a/n: niatnya cuma nyampah di tl fb ketika ngegalauin seven yang supermaso. akhirnya jadi ikut-ikutan maso dengan ngetik drabble nirfaedah ini. di-publish sekalian untuk self-reminder karena akhir-akhir ini webe semakin parah dan tulisan gak improve juga. semoga jadi rajin nulis dan sesekali balik ke fandom ini.
oya, terima kasih sudah menyempatkan diri untuk baca :)
.
Mystic Messenger © Cheritz
aku ingin menjadi bulan
© Moon Waltz
.
.
"I'm not greedy for people. I could never have people around me, so I only had God...but God keeps pushing me away." —707
.
Aku ingin menjadi bulan, menjadi tempat yang selalu kau definisikan sebagai tujuanmu pulang (untuk kemudian melupakan barisan kode di layarmu, melupakan pekerjaan-pekerjaan rahasiamu yang berkejaran dengan urgensi identitas peretas tanpa nama itu, melupakan realita di mana waktu bergerak pada garis linear tanpa menyisakan sedikitpun detiknya untuk jedamu bernapas).
Aku ingin menjadi bulan, bukan matahari yang akan menyakitimu setiap kau berusaha untuk dekat, merobek sayap imajinermu lalu membuatmu terjerembab. Aku ingin menjadi bulan, yang cahayanya akan menuntunmu dalam gelapnya malam, dan meskipun kadang awan dan perputaran bumi akan berkonspirasi untuk menyembunyikan eksistensiku, kau tahu bahwa aku akan selalu ada; untukmu.
Sebab aku paham, ketika ada sesuatu yang bergetar di dadaku, diam-diam merayap di bawah kulitku, lalu mengimitasi sensasi kepakan sayap kupu-kupu di dalam perutku untuk setiap angka 707 yang tampil di layar –obrolan-obrolan tak jelas, lelucon konyol yang menyulut tawa lepas –kehadiranmu di dalam dunia baruku adalah hal pertama yang kutunggu-tunggu di setiap pagi yang buta dan malam yang bisu. Seperti sebuah pegangan yang menjaminkan keamanan, atau selimut yang menghangatkan, atau segala sesuatu yang berasosiasi dengan kebaikan.
Tetapi kau tahu bukan, bahwa hal-hal baik tak selamanya terjadi. Aku mempelajarinya pertama kali ketika rasa simpati yang kuterjemahkan menjadi pertolongan kecil dengan mendatangi apartemen ini justru menuntunku pada situasi di luar nalar yang seumur hidup tak pernah kubayangkan. Kemudian sekarang, aku mempelajarinya lagi ketika kudapati tawa virtualmu tak lagi sama, leluconmu hilang dari deretan kata-kata, dan suaramu –suaramu yang mengeja maaf dengan nada yang asing itu –aku mempelajarinya dengan cara yang teramat keras.
Namun aku tidak menutup mataku terhadap persona lainmu, satu kali pun tidak. Bukankah justru aku yang pada nyaris setiap kesempatan bersikeras ingin tahu? Karena menurutku, terlepas dari masa lalu yang tak pernah ingin kau bahas, terlepas dari betapa berbahayanya pekerjaanmu sebagai peretas, kau berhak menyicip tawa yang sesungguhnya, kau berhak dianugerahi persahabatan dan kasih dari sesama manusia; kau berhak bahagia.
Kau berhak untuk rasa yang tumbuh dan terselip di antara tumpukan konversasi yang jejaknya masih kusimpan, untuk kekhawatiran bercampur kelegaan yang merambat saat dirimu yang nyata meraihku sekaligus menjauhkanku dari marabahaya; kau berhak bahagia.
Dan bukannya menanggung semua ini sendirian seolah kaulah martir yang semestinya berkorban bagi semua, kemudian menutup hatimu, perasaanmu rapat-rapat, membangun tembok tak kasatmata melalui punggung dinginmu yang sengaja ditujukan padaku. Kau menjelma delusi yang tak boleh kusentuh, kau dekat sekaligus jauh.
Biar begitu, seharusnya kau yang paling tahu bahwa aku akan tetap bertahan, sebab mematikan rasa adalah hal terakhir yang mungkin kulakukan. Aku akan bertahan, di belakangmu, di sisimu, mendengarkan baik-baik suara kehidupanmu. Aku memutuskan untuk bertahan, menjagamu dari derita yang kau tanamkan sendiri dalam kepalamu, kemudian mengucap janji tanpa suara bahwa aku akan mencintaimu beratus-ratus kali lipat dari kau membenci dirimu sendiri.
Aku ingin menjadi bulan.
.
-fin-
