Taruhan?
Scorpius Hyperion Malfoy
Lily Luna Potter
Disclamer : J.K Rowling
Aku adalah seorang Malfoy yang akan selalu bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku tampan, memiliki berlimpah galleon, tidak cukup bodoh dalam pelajaran dan yang terpenting aku bisa mendapatkan cewek manapun yang aku mau. Setidaknya gelar itu aku dapatkan sebelum bertemu dengan dia di Hogwarts Express saat tahun ketigaku, seorang gadis dengan rambut cokelat bergelombang yang akan selalu melambai setiap kali ia berjalan, mata hijau yang akan selalu berbinar saat dia berbicara soal pelajaran dengan temannya, dia juga yang paling pintar diangkatannya.
Aku langsung terpesona saat itu juga, langsung mengeluarkan segala karismaku agar membuatnya terpesona. Tapi apa yang aku dapat? Ia memarahiku karena mengganggu acara membaca bukunya, padahal aku hanya ingin berkenalan saja dengannya. Aku yang kesal menarik bukunya dan melemparkannya asal, dan terjadilah pertengkaran yang lumayan dahsyat. Sejak saat itu ia selalu menekuk wajahnya jika berhadapan denganku, yang lebih kejam lagi ia seolah-olah tak pernah punya masalah denganku. Fakta yang membuatku tercengang adalah bahwa dia adik dari Al, sahabat baikku.
Dan aku sudah meyakinkan tekad, bahwa aku tak ingin berurusan dengan dia lagi, setidaknya sampai Justin McLaggen, cowok kelas 5 Ravenclaw yang sok keren menantangku. Saat itu aku tengah berada diperpustakaan Hogwarts, hal yang jarang sekali aku lakukan, ini demi tugas dari Longbottom yang menyebalkan itu dan aku melihat Lily yang terlihat damai sekali membaca buku super tebalnya, aku bertaruh pasti perpustakaan adalah tempat favoritnya. Dia terlihat semakin mempesona saja kendatipun sebagian wajahnya hampir tertutup bukunya dari sini.
"Dia semakin cantik saja ya?" Aku kaget saat melihat ke samping kiri, mendapati McLaggen yang memangku dagunya memandangi Lily, aishh aku tak suka pandangannya itu.
"Lily?" aku bertanya.
"Tentu saja, aku berniat mengajaknya pada kunjungan Hogsmeade nanti," katanya lagi.
"Aku jamin dia tak akan mau." Aku mulai menyalin beberapa kata dari buku Seribu Satu Tanaman Hebat ke perkamenku yang baru terisi setengah.
"Kenapa tidak?" Dari nadanya, ia tampak tersinggung. "Kau ingin mengajaknya?" tanyanya.
Aku menghentikan sementara kegiatan menulisku lalu memandangnya. "Untuk apa aku mengajak anak kecil?"
Ia tergelak, selain sok keren apa dia punya gangguan jiwa, ya mungkin saja. "Oh ayolah dia itu 13 cuma 2 tahun dibawah kita, lagipula dia sering kali jadi perbincangan pria Hogwarts." Itu memang benar, dari fisiknya Lily memang sangat cantik, hanya saja sifatnya itu yang menyebalkan.
"Mau bertaruh denganku?" aku mengernyit menatapnya. "Aku tahu kau naksir dia, bagaimana jika kita berlomba mendapatkan dia."
Aku tertawa, menurutku ini sangat lucu. "Ini terlihat seperti membuang-buang waktu," ujarku setelah bisa mengendalikan tawaku.
"Apa jangan-jangan kau takut?"
Apa dia bilang? Aku takut? Seorang Malfoy takut? Apalagi takut ditolak cewek. Baiklah jika ini maunya.
"Aku setuju," jawabku penuh penekanan.
Ia menyeringai "500 galleon untuk yang menang," cih 500 galleon tak ada artinya bagiku.
"Kau bisa mengambil kantong galleonku."
"Baiklah, bagaimana jika 3 bulan. Jika kita belum berhasil mendapatkannya juga berarti taruhan dibatalkan." Kami berjabat tangan, setelah itu ia mulai melancarkan aksinya untuk mendekati Lily tapi yang dia dapat adalah bentakan gara-gara mengganggu aktivitasnya membaca.
Aku punya keuntungan lebih daripada kau McLaggen, sahabatku adalah Kakaknya. Aku akan mencaritahu apa yang ia sukai dan tidak.
Sejak saat itu aku tak pernah berhenti mendekati Lily, bukannya membuat ia menyukaiku tapi aku justru membuatnya kesal, tapi setidaknya kami lumayan dekat dengan ini, aku tak begitu peduli bagaimana usaha McLaggen mendekatinya. Dan jujur saja, hampir satu bulan ini menggoda Lily adalah hobby baruku.
Oh lihatlah wajah cemberutnya sekarang, karena aku mengejeknya sangat buruk dalam bermain Quidditch. Ia terlihat mengadu pada Kakaknya yang juga merupakan sahabat baikku, Al Potter.
"Lihatlah temanmu itu Al mengataiku bodoh dalam bermain Quidditch padahal aku berhasil menangkap snitch." ia memang suka sekali bersikap manja pada Kakaknya. "Albus Potter," teriaknya saat Al tak juga menyahut, sejak bangun pagi tadi ia bersikap aneh, tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.
"Sejak kapan kau mendengar kata-kata Scorp, Lils," jawab Al jengkel, pasti karena acara melamunnya terganggu.
"Kau benar juga Al, apa untungnya aku mendengar perkataan Peron." Lily melotot padaku, melepaskan Snitch ditangannya lalu menangkapnya kembali.
Peron-begitulah panggilan sayangnya padaku, sedikit aneh memang, melihat diriku yang begitu tampan ini dipanggil seperti itu. Sekali lagi ini demi taruhan itu, taruhan yang harus ku menangkan karena aku sudah melakukan pengorbanan yang cukup banyak untuk ini, misalnya mengikuti kelas tambahan bersama Slughorn tua, menghabiskan waktu diperpustakaan, berpura-pura tertarik Herbologi, demi Merlin dia sangat menyukai segala hal tentang pelajaran itu, bahkan pernah suatu kali ketika dia mengutuk keberadaanku, aku langsung bertanya padanya soal sebuah tanaman dan dia menjawabnya dengan semangat.
"Benarkah Baby?" aku mengedip menatapnya, dia membuang muka kesal.
"Aku sedang malas berdebat denganmu Malfoy, Al aku harus kembali ke asrama." setelah mengatakan itu pada Al, dia beranjak pergi.
"Hati-hati dijalan Potter Baby," teriakku keras
"Berhenti menggoda adikku Malfoy," kata Al padaku, Kakak yang sangat perhatian bukan.
"Kau tahu dengan jelas Al, bahwa aku tak bisa." Aku menyeringai padanya.
"Aku tak peduli seberapa dekat kita Scorp, jika kau menyakiti Lily, kau akan berhadapan denganku dan juga James," ucapnya mengancam, aku tak akan menyakitinya, cukup dengan dia menjadi pacarku dan masalah selesai.
"Oh I'm scary." Al mendengus. "Tadi malam kau kemana Al?"
Wajah Al yang tadinya muram langsung berubah ceria. "Ke Hutan Terlarang, mencari fluxweed untuk bahan Polijuce kita," katanya.
"Lily cantik ya," aku berucap sambil memandangi rambut cokelat Lily yang melambai-lambai dari belakang.
"Stefanny jauh lebih cantik," lirih Al, aku memandangnya kaget tapi . "Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Tidak hanya saja kau tak seperti biasanya, ia memang cantik tetapi sombong. Menurutku Lily lebih cantik terlebih lagi manis."
"Fred dan Lou juga bilang seperti itu,"
"Apa?"
"Michael Bones berusaha mendekatinya?" Apalagi ini, sainganku bertambah lagi, menurutku McLaggen sudah cukup merepotkan. Ia sejauh ini sudah berhasil mengobrol dengan Lily beberapa kali.
Aku mendengus tak suka "Prefek idiot Hufflepuff itu?" Apa yang bagus darinya, wajahnya terlihat seperti orang idiot menurutku.
"Dia kandidat calon Ketua Murid berikutnya, kau bilang idiot." Oh ayolah Al, aku ini sahabatmu seharusnya kau harus membelaku. "Dia juga seorang pemain Quidditch."
"Aku juga seorang Seeker tim Slytherin," kataku tak terima, ia menatapku malas.
"Dia sangat pintar Scorp, terlebih lagi tidak suka membuat onar, tipe idaman Lily sekali."
"Tetap saja wajahnya itu terlihat bodoh." Saking kesalnya aku mencabuti rumput disekitarku.
"Banyak yang sudah mengajaknya ke kekunjungan Hogsmeade akhir semester ini." Wajah Al terlihat tak suka, "Tapi aku dan James tak akan membiarkannya, dia masih terlalu kecil." Al yang kalem bisa terlihat menyeramkan jika menyangkut keluarganya.
"Bagaimana jika Lily pergi denganku, kau mengijinkannya?"
Al tergelak, aku cemberut memandangnya. "Lily tak akan mau sekalipun kau pria terakhir yang belum mendapatkan pasangan," ucapnya masih tertawa.
"Stop Al, ku kira kita harus ke Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam."
Kami berdua berdiri, membersihkan Jubah Hogwarts kami dari beberapa rumput yang menempel. Sepanjang menuju kelas Pertahanan Al terus mengoceh tentang Lily yang akan menolakku dengan keras saat aku mengajaknya nanti. Adikmu pasti akan bertekuk lutut didepanku Potter.
Harus mendengarkan ocehan tak berguna Binns sangat membuang waktu, mungkin lebih baik aku mendengarkan ocehan dari Lily, sehari tak mendengarkannya bicara membuat hariku tampak suram. Aku mengalihkan pandangan pada Al yang tampak mencoba fokus walau matanya hampir menutup, sahabatku yang satu ini memang selalu berusaha untuk mengerti pelajaran ini agar tak mendapatkan Troll pada OWL nanti, maklumlah dia anak dari Nona-Tahu-Segala, julukan Dad untuk Aunt Hermione, lain halnya dengan seseorang yang berada disebelah kiri ku yang tertidur dengan damainya.
"PUCEY INI BUKAN SAATNYA UNTUK TIDUR!" Bentak Profesor Binns yang membuat hampir seluruh kelas mengumpulkan nyawa mereka kembali.
Andy meringis menatapnya "Sorry Profesor aku sedikit kelelahan karena latihan Quidditch semalam," ucapnya takut-takut.
"Lalu kau pikir aku peduli," seru Profesor yang tidak memiliki tubuh itu, karena tentu saja ia hantu. Hogwarts memang sedikit gila menurutku, selain hantu yang mengajar, centaur juga.
Jam pelajaran berakhir, tak ada yang bisa aku syukuri selain itu. Aku keluar bersama Al beserta rombongan Slytherin yang lain.
"Kita akan langsung ke Aula Besar atau ke ruang rekreasi terlebih dahulu?" aku bertanya.
"Langsung ke Aula besar saja, aku sudah lapar berat. Kelas Binns menguras tenagaku," ucap Andy, selain Al dia adalah sahabat dekatku. Cowok berambut cokelat dengan mata hitam dan memiliki tubuh yang cukup tinggi.
"Hei kau hanya tidur," balasku sengit, ia nyengir.
"Aku harus ke ruang rekreasi ada sesuatu yang harus ku ambil, kalian pergilah dulu." aku mengangguk pada Al, tidak ingin bertanya lebih lanjut.
Ketika kami memasuki Aula Besar, tidak sedikit gadis yang memperhatikan kami lebih tepatnya aku, susah jika kita terlalu tampan, kemana pun akan selalu diperhatikan.
"Scorp ada Kate dan Lily dimeja Ravenclaw, kita kesana saja." kurasa ide sahabatku yang tidak bisa dikategorikan pintar ini lumayan oke, meja Slytherin bukan lagi tujuanku.
"Hai Baby" ia berbalik menatapku, aku mulai menghitung mundur dengan jariku.
"Peron berhenti memanggilku Baby, kau kira aku ini bayi apa?" oh aku benar-benar merindukan ini.
"Kupikir kau mirip." aku mendekat kearahnya.
"Nafsu makanku hilang." ia meletakan sendoknya, aku melirik Andy yang tengah menggoda Weasley, ah Weasley sangat banyak lebih tepatnya Kate, dilihat dari mukanya ia sangat kesal.
"Kau betul Lils nafsu makanku juga langsung hilang," katanya jengkel, melotot pada Andy. Andy memang tak menyukainya, hanya saja ia sangat suka sekali menggoda para gadis, ia bilang ia sangat menyukai gadis yang merona merah, tapi setelah ku pikir-pikir Weasley itu tak pernah memerah.
"Aku tahu sebenarnya kalian senang karena kami datang." aku dan Andy bisa duduk dengan mudah karena meja Ravenclaw terlihat lenggang, karena waktu makan siang masih 15 menit lagi.
"Aku akan lebih senang lagi jika kalian berdua pergi dari sini."
"Oh benarkah?" Aku mengedip pada Lily, ia balas mendelik.
"Ayo Kate lebih baik kita ke ruang rekreasi, membaca buku atau semacamnya, daripada berdekatan bersama dua orang super menyebalkan ini." Keduanya berdiri, melotot pada kami berdua sebelum meninggalkan meja.
"Weasley oh Weasley kau membuat aku penasaran." Aku menyeringai pada Andy, aku rasa dia mulai tertarik pada Katherine Weasley. Kami berjalan menuju meja Slytherin yang terletak dipojok paling kiri.
Andy langsung menarik makanan yang terdekat dengannya, menaruhnya dengan asal dirpiring, dia sudah seperti orang yang tak pernah makan selama seminggu, padahal dia berasal dari keluarga yang cukup berada, tapi kelakuannya cukup udik saat makan.
Aku tengah menyuapkan pudding ke mulut saat Al datang, mendudukan diri disamping kananku.
"Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran cewek," katanya kesal.
"Ya aku juga," aku menyetujui.
"Kemarin dia baik-baik saja tapi sekarang dia marah-marah padaku, menyuruhku untuk tidak mengganggunya, memang dia kira aku ini Pevees." Pevees adalah hantu super jahil yang ada di Hogwarts, hanya menurut pada Kepala Sekolah saja.
"Hei hei Al makan pelan-pelan, kau menyaingi Andy." Al memasukan bulat-bulat sebuah pudding membuatnya tersedak, aku mengayunkan tongkat padanya.
"Kau bertengkar dengan Emily?" Andy bertanya.
"Apa ada alasan aku bertengar dengan Parkinson?"
"Dia pacarmu bukan?" Dia menolak keras, Emily Parkinson, cewek cantik Slytherin yang sangat tergila-gila pada Al, tetapi sayangnya Al tak terlalu memperdulikannya.
"Sampai perempuan di dunia ini pun habis, aku tak akan mau menjadi pacarnya," seru Al tak terima.
"Lalu maksudmu tadi siapa?" tanyaku.
"Aku tak mau membahasnya."
Bukan gaya Al sama sekali, biasanya ia tak ambil pusing oleh masalah cewek, lebih memikirkan bagaimana dia bisa lulus OWL dengan sempurna. Kurasa dia memang tengah jatuh cinta, tapi siapakah perempuan itu. Buat apa aku pusing-pusing memikirkan itu, lebih baik aku memikirkan strategi untuk mendekati Lily lebih dekat.
Seri ketiga dari Next Gen, nanti bakal dishare berurutan perchapter serinya.
RnR please
