapnya dengan nafas memburu

Entah kenapa ada yang aneh pada dirinya saat melihat leher dan sebagian dada Luhan yang terekspos begitu saja akibat ulahnya tadi.

Luhan dengan terpaksa melepas kaosnya yang masih menggantung dikedua bahunya namun tetap dengan menundukkan wajahnya.

Kai merasa bersyukur akan itu karena Luhan tidak dapat melihat wajah gugupnya.

Saat Luhan benar benar melepas kaosnya membuat tubuhnya setengah naked, tiba-tiba saja Kai menepis bahunya dan berjalan keluar kamar.

"Kutunggu satu menit" Ucapnya lalu menutup pintu dengan kasar meninggalkan Luhan yang kebingungan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Next/delete?

vote!

hai.. um aku new disini

cuma iseng bikin ff ini karena kekangenan yg teramat dalam pada momen kailu /cielah bahasanya

adakah kailu shiper juga disini?

riview plis. kritik dan saran diterima but no bash...