"Yoongi membuka ransel yang ia letakkan di atas meja, mengambil buku paket dan buku latihan Matematikanya dari sana. Membuka buku paket, ia mencoba fokus pada 10 soal yang ada di sana. Mencoba memahami metode apa yang harus digunakan untuk mengerjakan soal nomor 1, 2, 3, dan seterusnya. Tapi lagi-lagi fokusnya hilang, dari semalam, setelah dia bermimpi.
Agak jauh di belakang Yoongi, Jimin memerhatikan gerak-gerik lelaki itu mulai dari ia memasuki kelas. Kerutan di keningnya tidak hilang, bahkan semakin bertambah ketika objek pandangannya berlaku tidak seperti biasa. Ya, Jimin memang senang mematai Yoongi, dalam diam tentu saja.
Yoongi bukan tipe yang suka menyibukkan diri dengan buku, bahkan satu-satunya hal yang ingin ia hindari adalah membaca buku. Sama halnya dengan yang sekarang ia lakukan. Latihan soal yang ada pada buku paket Matematika adalah hal yang terakhir yang ada pada list keseharian lelaki pucat tersebut. Oh tidak, bukan berarti ia bodoh. Yoongi hanya tidak suka berurusan dengan buku.
Tubuh Jimin merinding melihat kelakuan Yoongi yang aneh hari ini. Bahkan, lelaki itu terlihat masuk kelas jauh sebelum bel masuk berbunyi, biasanya ia akan tepat waktu. Benar-benar tepat waktu. Jimin tahu banyak tentang Yoongi sebenarnya, tapi ia tak pernah mengatakannya, bahkan kepada sahabat terdekatnya sekalipun. Mereka pun jarang -sangat amat jarang- berinteraksi. Yoongi yang benar-benar cuek membuat Jimin dan teman-temannya yang lain tak mau berurusan dengan lelaki cuek itu.
Jimin memang menyukai Yoongi, tapi bukan berarti seluruh pikirannya akan berpusat pada lelaki itu. Ia masih bisa fokus terhadap apapun meskipun ada Yoongi di hadapannya. Tapi hari ini terhitung sejak bel masuk sekitar 1 jam yang lalu, tidak tahu kenapa, Jimin justru hanya fokus menatap punggung dan pergerakan Yoongi yang menurutnya 'aneh'.
Jimin mengetukkan jari-jari tangan kanannya ke meja. "Kenapa hanya mimpi itu saja yang bisa kupikirkan?" Gumamnya.
Jimin melirik Taehyung yang ada di sebelahnya, memanggil Taehyung dengan bisikan seperti yang biasa mereka lalukan jika di kelas sedang ada guru. Taehyung yang dipanggil hanya membalas bergumam. Merasa direspon, Jimin kemudian lanjut bertanya entah sadar atau tidak. "Kau tahu Tae? Semalam aku memimpikan Yoongi. Pertama kali dalam hidupku, aku memimpikan orang sarkas itu." Dan ini adalah pertama kalinya Jimin bercerita tentang Yoongi dengan orang lain yang adalah sahabatnya.
Taehyung menoleh, mengerutkan kening seperti yang Jimin lakukan sejak tadi. "Kau memimpikan Yoongi? Mimpi yang seperti apa, Jim?"
Jimin menghela napas, membuat kerutan di dahi lelaki itu menghilang. "Em, kalau aku menceritakannya, kau tidak akan menertawaiku, kan?"
"Tergantung jenis ceritanya, emsih/em." Kata Taehyung sambil mengetukkan jari telunjuk kirinya ke dagu
"Awas saja kalau sampai tertawa, kubunuh kau." Ancam Jimin. Taehyung hanya mengangkat bahu sebagai respon.
"Aku.. em, bagaimana ya, aku malu menceritakannya.
"Memangnya kau masih punya malu, Jim?"
"Sialan."
"Haha."
"..."
"..."
"Jadi..." Jimin sebenarnya ragu untuk menceritakan mimpi absurdnya semalam. Mimpi yang masih ia bingungkan, kenapa bisa Yoongi muncul dalam mimpinya?
"Jadi semalam..." Jimin menggaruk tengkuknya. "...aku bermimpi kencan dengan Yoongi." Ucap Jimin berbisik lebih pelan dari sebelumnya.
"Apa, Jim? Aku tidak dengar. Telingaku belum dibersihkan." Taehyung tidak meledek, ia memang benar-benar tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Jimin.
"Ish!" Sungut Jimin kesal karena harus mengulangi kata-katanya yang memalukan.
"Aku, semalam mimpi berkencan dengan Yoongi!" Ucapnya agak lebih keras.
"Taehyung diam, tidak merespon. Lelaki berwajah lucu itu telah menghentikan kegiatan mencatatnya sedetik setelah Jimin selesai bicara satu kalimat yang membuatnya kehabisan kata-kata.
"Mata Taehyung melotot, ia tiba-tiba menghadap Jimin dan mengguncang pundak teman sebangkunya itu dengan cukup keras. "KAU, MEMIMPIKAN KENCAN DENGAN YOONGI? TIDAK MENGKHAYAL KAN KAU, JIM?" Teriaknya di tengah kesunyian kelas, membuat seisi kelas bahkan cicak, ikut menoleh ke arah mereka berdua. Objek pembicaraan mereka pun ikut menoleh dengan ekspresi datarnya, tapi dengan mata yang sedikit membesar. Yoongi terkejut, tapi tidak ada yang mengetahuinya.
"Eh, mimpi dan mengkhayal itu sama atau tidak sih, Jim?" Tanya Taehyung polos sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Orang yang ditanyainya tidak menjawab, justru menenggelamkan wajahnya pada lekukan tangan di meja.
"Jimin ingin menghilang saat ini juga rasanya. Ia ingin bersembunyi di bawah kolong meja dan meminta siapa pun untuk menghilangkannya saja.
"Kalian berdua, kenapa mengobrol saat saya sedang menjelaskan?" Di depan kelas, Mr. Kim sedang menjelaskan tentang matrix. Beliau merasa tersinggung karena tidak diperhatikan saat mengajar.
Taehyung yang telah sadar dengan apa yang sudah dilakukannya pun merasa tidak enak. "Maaf, Mister. Saya keceplosan. Saya hanya terkejut karena Jimin mengatakan bahwa dia memimpikan kencan dengan Yoongi yang bahkan tidak termasuk dalam daftar yang ingin dia kencani." Jawab Taehyung bodoh dengan ekspresi bodoh juga.
Jimin yang mendengarnya sudah ingin menangis. Ia malu. Bagaimana tidak?! Teman dekatnya sendiri dengan mulut tak-bisa-bohongnya dengan "tidak sengaja" membeberkan rahasia yang dari semalam disembunyikannya dan berusaha ia lupakan, tapi nyatanya gagal dan semakin gagal karena sa-ha-bat-nya.
"Oh begitu. Baiklah kalau begitu, kalian berdua, Kim Taehyung dan Park Jimin, silahkan keluar dari kelas dan berdiri di depan tiang bendera." Ucap Mr. Kim dengan lembut, tapi tegas, dan menusuk.
Taehyung lagi-lagi memasang wajah bodohnya, sedangkan Jimin, ia dengan secepat kilat keluar dari kelas dengan wajah semerah kepiting rebus.
.
.
"Ternyata kau memimpikannya juga, ya?" Yoongi berdiri di sebelah kanan lelaki dengan rambut perak di depan tiang bendera.
"Jimin yang tadinya menunduk, sekarang menoleh, benar-benar menoleh, melihat wajah Yoongi yang sedikit berkeringat dan bibirnya yang menyunggingkan senyuman miring. Ekspresi yang tidak pernah terpikirkan oleh Jimin akan dilakukan oleh Yoongi di dunia nyata. Ekspresi yang Jimin selalu bayangkan jika ia sedang memikirkan Yoongi, sekarang ada di depan matanya, bukan bayangan lagi. Dan jelas, hal itu membuat Jimin merasakan dadanya bergemuruh.
"Ma-maksudmu?" Tanya Jimin gugup dan ya.. tidak mengerti.
"Aku memimpikan hal yang sama semalam, dan karena mimpi absurd itu, aku jadi tidak bisa tidur lagi dari jam 2 pagi." Yoongi membuat tawa yang terdengar sangat dipaksakan.
"Ke-kenapa kau juga mempimpikan itu?"
"Mana kutahu. Bukan aku yang membuat mimpi."
Yoongi menoleh, membalas tatapan lelaki di sebelahnya. "It's just a dream. Lupakan saja mimpi itu dan anggap kita tidak pernah berbicara seperti sebelumnya. Aku tak mau jika mimpi konyol itu terus-menerus membuatku kehilangan fokus. Ini cuma kebetulan, dan tidak penting."
"Jimin diam. Ia tidak tahu harus bagaimana merespon ucapan lelaki dengan bola mata cokelat gelap yang sedang ditatapnya sekarang.
"Mengerti?" Tanya Yoongi memastikan. Jimin mengangguk walaupun reaponnya agak lama. "Bagus." Yoongi memutuskan tatapannya dan melihat sekeliling.
"Aku pergi." Katanya lalu meninggalkan Jimin sendirian di lapangan.
Jimin diam, ya, dia memang hanya diam dari tadi. Tapi kini diamnya berbeda. Ada sedikit rasa mencelos dari hatinya ketika Yoongi pergi, meninggalkannya dengan ucapan yang bisa dibilang agak menyakitkan. Jimin yang terlalu perasa, atau Yoongi yang memang kasar?
"Jim, ini minumanmu." Dari belakang, Taehyung menempelkan botol air mineral dingin ke pipi Jimin yang penuh keringat. Tidak seperti dugaan, temannya itu hanya diam, tidak merespon. Karena biasanya Jimin akan marah-marah jika ia dijahili.
"Jim, kau kenapa diam saja? Apa kau lelah? Pusing? Sakit?" Tanya Taehyung khawatir sambil menatap wajah Jimin yang muram. "Jim, jawab! Jangan diam saja!"
Jimin masih diam, tapi kini ia menatap balik Taehyung. "Tae, kenapa sakit sekali ya? Di sini sakit, Tae..." Ucap Jimin ambigu sambil memegang dada sebelah kirinya.
"JIM KAU KENAPA? AYO KUGENDONG KE UKS! AKU TAK MAU KAU MATI, JIM!" Teriak Taehyung heboh yang membuat Jimin makin merasa lemas dan akhirnya jatuh terduduk di lantai lapangan yang panas.
.
.
Yeah, aku berharap kalian tidak sakit mata melihat tulisan yang tidak ada faedahnya sama sekali ini. Itu juga kalau ada yang baca, sih. but yes, cerita ini remake dan benar-benar gagal. Ugh.
