UNFORGIVEN HERO (REMAKE)

Cast:

Zhang Yixing as Elena

Kim Junmyeon as Rafael Alexander

Kang Seulgi as Victoria

Kim Minseok as Donita

Jung Seoyun as ibu Rahma

Genderswitch. OCC

Sorry for the typo. Story milik Santhy Agatha. EXO milik SM kecuali Zhang Yixing #dihajar

WARNING: Rate M, GS, Remake

SULAY

Cerita ini remake dari novel Santhy Agatha. Cerita sama hanya cast nya saja yang berubah. Selamat membaca

.

.

"Kamu sangat menyedihkan", Seulgi menoleh ke laki-laki di sebelahnya, yang kebetulan kakaknya.

"Bukan urusanmu."

Seulgi mendengus lalu menyesap minuman kalengnya dan meletakkannya di dasbor mobil.

"Sampai kapan kamu mau begini terus? sampai dia menjadi nenek-nenek dan tetap tidak menyadari keberadaanmu?"

"Sttt." Junmyeon bahkan tidak menoleh ke wajah adiknya yang duduk di sebelahnya, tatapannya lurus ke depan, ke pintu keluar sebuah gerbang kampus.

Tak lama sosok yang dicarinya itu keluar, dengan senyum manis yang sudah di hapalnya, sedang bercanda bersama teman-temannya.

"Dia tersenyum." gumam Junmyeon lega.

"Tentu saja dia tersenyum, dia berhasil lulus dengan predikat cumlaude", tukas Seulgi dengan gusar, "Dan itu karena siapa coba?"

"Aku tidak mau membahasnya…."

"Karena kau oppa! Semua karena perjuanganmu." Seulgi tidak mempedulikan peringatan kakaknya dan terus melanjutkan.

"Dan sekarang kau bahkan tidak bisa memberi selamat kepadanya, malah mengintip dari jauh seperti ini. Benar-benar menyedihkan!"

Junmyeon terus menatap sosok itu sampai menjauh, menghilang di dalam angkutan umum yang dikendarainya.

"Dia bahkan masih naik angkutan umum, Aku harus mengusahakan kendaraan untuknya. Supaya dia tidak perlu capek berpanas-panasan naik angkutan umum lagi."

Perkataan itu semakin membuat Seulgi gusar karena kakaknya itu tidak memperhatikan kata-katanya.

"Kau menyedihkan, sampai kapan kau menghukum diri sendiri seperti ini?"

Sepi. Tampaknya Junmyeon mengganggap pertanyaan Seulgi itu tidak perlu dijawab. Dua kakak beradik itu terdiam di dalam mobil mewah yang sengaja di parkir agak jauh dari kampus, agar tidak mencolok. Junmyeon sibuk dengan pikirannya sendiri, pikirannya melayang ke masa sepuluh tahun lalu, saat usianya masih 18 tahun. Kaya, tampan, punya kuasa, dan tidak tahu tentang rasa tanggung jawab…..

10 tahun yang lalu,,,,,,,,

"Ini mobil hadiah ulang tahunku, baru ada dua di negara ini." gumam Junmyeon bangga pada teman-temannya waktu itu.

Semua temannya mengagumi mobil sport warna merah yang diparkir Junmyeon di lapangan itu.

"Gila Myeon, mobil ini enak sekali dibawa ngebut!", seru salah satu temannya.

"Tentu saja, namanya juga mobil sport."

"C'mon Let's try." seru salah seorang temannya yang lain.

Junmyeon tertawa bangga dengan kesombongan masa mudanya waktu itu. Malam itu mereka mabuk-mabukkan dan berpesta pora.

Dan malam itu pula Junmyeon belajar bahwa kesenangan sesaat kadangkala bisa merenggut nyawa orang yang tidak bersalah. Mobil yang dia kendarai dalam keadaan mabuk, menabrak sebuah taksi yang berjalan pelan di jalur berlawanan.

Pengemudi taksi itu, lelaki tua yang tidak tahu apa-apa, tewas seketika.

Tentu saja semua permasalahan dapat dibereskan dengan cepat. Ayah Junmyeon adalah pengusaha yang sangat berpengaruh karena harta dan kekuasaannya yang melimpah.

Tidak ada yang mempermasalahkan kenapa Junmyeon mengendarai kendaraannya dalam kondisi mabuk berat, uang jaminan sudah disiapkan. Junmyeon sendiri waktu itu lebih mencemaskan keadaannya daripada memikirkan supir taksi tua yang tewas itu. Toh supir taksi itu lebih beruntung langsung tewas, tidak merasakan sakit seperti dirinya.

Limpanya terbentur keras, bengkak, sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan khusus, dan rasa sakitnya sungguh tidak terkira. Bahkan Junmyeon sempat menyalahkan supir taksi yang menurutnya kurang ajar. Kenapa bisa ada di jalan yang berlawanan dengan dirinya sehingga membuatnya tertabrak.

Semua permasalahan dibereskan dengan cepat oleh ayahnya. Junmyeon langsung di kirim ke Amerika untuk menjalani pengobatan. Sampai 6 bulan kemudian setelah kecelakaan itu, dia pulang ke Korea.

Ibunya, seorang perempuan Spanyol yang sudah tinggal di negara ini sejak menikah dengan Ayah Junmyeon, mengingatkannya,

"Kau tidak pernah ingin tahu tentang mereka?" tanya ibunya waktu itu.

Junmyeon yang saat itu merasa bosan karena masih harus beristirahat di rumah dan tidak bisa keluar rumah menatap ibunya dengan marah,

'Buat apa eomma?, Bukankah appa sudah memberikan tunjangan yang sepadan buat mereka? Mungkin malahan lebih banyak dari yang bisa dihasilkan supir taksi itu ketika dia hidup".

Kesombongan membuat suaranya terdengar keras.

Sang ibu menggelengkan kepalanya," Supir taksi itu memiliki isteri yang berduka dan seorang anak yang masih membutuhkan biaya sekolah. Apakah kamu tidak menyesal atas kehilangan yang dialami anak kecil itu, Junmyeon?"

Junmyeon merasa terganggu mendengar ucapan ibunya, "Sebenarnya apa yang eomma inginkan dari Junmyeon?"

"Eomma hanya ingin merasa sedikit lega, eomma ingin kamu kesana dan meminta maaf langsung. Bahkan selama ini hanya pegawai appa yang datang kesana dan mengurus semuanya."

Junmyeon mencibir, "Mereka itu keluarga miskin, kalau Junmyeon datang kesana dan menunjukkan penyesalan, mungkin mereka akan meminta tambahan tunjangan lagi."

"Kalau begitu beri saja. Kau sudah mengambil nyawa seorang ayah Junmyeon. Berapapun harta yang kau berikan, itu tak akan tergantikan."

Dan datanglah Junmyeon keesokan harinya, dengan diantarkan sopir dalam mobil mewah. Tentu saja tak lupa membawa buket bunga di tangannya.

Ternyata mobil tidak bisa masuk ke kompleks itu, Junmyeon masih harus berjalan melewati gang sempit dan rumah-rumah tak terurus dengan bau yang mengganggu indra penciumannya. Dengan jijik dipandanginya lumpur di sepatu mahalnya, dia akan membuang sepatu ini, putusnya jengkel.

Rumah itu sederhana, terletak di ujung gang, tetapi tampak paling bersih di antara semua rumah yang berdesak-desakan di sana. Kelihatannya seseorang berusaha meletakkan pot-pot mungil berisi bunga mawar untuk menutupi pagar jelek yang menyedihkan di depan rumah itu. Ketika Junmyeon mengucapkan permisi didepan pintu, seorang gadis remaja, mungkin usianya beberapa tahun di bawahnya muncul di ruang tamu dan menatapnya curiga.

Gadis itu cantik, itu yang Junmyeon pikirkan pertama kali melihatnya. Cantik, dengan tatapan mata yang cerdas, dan meskipun hanya berpakaian sederhana, tetap saja tidak bisa menahan keterpesonaan Junmyeon.

"Siapa?" tanya gadis itu hati-hati.

Junmyeon memasang senyumnya yang paling mempesona, selama ini banyak perempuan yang mengejarnya. Dia tidak pernah meragukan pesonanya.

"Saya Kim Junmyeon, maaf saya baru bisa kemari. Saya baru pulang dari Amerika setelah menjalani perawatan medis karena luka setelah kecelakaan itu."

Setelah kalimat itu, Junmyeon bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi.

Yang bisa diingatnya adalah jeritan histeris penuh kemarahan sang gadis, tetangga-tetangga yang berdatangan untuk memisahkan mereka karena sang gadis tiba-tiba menyerangnya dengan tamparan bertubi-tubi. Bunga-bunga berserakan dihancurkan, dan ancaman penuh kebencian keluar dari gadis kecil itu.

"Jangan pernah kau menampakkan wajahmu di muka kami!, Kau manusia hina yang bersembunyi di balik kekuasaan ayahmu, manusia pengecut, tidak bertanggung jawab! Kau pikir nyawa manusia bisa diganti semudah itu dengan uang? Kami memang miskin, tapi kami punya harga diri! Jadi sebelum kau bisa menunjukkan kalau kau punya harga diri, jangan berani-berani menunjukkan mukamu di depan kami!"

Hari itu, Junmyeon diberitahu oleh seorang tetangga, sang ibu yang jatuh sakit karena tak kuat menahan kepedihan meninggal semalam dalam kondisi sakit parah, menyusul ayahnya.

Hari itu, Junmyeon menyadari, bahwa perbuatannya telah menghancurkan hidup sebuah keluarga.

"Mereka sama sekali tidak mau menerima uang tunjangan dari keluarga ini, itulah yang mengganjal di hati eomma." sang ibu menatap Junmyeon sedih.

"Gadis itu membenciku eomma, baru kali ini aku menerima tatapan kebencian seperti itu."

Junmyeon masih terpekur shock dengan kejadian yang baru di alaminya. Sang ibu hanya menatapnya sedih,

"Gadis itu kehilangan ayahnya dengan tragis, dan ibunya pula, apalagi yang bisa dilakukannya selain menumpahkan kebencian kepadamu, penyebab semua ini?"

"Dia sebatang kara, dan dia tidak mau menerima bantuan dari kita, lalu aku harus berbuat apa eomma?"

Ibunya menatap Junmyeon dengan kebijaksanaan yang diperolehnya dari pengalaman hidupnya bertahun-tahun,

"Mungkin kau harus memulainya dari dirimu sendiri dulu Junmyeon…"

Flashback End...

"Mau sampai kapan kita parkir disini? gadis itu sudah pergi sejak tadi," suara Seulgi memecahkan keheningan, hampir membuat Junmyeon berjingkat karena kaget.

"Melamun lagi ya? Akhir-akhir ini kebiasaanmu melamun semakin parah."

Junmyeon menarik napas lalu memundurkan mobilnya keluar dari parkiran, "Terima kasih sudah menemaniku menunggu dia,"

Seulgi menatap kakaknya seksama, lalu tatapannya berubah penuh sayang. Kejadian kecelakaan itu sudah lama, tetapi kakaknya menanggung beban rasa berdosa itu di pundaknya tanpa henti. Hingga seolah-olah Junmyeon sudah lupa bagaimana caranya tersenyum.

"Aku sayang padamu oppa, aku tidak tahan kalo kau terus-terusan dalam kondisi seperti ini."

Junmyeon terdiam, tidak menanggapi.

"Dia sudah lulus kuliah, nilainya bagus, dia pasti akan diterima di perusahaan yang juga telah susah payah kamu siapkan untuknya." Seulgi menatap Junmyeon penuh arti, lalu mendesah ketika Junmyeon tidak mengatakan apa-apa, "Bukankah ini waktunya kamu berhenti?"

"Berhenti apa?"

"Berhenti memikul tanggung jawab ini seolah-olah kamu tidak akan pernah termaafkan."

Cengkeraman Junmyeon di roda kemudi semakin erat, "Aku memang tidak akan pernah termaafkan."

"Kejadian itu sudah lama berlalu, gadis itu bahkan mungkin sudah kehilangan kesedihannya dan menjalani hidup dengan bahagia…."

Junmyeon mengernyit menggelengkan kepala, membantah apapun yang berusaha diucapkan oleh adiknya.

"Tidak. Aku yang merenggut semua kebahagiaannya. Sebelum semua bisa aku kembalikan kepadanya dalam kondisi utuh, aku tidak akan berhenti."

"Kau itu menyedihkan." Seulgi menatap kakaknya dengan pandangan jengkel, merasa seperti kaset yang rusak karena mengulang-ulang kalimatnya terus-menerus, "Aku berdoa semoga suatu saat nanti gadis itu tahu, siapa yang berada dibalik hidupnya yang berjalan dengan begitu mudah selama ini",

.

.

"Surat panggilan untukmu." ibu asrama menyerahkan surat yang terbungkus rapi dalam amplop berbahan kertas mahal itu.

Yixing mengernyitkan kening, dibacanya kop di amplop surat itu yang ditulis dengan tinta emas elegan dengan emblem lambang perusahaan yang sangat bonafit. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konstruksi dan sangat terkenal, Yixing tahu emblem perusahaan ini, dan dia mengenal perusahaan ini, yang sering disebut-sebut oleh dosennya, dan juga sering muncul di berbagai media massa terutama yang menyangkut literatur bisnis dan keuangan.

Perusahaan ini benar-benar didirikan dari bawah, ownernya yang menurut gosip masih muda, memulai usaha ini setelah pulang dari sekolahnya di Amerika. Dia mendirikan perusahaan dengan sistem yang serupa dengan joint ventura dengan penanaman modal dari perusahaan asing yang bergerak di bidang sejenis, dan kemudian dalam waktu lima tahun sudah merajai jajaran perusahaan konstruksi yang patut diperhitungkan.

Sebuah surat panggilan? Itu benar-benar membuat Yixing bingung, dia tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke perusahaan ini. Perusahaan ini terlalu bonafit untuk seorang fresh graduate seperti dirinya. Tapi bagaimana mungkin ada surat panggilan kalau dia tidak pernah mengajukan surat lamaran?

Ibu asrama tersenyum melihat keragu-raguan Yixing, "Sudah buka saja, mungkin isinya benar-benar panggilan kerja untukmu."

"Tapi saya tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke perusahaan ini, eomma." Yixing terbiasa memanggil ibu asramanya dengan sebutan eomma.

Ibu asrama ini sudah seperti ibu kedua baginya, ketika dia sebatang kara dan kedua orang tuanya meninggal dulu, Yixing memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Kebetulan waktu itu seorang tetangganya mengenalkannya dengan Nyonya Jung Seoyun, seorang pegawai yang bertanggung jawab terhadap sebuah asrama putri yang saat itu sedang membutuhkan pembantu dan teman untuk menunggui asrama milik sebuah yayasan swasta tersebut.

Nyonya Jung adalah seorang janda tanpa anak yang hidup sendirian, dan kehadiran Yixing sangat membantunya. Bahkan kemudian Nyonya Jung mengusahakan beasiswa untuk Yixing agar dia bisa melanjutkan sekolahnya. Dan kemudian semua terasa mudah bagi Yixing, beasiswanya terus berlanjut hingga Yixing bisa lulus kuliah, tentu saja sebagian biaya hidupnya harus Yixing tanggung sendiri. Dia sekolah sekaligus bekerja sebagai pegawai asrama putri tersebut, mengurus administrasinya, bahkan kadang menjadi pegawai kebersihan kalau sedang tidak ada tenaga kebersihan.

"Mungkin itu rekomendasi dari Universitasmu, kau kan lulusan terbaik." Nyonya Jung tersenyum lembut, "Ayo, bukalah."

Dengan enggan dan sedikit takut-takut, Yixing merobek amplop itu, sebelumnya dia memastikan kalau amplop itu benar-benar ditujukan padanya. Setelah yakin dia mengeluarkan kertas surat yang tak kalah elegan dengan amplopnya itu dan mulai membaca isinya.

Dengan Hormat,

maka kami memanggil anda untuk menjalani rangkaian interview…

Yixing mengerutkan keningnya, membacanya berulang-ulang.

"Bagaimana?" Nyonya Jung tampak begitu optimis dan penasaran,

Yixing tersenyum, "Memang surat panggilan pekerjaan…"

"Kau harus datang."

"Tapi, Eomma…aku masih bingung…"

Nyonya Jung menggelengkan kepalanya, menelan semua bantahan Yixing, "Tidak semua orang berkesempatan sepertimu Yixing, kau harus datang memenuhi panggilan kerja itu."

Yixing terdiam, mengerutkan kening, tapi pikirannya melayang, hidupnya terasa begitu mudah, seolah-olah Tuhan mengulurkan tanganNya langsung dan membantunya. Dia mendapatkan semuanya dengan begitu mudah, rumah asrama yang menampungnya gratis, beasiswa demi beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya, ibu asrama sebagai pengganti orangtuanya. Pekerjaan yang sangat fleksibel yang memungkinkannya bekerja sambil sekolah, sekaligus menyediakan uang untuk kebutuhan pribadinya. Dan sekarang, begitu luluspun, tawaran pekerjaan langsung datang kepadanya, dan tidak tanggung-tanggung, langsung di sebuah perusahaan bonafit berkelas tingggi.

Yixing tersenyum dan otomatis memandang ke atas, ke titik khayalan yang dibayangkannya,

"Hei malaikat pelindungku", bisiknya pelan kepada langit, "Kau pasti sudah bekerja sangat keras, bernegosiasi dengan Tuhan untuk membuat hidupku begitu mudah, terimakasih ya."

.

.

Yixing merapikan rok setelan kerjanya yang sedikit kusut dengan gugup. Angkutan yang dinaikinya sangat penuh dan sesak sehingga penampilan Yixing jadi tidak serapi ketika dia berangkat tadi. Dan sekarang disinilah dia berdiri, di lobby mewah perusahaan ini dengan keragu-raguan dan kecemasan yang tampak jelas.

Aku telah berbuat kesalahan dengan datang kesini, ini bukanlah tempatku.

Yixing mengusap keringat di dahinya ketika petugas resepsionist yang ramah tersenyum kepadanya, mengundangnya mendekat,

"Ada yang bisa saya bantu?" Resepsionist itu mungkin kasihan melihat Yixing yang gugup dan kebingungan seperti salah tempat,

"Eh… ini…." Yixing mengeluarkan surat panggilan interview yang diterimanya kemarin. Dia mengeluarkannya dengan hati-hati seolah itu harta karun berharga dan menunjukkannya kepada sang resepsionist, "Saya mendapatkan panggilan interview di sini hari ini."

Resepsionist itu menerimanya dan mengerutkan kening, dia adalah pegawai berpengalaman dan tahu bahwa surat panggilan ini tidak main-main, dikirimkan langsung oleh sekretaris sang owner. Bahkan ditandatangi langsung oleh owner mereka. Ini bukan surat main-main, ini surat penting.

"Sebentar, saya akan menelepon." sikap sang sekretaris yang ramah dan mengasihani itu langsung berubah serius dan dia meninggalkan Yixing untuk mengangkat telepon.

Jantung Yixing langsung berdegup kencang, pikiran-pikiran buruk langsung menerpanya, apakah dia salah? Apakah surat itu surat palsu, mungkin sekedar lelucon untuk mengerjai Yixing? Astaga! Kenapa tak pernah terpikirkan di benaknya tentang kemungkinan itu?

Yixing memandang sekeliling dengan gelisah, apakah dia akan diusir? Apakah dia akan dipermalukan?

Rasanya lama sekali ketika resepsionist itu akhirnya kembali dari belakang. Dia sudah berhasil menguasai diri rupanya, senyum ramahnya sudah kembali,

"Interview akan dilakukan di lantai lima, saya akan meminta petugas kami untuk menemani anda ke atas."

Seorang petugas entah muncul dari mana dengan ramah menemani Yixing melangkah masuk ke lift menuju ke lantai lima.

"Mari nona, silahkan duduk dulu di situ, saya akan memberitahukan kedatangan anda."

Yixing duduk di sofa sambil tetap mengerutkan kening, memberitahukan kedatangannya? Kenapa seolah-olah dia adalah tamu yang sudah ditunggu dan bukannya salah satu calon pegawai yang akan menghadapi test interview? Dan dimana yang lainnya? Yixing memandang ke sekeliling yang sepi, dia menyangka akan di interview bersama calon-calon pegawai lainnya, tetapi ternyata dia cuma sendirian,

"Silahkan Nona, Beliau berkenan menemui anda."

Masih dengan bertanya-tanya Yixing melangkah memasuki ruangan itu, sebuah ruangan rapat kecil yang mungkin difungsikan untuk mewawancarai calon pegawai.

Seorang perempuan yang sangat elegan dan cantik menunggunya di sana, cantik sekali seperti model. Wajahnya sangat eksotis seperti perempuan Latin, dengan setelan kantornya yang terlihat mahal dan menarik.

"Selamat siang, silahkan duduk", gumamnya datar mempersilahkan.

Dengan canggung Yixing duduk di hadapan perempuan itu,

"Saya Kim Seulgi, HR Manager disini, mungkin anda bertanya-tanya kenapa anda bisa mendapat panggilan di perusahaan ini. Kami memperoleh rekomendasi dari universitas anda, bahwa anda adalah lulusan terbaik di sana."

Rupanya kata-kata Nyonya Jung ada benarnya, dia dipanggil karena rekomendasi dari kampusnya…

"Baik, pekerjaan yang akan ditawarkan kepada anda adalah staff inti dari direksi. Maksud saya, anda akan bekerja sebagai bawahan langsung dari Owner kami…."

Otak Yixing serasa dicubit, Staff Direksi? kenapa untuk jabatan sepenting staff direksi, perusahaan ini mengambil seorang lulusan baru sepertinya? Bukankah untuk jabatan seperti itu biasanya sebuah perusahaan akan mengambil dan mempromosikan pegawainya yang sudah lama mengabdi untuk naik jabatan? Tapi pertanyaan-pertanyaan di otak Yixing langsung terabaikan ketika dia berusaha berkonsentrasi penuh atas wawancara resmi yang mulai dilakukan oleh HR Manager yang cantik itu.

Wawancara itu berlangsung lama, dan begitu resmi, Yixing menjawab semua sesuai kemampuannya, dan setelah pertanyaan terakhir dijawab, Kalau dilihat dari usianya, Nona Seulgi ini masih sangat muda, muda dan cantik pikir Yixing.

Seulgi terdiam agak lama dan menatap catatan di mejanya. Perempuan itu lalu menatap Yixing lama seolah-olah ingin membaca isi hati Yixing,

"Kalau anda diterima, seberapa cepat anda bisa mulai bekerja di perusahaan kami?"

Yixing tergagap, tidak menduga akan ditanya selugas itu, biasanya mereka akan menyalamimu, kemudian mengatakan akan melakukan evaluasi danakan menghubungi beberapa waktu nanti bukan?

"Saya bisa kapan saja", jawab Yixing cepat

Seulgi menganggukkan kepalanya,

"Anda diterima, saya ingin anda siap dan mulai bekerja Senin depan. Cukupkah waktu untuk mempersiapkan semuanya? Dalam tiga hari?"

Yixing menganggukkan kepalanya meski masih merasa seperti mimpi,

"Baik. Saya akan bersiap."

Seulgi berdiri dan mau tak mau Yixing ikut berdiri juga, perempuan itu lalu menyalami Yixing dengan senyum aneh.

"Semoga sukses di perusahaan ini." dia lalu melepaskan tangannya dan melangkah keluar, "Sampai bertemu lagi, anda bisa keluar sendiri kan." dan dengan langkah cepat dan tegas, setegas pembawaannya, wanita itu meninggalkan Yixing sendirian.

Meninggalkan Yixing yang masih terpaku di tengah ruangan itu, menahan keinginan kuat untuk mencubit dirinya sendiri, secepat ini prosesnya? Mimpikah ia….?

.

.

"Sudah beres," Seulgi meletakkan berkas-berkas itu di meja Junmyeon.

"Gomawo," Junmyeon tersenyum menatap adiknya, "Bagaimana?"

"Dia kebingungan," Seulgi mencibir, "Semua ini terlalu mudah, Kalau aku jadi dia, pasti juga akan sebingung dia, dan kau sudah membuatku melanggar aturan perusahaan dalam merekrut pegawai."

Junmyeon tersenyum miris,

"Perusahaan ini punyaku, dan aku juga yang berhak menentukan penerapan aturan itu."

Seulgi mengangkat bahunya,

"Yah… lagipula siapalah aku, bisa dibilang kamu merintis perusahaan ini demi gadis itu… sekarang keinginanmu sudah tercapai Junmyeon."

"Panggil aku Suho kalau berada disini."

Seulgi meringis.

"Dia pasti akan tahu suatu saat nanti, Junmyeon", dengan keras kepala Seulgi tetap memanggil kakaknya dengan panggilan 'Junmyeon", Appa kita bisa dibilang pengusaha dengan nama besar. Suatu saat nanti dia pasti akan bisa menghubungkan namamu dengan appa, dan identitasmu pasti akan terbongkar."

Junmyeon diam tidak membantah kebenaran yang terasa jelas di ucapan Seulgi, matanya menerawang.

"Dia akan tahu, nanti, setelah aku bereskan semuanya untuknya."

"Dan kamu pikir dia akan berterimakasih padamu nantinya?"

Junmyeon menggeleng dan tersenyum.

"Ini bukan tentang pemberian dan rasa terimakasih… ini tentang hutang yang dibayar, Seulgi ah. Dan tidak pernah ada orang yang wajib berterimakasih atas hutangnya yang dibayarkan. Yang ada, yang berhutang itulah yang wajib mengucapkan terimakasih."

Seulgi mendesah, menatap kakaknya dengan sedih.

"Aku cuma bisa mendoakanmu, semoga semua baik-baik saja." dan menyerahkan semuanya pada Tuhan, sambung Seulgi dalam hati. Meskipun dia mulai merasa tidak yakin, sebab kalau seperti kata orang-orang bahwa Tuhan itu Maha Pemaaf, kenapa Dia membiarkan kakaknya menanggung dosa dan rasa bersalahnya selama bertahun-tahun?

.

.

"Ini ruanganmu", Seorang perempuan yang lebih tua darinya menunjukkan sebuah ruangan kecil di sudut yang terletak di lantai paling atas gedung megah itu,

"Seluruh staff direksi berjumlah delapan orang — termasuk dirimu, kami bertugas untuk memfasilitasi kegiatan owner perusahaan ini, yaitu Mr. Suho. Tugasmu adalah membantu Minseok, sekretaris direksi terutama karena dia akan cuti hamil beberapa bulan lagi. Kamu harus bisa memback up semua pekerjaannya selama dia cuti nanti. Jadi sekarang dia yang akan menjadi mentormu", kata perempuan itu, yang ternyata bernama Yuri. Ia mengedikkan bahu ke arah seorang perempuan muda yang tadi tidak sempat dilihatnya,

Minseok, perempuan muda cantik yang kelihatan montok karena sedang hamil besar itu tersenyum padanya, dan Yixing merasa lega karena mentornya itu kelihatannya sangat baik.

"Ibu Yuri memang kelihatan ketus, tapi dia sangat baik, dia bisa dibilang wakil direktur utama disini. Dia yang menghandle semuanya kalau Mr. Suho sedang tidak ada di tempat", Minseok menjelaskan sambil tersenyum ketika mereka duduk bersama dan Minseok menerangkan tugas-tugasnya,

"Pemilik perusahaan ini namanya Mr. Suho?", Yixing sudah tahu sebenarnya, karena penasaran kemarin dia membeli dan membaca berbagai majalah bisnis yang menyangkut perusahaan ini. Dan sesuai dengan keterangan dosennya sewaktu mencontohkan perusahaan ini sebagai materi kuliahnya, pemilik perusahaan ini masih muda. Muda dan cemerlang karena bisa membangun bisnis sesukses ini dalam waktu yang begitu singkat.

"Ya, kau akan sering bertemu dengannya nanti, apalagi saat aku cuti melahirkan nanti. Bisa dibilang pekerjaanmu adalah mengatur seluruh jadwal dan keperluannya," Minseok tersenyum dan matanya menerawang, "Jangan kuatir, Mr. Suho tidak seketus ibu Yuri, dia sangat baik dan tenang, tidak pernah meledak marah dan sangat tampan karena ibunya berdarah Spanyol, bayangkan pria-pria Spanyol yang sexy itu." Minseok mengedip nakal, "Biarpun beliau sedikit murung, seperti ada sesuatu yang selalu tersimpan di benaknya, membuatnya susah tersenyum, tapi walaupun begitu…", Minseok mengedipkan matanya lagi, "Dia adalah bujangan paling diincar disini, kesan misteriusnya malah membuatnya semakin memiliki banyak penggemar. Sayang dia begitu penuh rahasia, tidak pernah terlihat dia dekat dengan siapapun."

Yixing mengernyit, muda, kaya, sukses, dan cemerlang, tetapi tidak pernah dekat dengan satu perempuanpun?

Minseok tertawa, bisa membaca apa yang ada di pikiran Yixing,

"Dia bukan gay," bisiknya pelan, "Sebenarnya ini rahasia, tapi aku pernah mengatur beberapa pertemuan beliau dengan perempuan-perempuan cantik dari kalangan atas. Tapi hubungan mereka sambil lalu saja, Mr. Suho tidak pernah menjalin hubungan lama dengan satu wanita," Minseok mengehela nafas dengan dramatis, "Lelaki setampan itu dan kau tidak boleh jatuh cinta kepadanya Yixing, daripada kau nanti patah hati seperti yang dialami beberapa karyawan di sini yang berani memendam perasaan kepada Mr. Suho. Mereka semua berujung patah hati, karena Mr. Suho sedikitpun tidak akan melirik mereka."

Aku tidak akan jatuh cinta kepada 'Mr. Suho' itu. Yixing tersenyum dikulum, berpikir dalam hati, dari ceritanya, lelaki itu terdengar terlalu sempurna. Sempurna dan pemurung, ralatnya, sama sekali bukan tipe lelaki idaman Yixing, karena kekasih yang diimpikannya adalah lelaki biasa, yang ceria dan bisa membuatnya tertawa setiap saat.

Dan lelaki itu bukan Mr. Suho, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepadanya. Yixing merasa yakin.

Meskipun keyakinan manusia kadangkala bisa bertentangan dengan kehendak Tuhan….

.

.

Dia ada disini.

Junmyeon menelan ludahnya, merasa konyol karena kegugupannya. Astaga! dia yang selama ini menghadapi begitu banyak orang dengan percaya diri sekarang merasa gugup hanya karena seorang perempuan biasa yang bahkan tidak akan mengenalinya.

Junmyeon berdehem menenangkan diri.

Tetapi perempuan ini bukan perempuan biasa, perempuan inilah yang entah sadar atau tidak, telah mengubah seluruh kehidupannya, telah mengubah seluruh cara pandangnya terhadap kehidupan. Perempuan inilah yang sekarang telah menjadi tujuan hidup Junmyeom. Kebahagiaannya adalah tujuan hidup Junmyeon.

Setelah menarik napas panjang, Junmyeon melangkah masuk ke ruangan kantor staff direksi. Yuri sedang berdiri di dekat pintu dan langsung mengangguk kepadanya.

"Selamat pagi, Mr. Suho." sapanya hormat.

Junmyeon mengangguk tak kentara, matanya berputar ke sekeliling ruangan, dimana Yixing? Seharusnya dia mulai bekerja hari ini, kan?

Yuri sepertinya menyadari apa yang dicari oleh Junmyeon, dia termasuk orang kepercayaan Junmyeon yang tahu rencana bossnya itu ketika memasukkan Yixing keperusahaan ini.

"Dia sedang dikamar mandi, Mr. Suho"

Junmyeon mengangguk, merasa sedikit malu karena wakil direksinya ini menyadari apa yang dicarinya.

"Suruh dia menghadap ke ruanganku nanti", gumamnya setelah berdehem dan melangkah masuk ke dalam ruangannya.

Di dalam ruangannya, Junmyeon merasa begitu susah berkonsentrasi, berkali-kali dia melemparkan pandangan ke pintu dengan gelisah. Kenapa Yixing lama sekali?

Junmyeon merasa bahwa detik pertemuan inilah nanti yang akan menentukan langkah ke depannya. Dia harus memastikan bahwa Yixing tidak akan mengenalinya. Tentu saja dia tetap harus menghadapi resiko bahwa Yixing tetap akan mengenalinya. Siapa yang bisa mengukur kekuatan ingatan seseorang? Apalagi ingatan tentang kejadian buruk biasanya akan lebih kuat melekat. Dan jika Yixing mengenalinya, maka selesailah sudah semuanya.

Junmyeon merasakan jantungnya berdenyut, dia tidak akan siap. Dia tidak akan siap jika Yixing mengenalinya dan kemudian membencinya dengan kebencian yang sama seperti yang ditunjukkan di pertemuan pertama mereka di masa lalu.

Semoga Yixing tidak mengenalinya. Junmyeon masih merapalkan doa singkat itu berulang-ulang bagai mantra, ketika sebuah ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatiannya.

"Masuk." gumamnya penuh antisipasi

=TBC=

Halo I'm back! Ada yang rindu Kim Family? Hahaha

Kali ini saya bawa cerita remake milik Santhy Agatha. Ada yang sudah baca? Kepikiran aja kalo sulay cast nya pasti bagus jadi silahkan dibaca. Cerita sama ya hanya cast nya saja yang berubah dan sedikit perubahan tempat, panggilan, dll menyesuaikan cast.

Buat Kim Family entah belum tau kapan update karna memang belum ada ide lagi hehe…

Oke silahkan dibaca plus jangan lupa review nya…maafkan jika masih ada typo bertebaran. Kuusahakan update tiap hari. Dan yang gasuka dilarang baca

Anyyeong!