DISCLAIMER :
Aku hanya meminjam character tante J.K.R saja. This never would be mine! I just owned the plot of this story. I take non-profit in this story. Hanya ingin meramaikan dunia fanfic dan fandom ini.
WARNING : Characther OOC, geje, cliché, typo(s) dan EYD berantakan yang membandel.
Setting Story : Dunia Munggle, tak ada sihir, Hogwarts menjadi kampus, umur semua karakter disini berkisar 19-21 tahun. Dimulai di zaman modern.
Note: Chapter ini aku revisi kembali karena aku pikir di chapter ini masih ada yang kurang dan tidak begitu menjelaskan. Maafkan aku. Mungkin beberapa chapter akan di revisi ulang. Tidak banyak perubahan sebenarnya, tapi ada yang di tambahkan. Enjoy the fic!
Suara alarm membangunkan seorang gadis yang sedang tertidur pulas. Rambutnya yang berwarna cokelat serta ikal terlihat berantakan. Ia membuka matanya perlahan, namun saat melihat jam beker nya barulah ia terbangun seakan seluruh nyawanya sudah terkumpul.
"Sial aku terlambat!" umpat gadis itu.
Gadis muda itu langsung pergi ke kamar mandi lalu memakai bajunya di walking closet. Seperti biasa gadis itu memakai baju kaos berwarna hitam, jaket kulit, celana jeans dan boots sampai lutut. Matanya di beri sentuhan smooky-eyes dan nude lipstick di bagian bibir mungilnya. Lalu ia mengambil tasnya dengan sembarang. Gadis ini langsung menerjang pintu keluar tanpa menghiraukan panggilan dari sang Ibu.
"Hermione kau belum sarapan," seru sang Ibu dengan nada 'manis'.
"Aku terlambat Mrs. Lestrange, tak ada waktu untuk sarapan. Dad, ayo cepat aku terlambat."
"Sabar pumkins, kau terlihat sangat bersemangat sekali memasuki kampus barumu. Kau belum begitu terlambat, dear"
Gadis yang bernama Hermione itu hanya memutar bola matanya dan menunggu ayahnya selesai dengan makan paginya.
"Dad, sepertinya lebih baik aku berangkat sendiri saja. Bye Mrs Lestrange, Dad," kata Hermione yang langsung pergi keluar.
Hermione memakai helm dan kacamata hitamnya. Motor sportnya langsung ia pacu dengan kecepatan 80 km/jam. Setelah 25 menit di perjalanan akhirnya ia sampai di kampus barunya. Kampus yang terkenal se-Britania Raya. Ia memperlambat kecepatannya mencari tempat parkir. Mahasiswa lain yang sedang bergurau di lingkungan sekolah langsung menatap dirinya dengan tatapan 'siapa orang itu ?' Termasuk 6 laki-laki populer - The Hogwarts Cassanova - tengah menatap orang baru itu. Ketika Hermione membuka helmnya semua mata tertuju padanya. Termasuk ke enam cowok populer itu. Draco Malfoy, Harry Potter, Blaise Zabini, Theodore Nott, Cedric Digorry, dan Oliver Wood.
"Whoaa, Alternative chick! Anak baru eh?" teriak Draco dengan nada merendahkan.
"Aku sedang tidak mencari masalah, bukan urusanmu jika aku anak baru atau bukan!" jawab Hermione dingin.
"Hey! Kau tak pantas berbicara seperti itu padaku anak baru!" ucap Draco tak kalah dingin.
"Cih, memang kau siapa? Kau sudah membuang waktu berhargaku, lebih baik laki-laki seperti kalian menyingkirlah."
"Menarik, baru pertama kali Draco Malfoy di perlakukan seperti itu," ucap Blaise sambil terkekeh.
"Hey Alternative chick, siapa namamu? Perkenalkan aku Cedric Diggory," ujar cowok berambut hitam dan berkulit pucat seperti Vampire.
"Tak penting mengetahui namaku, sekarang bisakah kalian boyband ini menyingkir dan membiarkan aku masuk ke kelas?"
"Setidaknya beritahu dulu namamu baru kau boleh masuk, sepertinya aku tertarik kepadamu, Mysterious Girl," goda Blaise.
"Hermione Granger, sekarang minggir!" Seru Hermione ketus.
Karena mereka malah menyeringai ria dengan terpaksa Hermione jalan menabrak kumpulan cowok itu. Ia menyenggol dengan keras pundak Draco dan Oliver, lalu dengan dinginnya ia pergi meninggalkan The cassanovas Hogwarts itu.
"Hey semak, seenaknya saja kau menyenggol! Kau ini anak baru! Kau tak punya otak eh?" Bentak Draco sambil mengelus pundaknya.
Kalimat itu mampu membuat Hermione berhenti dan berbalik menghampiri Draco. Mata hazel itu begitu dingin dan datar, tak ada ekspresi. Mungkin siapapun akan takut menatap gadis itu tapi tidak bagi Draco. Dia juga mempunya tatapan yang sama dengan iris hazel itu. Dingin, datar dan tak ada ekspresi. Tatapan yang menusuk namun bedanya jika Hermione dijauhi dan di takuti sedangkan Draco malah di puja-puja banyak wanita. Mungkin karena Draco memiliki wajah rupawan. Lihat saja, rambutnya pirang platina, iris kelabu yang indah, hidung mancung, garis wajah yang runcing, wajah itu menampakan ke aristrokratannya, kulit yang putih pucat dan tubuh yang tinggi serta atletis. Hal itu mampu melelehkan hati semua wanita tapi tidak untuk Hermione, ia tidak tertarik dengan lelaki yang ada di kelompok cassanova itu. Ia mendekat kepada Draco dan menatapnya tajam.
"Siapapun dirimu, apapun jabatanmu aku tak peduli. Aku berhak melakukan apapun dan kau... Kau tak bisa mengaturku! Dan tentang semak itu, apa maksud perkataanmu, cassanova?"
"Hah, kau tidak tahu aku? Baiklah aku Draco Lucius Malfoy, anak dari pemilik perusahaan Malfoy Corporation. Aku pemenang cowok terseksi dan tertampan se-Britania versi Daily Prophet 7 kali berturut-turut. Malfoy Corp adalah perusahaan paling sukses dan maju seantero Eropa."
Hermione hanya menyilangkan lengan di dadanya dan menatap bosan pada Draco. Ia langsung menguap.
"Hooaam, membosankan. Lebih baik aku mendengarkan sejarah perang dunia di banding mendengar cerita membosankanmu. Aku tak peduli sekaya apa dirimu atau siapa dirimu. Aku tak ingin tahu tentang dirimu, aku tanya sekali lagi apa yang kau maksud dengan semak hah?" Tanya Hermione tajam.
"Kau tahu? Kau menyebalkan! Ya semak, lihat rambutmu. Cokelat dekil, keriting mengembang seperti semak belukar! Mata hazel yang menusuk dingin itu dengan dandanan menakutkan itu siapa yang akan melirikmu? Aku tak yakin akan ada lelaki yang tertarik padamu atau mungkin kau tidak normal lagi! Gigi itu, seperti berang-berang." Komentar Draco panjang lebar.
"Apa aku meminta komentar itu tuan terhormat Malfoy ferret? Musang albino, ck, ck. Rambut jerami itu apa bagusnya? Apa kau tak tahu matamu sama menusuk dinginny, bodoh? Hah, sungguh membuang waktu berbicara dengan orang menjijikan dan sebodoh dirimu. Selamat tinggal pecundang," kata Hermione mendengus.
Ia pergi meninggalkan ke enam lelaki itu menganga. Apalagi Draco terperangah dengan ucapan gadis yang baru di temuinya. Murid yang menonton sedari tadi juga ikut kaget akan ucapan Hermione.
"Wow, fantastik!" Ucap Blaise.
"Menarik, dia berani sekali," timpal Theo.
"Ya dan misterius. Baru pertama kali aku melihat cewek se-judes itu dan jutek dan lagi bicaranya sungguh pedas. Ia juga memang orang pertama yang tak tertarik pada kita," sambung Oliver.
"Diamlah kalian, aku sedang kesal. Cari tahu tentang gadis menyebalkan itu! Aku ingin memberi dia sedikit pelajaran! Berani sekali dia mengataiku pecundang dan bodoh! Aku tak mau tahu, aku ingin kalian mengetahui sebanyak mungkin tentang gadis semak itu."
"Wah, akan sangat menarik sekali sepertinya," ucap Cedric.
"Ya, sepertinya akan ada hal menyenangkan tahun ini. Akan menjadi tahun yang panjang dan penuh cerita angkatan sekarang," timpal Harry yang sedari tadi diam.
"Apa yang kalian biacarakan?" tanya Draco.
"Haha, sudahlah mate, kita masuk kelas saja sekarang."
Draco hanya mendengus sebal. Ia sungguh sangat sebal dengan apa yang terjadi hari ini. Hermione Granger. Ya dia akan mencap gadis itu. Gadis yang sudah menginjak harga dirinya, menurut dirinya. Ia akan membalas si Granger itu. Mereka – ke enam cowok populer itu memasuki kelasnya masing-masing. Harry memasuki kelas desain eksterior dan Interior klassik, Draco dan Theo memasuki kelas Psikologi, Cedric dan Oliver memasuki kelas Manajemen bisnis sedangkan Blaise memasuki kelas kedokteran. Mari kita lihat kedua lelaki ini – Draco dan Theo – yang sedikit kaget karena ternyata di kelas ini ada sosok familiar yang baru saja mereka lihat. Wanita ber-surai cokelat terang, agak bergelombang, berkulit putih dan ber iris hazel menusuk itu terduduk di barisan belakang paling pojok. Ia terlihat duduk sambil menghadap laptopnya dengan serius dan headset menyumpal telingannya. Draco si cowok yang terlihat angkuh, arogan dan sangat jaim ini sedang merutuki keberuntungannya.
"Mengapa dia harus ada disini?" gumam Draco.
"Hei Drake, si cewek misterius itu sekelas dengan kita. Menyenangkan!" bisik Theo.
"Kau bercanda? Apanya yang menyenangkan?" desis Draco.
"Kau tahu aku sedikit tertarik kepadanya. Ia sungguh menantang dan seksi menurutku."
Draco hanya mendengus sedangkan Theo hanya terkekeh melihat kelakuan temannya. Seperti biasa mereka duduk di barisan depan dan tak minus oleh tatapan kagum dari semua wanita yang ada di kelas ini atau tatapan kesal dari laki-laki lain karena kesempatan mereka mendapatkan gadis yang diincar mereka sangat sedikit. Tak lama sosok wanita dengan rambut putih dan wajah yang sedikit menua namun penuh wibawa memasuki kelas tersebut. Mahasiswa yang tadinya ribut langsung diam – hening seakan wanita itu siap memberikan hukuman sadis jika masih ribut. Hermione yang menyadari itu langsung menaruh headsetnya dan menutup laptopnya.
"Good morning everyone, baiklah pelajaran kali ini akan membahas tentang mengatasi mental yang tertekan di karenakan stress yang berlebihan. Sebelum saya menjelaskan ada yang bisa berpresentasi mengenai hal ini?" tanya wanita setengah baya itu yang ternyata dosen kelas ini.
Ada dua tangan teracung disana. Yang satu tangannya putih pucat dan agak besar, yang satu memiliki jari lentik dan mungil dan kulit yang putih bersih dan tidak pucat. Wanita itu langsung tertuju menatap mahasiswa baru yang ia lihat.
"Sepertinya kita kedatangan mahasiswa baru. Bisa kau kedepan sebentar?"
Gadis itu mengangguk dan melangkah kedepan menuju podium guru itu. Ia melihat sekilas lelaki yang menyebut dirinya Draco Malfoy. Ia mendengus dan menyeringai kecil, lalu menghadap guru itu.
"Siapa namamu nak dan berasal dari mana?"
"Saya Hermione Granger, saya pindahan dari Australia," jawabnya dengan nada yang sopan.
"Oh, lalu mengapa kau pindah ke Inggris?"
"Ya karena orang tuaku sibuk dengan pekerjaan mereka dan mereka memiliki urusan disini dan juga ayahku memiliki keluarga disini. Jadi kami pindah kesini."
"Baiklah, kalau begitu Miss. Granger, bisa kau jelaskan tentang materi hari ini?"
"Gangguan mental seperti tertekan biasanya terjadi kepada orang yang mengalami depresi berat atau suatu masalah yang menimpa mereka. Gangguan ini memilki dampak tersendiri dari setiap individunya, tergantung tingkat penderitaannya. Mengatasi orang yang mengalami keadaan seperti ini bisa dengan cara pendekatan dan konsultasi secara berkala lebih lanjut. Depresi bisa membuat penderita melakukan hal diluar dugaan, maka dari itu diperlukan monitoring oleh seorang psikolog serta cara menyembuhkan atau solusi agar depresi yang di derita berangsur menghilang."*)
"Benar sekali, Miss. Granger. 20 poin untukmu. Kau cerdas di balik .. um.. dandanmu yang agak aneh."
"Aku tahu, Professor –"
"Minerva McGonagall."
"Ah ya, professor Mcgonagall, tapi mungkin professor lebih tahu sendiri jika penampilan hanyalah ekspresi dari seseorang saja. Tidak bisa menilai sesuatu hanya dalam satu sudut pandang, bukan begitu?" tanyanya dengan nada hormat supaya dosen tua itu tidak tersinggung.
"Benar juga. Aku senang menemukan mahasiswa secerdas dirimu, Miss. Granger. kau boleh kembali ke tempat dudukmu," ujar Professor Minerva dengan senyum bijaknya.
"Terimakasih, prof," jawabnya sambil tersenyum, lalu senyum itu hilang saat ia berbalik dan duduk di tempatnya semula.
Draco merasa sebal karena ia merasa memiliki saingan sekarang. Bahkan di hari pertamanya pun gadis itu sudah mendapatkan poin sebanyak seratus selama pelajaran berlangsung. Ia selalu merebut kesempatan untuk menjawab pertanyaan dari dosennya yang terkenal agak galak dan pelit nilai. Bahkan seluruh murid bersusah payah untuk mendapatkan poin walau hanya sepuluh. Ia akui gadis itu memang cerdas dan melebihi dirinya. Ia jadi menerka-nerka wajahnya yang tanpa gaya dark seperti itu dan menjadi anggun. Menerka-nerka jika tatapan itu tidak dingin dan menusuk, jika sikap dinginnya itu melembut. 'Jeez, Draco ! apa yang sedang kau pikirkan?' rutuk Draco pada dirinya sendiri.
Harry selama pelajaran berlangsung hanya diam dan memikirkan sesuatu. Ia mempunyai sesuatu yang harus dia pecahkan. Ia seperti mengenal gadis itu. Mata hazel itu mengingatkan dirinya akan seseorang yang sudah hilang sejak lama. Ia ingat akan rambut semak yang liar itu, tapi apa dugaannya benar? Seingat dia orang yang dia kenal dahulu memiliki wajah anggun, elegan dan tidak berpenampilan seperti ini. Terlebih ia terlihat seperti gadis kelam yang menyendiri di pojokan dan dandanan itu menutupi segala rahasia yang ia punya. Hermione Granger, marga itu juga Nampak tak asing bagi Harry. Semoga dugaan bahwa gadis itu adalah sepupu Harry ternyata salah. Ya Harry memang pernah memiliki sepupu yang cantik dan baik hati, memang agak tomboy tapi tidak setomboy ini. Sepupunya menghilang entah kemana tanpa kabar apapun, tapi hati kecil Harry berkata kalau wanita dihadapannya kini adalah memang sepupunya yang ia kenal dulu. Ia harus menguak rahasia gadis ini. Gadis misterius yang bernama Hermione Granger.
Setelah tiga jam professor McGonagall mengajar, akhirnya waktu istirahat tiba. Hermione hanya mengambil laptop dan buku yang terlihat seperti novel. Ia berjalan ke arah kantin. Ia tahu karena tadi malam ia menyusup hanya untuk mengetahui seluk beluk gedung besar ini. Ia malas untuk berbicara pada orang yang tak ia kenal. Ia memilih duduk di bawah pohon rindang sambil membaca buku dan memakan roti isinya disana, jauh dari kerumunan orang dan omongan-omongan tak penting dari mahasiswa disana, terlebih ia muak melihat lelaki pirang yang mengatai dirinya berang-berang tadi pagi.
Disisi lain, di meja kantin ke-enam cowok popular itu berkumpul dan mengobrol. Draco dari tadi terus menggerutu karena kesal ia mendapat saingan berat di kelasnya, sedangkan temannya hanya mengejek dan sedikit simpati akan kesialan Draco kali ini. Harry melihat gadis itu duduk di bawah pohon sambil membaca buku tebal. Ia juga ingat kalau sepupunya juga seorang kutu buku, cerewet dan bossy, juga know-it-all seperti apa yang dibicarakan Draco. Ia semakin yakin kalau Hermione memang sepupunya, tapi apa yang membuat dirinya seperti ini dan seolah lupa kalau Harry adalah saudaranya?
"Harry, mengapa kau menatap si Granger itu seperti itu? kau juga tertarik padanya?" Tanya Oliver.
"Tidak, bukan itu. Aku merasa seperti aku pernah mengenalnya, aku merasa dia adalah sepupuku yang hilang. Aku pernah mempunyai sepupu ketika aku masih kecil. Dia cantik, baik, pemberani dan ya agak sedikit tomboy. Dia juga kutu buku dan sok tahu, lalu dia juga suka bertindak seperti boss, ia juga cerewet. Bentuk fisik dan sifatnya benar-benar mendekati sepupuku itu, dia juga pernah mempunyai pacar bernama Ron. Dia temanku saat aku smp. Tapi, aku juga sedikit tak yakin karena Hermione ini terlihat sangat, dingin, misterius dan cenderung menutup diri. Jika dia memang benar sepupuku, dia pasti mengenalku dan mungkin ada sesuatu yang dia sembunyikan dibalik semua ini." Ucap Harry panjang lebar menjelaskan.
"Bisa jadi dia memang sepupumu, mate. Analisa mu juga hampir benar. Kita memang harus menguak – membongkar rahasia dia. Aku suka dengan wanita penuh teka-teki seperti ini. Aku jadi penasaran dengannya Harry," celetuk Theo.
"Hah, merepotkan itu tidak penting menurutku. Dia akan menjadi orang tersulit untuk di tebak dan itu membuang-buang waktu," ucap Draco sarkastik.
"Kita lihat Drake, aku akan mengungkapnya. Aku akan mendekatinya sekarang," ucap Harry.
Harry berjalan mendekati Hermione yang sedang asyik membaca dan mendengarkan lagu di headsetnya. Ia mendaratkan bokongnya disebelah Hermione. Ia melirik sekilas buku yang dibaca Hermione.
"A black rose for a dead heart. Novel kelam sepertinya."
"Jika kau tak menyukainya tak usah berkomentar," ucapnya dingin.
"Kau tahu, kau mengingatkanku pada seseorang. Aku lupa nama depannya tapi aku yakin marga keluarganya sama dengan sepupuku yang hilang bagai di telan bumi. Kau benar-benar sama dengannya."
"Umur 14 tahun, bersekolah di Abbey Wellington School. Smp didekat New Hampshire, Inggris. Juara fisika dan matematika se-Internasional, ketika SMA juara Sains se-Australia. Memilik teman kencan Ronald Billius Weasley, memiliki adik kecil bernama Zathura Lynn Granger."
"Mengapa kau tahu tentang sepupuku itu?" tanya Harry dengan nada shock.
"Harry Potter, anak dari James dan Lily Potter. Penerus arsitek terkenal dan dari SMA berpacaran dengan Ginny Weasley – adik dari Ron. Ingat-ingat lah siapa diriku. Aku tahu siapa dirimu. Setelah kau tahu dan yakin siapa aku, datanglah kepadaku dan katakan apa yang kau ketahui. Akan sangat mudah menurutku, oh dan sampaikan salamku pada kedua orang tuamu," ucap Hermione dalam satu tarikan nafas. Ia pergi dari tempatnya tadi sambil tersenyum simpul pada Harry.
Senyum itu, gaya bicara itu… ia sungguh mengenal wanita ini. Ya akan ia cari tahu siapa wanita ini. Ia bahkan tahu segala tentang masa lalu-nya. Harry semakin penasaran. Draco yang sedari tadi memperhatikan, tak sadar kalau dirinya merasakan sesuatu yang buruk baginya. Ia tidak suka melihat Hermione – gadis baru itu tersenyum pada Harry, berbicara dengan baik dan tak ada tatapan tajam dan dingin dari gadis itu. Dia setuju sekarang dengan teman-temannya. Dia memang gadis misterius dan dia juga akan secara diam-diam menelusuri segala tentangnya. Dia akan membuka topeng gadis itu. Harry meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju teman-temannya terduduk. Mata Draco menangkap sesuatu tertinggal di bawah pohon itu. Sebuah buku bersampul violet tergeletak disana. Ia berdiri dan menghiraukan pertanyaan teman-temannya. Ia mengambil buku itu dan menatap cover novel itu.
"A black rose for a dead heart," gumamnya membacakan judul novel itu.
Cover novelnya bergambar wanita menutup matanya dengan bunga rose berwarna hitam di tangannya. Wanita itu memakai gaun berwarna hitam dengan tangan lainnya memegang hati yang terlihat rusak. Draco mengernyitkan dahinya. Ia membaca synopsis novel itu di bagian belakang.
Kesepian dan menunggu sesuatu yang tak pasti. Air mata sudah terasa habis. Aku hanyalah gadis kecil yang rapuh, yang hancur, tak tahu jalan untuk pulang. Aku menunggu dia datang menyelamatkanku, tapi dia pergi selamanya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, ia menghembuskan nafas terkahirnya. Setiap langkah aku mendengar kata-kata menyakitkan itu. Apakah ada yang salah dengan diriku? Aku memilih mematikan hati ini. Ini, aku memegang hatiku yang aku gagal perbaiki. Inilah, bunga hitamku yang hilang warnanya seperti hidupku yang hilang warna-warni nya. Aku melihat gemerlap cahaya kecil menghampiriku, ia berkata, ia akan menyelamatkanku dari gelapnya diriku. Cahaya itu memang menyelamatkanku pada akhirnya. Malaikatku yang menyadarkan kalau aku memang masih di butuhkan dunia ini.
"Apa-apaan ini? Novel yang menyeramkan. Mengapa gadis seperti dia harus membaca yang seperti ini? Mengapa tidak horror sekalian? Atau mungkin … ini menggambarkan hidupnya? Segelap inikah? Aku akan membuka topengmu, Granger. Aku akan memperlihatkan dunia, kau tidak memerlukan semua ini, tapi… mengapa aku peduli padanya? Mengapa aku ingin menyelamatkannya? Sial, dia berhasil membuatku kacau kali ini!" ungkap Draco pada dirinya sendiri yang sedari tadi mematung berdiri di bawah pohon rimbun itu sambil memegang novel Hermione. Ia langsung menyisipkan novel itu ke dalam saku jaket miliknya. Ia berjalan menuju parkiran mobil dimana ia memarkirkan mobil dan tanpa sengaja matanya menangkap Hermione yang sedang bersiap pergi dari kampus memakai motor sportnya.
'Apakah aku harus menguntitnya?' ucap Draco dalam hati.
To Be Continued
Revision 1.0 27/02/16 Perubahan latar belakang Harry Potter dan penjelasan Hermione mengenai depresi. *)penjelasan tersebut tidak berdasarkan riset relevan, hanya berdasarkan pegamatan pribadi.
