Disclaimer : If I have time to do this then I should have just doing my story instead.
Genre: Romance, Friendship, the list will go on.
Warning : Fem!Seok. f(x)'s appearance. High school cheessiness.
Oh ya, karena aku nulis berdasarkan suasana hati jadi maaf kalau ada perubahan gaya cerita, ya? Sekarang lagi pengen nulis gaya high school sih. xDD
P.S baca sambil dengerin Goodbye Summer. UGH.
.
.
.
.
.
.
Maafkan aku jika ini hanya monolog, sayang.
Sebenarnya,
Aku cinta kamu.
.
.
.
.
.
"Lu, kamu beli apaan?"
Luhan berbalik ketika dia melihat cowok berbibir tebal namun berkulit agak kecokelatan itu memandang ke camilan kecil yang dia beli didekat rumahnya, bibirnya setengah jalan mengunyah camilan manis dan empuk itu. "Beli apa ya. Kepo." Kata Luhan sambil kembali jalan ke kelasnya yang notabene sama dengan kelas si cowok (yang ngakunya) sahabat dekat Luhan ini.
Si cowok manyun.
Luhan memutar bola mata melihat antik orang disebelahnya ini.
"Kamu mau kan, Kai? Jangan pakai modus, minta aja." Kata Luhan menyipitkan mata lalu menyodorkan seplastik penuh marshmallow yang bagian dalamnya belepotan cokelat hangat.
"Enak aja. Cowok jantan nggak makan marshmallow!" Tolak Kai, cowok berkulit seperti Naruto itu.
"Kamu boleh ambil dua."
"Oke."
Dan bibir Kai pun terkatup oleh lengketnya marhsmallow dan manisnya cokelat lumer. Dasar murahan.
Sementara mereka berdua berjalan, arah pandangan para wanita (dan para lelaki yang cemburu buta) mengikuti bayangan dan tubuh mereka. Tidak heran, Kai (atau nama aslinya Kim Jongin) dan Luhan adalah salah satu anak-anak populer di sekolah mereka yang cukup elit tersebut, hampir tiap jam gerak-gerik mereka dipantau. Entah oleh guru yang bangga akan prestasi mereka yang melangit, atau wanita yang kagum dan cinta pada ceruk-ceruk wajah tampan mereka, atau lelaki yang cemburu gelap pada keberuntungan mereka.
Yang pasti, mereka populer.
"Yo, Luhan, Kai!" suara riang itu terdengar dari jauh. "Oh." Luhan mengangkat tangannya setengah hati dan Kai menyeringai. "Masih sama marshmallow lagi. Nggak bosan-bosannya, ya?" kekeh perempuan berambut cepak yang mendekati kedua pria tampan tersebut. "Terserah aku, dong." Luhan berkata sambil lalu dan mencecap tangkai marshmallow terakhirnya.
"Terus? Menang, tidak?" tanya Kai buru-buru pada si wanita tomboy itu. "Tenang dulu, bro." Kekeh cewek itu. Kai menekuk mukanya. "Jangan bilang kalo kelas kita kalah. Wajar sih... orang di kelas sebelah ada Kris yang jago basket sama Chanyeol yang badannya kayak kelebihan gen gitu." Kai mengeluarkan opini negatifnya.
"Enak aja kalah. Mau aku lempar sepatu, apa? Kita menang, tau! Orang defense nya defense terbaik sejagat gimana bisa kalah?" omel Am, atau Amber, pada Kai, sekaligus memuji diri sendiri. "Wah, menang ya? Bagus deh! Jadi minggu depan kita ngelawan siapa, nih?" tanya Kai semangat.
"Kenapa kamu nggak tanya Luhan saja? Dia kan yang mencetak goal buat kelas kita. Bayangin! goal terbanyak seangkatan!" Amber menelengkan kepala ke Luhan, senyum menggoda terukir diwajahnya. Kai tambah manyun. Dia tidak tahu Luhan ikut pertandingan sepak bola kemarin. Dia terlalu capek dan dia punya latihan dance yang harus dia hadiri sore itu.
Luhan hanya menjilat bibirnya yang terlumeri dengan cokelat manis. "Terus minggu depan kita lawan siapa, nih?" tanya Kai semangat. "Kita lawan anak 12-B." Kata Amber langsung membetak marshmallow Luhan. Luhan mendelik, namun mendiamkan Amber. "Terus? Ada siapa aja?" tanya Kai, dengan halus meraih marshmallow ditangan Amber dan menggigit. "Ambil marshmallow mu sendiri. Kalau nggak salah ada deh cowok yang jago bola itu, yang ganteng..."
Kai mengerutkan dahi. "Minho? Dia ganteng?"
"Dia ganteng." Amber berkata dengan wajah datar.
"Nonsense! Gantengan juga aku!" seru Kai tidak terima. Dan mereka melanjutkan mengomongi hal-hal tidak perlu. Luhan hanya memandang ke arah koridor yang ada diseberang mereka—koridor dan tempat mereka duduk memang terpisah oleh lapangan sepak bola. Cukup lebar sih. Tapi mata Luhan yang bagaikan elang itu masih dapat menangkap apa yang tengah terjadi diujung lapangan.
Begitu juga menangkap sosok yang satu itu.
.
.
.
.
.
.
.
"Ini ditempel disini... terus disini..."
Gadis mungil itu berbisik pada dirinya sendiri sambil menempelkan kertas-kertas yang sudah terhiasi oleh warna tersebut didinding Mading. Rambut panjang hitamnya bagaikan air terjun, melewati punggungnya dan berhenti di pinggangnya. Tangan kanannya sibuk menempel, yang lain sibuk memeluk karton-karton yang akan di tempel. Kakinya sampai berjinjit-jinjit demi mencapai space kosong didinding tersebut.
Minseok, nama gadis itu, tersenyum melihat kerjanya sambil bertolak pinggang. Peluh mengalir dari dahinya, dan dia segera menutup berjalan mundur untuk melihat Mading yang dia dan anggota lainnya kerjakan.
Sempurna.
Dengan senyum melengkung keatas, Minseok berjalan menjauh menuju ke kelasnya. Menjadi ketua Mading memang berat, tapi Minseok senang melakukannya. Minseok melewati aula depan dan matanya otomatis melihat I-Pad sebesar televisi 39 inch yang dikerumuni oleh orang-orang.
Pasti mereka ngelihat Queen Bee lagi, pikir Minseok. Dia berjalan melewati orang-orang tersebut.
Dua minggu lagi akan ada Pentas Seni dilaksanakan. Karena itu, dari jauh-jauh hari seluruh sekolah sudah repot-repot untuk menyiapkan semuanya. Ada satu tradisi yang dilakukan Kyeongdam High ketika mereka mengadakan Pentas Seni. Yaitu adalah polling Queen Bee. Polling ini adalah polling untuk cewek-cewek cantik yang dipilih seluruh sekolah, yaitu 900 orang belum termasuk guru-guru dan OB, yang disortir oleh Perwakilan Sekolah dan Guru yang bertanggung jawab. Para murid bisa mem-vote diwebsite sekolah, dan hasilnya dipaparkan setiap hari di I-Pad didepan Aula Serbaguna tersebut dengan megahnya. Setau Minseok, yang jadi nomor satu sekarang ada Kim Jaera, teman sekelas Minseok yang sangat cantik.
Yang jadi nomor satu dan dua akan dipilih oleh sang King Bee itu sendiri. King Bee tahun ini sudah ditentukan, yaitu adalah Luhan, cowok sempurna dari kelas 11-A. Siapa yang tidak tahu Luhan? Sudah tampan, pintar, jago sepak bola, dan cool. Hal itu berhasil membuat para wanita disekolah maupun diluar sekolah menggilai Luhan.
Minseok?
Berbicara dengan satpam sekolah yang sudah tua saja nggak becus, pikir Minseok sambil menghela nafas. Dia memang tidak mempunyai keberanian untuk berbicara pada para pria, setua apapun mereka.
Langkah kakinya yang ringan membawanya menuju ke gerbang.
Panas.
Makan es serut enak juga, pikir Minseok. Musim panas tahun ini memang tidak main-main. Minseok bingung kenapa anggota klub bola masih semangat menedang dan mengejar bola ditengah terik matahari yang mendekati jahanam ini.
"Minseok-ssi!"
Minseok berbalik, rambut panjangnya yang halus ikut bergoyang dibelakang punggungnya. Matanya mengerjap melihat seorang perempuan berbibir tebal dan berambut pendek berlari dibelakangnya. "Jinri-ya? Kenapa, kok manggil aku pakai embel-embel-ssi?" tanya Minseok bingung sambil memeluk buku tebal dipelukannya lebih erat. "Ini urgen! Urgen parah!" seru Jinri, nafasnya terpotong-potong.
"Ke-kenapa?" tanya Minseok panik melihat Jinri yang biasanya merupakan kotak tertawa dan santai-santai saja itu terlihat hampir mati kehabisan nafas. "Jinri-ya kamu baik-baik aja, kan? Jangan pingsan dulu dong! Aduh, ayo ke UKS!" seru Minseok dengan cepat menarik tangan Jinri. "Kak Minseoook! Siapa yang mau pingsan sih?" Jinri manyun melihat kakak kelasnya yang agak telmi hari ini.
"Kamu kan?" Minseok melebarkan matanya yang besar.
Jinri mau mencubit pipi Minseok sekaligus memelototinya karena Minseok telmi banget. Tapi karena Minseok lucu pake banget jadi dia maafkan, deh.
"Bukan aku, tapi kakak yang bakalan pingsan!" seru Jinri dengan semangat. Minseok mengerutkan dahi dan mengerucutkan bibirnya, pertanda tengah berfikir. "Kenapa malah aku yang bakalan pingsan, Jinri-ya?" tanya Minseok akhirnya, setelah tidak mendapat konklusi apapun dari perkataan Jinri yang samar.
"Kak Minseok belum liat itu, apa? Mading kan pas disebelah Aula?" Jinri melebarkan matanya. Minseok semakin bingung. Melihat apa? "Lihat apa sih?" tanya Minseok akhirnya. Bingung.
"Sini." Jinri menarik tangan Minseok ke ujung koridor—yang mana tempat dimana I-pad sekolah di pertontonkan.
Jinri menunjuk polling Queen Bee yang masih terpapar di layar I-pad tersebut.
"Kenapa?" tanya Minseok bingung.
"Lihat yang baik dong!" Jinri terlihat semangat, pipinya memerah. Minseok menaikan kacamatanya yang hampir jatuh, takut melewatkan satu saja huruf.
Kim Jaera, 200 points
Cha Saerin, 130 points
Jung Soojung, 70 points
Choi Jinri, 40 points
Minseok menaikkan alisnya menggoda ketika melihat nama yang familiar. Jinri manyun sebal, "Fokus! Fokus!"
Minseok hanya nyengir dan dia melihat sampai bawah. Tiba-tiba dia melihat nama familiar lainnya diurutan paling bawah.
Kim Minseok, 1 point.
Minseok melebarkan matanya. "A-apa?" Minseok membaca berkali-kali, namun tetap saja nama itu tidak juga berubah. Tetap Kim Minseok. Kim. Minseok.
Jinri benar. Dia mau pingsan sekarang.
"Ada yang mem-vote mu!" seru Jinri excited. "A, a, uh," Minseok terlihat kaget. Siapa yang sudah memilihnya? Setau dia dia tidak semanis Jinri, secantik Soojung, atau pun yang lainnya. Kenapa ada yang memilihnya? Hanya ada satu hal yang masuk ke kepala Minseok.
"Orang ini pasti cuma bercanda," bercanda yang keterlaluan. "A-aku akan minta Yunho-ssi untuk menghapus namaku dari sini."
"Yaah, jangan dong kaaaak," Jinri manyun dengan puppy eyes attack-nya. "Kakak ikut saja menemani aku!" Minseok tertawa. "Jinri sayang, yang boleh ikut ini tuh cuma cewek-cewek cantik. kamu liat aku, kan?" Minseok menunjuk dirinya, rasa pahit menyebar dilidahnya. Memang benar, kok. Minseok tidak cantik. dia hanya putih dan matanya lebar, tapi itu saja. Mungkin jika rambutnya yang free-dyed itu dihitung, rambutnya bisa jadi poin plus juga. Tapi, dia bahkan hanya sebahu Jinri. Jinri memang tinggi, sih. Dia bisa sampai 170 cm, yang mana membuat Minseok terkadang iri pada adik kelasnya yang cantik ini ketika mereka berjalan bersama-sama.
"Aku liat, dan menurut aku kakak pantas jadi kandidatnya!" kata Jinri serius. Minseok tidak tahu apa dia harus tertawa atau menolak perkataan Jinri yang melenceng dari kenyataan tersebut.
"Hoi, lagi apa sih?" suara frontal itu terdengar dari belakang Jinri. "Soojung," kata Jinri melihat wajah cantik itu terlihat ingin tahu. "Hoo, ginian toh." Soojung terlihat chill melihat namanya diurutan nomor 3. "Masih belum naik juga. Gimana sih." Katanya datar. Minseok menahan senyumnya. Soojung memang sangat percaya diri—mungkin kalau Minseok tidak mengenal Soojung dengan baik, dia akan berfikir Soojung itu sombong sekali. Walau pada kenyataannya dia tidak sombong.
"Ew. Kamu pengen menang?" Jinri menyipitkan mata. Walau dua wanita cantik ini terpilih, mereka sama sekali tidak ada niat untuk jadi pemenang. Pertama, karena merepotkan. Kedua, juga karena merepotkan. Semuanya bikin repot! "Nggak juga, sih." Soojung menampakkan senyumnya yang jarang itu. matanya turun kebawah dan melihat nama Kim Minseok.
"Kim Minseok... kak, ini kamu." Kata Soojung terdengar terkejut. Minseok mengerucutkan bibirnya malu. "Hmm..." Soojung menggaruk bibirnya, dan Minseok tahu sebentar lagi Soojung akan mengeluarkan pendapat yang—
"Nggak cocok ah."
—pedas.
Minseok hanya bisa tersenyum lemah. Jinri sudah berniat membuka mulut ketika Soojung berkata, "Kalau ada Polling buat cewek terimut disekolah ini, mungkin bakalan cocok. Heck, mungkin kakak bakalan ada diurutan ketiga. Kayak aku." Soojung nyengir.
"Urutan pertama." Ralat Jinri.
"Ketiga. Soalnya masih ada Do Kyungsoo yang sok imut itu. cih, aku jadi pengen telen dia kan."
"Do Kyungsoo imut? Imutan juga kak Minseok!"
"Tapi tetap aja—"
Minseok mencoba mendengarkan pertengkaran kecil diantara Jinri dan Soojung, walau wajahnya memerha. Soojung benar-benar lurus dan frontal. Tidak heran orang-orang membencinya karena omongannya yang kadang tidak disaring dulu. Tapi hal itu membuat Minseok berterima kasih padanya.
Kalau ada polling cewek terimut...
Tidak, tidak. Minseok tidak imut!
Minseok berjalan lagi ditengah teriknya matahari bersama dua cewek yang terus mengomel.
.
.
.
.
.
.
Minseok tidak percaya.
Tidak percaya!
Dia tidak percaya kalau dia, untuk pertama kalinya dia bersekolah disekolah ini, telat.
Kaki mungilnya sudah terasa nyut-nyutan, dan kepalanya kurang oksigen, dan tasnya berat sekali, dan rambutnya terus-terusan masuk ke bibirnya—argh, lima menit lagi bel masuk dan dia masih belum sampai didepan gerbang.
Ini semua gara-gara artikel Mading yang dia kerjakan! Minseok begadang sampai jam setengah tiga pagi dan baru bangun jam setengah tujuh. Sudah pasti dia telat, karena dari rumahnya ke sekolahnya bisa memakan waktu setengah jam lebih.
Sepuluh meter didepan gerbang, Minseok menyadari, bahwa ada banyak sekali orang yang telat. Minseok setengah berlari ketika dia sampai didepan gerbang, banyak sekali yang berteriak-teriak. Bukan teriakan untuk membiarkan masih, tapi teriakan... fangirl?
Ada apa ini?
Minseok merapikan rambutnya yang berantakan, menyelipkannya kebelakang telinga dan menelan oksigen ke paru-parunya. Rambutnya turun lagi dari telinganya, terlalu halus. Minseok baru keramas tadi malam. Sinar musim panas yang benar-benar panas membuat puncak kepala Minseok terbakar. Minseok menutupnya dengan tangan.
Wajahnya merah karena sinar mentari pagi dan adrenalin yang keluar dari kelenjar tiroksin. Minseok pasrah, dia sudah pasti akan telat. Sambil manyun memikirkan kalau rekornya untuk tidak telat selama tiga tahun ini akhirnya tertumpahkan nila, Minseok baru sadar kalau hanya dia yang tersisa, dan dia buru-buru ke gerbang untuk melihat Luhan, yang terlihat sebal dan hampir marah tengah menunduk mencatat block note.
"Nama." Kata Luhan datar, tapi juga kesal. Minseok kaget sekali, dan dia hampir melupakan namanya siapa.
"Uh, ng, M-Minseok. Kim Minseok." Cicit Minseok. Pulpen Luhan terhenti sejenak dan kembali melanjutkan tulisannya. "Kelas." Kata Luhan lebih datar lagi. Minseok tidak mengerti kenapa level kedatarannya jadi naik tiga level. "Um, se-sebelas C." Mungkin Luhan tidak suka mendengar orang mencicit dan tersandung kata-katanya sendiri? Tapi Minseok tidak bisa menghilangkan kebiasaannya. Sudah jadi rahasia umum, kalau seorang Kim Minseok tidak bisa bicara tanpa berdecit dengan laki-laki atau didepan publik.
"Kenapa telat?" tanya Luhan. Minseok mengerjap.
"Mmm... telat ti-tidur."
"Kenapa telat tidur?"
"Eh, a-ada pekerjaan."
"Bukan karena sms-an sama pacar?"
Minseok langsung memerah. "A-aku nggak punya p-p-pacar," Minseok menjawab, malu.
Luhan mengangguk-angguk, tangannya bekerja lebih cepat diatas block note. "Boleh aku tahu nomor teleponmu?"
Minseok memucat. "Ke-kenapa?"
"Soalnya udah tertulis di prosedur. Yang telat nggak boleh telat lagi." Kata Luhan datar, wajahnya dingin sekali. "Tapi—"
"Kamu mau ngelanggar perkataan guru?"
"Ti-tidak!" seru Minseok, gemetar mengambil handphone-nya. Dia tidak hafal nomor teleponnya, sehingga dia harus membuka kontak 'Aku' dan menyuarakan nomor teleponnya. Luhan memancing handphone-nya dan mengetik nomor Minseok kasual. "Oke." Luhan menelengkan kepala, menyuruh Minseok masuk. Minseok menghela nafas. Dengan satu anggukan, Minseok segera melewati bahu Luhan, dan Minseok mencium bau cokelat dari Luhan.
Minseok suka cokelat.
Eh! Minseok menampar wajahnya keras. Aku mikir apaan sih, pikir Minseok malu. Dia segera berjalan menjauh dan menuju ke kelasnya sendiri.
Suara langkah sepatunya terdengar satu koridor. Minseok menahan malu, karena pasti dia terdengar berisik dan mengganggu pelajaran berlangsung, tapi dia memang harus berjalan cepat. Dengan langkah buru-buru, dia sampai didepan 11-C dan mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum mengetuk pintu. Dengan malu-malu, dia membuka pintu dan melihat seluruh mata memandangnya.
"Minseok-ah, masuk saja!" suara Qian-seonsaengnim membuat Minseok mengangguk malu. Sepertinya pelajaran belum dimulai, pikir Minseok sambil duduk ditempat duduknya. Di papan tulis ada tulisan 'yang mau dilaksanakan oleh 11-C'. "Jadi, kita sepakat bakalan bikin sebuah kafe, ya." Kata Qian-seonsaengnim, yang disambut anggukan dan teriakan antusias dari seluruh warga kelas. Minseok terlihat bingung. "Sssst! Jangan berisik!" Qian-seonsaengnim manyun. "Minseok yang jadi maid, ya!"
"Eh?!" Minseok terlihat kaget dan takut. "Iya, Minseok saja." Kata salah satu anak cowok, jahil. "Dia kan terpilih jadi kandidat Queen Bee, dia maskot kita sekarang."
Minseok bisa merasakan tatapan tajam para gadis ke arahnya dan jujur saja, dia sangat takut. Apalagi setelah mendengar sebuah keputusan yang tidak melibatkan dirinya. "Ng... ada apa, sih?" tanya Minseok panik pada cewek berambut pendek disebelahnya, Amber Liu. Minseok mengerjapkan mata ketika menyadari orang yang ia tanyai. Amber salah satu penghuni 'bagian atas' disekolah. dia populer, namun Minseok belum betul-betul pernah berbicara secara langsung pada Amber. "Oh?" Amber tersenyum lebar. "Selamat ya, kamu jadi kandidat Queen Bee, kan? Walau hanya dua orang, tapi aku akan terus mendukungmu!" Amber nyengir lebar dan menyalami tangan Minseok dengan keras. Minseok terbelalak. Dua orang?! Bukannya satu orang?!
Sekarang dia memang harus meminta Yunho, ketua Perwakilan Sekolah, untuk mundur.
"Manis banget," tawa Amber mencubit pipi Minseok. "Oh iya, kamu tadi nanya ini apa ya. Jadi, kan kita bakalan ada pensi, trus Qian mau kelas kita bikin kafe, karena playstage udah ke-booking sama kelas sebelah dan kelas sebelah." Minseok bingung dengan yang dimaksud dengan kelas sebelah dan kelas sebelah, namun ia memutuskan mendengar lebih lanjut. "Nah, anak-anak melihat namamu dipolling tadi pagi dan merasa kesempatan sekecil apapun harus digapai. Memang," Amber berisik, "Qian sangat licik sih. Pas dia tahu kamu di kandidatkan jadi Queen Bee, dia langsung—"
"Amber Josephine Liu!" satu layangan tempat pensil dan teriakan kesakitan Amber Liu memutuskan percakapan mereka. Minseok, setelah meminta maaf berkali-kali pada Amber, akhirnya memutuskan untuk segera memohon pada Yunho untuk menghapus namanya dari kandidat Queen Bee. Dan itu dia akan laksanakan secepat mungkin.
Saat bel istirahat tiba, Minseok segera cabut ke kelas 12-B, tempat dimana Jung Yunho berada. "Mau kemana?" suara itu membuat jantung Minseok hampir copot, dan Minseok mendongak keatas. "L-Luhan-ssi?"
"Mau kemana?" ulang Luhan, seakan tidak menyadari betapa tidak nyamannya cewek disebelahnya ini. "Ke, ke kelas 12-B." Kata Minseok menunduk. Sedang apa Luhan disini, jerit Minseok dalam hati. Kenapa tiba-tiba dia ikut jalan denganku? Mau apa dia? Segala macam asumsi amis membuat Minseok mempercepat langkahnya. "Hn, aku ikut." Ultimatum Luhan membuat Minseok hampir menangis karena, sungguh, hampir seluruh mata mengikuti mereka berdua dan hal terakhir yang Minseok inginkan!
"L-Lu-Luhan-ssi, aku bisa s-sendiri." Gagap Minseok ketika Luhan ikut naik tangga dengannya. "Aku pengen ikut." Luhan berkata keras kepala. Dalam hati, Minseok sedikit lega, karena dia memang tidak pernah naik ke lantai tiga yang notabenenya merupakan tempat anak-anak kelas dua belas. Minseok merasa terintimidasi setiap melihat pria yang lebih tinggi dan besar dari dirinya, dan itu termasuk anak-anak kelas dua belas.
Termasuk Luhan.
Luhan pura-pura tidak mendengar Minseok. "Kamu nyari siapa, sih?" tanya Luhan, dan apakah Minseok salah dengar? Luhan terdengar lebih lembut dari biasanya. Masih datar, sih, tapi jelas lebih lembut dari biasanya. "Ng, Y-Yunho-ssi."
Luhan segera berhenti didepan 12-B. "Hoi Bangsat, Yunho mana?" seru Luhan membuat Minseok kaget. "Bastard, beraninya kau ngomong kayak gitu ke kami," seru seorang lainnya, dan seringaian mereka terlihat berbahaya. Luhan terlihat bosan. "Aku mau ngomong sama Yunho," kata Luhan. Seorang cowok tinggi yang tampan berdiri didepan Luhan, membuat Minseok terjepit diantara pohon menjulang. Mata cowok itu memandang Minseok yang berdiri disamping Luhan.
Dia bersiul. "Hmmm, B-Cup?" katanya, matanya jelalatan memandang tubuh Minseok. Luhan mendengus tidak suka dan tiba-tiba tangannya melingkari pinggang minseok, membenamkan wajah Minseok ke dada bidang milik Luhan. "Jangan mesum, bajingan." Kata Luhan terdengar marah, sementara Minseok bingung, bertanya-tanya apa yang mereka bicarakan. Dadanya juga berdebar keras, tidak mau kompromi.
Bau Luhan sekarang tercium lebih manis—seperti bau cokelat dan marshmallow.
"Hei, para bangsat, minggir. Si cecunguk Luhan cuma punya urusan denganku." Suara berat familiar itu membuat Minseok mendongak. Thanks god! Paling tidak dia mengenal Yunho—kakak Soojung—yang merupakan ketua PS tersebut. Ketika Yunho melihat Luhan memeluk seorang gadis berambut panjang yang dia kenal, Yunho segera mengerjap. "Lho? Minseok-ah? Ngapain kesini?" tanya Yunho, suaranya sedikit melembut. Bagaimanapun Minseok adalah teman adiknya. Untung saja Luhan menemani Minseok kesini, kalau tidak, entah bagaimana nasih Minseok ditengah serigala kelaparan macam anak-anak kelas 12-B. "Pergi kau," Yunho berkata sebal ke cowok tinggi dibelakang, Shim Changmin. Changmin hanya menggerutu.
"Kak Yunho," kata Minseok sambil menggigit bibirnya. "Aku... aku datang kesini untuk mau minta kakak menghapus namaku dari kandidat Queen Bee. Kumohon, Kak! Aku nggak mau jadi kandidat, aku malu!" seru Minseok, berusaha terdengar marah. Tapi Yunho malah tertawa. "Iya, iya. Maafkan kakak ya. Habis teman-teman PS lain bilang kalau kamu harus dimasukkan." Sudah jelas itu adalah Soojung dan Jinri, yang merupakan anggota PS termuda. Minseok mendelik ke arah Yunho, yang membuat Yunho makin kencang tertawanya. "Nanti aku hapus, tenang aja." Yunho menyeringai ke arah Luhan.
"Kamu siap dibantai kelasku nanti pulang sekolah?"
Luhan menaikkan alis. "Cemasi saja dirimu sendiri." Dan dengan itu dia segera berjalan dengan Minseok menuju tangga. Suara siulan disamping Yunho membuat Yunho berbalik. "Siapa tuh cewek. Imut juga." Yunho memutar bola mata dan menepuk kepala Eunhyuk lembut, membuat Eunhyuk terlempar kebelakang. "Jangan sentuh cewek itu, dia adikku."
Sementara itu, Luhan masih melingkari tangan kokohnya disekitar pinggang lembut Minseok. "Ugh," Minseok membuka mulutnya. "Hng... Lu-Luhan-ssi... a-anu..."
Sebelum Minseok bisa berkata, Luhan sudah melepas tangannya dan meninggalkan Minseok sendiri, bingung dan berdebar-debar.
Bau cokelat.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Panas banget."
Minseok mengerjap kaget ketika melihat Amber didepannya dengan es potong tersuruk kedepan muka Minseok. "Buat kamu. Kamu keliatan parah banget, kalo nggak kuat nggak usah diterusin." Nasihat Amber, berjongkok disamping Minseok. "Ng-nggak, aku harus lakuin ini." Kata Minseok, sambil mengecat papan bertuliskan 'Café 11-C' yang masih setengah jadi dan menempelkan efek-efek tembakan pistol diatasnya. Tema kafe mereka adalah action. Soalnya café lain terlalu mainstream—café maid lah, butler lah, bleh.
"Aku jadi Zorro, lho." Amber menyeringai, keringat turun dari pelipisnya. Minseok bisa membayangkan Amber dengan baju Zorro. "Pasti gagah," bisik Minseok. Amber terlihat terkejut. Minseok menutup mulutnya, "Ma-maksudku.. bu-bukan begitu..."
"Tidak, tidak apa-apa!" Amber tertawa. "Aku senang kok, jadi Zorro. Keren kan? Sambil ngelayanin, nanti aku tusuk orang-orang yang jahat! Dengan kekuatan bulan, aku akan menusukmu!" Amber tertawa lepas dan melucu dengan perkataan ala Sailormoon. Minseok mau tak mau ikut tertawa. "Kerja kamu bagus, ya." Amber berjongkok lagi. "Pantas saja kamu jadi ketua Mading. Rapi banget. Coba aku." Amber manyun. Minseok tertawa lembut. "Kamu lucu," kata Amber lagi, mencubit pipi Minseok untuk kedua kalinya. Kemudian merea berjongkok dalam hening.
Hanya suara basket yang membentur lapangan, suara tawa orang-orang, suara paku di palu, suara gesekan baju.
"Kak Minseok! Itu buatan kakak, ya?" suara cempreng Jinri memekakkan telinga. "Halo, Jinri." Amber tersenyum pada Jinri. "K-Kak Amber ya?! Ya ampun! Kak Minseok sekelas sama Kak Amber kok nggak bilang-bilang sih?!" bisikan Jinri terdengar keras, Amber menahan tawanya. "Memang kenapa kalau aku sekelas dengan Minseok?" tanya Amber. Jinri memerah. "Ng-nggak. Keren aja gitu. Hehe." Dan Minseok hampir tertawa ketika tiba-tiba Soojung berkata, "Alah, bilang aja nge-fans."
Ketika Minseok itu berfikir, kalau saat ini akan jadi saat yang paling akan dia rindukan saat dia lulus nanti.
Ketika itu Minseok tahu, kalau saat ini dia bahagia.
.
.
.
.
.
.
Ini baru part 1 nanti ada lanjutannya :DDD
Mungkin minggu depan baru di post, uh, aku nggak bisa post selain weekend sih, jadi...
Maafkan diriku ;_;
